Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

ABSORBSI OBAT IN VITRO

Disusun oleh :

Anindita Reningtyas

( 088114016 )

Meyrina Hardjani

( 088114018 )

Dessy Jayanti

( 088114019 )

Johana Tania G.

( 088114020 )

Oktin Sulastri

( 088114021 )

Natalia Endah U.

( 088114022 )

Kelompok

PJ Laporan

D2

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011

Percobaan IV
Absorbsi In Vitro
A. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses absorbsi obat dalam saluran
pencernaan
2. mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh pH terhadap absorbsi obat
dengan rumus Handerson-Haseelbach
3. Mahasiswa mampu membuat grafik hubungan antara jumlah kumulatif
obat yang ditransport sebagai fungsi waktu
B. DASAR TEORI
Absorpsi adalah perpindahan obat dari tempat pemberian menuju ke tempat
aksi (Goodman & Gilmans, 2006). Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat
ekstravaskuler dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat
absorpsi serta sifat-sifat fisikakimia atau produk obat (Shargel, 2005).
Uji pelarutan in vitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu
media aqueous dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung
dalam produk obat (Shargel, 2005).
Jumlah ionisasi suatu elektrolit lemah tergantung pada pKa dan pH
medium obat terlarut. Handerson dan Hasselbach menggunakan persamaan
berikut untuk asam lemah dan basa lemah guna menyatakan hubungan antara pKa
dan pH (Shargel, 2005).
Untuk obat asam lemah :

Rasio =

( garam)
( asam )

A
=

Untuk obat basa lemah :

Rasio =

(basa)
( garam )

+
RNH 3

( RNH 2 )

(Shargel, 2005).

Menurut hukum difusi Fick, molekul obat terdifusi dari daerah dengan
konsentrasi obat tinggi ke daerah dengan konsentrasi obat rendah. Persamaan
hukum Fisck adalah sebagai berikut:
dQ D. A.K

(C Gi C p )
dt
h

, dimana:

Dq.dt

: laju difusi

: koefisien difusi

: koefisien partisi

: luas permukaan membran

: tebal mebran

CGi-CP : perbedaan antara konsentrasi obat dalam sal cerna dan dalam plasma.
(Shargel, 2005).
Usus halus adalah organ terpanjang (4-5 m) dan fungsi utamanya
digunakan sebagai tempat absorpsi (Aulton, 2001).
Struktur asam salisilat

HO
HO

salicylic acid

Kelarutan asam salisilat : larut dalam air dan benzene; mudah larut dalam etanol
dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform
(Anonim, 1995).
C. ALAT BAHAN
ALAT :
-Tabung Crane dan Wilson (modifikasi bengkel USD)
-Spektrofotometer Visible
-Waterbath
-Neraca analitik
-Alat bedah
-Alat-alat gelas
-Sentrifugasi
-Tabung sentrifugasi
- BAHAN :
-Cairan lambung buatan tanpa pepsin (pH 1,2)
-Cairan usus buatan tanpa prankeatin (pH 7,5)
-Tikus putih jantan
-Larutan NaCl 0,9%
-Asam salisilat
-Eter
-Gas oksigen
-Alkohol
-Reagen thrinder
D. SKEMA KERJA
a. Pembuatan larutan stok asam salisilat
-

Pembuatan larutan stok asam salisilat konsentrasi 0,1% sebanyak

10 ml (dilarutkan menggunakan NaCl 0,9%)

b. Pembuatan kurva baku


-

Dari larutan stok dibuat larutan intermediet 0,02; 0,03; 0,04; 0,05;
0,06; 0,07 mg/ml

Encerkan dengan larutan serosal (NaCl 0,9 %) sampai 10 ml

Pipet 4,2ml larutan intermediet di atas dan masukkan dalam tabung


reaksi
-

Tambahkan 1 ml reagen thrinder

lalu divortex dan didegassing selama 5 menit


-

diamkan 10 menit (operating time) dan ukur absorbansinya pada

527 nm
-

Cari persamaan regresinya

c. Penentuan absorbsi asam salisilat in vitro


-

Tikus dipuasakan selama 20-24 jam hanya diberi minum air masak
ad libitium
-

pada hari percobaan tikus dikorbankan, bius dengan eter, perut


tikus dibuka sepanjang linea mediana dan usus dikeluarkan serta
dibersihkan
-

usus sepanjang 15 cm di bawah pilorus dibuang dan diambil 20 cm


selanjutnya dari usus yang sama untuk percobaan (usus perlakuan)
-

usus dibagi sama panjang, dibersihkan dan bagian anal dijadikan


kontrol
-

ujung anal diikat dengan benang kemudian dengan menggunakan


batang lidi usus dibalik sehingga bagian mukosa berada di bagian luar
-

kanula dimasukkan ke ujung oral (bagian yang tidak diikat)


-

usus diukur dengan panjang efektif 7 cm yang sebelumnya diisi


dengan cairan serosal 1,5 ml larutan NaCl 0,9% b/v
-

kantong usus yang telah berisi cairan serosal ini dimasukkan dalam

tabung yang sudah berisi cairan mukosal 50ml cairan lambung buatan pH
1,2 dan pH 7,5 yang mengandung asam salisilat

Cairan mukosal dibuat dengan cara :

0,25 gram asam salisilat + sedikit etanol,diencerkan dengan cairan


lambung ( pH 1,2)

0,25 gramasam salisilat + sedikit etanol,diencerkan dengan cairan


usus ( pH 7,5)

Suhu percobaan dilakukan pada 370C dan aliran gas oksigen


berkecepatan 100 gelembung per menit

kontrol percobaan diperlakukan sama tetapi tanpa asam salisilat


dalam cairan mukosal

selama percobaan seluruh bagian usus harus terendam dalam cairan


mukosal

kadar obat dalam cairan serosal diukur pada 15, 30, 45, dan 60
menit
-

Caranya : seluruh cairan serosal diambil melalui kanula dan segera


dicuci 2 kali dengan 1,4 ml larutan NaCl 0,9% b/v
-

cairan serosal dikumpulkan dan sentrifugasi selama 5 menit


-

Caranya : sampel diambil pada bagian supernatan pada volume


sama (2,5 ml) lalu ditambah 1 ml reagen Thinder
-

Vortex 1 menit, tunggu selama OT dan baca absorbansi pada


maks
-

Kontrol juga diperlakukan sama namun tanpa asam salisilat dalam

cairan mukosal
-

E. DATA
1.

Pembuatan Larutan Stok Asam Salisilat


-

Penimbangan stok

Dilakukan penimbangan 10 mg asam salisilat, ad 10 ml NaCl 0,9%

b/v
-

Konsentrasi stok

C=

10mg
10ml

= 1 mg/ml

2.

Perhitungan Kurva Baku

Pembuatan larutan seri

Konsentrasi 0,02 mg/ml

C1 x V1 = C2 x V2

1 mg/ml . V1= 0,2 mg/ml

V1= 2 ml

Konsentrasi 0,03 mg/ml

1 mg/ml x V2 =0,3 mg/ml x 10 ml

V2= 3 ml

Konsentrasi 0,04 mg/ml

1 mg/ml x V3 =0,4 mg/ml x 10 ml

V3= 4 ml

Konsentrasi 0,05 mg/ml

1 mg/ml x V4 =0,5 mg/ml x 10 ml

V4= 5 ml

Konsentrasi 0,06 mg/ml

1 mg/ml x V5 =0,6 mg/ml x 10 ml

V5= 6 ml

Konsentrasi 0,07 mg/ml

1 mg/ml x V6 =0,7 mg/ml x 10 ml

V6= 7 ml

Absorbansi
-

blang
ko
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7

absor
bansi
0,213
0,268
0,391
0,448
0,479
0,505

A = 0,107
-

B = 6,143

r = 0,968

y = Bx + A

y = 6,143x + 0,107

Persamaan Kurva Baku


Konsentrasi vs Absorbansi
0.6
0.5
0.4
Absorbansi

0.3
0.2
0.1
0
0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

Konsentrasi (mg/mL)

0.07

0.08

3. pH 1,2 (Lambung)
-

t
(
m
e
n
i
t
)

Absorbansi
- K
o
n
Pe
t
rla
r
ku
o
an
l
-

1
5

0,8
92
-

3
0

1,7
06
-

4
5

1,9
99

0
,
7
5
2
0
,
9
0
8
1
,
0
1
6

Pe
rla
ku
an

Konsentrasi
- K
o
n
t
r
o
l
-

0,1
28
-

0,2
60
-

0,3
08

0
,
1
0
5
0
,
1
3
0
0
,
1
4
8

Ter
kor
eksi

0,0
23
-

0,1
30
-

0,1
60

0
,
0
9
8
9
0
,
5
5
9
0
,
6
8
8

Perhitungan konsentrasi

Y = 6,143x + 0,107

Perlakuan
T= 15 menit

Kontrol
T= 15 menit

Y = 6,143x +

Y = 6,143x + 0,107

0,107

0,752 = 6,143x +

0,892 = 6,143x +

0,107

- Q
- k
u
m

0,
49
45

2,
79
5

3,
44

0,
2
4
5

0,107

X = 0,105 mg/ml

X = 0,128 mg/mL

T= 30 menit

T= 30 menit

Y = 6,143x +

Y = 6,143x + 0,107

0,107

0,908 = 6,143x +

1,706 = 6,143x +
0,107

0,107
-

X = 0,130 mg/mL

X = 0,260 mg/mL

T= 45 menit

T=45 menit

Y = 6,143x +

Y = 6,143x + 0,107

0,107

1,016 = 6,143x +

1,999 = 6,143x +
0,107

0,107
-

X = 0,308 mg/mL

C terkoreksi = C terukur C control

Q = C x 4,2

Q kumulatif = Q1 + Q2 + Q3 + .

Regresi waktu vs Q kum

A = - 0,7023

B = 0,098

r = 0,951

y = Bx + A
= 0,098 x- 0,7023

Koefisisn Permeabilitas Membran (K)


Slope K .Cg

Cg

0,25g 250mg

2,5mg / ml
100ml 100ml

X = 0,148 mg/mL

0,098 = K . 2,5

K = 0,245 mL/menit

Lag time

Lag time memtotong sumbu x (y=0)

y = 0,098 x- 0,7023

0 = 0,098 x- 0,7023

x = 7,166

Lag time untuk absorpsi asam salisilat di lambung yaitu selama 7,166
menit.

4. pH 7,5 (Usus)
-

t
(
m
e
n
i
t
)

Absorbansi
- K
o
n
Pe
t
rla
r
ku
o
an
l
-

1
5

1,1
63

1
,
1
7
2

Pe
rla
ku
an

Konsentrasi
- K
o
n
t
r
o
l
-

0,1
72

Ter
kor
eksi

0
,
1
7
3

0,0
01
-

3
0
4
5

1,9
99
0,7
40

0
,
3
6
2
0
,
3

0,3
08
0,1
03

0
,
0
4
1
0
,
0

0,2
67
0,0
56

- Q
- k
u
m

0
,
0
0
4
3
1
,
1
4
8
1
0
,
2

0,
02
15

5,
74
05
- 1,
20
4

0,
0
1
6

9
4

4
0
8

4
7

Perhitungan konsentrasi

Y = 0,614x + 0,107

Perlakuan
T=15

Kontrol
T=15

Y = 6,143x +

Y = 6,143x +

0,107
-

1,163 = 6,143x +

0,107
-

0,107

0,107

X = 0,172 mg/mL
T=30

X = 0,173 mg/ml
T=30

Y = 6,143x +

Y = 6,143x +

0,107
-

1,999 = 6,143x +

0,107
-

0,107

0,362 = 6,143x +
0,107

X = 0,308 mg/mL
T=45

X = 0,041 mg/mL
T=45

Y = 6,143x +

Y = 6,143x +

0,107
-

0,740 = 6,143x +

0,107
-

0,107
-

1,172 = 6,143x +

X = 0,103 mg/mL

0,394 = 6,143x +
0,107

X = 0,047 mg/mL

Kurva Qkum vs t
20

f(x) = 0.45x + 0.1


R = 0.88

15
Q kumulatif (mg/ml) 10
5
0
10

15

20

25

30

Waktu (t)

Regresi waktu vs Q kum

A = 1,082

B = 0,040845

r = 0,202

y = Bx + A

= 0,040845x + 1,082

Koefisien Permeabilitas Membran (K)


Slope K .Cg

Cg

0,25 g 250mg

2,5mg / ml
100ml 100ml

0,040845 = K . 2,5

K = 0,016 mL/menit

Lag time

Lag time memtotong sumbu x (y=0)

y = 0,040845x + 1,082

0 = 0,040845x + 1,082

35

40

45

50

x = -26,49

= 26,49

Lag time untuk absorpsi asam salisilat di lambung yaitu selama 24,49
menit.

F. PEMBAHASAN
-

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui mekanisme absorbsi


sautu obat dalam saluran pencernaan, mengetahui pengaruh pH terhadap
absorbsi obat dengan menggunakan rumus Handerson-Hasselbach,
membuat grafik hubungan antara jumlah kumulatif obat yang ditranspor
sebagai fungsi dari waktu, serta dapat membuat grafik hubungan antara
jumlah kumulatif obat yang ditranspor sebagai fungsi waktu.

Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk melihat proses absorpsi


obat di dalam saluran pencernaan. Metode tersebut antara lain: metode in
vivo, in vitro dan in situ. Metode yang digunakan dalam praktikum ini
adalah metode in vitro. Metode in vitro adalah metode yang dilakukan
dengan menggunakan organ tubuh subjek uji tetapi dilakukan di luar tubuh
subjek uji. Kondisi di luar tubuh subjek uji harus menyerupai kondisi
seperti di dalam tubuh subjek uji. Subjek uji yang digunakan adalah tikus
jantan dan organ tubuh yang digunakan adalah usus halus. Tikus jantan
digunakan karena untuk mengurangi adanya barrier yang mempengaruhi
absorbsi obat akibat aktivitas hormone. Usus halus digunakan karena
mempunyai banyak vili sehingga luas permukaannya juga besar. Dengan
luas permukaan yang besar, maka memungkinkan jika proses absorpsi
berjalan dengan cepat.

Pada praktikum ini, usus halus dilakukan dengan menggunakan


metode usus terbalik. Metode usus terbalik adalah suatu metode yang
dilakukan dengan cara membalik usus sehingga bagian dalam usus yang
mengandung mikrovili berada di luar. Membrane mukosa akan tetap
mendapatkan oksigen sehingga proses absorpsi yang terjadi menyerupai
proses absorpsi di dalam tubuh.

Sebelum percobaan, subjek uji dipuasakan 24 jam untuk

menjaga kondisi usus apabila terdapat sisa makanan yang akan mempengaruhi pH
membrane. Subjek uji dibunuh dengan cara dibius dengan eter dan kemudian
dibedah untuk diambil ususnya. Pembedahan dilakukan secara hati-hati untuk
menghindari rusaknya usus karena alat bedah. Usus yang diperoleh dibersihkan
dari kotoran-kotoran yang ada dengan NaCl dan direndam agar fungsi
fisiologisnya tetap berjalan. Usus yang digunakan adalah usus yang berada 15 cm
dibawah bagian pylorus, dipotong sepanjang 15 cm karena pada bagian ini proses
absorpsi yang teradi maksimal. Sedangkan 20 cm sesudahnya yang digunakan
untuk uji karena kemampuan terjadinya kontaminasi usus oleh cairan lambung
sangat kecil sehingga dapat mengabsorbsi obat secara maksimal. Usus sepanjang
20 cm ini dibagi 2. Bagian 10 cm pertama digunakan untuk perlakuan dengan
cairan lambung, sedangkan bagian 10 cm kedua digunakan untuk perlakuan
dengan cairan usus. Pemotongan usus ini harus dilakukan dengan cepat. Usus
yang telah terpotong harus segera dimasukkan kedalam cairan fisiologis agar usus
tidak rusak. Apabila usus rusak

maka

usus tidak dapat menghasilkan ATP

sehingga usus menjadi rusak.


-

Usus kemudian dibalik dengan bagian mukosa berada di luar dan

diikatkan pada pipa gelas secara vertikal dengan menggunakan benang. Pada
bagian mukosa inilah terjadi penyerapan oleh villi sehingga diusahakan sesedikit
mungkin kontak dengan mukosa. Pada usus perlakuan diisi dengan cairan
lambung tanpa pepsin dan cairan usus buatan tanpa pankreatin dan diberi asam
salisislat, sedangkan untuk control diisi dengan cairan yang sama namun tanpa
diberi asam salisislat.
-

Sebelum digunakan cairan fisiologis buatan dialiri oksigen selama

kurang lebih 30 menit sambil direndam dengan es. Tujuannya yaitu untuk
menghasilkan oksigen lebih banyak dan oksigen yang dihasilkan dapat terikat
pada cairan fisiologis buatan. Pada percobaan untuk mencegah kejenuhan cairan
serosal dalam cairan usus maka cairan serosal dikeluarkan setiap 15 menit dan
dicuci sebanyak 2 kali dengan larutan serosal (NaCl 0,9%). Pencucian ini juga
dimaksudkan untuk mengambil sisa-sisa obat yang telah diabsorbsi yang mungkin
masih tertinggal di dalam usus. Hal ini dilakukan sampai menit ke-45. Setelah

pengambilan cairan didalam usus, usus kemudian diisi lagi dan dimasukkan
kemabli kedalam waterbath.Untuk preparasi dengan menggunakan usus ini
sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 2 jam. Sebab jika lebih dari 2 jam maka usus
sudah rusak sehingga hasil yang didapatkan tidaklah akurat. Cairan serosal yang
didapatkan kemudian disentrifuge untuk mengendapkan pengotor dan kemudian
diambil supernatant dari cairan serosal tersebut. Cairan serosal berfungsi untuk
memfasilitasi asam salisilat yang masuk ke dalam usus. Supernatant kemudian
ditambahkan dengan reagen thrinder dan dibaca absorbsinya pada panjang
gelombang hasil optimasi yaitu 527 nm. Fungsi dari reagen Thrinder ini adalah
sebagai pembentuk kompleks warna ungu dengan menghasilkan FeCl 3 yang akan
bereaksi dengan gugus fenolik dari asam salisilat. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
-

OH

OH

+ FeCl3

O
HO

+ 3 HCl

Fe
O

O
OH

kompleks warna ungu

Pada percobaan ini dilakukan penggantian cairan serosal selama 45

menit dengan selang waktu 15 menit yang bertujuan untuk tetap menjaga usus
berada dalam kondisi sink. Secara normal dalam tubuh akan terjadi kondisi sink,
karena darah telah mengabsorbsi obat terdistribusi secara merata ke dalam seluruh
jaringan tubuh dan darah pada daerah yang mengabsorbsi obat akan diganti

dengan darah baru yang belum mengabsorbsi obat. Transport yang terjadi pada
usus ini adalah secara difusi pasif dari konsentrasi tinggi ke rendah dengan
melewati memberan semipermiabel. Dalam percobaan ini maka obat asam
salisilat dari cairan mukosa diabsorbsi ke dalam cairan serosal. Difusi pasif
mengalami kesetimbangan bila jumlah obat yang menembus memberan luar sama
dengan jumlah obat yang menembus membran dalam.
-

Koefisien permeabilitas (P) dihitung untuk mengetahui besarnya


permeabilitas membran asam salisilat terhadap membran pada pH
lingkungan yang berbeda. Nilai P berbanding lurus dengan slope dan
karena nilai Cg tetap maka P tergantung slope. Semakin besar nilai P maka
permeabilitas membran terhadap obat juga semakin besar sehingga
molekul obat yag terabsorbsi oleh membran semakin besar. Jika slope
semakin besar maka P juga semakin besar. Semakin besar harga P maka
permeabilitas membran terhadap obat semakin besar sehingga semakin
banyak molekul obat yang bisa melewati membran. Jadi, jika lebih bersifat
permeabel maka molekul asam salisilat semakin banyak yang terabsorbsi.

Ketetapan

penetrasi

yang

tinggi

belum

tentu

baik,

bisa

juga

mengindikasikan adanya kerusakan usus apa lagi, usus merupakan organ


yang sangat rapuh. Tapi jika indeks defiasinya mendekati berarti penetapan
penetrasinya baik.

ion

pH = pKa + log

molekul

Asam salisilat adalah obat yang bersifat asam lemah. Dari

persamaan Handerson-Hasselbach di atas,maka obat yang bersifat asam lemah


akan banyak teraborpsi pada pH lingkungan yang rendah (asam), karena pada pH
rendah (pH lambung), asam salisilat akan berada dalam bentuk molekul lebih
banyak dibandingkan bentuk ionnya. Bentuk molekul lebih bersifat non polar
dibandingkan dengan bentuk ion. Oleh karena itu bentuk molekul tersebut lebih
mudah diabsorpsi. Membrane yang dimaksud adalah membran yang terdiri dari
fosfolipid bilayer. Apabila asam salisilat berada dalam pH lingkungan yang tinggi
(sekitar pH usus),maka asam salisilat lebih banyak berada dalam bentuk ion

daripada bentuk molekul. Akibanya asam salisilat lebih sedikit diabsorpsi di usus
halus.
-

Mekanisme absorpsi obat asam salisilat terjadi secara difusi pasif.

Pada difusi pasif terjadi perpindahan obat saat kondisi sink. Kondisi sink yaitu
kondisi di mana konsentrasi obat di dalam saluran pencernaan (Cg) lebih besar
daripada konsentrasi obat dalam pembuluh darah (Cb). Kondisi sink tercapai
apabila sirkulasi darah yang berjalan terus-menerus sehingga selalu sehingga
menyebabkan terjadinya gradien kadar.
-

Lag time merupakan penundaan waktu absorbsi sebelum

permulaan absorbsi obat orde pertama atau waktu yang dibutuhkan obat untuk
diabsorbsi menembus membran. Tujuan dari penentuan lag time adalah untuk
mengetahui pada menit keberapa obat mulai diabsorbsi, makin lama lag time
maka obat semakin lama untuk diabsorbsi. Menurut persamaan Handerson
Hasselbach, seharusnya asam salisilat dalam pada pH 1,2 lebih banyak berada
dalam bentuk molekul dari pada bentuk ion sehingga obat semakin mudah
terabsorbsi dan menembus membran. Secara teoritis, konsentrasi asam salisilat di
dalam lambung lebih tinggi daripada di dalam usus, karena absorpsi asam salisilat
di lambung lebih besar daripada di usus. Asam salisilat di dalam usus (pH 7,5)
akan berada dalam bentuk ion sehingga sulit untuk diabsorpsi. Hal ini dikarenakan
bentuk ion hanya memiliki satu sisi sehingga sulit untuk menembus membran.
-

Dari data didapatkan hasil bahwa jumlah obat yang diabsorpsi

(Qkumulatif) asam salisilat pada kondisi pH cairan lambung buatan yaitu sebesar 3,44
mg, sedangkan Qkumulatif asam salisilat pada kondisi pH cairan usus buatan yaitu
sebesar 1,204 mg. Hal ini menunjukkan bahwa absorpsi asam salisilat di cairan
mukosal lambung lebih besar dibandingkan di cairan mukosal usus.
-

Dari hasil percobaan didapatkan persamaan antara waktu (t) vs


jumlah kumulatif asam salisilat dalam cairan lambung (pH= 1,2) yaitu y =
0,098 x- 0,7023, sedangkan persamaan antara waktu (t) vs jumlah
kumulatif asam salisilat dalam cairan usus (pH= 7,5) yaitu y = 0,040845x
+ 1,082. Persamaan ini digunakan untuk menentukan lag time. Lag time
pada lambung yaitu selama 7,166 menit dan lag time pada usus yaitu
selama 26,49 menit. Data tersebut menunjukkan bahwa absorpsi obat di

lambung lebih cepat dibandingkan di usus. Nilai K (tetapan permeabilitas)


di cairan mukosal lambung yaitu sebesar 0,245 mL/menit, sedangkan di
cairan mukosal usus yaitu sebesar 0,016 mL/menit. Hal ini menunjukkan
bahwa permabilitas obat terhadap membran di cairan mukosal lambung
lebih besar dibandingkan di cairan mukosal usus. Hal ini disebabkan
karena obat (asam salisilat) di dalam cairan mukosal lambung berada
dalam bentuk molekul lebih banyak sehingga lebih mudah menembus
membran dibandingkan jika obat (asam salisilat) berada di dalam cairan
mukosal usus.
G. KESIMPULAN
1.
Proses aborpsi obat di dalam saluran pencernaan terjadi secara
difusi pasif.
2. Absorpsi asam salisilat di cairan mukosal lambung lebih cepat terjadi
dibandingkan di cairan mukosal usus.
3. Jumlah asam salisilat yang diabsorpsi (Qkumulatif) pada cairan lambung
buatan (pH 1,2) yaitu 3,44 mg, sedangkan Qkumulatif asam salisilat pada
cairan usus buatan (pH 7,5) yaitu 1,204 mg.
4. Lag time pada cairan mukosal lambung buatan (pH=1,2) lebih cepat
dibandingkan dengan lag time pada cairan mukosal usus buatan (pH =
7,5)
5. Permeabilitas dinding usus menggunakan cairan mukosal lambung
buatan lebih besar daripada permeabilitas dinding usus menggunakan
cairan mukosal usus.
-

Yogyakarta, 23 Mei 2011


-

- DAFTAR PUSTAKA
- Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 51, Departemen
Kesehatan Indonesia, Jakarta
- Aulton, 2001, Pharmaceutics The Science of DosageForm Design, 2 nd
edition, 273, Churchill, Livingstone
- Shargel, L., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Edisi 2,
85-85, 87-88, 99, Universitas Airlangga, Surabaya
- Goodman & Gilman's, 2006, The Pharmalogical Basis of Therapeutics,
11th Ed, The McGraw-Hill Companies, Inc., USA
-

Anda mungkin juga menyukai