KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Pengelolaan masalah ketuban pecah dini masih menjadi permasalahan yang kontroversial di
bidang ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan baku masih belum ada,
permasalahanya pengelolaan selalu berubah dari waktu ke waktu. Ketuban Pecah Dini (KPD)
masih menjadi masalah yang dapat menimbulkan peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi bagi ibu maupun janin yang dikandungnya, terutama angka mortalitas
perinatal yang tinggi. Angka mortalitas perinatal yang tinggi antara lain disebabkan oleh bayi
lahir dengan kurang bulan, infeksi yang terjadi akibat partus yang maju, partus lama , dan
partus buatan yang sering dijumpai pada kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus bersikap aktif terutama pada
kehamilan cukup bulan, atau harus menunggu terjadinya proses persalinan, sehingga masa
tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan
dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat janin cukup.
Ada dua komplikasi yang sering terjadi pada KPD , yang pertama adalah infeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang masuknya agen infeksius. Dengan tidak
adanya selaput ketuban yang utuh seperti pada KPD, flora vagina yang normal bisa menjadi
patogen yang membahayakan baik ibu maupun janin yang dikandungnya. Oleh karena itu
membutuhkan pengelolaan yang yang agresif seperti induksi untuk mempercepat persalinan
dengan maksud untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi. Yang kedua adalah kurang bulan
atau prematuritas , karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang
sering timbul pada bayi kurang bulan adalah gejala sesak napas atau Respiratory Distress
Syndrome karena pematangan paru belum sempurna.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
DEFINISI
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum
terjadinya proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu
hamil mengalami pecahnya selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian
tidak terdapat tanda awal persalinan.bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka
peristiwa tersebut disebut sebagai KPD Preterm (PPROM / Preterm Premature
Rupture of The Membrane Preterm amniorrhexis).
Pengertian KPD menurut WHO (World Health Organization) yaitu Rupture of
the membranes before the onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD
sebagai amnioreksis sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan.
Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban
sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan
multipara kurang dari 5 cm.
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm atau ketuban pecah saat
usia kehamilan belum memasuki masa aterm atau kehamilan dibawah 38 minggu. Arti
klinis ketuban pecah dini antara lain adalah :
1. Bila bagian terendah janin masih belum pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat
menjadi besar.
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan
bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali
merupakan tanda ada gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga
dapat memicu terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (Prolonge Rupture
of Membrane) sering kali disertai infeksi intrauterine.
II.
EPIDEMIOLOGI
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput
ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin
dan desidua berekasi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban
dengan membran preduksi mediator seperti prostaglandin , sitokinin, dan protein
hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading enzym.
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm,preterm dan pada
kehamilan midtrimester. Frekuensinya terjadi sekitar 8% , 1-3 % , dan kurang dari
1%. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7-12% (Chan,2006). Insiden KPD
kira-kira 12% dari semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati
III.
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri atau mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan
robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
2. Faktor keturunan ( ion Cu serum rendah, vitamin C rendah dan kelainan
genetik)
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai
terjadinya kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi
kemungkinan infeksi. Makin muda usia kehamilan , makin sulit upaya
pemecahanya tanpa menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban
pecah dini meningkat.
4. Multipara , grandemultipara dan kehamilan yang terlalu sering akan
mempengaruhi proses embriogenik sehingga selaput ketuban yang terbentuk
akan lebih tipis dan akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tandatanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik
disproporsi. Hidramnion atau yang disebut polihidramnion adalah banyaknya
air ketuban melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus
anensefalus, atresia esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes
melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus gestasional akan melahirkan
bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia kehamilan sehingga
kadar cairan amnion juga akan berlebih. Kehamilan ganda adalah kehamilan
dengan dua janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadi hidramnion
bertambah 10 kali lebih besar.
Penyebab KPD menurut Morgan (2009) meliputi :
1. Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosentesis
dalam
persalinan
preterm
dengan
KPD.
Grup
PATOFISIOLOGI
Ketuban pecah dalam persalinan pada umumnya disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan
karena seluruh selaput ketubannya rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan
degenerasi matriks ekstraseluler. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme
kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terbentuk suatu celah yang dikelilingi
amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan
amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian
dengan korion yang akhirnya membentuk kantong amnion yang berisi cairan amnion.
Cairan amnion, normalnya berwarna putih agak keruh, memiliki bau yang khas agak
amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuanya
kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum
diketahui dengan pasti, dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga
cairan ini berasal dari lapisan amnion, sementara teori lain menyebutkan berasal dari
plasenta. Dalam satu jam didapatkan perputaran cairan lebih kurang 500 ml.
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus
janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion
melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini
menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian
berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin.
Sedangkan korion merupakan membran eksternal yang berwarna putih dan berbentuk
vili vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut
dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000-1500 cc , keadaan jernih, agak keruh steril, bau khas , agak manis,
terdiri dari 98% -99% air . 1-2 garam anorganik dan bahan organik (protein terutama
albumin), runtuhan rambut lanugo , verniks kaseosa, dan sel-sel epitel dan sirkulasi
sekitar 500 cc/jam.
Fungsi cairan amnion antara lain adalah :
1. Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostasis : menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa
(Ph)
PATOGENESIS
Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari
komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan enzim protease tertentu.
Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraseluler amnion. Kolagen interstitial
terutama tipe I dan tipe III yang dihasilkan dari sel mesenkim juga penting dalam
mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam
remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP-2, MMP-3, dan MMP-9 ditemukan
dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi
protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs
ini pula rendah jumlahnya dalam cairan amnion pada wanita dengan kehamilan yang
disertai ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor
mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal.
VI.
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakan dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksan penunjang.
a. ANAMNESIS
Dari anamnesis dapat diperoleh 90% dari diagnosis . kadang kala cairan
seperti urine dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita
biasanya merasakan adanya cairan yang keluar dari vaginanya, bisa banyak
ataupun sedikit.
b. PEMERIKSAAN FISIK
i. INSPEKSI
Pengamatan biasanya akan tampak adanya cairan yang keluar dari
vagina , bila ketuban baru saja pecah dan jumlah cairan masih banyak ,
pemeriksaan ini akan masih jelas.
ii. PEMERIKSAAN INSPEKULO
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko
infeksi , cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau
dan pHnya. Yang dinilai adalah :
1. Keadaan umum serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan
dari serviks. Dilihat juga prolapsus talipusat atau ekstremitas
janin. Bau dari amnion yang khas juga dinilai.
2. Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung
diagnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh
pasien untuk batuk supaya memudahkan dalam proses melihat
pooling.
3. Cairan amnion
dikonfirmasikan
dengan
menggunakan
d. PEMERIKSAAN USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat cairan ketuban dalam kavum
uteri.
Pada
kasus
KPD
terlihat
jumlah
cairan
ketuban
sedikit
inpartu, tidak infeksi, tes busa (-) berikan dexametason, observasi tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu , sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi setelah 24 jam. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu , ada infeksi berikan antibiotik dan lakukan induksi,
nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin). Pada
usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin,
dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu.
dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama dua hari, deksametason
IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
b. AKTIF
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal induksi lakukan
seksio sesarea. Bila tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
terminasi persalinan. Bila skor pelvik <5 , lakukan pematangan pelvik,
kemudian induksi. Bila tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor pelvik
VIII.
X.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Hal 677-82
Manuaba.I.B.G Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri
http://journals.tums.ac.ir./upload_files/pdf./59.pdf.
Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven, Hauth C John, III Gilstrap