membran
yang
berlangsung
singkat,
kemudian
inhibisi
akan
menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil,
akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk
merangsang atau menghambat neuron lain, sehingga terjadilah epilepsy.
Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas
listrik yang berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita
dikatakan menderita epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa
provokasi. Bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor
eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan akan muncul pada eksitabilitas yang tidak
terkontrol. Pada sebagian besar kasus tidak dijumpai kelainan anatomi otak,
namun pada beberapa kasus epilepsi disertai oleh kerusakan struktural otak yang
mengakibatkan disfungsi fisik dan retardasi mental.
4. Komplikasi Status Epileptikus
a. Otak
1. Peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
2. Oedema serebri
3. Trombosis arteri dan vena otak
4. Disfungsi kognitif
b. Gagal Ginjal
1. Myoglobinuria, rhabdominalisis
c. Gagal Nafas
1. Apnea
2. Pneumonia
3. Hipoksia, hiperkapni
4. Gagal nafas
d. Pelepasan Katekolamin
1. Hipertensi
2. Oedema paru
3. Aritmia
4. Glikosuria, dilatasi pupil
5. Hipersekresi, hiperpireksia
e. Jantung
1. Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme
f. Metabolik dan Sistemik
1. Dehidrasi
2. Asidosis
3. Hiper/hipoglikemia
4. Hiperkalemia, hiponatremia
5. Kegagalan multiorgan
g. Idiopatik
1. Fraktur, tromboplebitis, DIC
4. Faktor risiko dan klasifikasi
Faktor risiko dan klasifikasi status epileptikus adalah satu pertiga kasus
terjadi pada epilepsi berulang, satu pertiga pada kasus epilepsi yang tidak teratur
meminum obat antikonvulsan, pada usia kebanyakan tipe sekunder karena adanya
demensia, penyakit serebrovaskular, dan disfungsi jantung.
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena
penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada
umumnya status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan,
area tertentu dari korteks (partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (generalized
onset), kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah
konvulsi atau non-konvulsi.
Banyak pendekatan klinis ditetapkan untuk mengklasifikasikan status
epileptikus. Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status
epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status
epileptikus parsial (sederhana atau kompleks)
Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt atau subtle)
dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial kompleks, absens).
1. Overt generalized convulsive status epilepticus
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan
kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjadi ensefalopati kronik dan
merupakan gambaran dari lenox-gestaut syndrome
d. Status epileptikus mioklonik
Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami ensefalopati. Sentakan
mioklonus adalah meneyluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya
tingkat kesadarn. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada ensefalopati
anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan
toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.
e. Status epileptikus Absens
Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia
pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadarn dan status pasien
sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang ambat seperti
menyerupai slow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu periode
yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada
masa anak-anak. Pada Eeg terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus pada semua
tempat. Respons terhadap status epileptikus Benzodiazepam intravena didapati.
f. Status epileptikus non konvulsif
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial
kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus nonkonvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma.
Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional,
cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif, retardasi psikomotor dan pada
beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike
wave discharge, tidak seperti 3 Hz spike wave discharge dari status absens.
g. Status epileptikus parsial sederhana
1. Status somatomotorik
Kejang diawali dengan kedutan monoklonik dari sudut mulut, ibu jari
dan jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada
satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu sisi dari
tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak
etrganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic
lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan
kepala
merupakan
Pemeriksaan
yang
dikenal
dengan
istilah
neuroimaging yang bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan
struktural di otak dan melengkapi data EEG.
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi, namun
demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak
pilihan untuk epilepsy dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik disbanding
dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis
hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun
epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. MRI
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.
e. Pemeriksaan neuropsikologi
Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan
pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya
memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga
dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang
bukan epilepsi.