Lautan Jilbab
Para malaikat Allah tak bertelinga, tapi mereka mendengar suara nyanyian
beribu-ribu jilbab.
Para malaikat Allah tak memiliki mata, tapi mereka menyaksikan derap
langkah beribu jilbab.
Para malaikat Allah tak punya jantung, tapi sanggup mereka rasakan degub
kebangkitan jilbab yang seolah berasal dari dasar bumi.
Para malaikat Allah tak memiliki bahasa dan budaya, tapi dari galaksi mereka
seakan-akan terdengar suara: Ini tidak main-main! Ini lebih dari sekedar
kebangkitan sepotong kain!
Para malaikat Allah seolah sedang bercakap-cakap di antara mereka
Kebudayaan jilbab itu, bersungguh-sungguhkah mereka?
O, amatilah dengan teliti: ada yang bersungguh-sungguh, ada yang akan
bersungguh-sungguh, ada yang tidak bisa tidak bersungguh-sungguh.
Sedemikian pentingkah gerakan jilbab di negeri itu?
O, sama pentingnya dengan kekecutan hati semua kaum yang tersingkir,
sama pentingnya dengan keputusasaan kaum gelandangan, sama pentingnya
dengan kematian jiwa orang-orang malang yang dijadikan alas kaki sejarah.
Bagaimana mungkin ada kelahiran di bawah injakan kaki Dajjal? Bagaimana
mungkin muncul kebangkitan dari rantai belenggu kejahiliyahan?
O, kelahiran sejati justru dari rahim kebobrokan, kebangkitan yang murni
justru dari himpitan-himpitan Alamkah yang melahirkan gerakan itu atau
manusia?
O, alam dalam diri manusia. Alam tak boleh benar-benar takluk oleh setajam
apapun pedang peradaban manusia, alam tak diperkenankan sungguhsungguh tunduk di bawah kelicikan tuan-tuannya.
Apakah burung-burung Ababil akan menabur dari langit untuk menyerbu para
gajah yang durjana?
O, burung-burung Ababil melesat keluar dari kesadaran pikiran, dari dzikir jiwa
dan kepalan tangan.
Para malaikat Allah yang jumlahnya tak terhitung, berseliweran melintas-lintas
ke berjuta arah di seputar bumi.
Para malaikat Allah yang amat lembut sehingga seperjuta atom tak sanggup
menggambarkannya.
Para malaikat Allah yang besarnya tak terkirakan oleh matematika ilmu
manusia sehingga seluruh jagat raya ini disangga di telapak tangannya
.Tergetar, tergetar sesaat, oleh raungan sukma dari bumi
Para malaikat Allah seolah bergemeremang bersahut-sahutan di antara
mereka
Apa yang istimewa dari kain yang dibungkuskan di kepala?
O, hanya ketololan yang menemukan jilbab sekedar sebagai pakaian badan
Lihatlah perlahan-lahan makin banyak manusia yang memakai jilbab, lihatlah
kaum lelaki berjilbab, lihatlah rakyat manusia berjilbab, lihatlah ummat-ummat
berjilbab, lihatlah siapapun saja yang memerlukan perlindungan, yang
memerlukan genggaman keyakinan, yang memerlukan cahaya pedoman,
lihatlah mereka semua berjilbab
Adakah jilbab itu semacam tindakan politik, semacam perwujudan agama,
atau pola perubahan kebudayaan?
Para malaikat Allah yang bening bagai cermin segala cermin, seolah
memantulkan suara-suara:
JILBAB INI LAGU SIKAP KAMI, TINTA KEPUTUSAN KAMI,
LANGKAH-LANGKAH DINI PERJUANGAN KAMI
JILBAB INI SURAT KEYAKINAN KAMI, JALAN PANJANG
BELAJAR KAMI, PROSES PENCARIAN KAMI
JILBAB INI PERCOBAAN KEBERANIAN DI TENGAH
PENDIDIKAN KETAKUTAN YANG TERTATA DENGAN RAPI
JILBAB INI PERCIKAN CAHAYA DARI TENGAH KEGELAPAN,
ALOTNYA KEJUJURAN DI TENGAH HARI-HARI DUSTA
JILBAB INI EKSPERIMEN KELEMBUTAN UNTUK MELADENI
JAM-JAM BRUTAL DARI KEHIDUPAN
JILBAB INI USAHA PERLINDUNGAN DARI
SERGAPAN-SERGAPAN
Dunia entah macam apa, menyergap kami
Sejarah entah ditangan siapa, menjaring kami
Kekuasaan entah dari napsu apa, menyerimpung kami
Kerakusan dengan ludah berbusa-busa, mengotori wajah kami
Langkah kami terhadang, kaki kami terperosok di pagar-pagar jalan protokol
peradaban ini
Buku-buku pelajaran memakan kami
Tontonan dan siaran melahap kami
1997
Ditanyakan Kepadanya
Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka cerdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia
Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia
Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
..rahasia
Hari ketiga kau adalah aku, aku masih aku
Baru kelak tuhan, semua kita nangis cengeng
Kita melempari galaksi supaya bintang runtuh, kita
..mengais-ais bumi mencari emas permata untuk
..kita kunyah-kunyah demi mengisi hari dengan
..ketololan
Di hari keempat engkau adalah dunia ini
Kalau kau gembira bukanlah kau yang bergembira
..sebab sesungguhnya tak kau perlukan
..kegembiraan
Kalau kau bersedih kehidupanlah yang bersedih
..sebab kesedihan tak sanggup menyentuh jiwamu
Kau tak membutuhkan suka duka, harta atau
..kepapaan, kau tak terikat oleh penjara atau
..kemerdekaan, kau lebih perkasa dari ketakutan
..atau keberanian, kau lebih tinggi dari derajat
..atau kehinaan, kau lebih besar dari kehidupan
..atau maut
Di manakah engkau bersemayam kiranya?
Hari keempat telah senja dan fajar hari kelima
..mulai menyiapkan pemenuhan janjinya
Hari keliga gelap gulita
Hari di mana engkau sirna, di mana engkau tak
..engkau
Hari yang menjelmakanmu kembali menjadi cahaya
Menyati ke hari keenam cahaya maha cahaya
1988
Kita Masuki Pasar Riba
Kita pasar r iba
Medan perang keserakahan
Seperti ikan dalam air tenggelam
T
ak bisa ambil jarak
Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala
Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua
Berkeliaran sebagai ruh gentayangan
Tidak memiliki tanah pijakan
Sehingga kakinya gagal berjalan
Maka hanya bagi orang yang waspada
Dua masjid menjadi satu jumlahnya
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat
Delapan
Bahkan seribu masjid, sjuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah
Sesekali kita pertengkarkan soal bidah
Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah
Itu sekedar pertengkaran suami istri
Untuk memperoleh kemesraan kembali
Para pemimpin saling bercuriga
Kelompok satu mengafirkan lainnya
Itu namanya belajar mendewasakan khilafah
Sambil menggali penemuan model imamah
Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan
Seribu orang mendirikan satu masjid badan
Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan
Hadir engkau semua menyodorkan kawruh
Seribu masjid tumbuh dalam sejarah
Bergetar menyatu sejumlah Allah
O, si buah angan
Selamat malam!
O, si Anak Hilang!
1975
Sajak jatuh CInta
Karena ini bunga
Maka ciumlah dengan bening jiwa
Karena ini sajak
Maka terimalah dengan mripat kanak-kanak
Gugusan mendung yang ranum
Menggugurkan hujan ke bumi
Dari langit jauh Engkau bagai telah turun
Pada air, tanah, serta pada sunyi
Kemudian senyap sesaat
Tuhan melintaskan syafaat
Kemudian daun-daun bersijingkat
Dalam pesona memikat
Karena ini bunga, dik
Maka ciumlah dengan bening jiwa
Karena ini sajak, dik
Maka terimalah dengan mripat kanak-kanak
1975
Lagu
Sangatlah nyaman
Serta penuh kekhusyukan
Bersahabat dengan angin
Dan matahari pagi
Wajah gadisku yang membayang
Mengajakku sejenak berpejam
ke dadaku!
(terimalah
semangatku
reguklah
cintaku!)
1975
Apakah Puisi-Puisi Ini
Apakah puisi-puisi ini
Jelmaan roh-Mu, Tuhanku
Sehingga aku merasa bahagia
Jika bergaul dengannya
Ia selalu membuka ruang
Hingga aku setia pada kemungkinan
Ia adalah sembahyang
Yang penuh kemerdekaan
Tuhan, di antara sekian cara hidup
Agama dan peraturan-peraturan
Puisi memberi keikhlasan
Kepada apa pun yang Kaulakukan
1977
Prambanan
Kenapa aku tak bisa diam sepertimu
Diam pada angin
Pada hujan, pada lindu
Dan langit yang semu
Apa benar hidup lebih baik
Dari yang disebut mati
Seperti lukisan air mukamu
Seperti sikap diammu
Hidup ini besar ongkosnya
Dzu Walayah menggamit pundakku Pergilah ambil penari itu untukmu, tapi
terlebih dahulu berikan kepadaku tariannya.
1987
Tuhan Sudah Sangat Populer
Satu
Tuhan sudah sangat populer
Nama-Nya dihapal luar kepala
Sehingga amat jarang ada
Orang yang sungguh-sungguh mengingat-Nya
Tuhan sudah sangat populer
Seperti matahari tak pernah tak bercahaya
Sehingga hanya kadang-kadang saja
Orang menyadari ada dan peran-Nya
Tuhan sudah sangat populer
Baik di kota maupun di desa
Kalau terasa tak ada, orang menanyakan-Nya
Ketika jelas, ada orang melupakan-Nya
1987
Ajari Aku TIdur
tuhan sayang ajari aku tidur
seperti dulu menemuimu di rahim ibu
sesudah lahir menjadi anak kehidupan
sesudah didera tatakrama, pendidikan, politik
dan kebodohan
bisaku cuma tertidur
tertidur
tuhan sayang tak kurang-kurang engkau menghibur
tapi setiap kali badan terbujur ruhku bangkit
memekik-mekik!
hidupku jadi ngantuk, luar biasa ngantuk
tanpa pernah bisa sungguh-sungguh tidur
1986
Menertawakan Diri Sendiri
Bermakna lebih dari segala ilmu
Ialah menertawakan diri sendiri
Sesudah kegagahan dipacu
Tahu langkah tak sedalam tangis bayi
Kelahiran dan maut memain-mainkan
Kita jadi perlu sekeras ini bersitegang
Padahal gua Ibunda tak di masa silam
Dan kematian tak nunggu di usia petang
Nyembah puisi, buku dikeloni, sejarah dibongkar
Kemudian sumpeg dan ngerti kita terbongkar sendiri
Maka laron tahu usia tak sampai semalam
Maka kita pilih saat wajah sendiri dilecehkan
Membantu malaikat ngerjakan tugas dari Ki Dalang
Melakonkan cilukba wayang pergantian siang malam
Heran kenapa Chairil minta cuma seribu tahun lagi
Padahal jelas jatah kita abadi
1985
Tidur Hanya Bisa Padamu
Tidur hanya bisa padaMu
Ketika larut badan tak mengada
Sudah khatam segala tangis rindu
Tinggal jiwa kusut dan sebuah lagu
Jiwa terajah luka
Bersujud sepanjang masa
Di peradaban yang sakit jiwa
Hanya bisa kupeluk guling rahasia
Tidar hanya bisa padaMu
Ya kekasih, tidur hanya bisa padaMu
Kalau tak kau eluskan tangan
jaman berlalu
dan menipu
kau tak belajar memahami
selain mau mu sendiri
tak tau beda
antara penguasa
dan pemimpin bangsa
Tembok Gelombang
sekuat - kuat gelombang
harus lebih kuat tembok
karena puncak kekuasaan
adalah ideologi gembok
tembok didirikan sekukuh - kukuhnya
agar gelombang terbentur sia - sia
gelombang direndam
menjadi ombak semilir
gelombang itu alam
tembok itu teknologi
kekuasaan timbul tenggelam
sedang jiwamu abadi
(2)
berhentilah memenjaraku
sebab jeruji besi dan sel pengurungku
terletak di dalam dadamu sendiri
tanpa bisa kemanapun kau pindahkan
kalau kau usir
kau pikir kemana aku hendak pergi
sedang lubuk jiwamu itulah alam semestaku
aku berumah di keremangan jiwamu
bilikku tersembunyi di balik kesunyian nuranimu
Selamatan
telah kuikhlaskan rasa sakit itu sebelum terjadi
ketika dan sesudahnya
telah kutaburkan di wajahmu wewangian kembang
dan kupanjatkan doa ampunan bagimu
tapi aku tak berhak mewakili hati rakyatmu
sebab tenaga untuk menegakkan kakiku sendiri ini
kupinjam dari mereka
aku tak memiliki harkat kedaulatan mereka
serta tak kugenggam kuara nurani mereka
yang diterima dari Tuhan
oleh karena itu
jika engkau mengharapkan keselamatan di esok hari
temuilah sendiri ruh mereka
kalau matahari digelapkan
kalau tanah titipan dirampas
kalau udara disedot
kalau malam disiangkan dan siang dimalamkan
kalau hak akal sehat dibuntu
hendaklah siapapun ingat bahwa aku tak berhak menawar
apa sikap Tuhanku atas kebodohan itu
oleh karena itu
jika engkau masih mungkin percaya
bahwa engkau butuh keselamatan esok pagi
ketuklah sendiri pintu Tuhan yang sejak lama
mengasingkan diri dirumah nurani rakyatmu
1994