Anda di halaman 1dari 34

BAB I

Pendahuluan
Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara
berkembang dengan perkiraan 1,3 milyar episod dan 3,2 juta kematian setiap tahun pada
balita. Secara keseluruhan, anak-anak ini mengalami rata-rata 3,3 episod diare pertahun,
tetapi di beberapa daerah bisa mencapai 9 episod diare pertahun. Pada daerah dengan episod
diare yang tinggi ini, seorang balita dapat menghabiskan 15% waktunya dengan diare. Sekitar
80% kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit
melalui tinjanya.
Diare adalah penyebab penting kekurangan gizi. Ini disebabkan karena adanya
anoreksia pada penderita diare sehingga ia makan lebih sedikit daripada biasanya dan
kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal kebutuhan sari makanan
meningkat akibat adanya proses infeksi. Setiap episod diare menyebabkan kekurangan gizi,
sehingga bila episode berkepanjangan, dampaknya terhadap pertumbuhan juga tentu
meningkat.
Dengan adanya data diatas, kita dapat melihat bagaimana diare dapat menyebabkan
prognosis yang buruk bagi anak. Berbeda dengan orang dewasa, dampak diare pada anak
mungkin harus lebih diperhatikan dan tidak dianggap remeh, sebab pada banyak kasus tidak
jarang seorang anak datang dengan dehidrasi berat akibat diare berkepanjangan yang
berujung pada syok hanya karena orang tua tidak secara tanggap menghadapi diare yang
dialami anaknya tersebut.
Oleh sebab itu dalam tulisan ini penulis akan membahas mengenai diare cair akut
khususnya pada anak mengenai bagaimana diare itu terjadi sampai kepada tatalaksa yang
dapat dilakukan baik oleh orang tua dari pasien dan tentu saja oleh tenaga medis. Adanya
tulisan ini diharapkan dapat membantu siapa saja yang membaca tulisan ini agar menjadi
lebih tanggap pada keadaan diare pada anak agar angka kesakitan serta kematian dari kasus
diare itu sendiri menjadi berkurang. Dengan demikian penulis berharap dengan dapat
dicegahnya prognosis yang buruk pada penderita diare serta melakukan berbagai pencegahan
agar anak tidak mengalami diare, kualitas kesehatan secara umum dan kualitas gizi anak
Indonesia secara khusus dapat meningkat terus menerus dari waktu ke waktu.

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1Definisi
Diare akut merupakan BAB dengan konsistensi yang lebih lunak atau cair dengan
atau tanpa lendir dan darah yang terjadi dengan frekuensi 3x dalam 24 jam dan berlangsung
kurang dari 14 hari (atau kurang dari satu minggu).1
Sedangkan pada bayi yang masih minum ASI terutama ASI eksklusif, frekuensi
BABnya bisa 3-4 kali/hari, asalkan berat badannya terus bertambah secara normal hal ini
tidak disebut diare hanya intoleransi laktosa sementara. Sehingga pada bayi dengan ASI
eksklusif, definisi diare menjadi meningkatnya frekuensi BAB atau konsistensinya menjadi
cair yang menurut ibunya abnormal.1
Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare, yang masing-masing
mencerminkan patogenesis yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam
pengobatanannya. Tiga macam sindroma ini dibagi menjadi diare cair akut, disentri dan yang
terakhir adalah diare persisten. Dalam tulisan ini, kita akan membahas lebih dalam khusus
mengenai diare cair akut.2
Istilah akut pada diare cair akut menunjukkan diare yang terjadi secara akut dan
berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari) dengan pengeluaran
tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah (jika terdapat darah, maka
klasifikasinya dimasukkan kedalam disentri). Mungkin disertai muntah dan panas. Diare cair
akut menyebabkan dehidrasi dan bila msukan makanan berkurang, juga mengakibatkan
kurang gizi. Kematian biasanya terjadi karena anak mengalami dehidrasi.2

2.2Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang.
Dan tetap menjadi salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak terutama dibawah
lima tahun.1,3
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi.

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000
s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens yang naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/
1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi
423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa
(KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008
terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR
2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan
kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan
dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %).4
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan
kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke
tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana
yang cepat dan tepat.4
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut
jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan
9,1% pada perempuan. Prevalensi diare menurut kelompok umur dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Sumber : Riset Kesehatan Dasar tahun 2007


Gambar 1. Prevalensi Diare Menurut Kelompok Umur

Pada SDKI tahun 2007 dibahas mengenai prevalensi dan pengobatan penyakit pada
anak. SDKI mengumpulkan data beberapa penyakit infeksi utama pada anak umur di bawah

lima tahun (balita), seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), pneumonia, diare, dan
gejala demam.
Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam waktu dua
minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 (11 persen). Prevalensi
diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45
bulan seperti pada Gambar 2. Dengan demikian seperti yang diprediksi, diare banyak diderita
oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena
infeksi.

Sumber : SDKI tahun 2007


Gambar 2. Persentase balita yang diare dua minggu sebelum survei, berdasarkan kelompok umur

Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%) dibandingkan dengan
anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada balita di perdesaan (14,9%) dibandingkan
dengan perkotaan (12,0%).
Untuk angka kesakitan diare balita Tahun 2000-2010 tidak menunjukkan pola
kenaikan maupun pola penurunan (berfluktuasi). Pada tahun 2000 angka kesakitan balita
1.278 per 1000 turun menjadi 1.100 per 1000 pada tahun 2003 dan naik lagi pada tahun 2006
kemudian turun pada tahun 2010 yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Sumber : Kementerian Kesehatan, Survei morbiditas diare tahun 2010


Gambar 3. Angka Kesakitan Diare Balita Tahun 2000-2010 (per 1000

Pada tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa proporsi terbesar penderita diare pada
balita adalah kelompok umur 6 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17
bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi
terkecil pada kelompok umur 54 59 bulan yaitu 2,06%.
Tabel

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare.


Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui

makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko
terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
o Tidak diberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi
Tidak memberikan ASI (Air Susi Ibu) secara penuh 4-6 bulan pertama
kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar
dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat
juga lebih besar, risiko kematian karena diare juga lebih besar.1,2 ASI mengandung
antibodi yang melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab penyakit diare,
seperti Shigella dan Vibrio cholera. 1,2
o Tidak memadainya sarana air bersih
Hal ini terkait dengan penggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri
yang berasal dari tinja. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat
disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan

tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air
dari tempat penyimpanan. 1,2
o Penggunaan botol susu
Penggunaan botol ini memudahkan pencernaan oleh kuman yang berasal dari
tinja dan sukar dibersihkan. Sewaktu susu dimasukkan kedalam botol yang tidak
bersih, akan terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum, kuman akan
tumbuh. 1,2
o Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
Bila makanan dimasak dan disimpan untuk digunakan kemudian, maka
keadaan ini memudahkan terjadinya pencemaran, misalnya terjadi kontak dengan
permukaan alat-alat yang terpapar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu
kamar, kuman dapat berkembang biak.1,2
o Kebersihan lingkungan pribadi yang buruk
Misalnya tidak mencuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang
tinja dan sebelum memasak makanan. 1,2
o Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi dengan benar)
Sering dianggap bahwa tinja bayi tidak berbahaya, padahal sebenarnya tinja
tersebut dapat mengandung virus dan bakteri dalam jumlah besar. Tinja binatang juga
dapat menyebabkan infeksi pada manusia. 1,2
Hal lain yang juga dapat mendukung
Ada pula faktor individu yang dapat meningkatkan kemungkinan terkena diare, yaitu
hal-hal sebagai berikut:
o Kurang gizi sampai gizi buruk
Beratnya penyakit, lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat pada
anak-anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang menderita gizi buruk. 1,2
o Campak
Diare dan disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak
dengan campak atau yang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai
akibat penurunan kekebalan pada penderita. 1,2
o Imunodefisiensi dan imunosupresi
Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi
virus (misalnya campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita
AIDS. Pada anak dengan imunosupressi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang
tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama. 1,2

Selain hal-hal diatas, masih ada faktor lain yang juga ikut berperan dalam
meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami diare, faktor tersebut adalah:
o Umur
Kebanyakan episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi pada golongan usia 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan
pendamping. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terpapar bakteri
tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
berlajar merangkak. Kebanyakan kuman usus merangsang paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa. 1,2
o Variasi musiman
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografi. Pada daerah
sub-tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan
diare karena virus, terutama rotavirus, puncaknya pada musim dingin. Di daerah
tropik, diare rotavirus terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada musim
kemarau, sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada musim hujan/ insiden
diare persisten mengikuti pola musiman yang sama seperti pada diare cair akut. 1,2
o Keasaman lambung berkurang
o Motilitas usus menurun
o Infeksi asimtomatik. Karena sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik,
sehingga banyak orang tidak menyadari bahwa tinjanya sangatlah infeksius.
o Epidemi/ wabah/ kejadian luat biasa. 1,2
o Dua kuman usus patogen V.cholerae 0,1 dan Shigella disentri tipe 1 adalah penyebab
utama wabah atau KLB yang angka kesakitan dan kematiannya pada semua golongan
umur cukup tinggi. 1,2

2.3Etiologi

Banyak hal yang dapat menyebabkan diare, diantaranya


Faktor Infeksi
a.

Infeksi enteral (infeksi saluran pencernaan makanan yang


merupakan penyebab utama diare)

i.

Infeksi bakteri: vibrio, E. coli, salmonela, shigella,


campylobacter, yersinia, aeromonas, dan sebagainya. 2,5

ii.

Infeksi virus: enterovirus, adenovirus, rotavirus,


astrovirus, daii lain-lain. 2,5

iii.

Infeksi

parasit:

cacing

(ascaris),

protozoa

(entamoeba histolytica, giardia lamblia, tricomonas hominis dan jamur


(candida albicans). 2,5
b. Infeksi parenteral (infeksi diluar alat pencernaan) seperti: OMA (Otitis Media
Akut), tonsilitis, tonsilofaringitis, brankopneumoma, ensefalitis, dan sebagainya
(sering terjadi pada bayi dan umur dibawah 2 tahun). 2,5
Pada infeksi virus, virus secara selektif menginvasi vili pada usus halus. Hal ini
menimbulkan gangguan absorbsi dari usus halus. Sel-sel epitel usus yang rusak diganti oleh
sel muda yang berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik.
Sehingga absorbsi menjadi tidak maksimal dan menimbulkan tekanan koloid yang meningkat
pada lumen usus ditambah dengan hiperperistaltik sehingga makanan yang tidak terserap
terdorong menuju ke anus. Pada bakteri, mekanisme diarenya sedikit berbeda, karena bakteri
dapat menembus mukosa usus sehingga bisa menimbulkan perdarahan dan reaksi sistemik.1

Non infeksi.
a. Faktor Malabsorpsi

Malabsorbsi karbohidrat
o Disakarida ; intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
o Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosadan galaktosa

Molabsorbsi lemak

Molabsorbsi protein. 2,5

b. Faktor makanan

Makanan beracun

alergi terhadap makanan. 2,5

c. Lain-lain

Imunodefisiensi

Gangguan psikologis (cemas dan takut)

Faktor-faktor langsung:
o KEP (Kurang Energi Protein)
o Kesehatan pribadi dan lingkungan
o Sosioekonomi 2,5

Defek anatomis seperti malrotasi, penyakit Hirchsprung, Short bowel syndrome


Endokrinopati seperti penyakit Addison, tirotoksikosis. 2,5

2.4 Patogenesis Diare


Jasad renik menyebabkan diare melalui sejumlah mekanisme, antara lain, sebagai
berikut:

Virus
Beberapa jenis virus seperti rotavirus berkembang biak dalam epitel vili usus halus,

menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara
normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk
kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili
dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim dissakaridase, menyebabkan berkurangnya
absorpsi disakarida terutama laktosa. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan
epitel vilinya menjadi matang.2
Rotavirus adalah penyebab terpenting diare yang berat dan mengancam kehidupan
anak umur kurang dari 2 tahun di seluruh dunia. Ada 4 serotipe rotavirus pada manusia.
Inveksi dengan 1 jenis serotipe menyebabkan imunitas yang tinggi terhadap serotipe tersebut
dan memberikan perlindungan sebagian terhadap serotipe yang lain. Hampir semua anak
terinfeksi paling tidak sekali sebelum berumur 2 tahun, dan infeksi ulangan sering terjadi.
Biasanya hanya infeksi rotavirus pertama kali yang menyebabkan penyakit yang bermakna.
Sekitar sepertiga anak kurang dari dua tahun pernah mengalami episod diare karena rotavirus.
Rotavirus kemungkinan menyebar melalui kontak langsung.2

Bakteri

Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertamatama harus menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi
melalui antigen yang menyerupai rambut getar, disebut pili atau fimbria, yang melekat pada
reseptor di permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya E.coli enterotoksigenik dan V.Cholerae
01. Pada beberapa keadaan, penempelan di mukosa dihubungkan dengan penebalan epitel
usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan
(misalnya infeksi E coli enteropatogenik atau enteroaggregasi.2
Toksin yang menyebabkan sekresi. E.coli enterotoksigenik, V.Cholerae 01 dan
beberapa bakteri bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin
ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi klorida dari
kripta, yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sakit
diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari.2
Invasi mukosa. Shigella, C.jejuni, E coli enteroinvasile dan Salmonella dapat
menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan kerusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi
sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan
mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah
putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini
menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari
mukosa.2
E.coli enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab penting diare cair akut pada orang
dewasa dan anak-anak di negara berkembang. ETEC tidak masuk kedalm mukosa usus dan
diare yang terjadi disebabkan oleh toksin. Ada dua jenis toksin ETEC yaitu toksin yang tidak
tahan panas (heat labile toksin (LT)) dan toksin yang tahan panas heat stable (ST). Beberapa
strain menghasilkan hanya satu jenis toksin, sedangkan yang lain menghasilkan keduanya.
Toksin LT berhubungan erat dengan toksin cholera. ETEC menyebar terutama melalui
makanan dan air tercemar.2
V.Cholera 01, penyebab cholera, mempunyai 2 biotipe (klasik dan eltor) dan dua
serotipe (ogawa dan inaba). V.cholera ini adalah kuman yang tidak invasive, diare terjadi
karena toksin kolera yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit di usus halus. Diare sering
berat dan menyebabkan dehidrasi, kolaps serta kematian dalam beberapa jam bila dehidrasi
tak segera diatasi. Di daerah endemik, kolera lebih sering terjadi pada anak-anak daripada
orang dewasa karena sudah adanya imunitas. Di daerah nonendemik, wabah menyebabkan

penyakit dengan frekuensi yang sama antara dewasa dan anak-anak. Antimikroba dapat
memperpendek lama penyakit dan dengan sendirinya memudahkan tatalaksan penderita.
Tetrasiklin (atau doxicycline) adalah obat yang paling luas digunakan tetapi didapatkan
resistensi di beberapa daerah. Dalam hal ini, antimikroba lain seperti furazolidone,
trimetroprim-sulfametokxazole, eritromisin atau kloramfenicol biasanya masih efektif.2

Protozoa
Penempelan mukosa. G.lamblia dan Cryptosporidium menempel pada epitel usu halus

dan menyebabkan pemendekan vili, yang kemungkinan menyebabkan diare.


Invasi mukosa. E.histolitica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel
mukosa di kolon (atau ileum) yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun begitu
keadaan ini baru terjadi bila strainnya sangat ganas. Pada manusia, 90% infeksi terjadi oleh
strain yang tidak ganas; dalam hal ini tidak ada invasi ke mukosa dan tidak timbul
gejala/tanda-tanda, meskipun kista amoeba dan trofozoit mungkin ada didalam tinjanya.2
Hal-hal diatas adalah patogenesis yang berbeda oleh masing-masing penyebab diare,
namun beberapa mekanisme dasar yang menyebabkan diare adalah sebagai berikut:

Diare osmotik/gangguan absorbsi.


Disebabkan oleh bahan makanan yang tidak terserap sehingga intralumen usus

menjadi hipertonik dan meningkatkan tekanan osmotik sehingga cairan berdifusi melewati
usus menuju intralumen usus. Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati
air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus
dengan cairan ekstrasellular. Dalam keadaaan ini diare dapat terjadi apabila suatu bahan yang
secara osmotik aktif dan tidak dapat diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik,
air, dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorsi sehingga terjadilah diare .6-8

Malabsorbsi umum

Penyakit-penyakit yang menimbulkan atrofi vili dan mengubah faal brush border. Hal
ini menimbulkan maldigesti semua bahan makanan. Bahan makanan yang tidak digesti dan
terabsorbsi memunculkan mekanisme diare osmotik. 6-,8

Diare sekretorik.
Toksin bakteri dan bahan-bahan kima tertentu mengaktifkan protein kinase yang akan

mengubah pompa ion. Sehingga menimbulkan sekresi natrium dan klorida yang membawa
cairan ke intralumen. 6-8

Diare akibat gangguan peristaltik.


Peningkatan atau penurunan motilitas dapat menimbulkan. Penurunan motilitas

memang meningkatkan absorbsi tetapi terjadi akumulasi dan peningkatan pertumbuhan


bakteri yang bisa menimbulkan diare. 6-8

Diare inflamasi.
Akibat inflamasi terjadi kerusakan sel epitel dan terjadi perubahan tekanan hidrostatik

dalam pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan protein hingga sel darah ke dalam
lumen. Ditambah pula dengan terjadinya infeksi bakteri enterogen. Sehingga pada diare ini
merupakan gabungan dari diare osmotik dan sekretorik.6,-8

2.5 Diagnosis Banding


Seperti yang telah dijelaskan diatas, penyebab dari diare cair akut pada anak sangatlah
bervariasi mulai dari bakteri, virus, dan juga parasit. Pada diagnosa banding biasanya akan
dicari penyebab atau kausa pasti dari diare yang terjadi pada anak. Berbagai penyebab yang
sebelumnya sudah dijelaskan di bagian etiologi diatas, dapat dilihat secara ringkas dalam
tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Agen Penyebab Diare6

Selain membedakan diare berdasarkan penyebabnya, dapat juga dilihat berbagai


diagnosa banding lain yang juga dalam perjalanan penyakitnya dapat menunjukkan gejala
klinis berupa diare. Jika keadaan diare cair akut yang ringan berubah menjadi diare yang
berat dan berkepanjangan, mungkin harus dicurigai kearah salah satu penyakit yang dapat
dilihat pada tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Penyebab Diare noninfeksius6

2.6 Diagnosis
Untuk mendiagnosa diare cair akut pada anak, langkah-langnya tentu saja mulai dari
tahap anamnesis lalu diikuti oleh pemeriksaan fisik.
2.6.1 Anamnesis
Dalam anamnesis, mungkin dapat ditanyakan hal-hal sebagai berikut. Mengenai diare
yang dialami, dapat ditanyakan frekuensi buang air besar (BAB) anak, lamanya diare terjadi
(berapa hari), apakah ada darah dalam tinja, apakah ada muntah, apakah ada aporan setempat
mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera, pengobatan antibiotik yang baru diminum anak
atau pengobatan lainnya. apakah ada gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada
bayi).3
Riwayat penyakit tertentu yang berhubungan dengan keadaan diare yang mungkin ada
pada anak tentu saja harus ditanyakan lebih lanjut. Selain itu dapat pula ditanyakan kebiasaan
sehari-hari seperti kebiasaan pemberian makanan untuk anak meliputi kebersihannya,
penyimpanan makanan dan yang penting juga adalah pemenuhan kecukupan gizi pada anak
untuk melihat adanya kemungkinan keadaan gizi buruk pada anak. Riwayat imunisasi pada
pasien juga bisa ditanyakan mengingat salah satu faktor risiko terjadinya diare berhubungan
dengan imunisasi tertentu yaitu campak. Selain itu kebersihan lingkungan, ketersediaan
sumber air juga bisa ditanyakan lebih lanjut.3
2.6.2 Pemeriksaan fisis
Hal penting dalam pemeriksaan fisik pada kasus diare adalah mencari tanda-tanda
dehidrasi pada anak. Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat misalnya anak rewel
atau gelisah, letargis/kesadaran berkurang, mata cekung, cubitan kulit perut kembalinya
lambat atau sangat lambat, haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa
minum.3
Selain itu perlu juga dilihat apakah terdapat darah dalam tinja pasien untuk
membedakan kasus diare cair akut biasa ataukah disentri. Lalu dilihat pula apakah ada tanda
invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah).3
2.6.3 Manifestasi Klinis
Untuk mendukung anamnesis yang baik dan benar serta pemeriksaan fisik yang baik
untuk membantu menegakkan diagnosa secara pasti, maka kita perlu mengenal gejala klini
secara lengkap yang terjadi pada anak yang mengalami diare cair akut.

Penderita dengan diare cair akan mengelurakan tinja yang mengandung elektrolit dan
air. Kehilangan elektrolit akan meningkat bila ada demam dan muntah. Semua hal ini dapat
menimbulkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi akan menimbulkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskular, hingga kematian. Demam yang muncul bisa akibat dari
proses inflamasi atau akibat dehidrasi. Nyeri perut dan tenesmus menunjukan keterlibatan
usus besar. Sedangkan mual dan muntah menggambarkan adanya infeksi pada saluran
pencernaan atas. 1,6,7,8
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari tandatanda dehidrasi, asidosis metabolik (pernafasan cepat), bising usus yang menurun (tanda
hipokalemia), dll. Tanda dan gejala dehidrasi. Semua anak dengan diare, harus diperiksa
apakah menderita dehidrasi dan klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat,
dehidrasi ringan/ sedang atau tanpa dehidrasi dan beri pengobatan yang sesuai.
Secara mudah, dapat dilihat gejala yang ada pada pasien untuk membedakan derajat
dehidrasi pasien dari tabel dibawah ini.
Tabel 4 Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare3

Tabel 5 Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare Berdasarkan WHO 19951
Gejala dan

Tanpa dehidrasi

Tanda
Keadaan umum

Baik, sadar

Dehidrasi ringan

Dehidrasi berat

sedang
Gelisah, rewel

Letargik,

kesadaran

Mata
Air mata
Mulut/ lidah
Rasa haus

Normal
Basah
Basah
Minum normal, tidak

Cekung
Kering
Kering
Kehausan

menurun
Sangat cekung
Sangat kering
Sangat kering
Sulit, tidak mau minum

Kulit

haus
Turgor kembali baik

Turgor kembali labat

Turgor kembali sangat

lambat
Tabel 6. Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare Berdasarkan MMWR 20031
Gejala

Minimal atau tanpa

Dehidrasi ringan

Dehidrasi berat

dehidrasi (kehilangan

sedang (kehilangan

(kehilangan BB >

BB <3%)
Kesadaran

Baik

BB 3-9%)
9%)
Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, tidak

Denyut

Normal

irritable
Normal - meningkat

sadar
Takikardi, bradikardi

Normal melemah

pada kasus berat


Lemah, kecil, tidak

Normal cepat
Sedikit cekung
Berkurang
Kering

teraba
Dalam
Sangat cekung
Tidak ada
Sangat kering

Kembali < 2 detik


Memanjang

Kembali >2 detik


Memanjang,

Dingin
Berkurang

minimal
Dingin, sianotik
Minimal

jantung
Kualitas
nadi
Pernafasan
Mata
Air mata
Mulut dan

Normal
Normal
Normal
Ada
Basah

lidah
Cubitan kulit Segera kembali
CRT
Normal
Ekskremitas
Kencing

Hangat
Nornal

Pada diagnosis diare cair akut, biasanya harus langsung dilakukan penilaian tingkat
dehidrasi seperti diatas guna perbedaan terapi yang digunakan untuk masing-masing tingkat
dehidrasi. Namun pada awalnya, kita dapat melihat tabel dibawah ini untuk membedakan
tipe-tipe diare yang terjadi sebagai pegangan dasar diagnosis.
Tabel 7 Bentuk Klinis Diare3

2.6.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang biasanya tidak diperlukan pada diare cair. Pemeriksaan
penunjang yang mungkin diperlukan,

Darah: darah lengkap, serum elektrolit, AGD, glukosa darah, kultur dan sensitifitas

terhadap antibiotik. Dapat terjadi gangguan elektrolit dan gangguan asam basa
Urine: urine lengkap dan kultur dan sensitifitas terhadap antibiotik.
Feses: pemeriksaan makroskopis (tinja yang banyak cairan tanpa mukus dan darah
biasanya disebabkan oleh rotavirus, protozoa, atau infeksi non gastrointestinal sedangkan
feses dengan darah dan mukus biasanya disebabkan oleh bakteri dengan sitotoksin,
enterovasif, dan parasit usus) dan mikrokopis (untuk mencari adanyaleukosit sebagai
tanda adanya kuman invasif atau yang memproduksi sitotoksin). 1,6,7,8

2.7 Tatalaksana

Selama anak diare, terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit (natrium,
kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak. Dehidrasi terjadi bila
hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga timbullah
kekurangan cairan dan elektrolit. Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan
tanda yang mencerminkan jumlah Cairan yang hilang. Rejimen rehidrasi dipilih sesuai
dengan derajat dehidrasi yang ada. Tatalaksana yang diberikan adalah sbb:
Hal pertama yang harus dilakukan pada kasus diare adalah rehidrasi. Secara singkat
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

2.7.1 Diare Tanpa Dehidrasi


Anak yang menderita diare tetapi tidak mengalami dehidrasi harus mendapatkan
cairan tambahan di rumah guna mencegah terjadinya dehidrasi. Anak harus terus
mendapatkan diet yang sesuai dengan umur mereka, termasuk meneruskan pemberian ASI. 3
Tatalaksana pada derajat ini adalah Anak dirawat jalan. Ajari ibu mengenai 4 aturan
untuk perawatan di rumah yaitu beri cairan tambahan, beri tablet Zinc, lanjutkan pemberian
makan, nasihati kapan harus kembali. 3

Gambar 4. Tatalaksana Terapi diare akut tanpa dehidrasi


Beri cairan tambahan, sebagai berikut: - Jika anak masih mendapat ASI, nasihati ibu
untuk menyusui anaknya lebih sering dan lebih lama pada setiap pemberian ASI. Jika anak
mendapat ASI eksklusif, beri larutan oralit atau air matang sebagai tambahan ASI dengan
menggunakan sendok. Setelah diare berhenti, lanjutkan kembali ASI eksklusif kepada anak,
sesuai dengan umur anak.
Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan dibawah ini:
larutan oralit
cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran)
air matang
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi, nasihati ibu untuk memberi cairan
tambahan sebanyak yang anak dapat minum:
untuk anak berumur < 2 tahun, beri + 50100 ml setiap kali anak BAB
untuk anak berumur 2 tahun atau lebih, beri + 100200 ml setiap kali anak BAB. 3
Ajari ibu untuk memberi minum anak sedikit demi sedikit dengan menggunakan

cangkir. Jika anak muntah, tunggu 10 menit dan berikan kembali dengan lebih lambat. Ibu
harus terus memberi cairan tambahan sampai diare anak berhenti. Ajari ibu untuk
menyiapkan larutan oralit dan beri 6 bungkus oralit (200 ml) untuk dibawa pulang. 3
Beri tablet zinc, Ajari ibu berapa banyak zinc yang harus diberikan kepada anaknya:
Di bawah umur 6 bulan : tablet (10 mg) per hari .Umur 6 bulan ke atas : 1 tablet (20 mg)
per hari Selama 10 hari. Ajari ibu cara memberi tablet zinc: Pada bayi: larutkan tablet zinc
pada sendok dengan sedikit air matang, ASI perah atau larutan oralit. Pada anak-anak yang
lebih besar: tablet dapat dikunyah atau dilarutkan Ingatkan ibu untuk memberi tablet zinc
kepada anaknya selama 10 hari penuh. 3
Nasihati ibu untuk membawa anaknya kembali jika anaknya bertambah parah, atau
tidak bisa minum atau menyusu, atau malas minum, atau timbul demam, atau ada darah
dalam tinja. Jika anak tidak menunjukkan salah satu tanda ini namun tetap tidak
menunjukkan perbaikan, nasihati ibu untuk kunjungan ulang pada hari ke-5. Nasihati juga
bahwa pengobatan yang sama harus diberikan kepada anak di waktu yang akan datang jika
anak mengalami diare lagi. 3
2.7.2 Diare dengan Dehidrasi Sedang/Ringan
Pada umumnya, anak-anak dengan dehidrasi sedang/ringan harus diberi larutan oralit,
dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam pemantauan dan ibunya diajari
cara menyiapkan dan memberi larutan oralit. Jika anak memiliki dua atau lebih tanda berikut,
anak menderita dehidrasi ringan/sedang: Gelisah/rewel, haus dan minum dengan lahap
Mata cekung, cubitan kulit perut kembalinya lambat. Jika anak hanya menderita salah satu
dari tanda di atas dan salah satu tanda dehidrasi berat (misalnya: gelisah/rewel dan malas
minum), berarti anak menderita dehidrasi sedang/ringan. 3
Pada derajat ini, pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah
sesuai dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak diketahui),
seperti yang ditunjukkan dalam bagan 15 berikut ini. Namun demikian, jika anak ingin
minum lebih banyak, beri minum lebih banyak. Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan
oralit pada anak, satu sendok teh setiap 1 2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan
pada anak yang lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan
cangkir. 3
Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah:

Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih lambat

(misalnya 1 sendok setiap 2 3 menit)


Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri minum air

matang atau ASI. Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara
menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada ibu
agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua hari
berikutnya.
Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat

sebelumnya (Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa minum
larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)
Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk perawatan di rumah:
(i)
(ii)
(iii)
(iv)

beri cairan tambahan.


beri tablet Zinc selama 10 hari
lanjutkan pemberian minum/makan
kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:Anak tidak bisa atau malas minum
atau menyusui, kondisi anak memburuk, anak demam, terdapat darah dalam tinja
anak. 3
Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi pengobatan untuk 3

jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas dan mulai beri anak makanan, susu atau
jus dan berikan ASI sesering mungkin. Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila
anak sama sekali tidak bisa minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat
diberikan infus dengan cara: beri cairan intravena secepatnya.
Berikan 70 ml/kg BB cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia,
gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

Gambar 5. Terapi diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang


Periksa kembali anak setiap 1-2 jam dan juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera
setelah anak mau minum. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.
Klasifikasikan Dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan penanganan. 3
Beri tablet Zinc Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan kepada anak:
Di bawah umur 6 bulan: tablet (10 mg) per hari 6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari. 3
Pemberian Makan. Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu
elemen yang penting dalam tatalaksana diare. ASI tetap diberikan Meskipun nafsu makan
anak belum membaik, pemberian makan tetap diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau

lebih. Jika anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi (yaitu memulai
lagi pemberian ASI setelah dihentikan) atau beri susu formula yang biasa diberikan. 3
Jika anak berumur 6 bulan atau lebih atau sudah makan makanan padat, beri makanan
yang disajikan secara segar dimasak, ditumbuk atau digiling. Berikut adalah makanan yang
direkomendasikan: Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan
kacang-kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok teh minyak
sayur yang ditambahkan ke dalam setiap sajian. 3
Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut yaitu sari buah segar seperti apel, jeruk
manis dan pisang dapat diberikan untuk penambahan kalium. Bujuk anak untuk makan
dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali sehari. Beri makanan yang sama setelah diare
berhenti dan beri makanan tambahan per harinya selama 2 minggu. 3

2.7.3 Diare dengan Dehidrasi Berat


Anak yang menderita dehidrasi berat memerlukan rehidrasi intravena secara cepat
dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan rehidrasi oral segera setelah anak
membaik. Pada daerah yang sedang mengalami KLB kolera, berikan pengobatan antibiotik
yang efektif terhadap kolera. 3
Jika terdapat dua atau lebih tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat:
Letargis atau tidak sadar, mata cekung, cubitan kulit perut kembali sangat, lambat ( 2 detik)
Tidak bisa minum atau malas minum. 3
Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang
diikuti dengan terapi rehidasi oral. Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus
disiapkan, beri larutan oralit jika anak bisa minum. Larutan intravena terbaik adalah larutan
Ringer Laktat (disebut pula larutan Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan
Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%)
dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan digunakan.
Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai Tabel 10 berikut ini:

Gambar 6. Terapi diare akut dengan dehidrasi berat

Nilai kembali anak setiap 15 30 menit hingga denyut nadi radial anak teraba. Jika
hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat. Selanjutnya, nilai kembali
anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan kemampuan anak untuk minum,
sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa telah terjadi perbaikan hidrasi. Mata yang
cekung akan membaik lebih lambat dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu
bermanfaat dalam pemantauan. 3
Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena seperti yang
telah diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap (persisten) setelah pemberian
rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya bila anak terus menerus BAB
cair selama dilakukan rehidrasi. 3
Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan,
hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam. Jika anak bisa menyusu dengan baik,
semangati ibu untuk lebih sering memberikan ASI pada anaknya. 3
Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, ikuti pedoman pada Rencana Terapi A. Jika bisa,
anjurkan ibu untuk menyusui anaknya lebih sering. Lakukan observasi pada anak setidaknya
6 jam sebelum pulang dari rumah sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat meneruskan
penanganan hidrasi anak dengan memberi larutan oralit. 3
Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar 5ml/kgBB/jam) ketika anak
bisa minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu 34 jam untuk bayi, atau 12 jam pada
anak yang lebih besar). Hal ini memberikan basa dan kalium, yang mungkin tidak cukup
disediakan melalui cairan infus. Ketika dehidrasi berat berhasil diatasi, beri tablet zinc.3

Terapi medika mentosa


o Antibiotik biasanya tidak diperlukan pada diare akut yang bersifat self limiting.
Antibiotik dapat digunakan pada diare yang disebabkan oleh V. kolera, Shigella,
Salmonela, E. coli.
o Obat antidiare seperti adsorben (atapulgit) dan antimotilitas (loperamid) tidak
diindikasikan untuk anak-anak.
o Anti muntah juga tidak diindikasikan karena pada diare anak rehidrasi yang baik
akan menghilangkan mual dan muntah.
o Kardiak stimulan (adrenalin) tidak diindikasikan untuk rejatan akibat diare karena
rejatan yang terjadi akibat dehidrasi dan hipovolemi.
o Darah atau plasma, juga tidak digunakan karena yang sebenarnya yang
dibutuhkan adalah penggantian air dan elektrolit, kecuali pada rejatan akibat
sepsis.

o Steroid juga tidak digunakan.


Probiotik diberikan 2 kali sehari selama 5 hari.karena dari hasil penelitian ditemukan
bahwa probiotik mampu mencegah adesi kuman patogen, produksi bahan antimikroba,
dll. 1,2,6,8.

2.8Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi selama rehidrasi,
2.8.1 Gangguan elektrolit seperti,

Hipernatremi, dimana kadar natrium dalam darah > 150 mmol/ L, dibutuhkan pemantaun
berkala dan penurunannya pun harus perlahan. Penurunan kadar natrium yang tiba-tiba
bisa menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral dan nasogastrik dengan oralit adalah cara
terbaik.koreksi intravena dapat dilakukan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,45% selama
8 jam yang disesuaikan dengan kebutuhan cairan, dan dipantau kadarnya setiap 8 jam,
tindakan ini bisa diulang atau dilanjutkan dengan rumatan. Bisa ditambahkan KCl
10mmol bilapasien sudah dapat kencing dan dilanjutkan dengan pemberian oralit 10ml/

kgBB/ BAB.
Hiponatremia. Kadang anak dengan diare hanya minum air yang kurang kadar garamnya
sehingga bisa menimbulkan hipnatremia (< 130 mmol/ L). Terapi yang aman dapat
dilakukan dengan oralit. Koreksi iv dapat dilakukan dengan perhitungan (125 - nilai
natrium yang diperiksa) x 0,6 x BB, setengah I diberikan dalam 8 jam sisanya 16 jam

kedua. Peningkatnnya tidak boleh lebih dari 2 mEq/ L/ jam.


Hiperkalemia. Bila kadar kalium > 5 mEq/ L dikoreksi dengan kalsium glukonas 10%

0,5-1 ml/ kgBB iv.


Hipokalemia. Bila kadar kalium < 3,5 mEq/ L bisa dilakukan pencegahan dengan oralit
dan makanan tinggi kalium. Koreksi dilakukan berdasarkan kadar,
2,5-3,5 mEq/ L diberikan per oral 75 mcg/ kgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis.
< 2,5 mEq/ L diberikan iv drip dalam 4 jam dengan dosis (3,5- kadar kalium x BB x
0,4 + 2 mEq/ kgBB/ 24 jam), 20 jam kemudian diberikan (3,5- kadar kalium x BB x
0,4 + 1/6 x 2 mEq/ kgBB/ 24 jam).

2.8.2 Kejang.
Dapat terjadi pada anak dengan dehidrasi walaupun tidak selalu dan dapat terjadi saat upaya
rehidrasi dilakukan. Kejang ini dapat disebabkan oleh,

Hipoglikemia terutama pada anak atau bayi dengan gizi buruk.


Hiperpireksia terutama bila suhu > 40oC
Gangguan elektrolit seperti hiper atau hiponatremia. 1,2,6-12

2.9pencegahan Diare
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah :
2.9.1

Perilaku Sehat

1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja
sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini. 4,9,10
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan
lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif). Bayi harus
disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya,
pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses
menyapih). 4,9,10
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi
yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus
bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko
tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI
yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:
a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih.
Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan
semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian
ASI bila mungkin. 4,9,10
b. b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buahbuahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.
d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan
dengan benar sebelum diberikan kepada anak. 4,9,10

3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup


Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda
yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat
makan-minum yang dicuci dengan air tercemar. 4,9,10
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai
risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah. 4,9,10
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Ambil air dari sumber air yang bersih
b. b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup.
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,

sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%). 4,9,10
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga
yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di
jamban. 4,9,10
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
b. b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja
bayi harus dibuang secara benar. 4,9,10
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang
atau di kebun kemudian ditimbun.
d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun. 4,9,10
7. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi
campak segera setelah bayi berumur 9 bulan. 4,9,10
2.3.2

PENYEHATAN LINGKUNGAN

1. Penyediaan Air Bersih


Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain
adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit
lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup
disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap
dilaksanakan.4,9,10
2. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan
menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting,
untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak
terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan
pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar. 4,9,10
3. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian
rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.
Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus,
kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah
yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus
dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak
sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk. 4,9,10
2.10

Prognosis

Umumnya prognosis akan baik jika penanganan dilakukan secara cepat dan tepat
terutama penangan pada pasien yang mengalami dehidrasi berat yang dapat mengakibatkan
rejatan (shock) hipovolemik.

BAB III
Penutup
Dari pembahasan didepan, kita mengetahui bahwa diare cair akut pada anak adalah
diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan
kurang dari 7 hari) dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa
darah. Kita juga mengetahui berbagai penyebab yang dapat menyebabkan diare ini. Selain itu
perjalanan penyakit juga sudah dibahas sebelumnya. Seperti yang kita ketahui, hal terpenting
pada kasus diare pada anak adalah penilaian derajat dehidrasi pasien serta penanganan yang
tepat terhadap kondisi tersebut.

Dari pembahasan didepan, diharapkan pengetahuan kita sebagai tenaga medis bahkan
bagi pasien yang akan menerima edukasi mengenai diare akut pada anak seharusnya
bertambah. Kita telah mengetahui mengenai definisi, etiologi, cara mendiagnosis sampai
pada tatalaksana yang tepat mengenai diare akut pada anak ini. Seharusnya dalam
penanganan selanjutnya tidak akan ada lagi kesalahan yang muncul karena kurangnya
penguasaan kita tentang penanganan kasus seperti ini. Seperti yang telah dijelaskan didepan
bahwa prognosis sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan penanganan derajat
dehidrasi yang dialami pasien. oleh sebab itu penulis berharap tulisan ini akan sangat
membantu guna menjadi dasar pegangan bagi pembaca dalam menghadapi kasus diare pada
anak ini.

Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

IDAI. Buku ajar gastrologi hepatologi. Jilid 1. Jakarta: IDAI, 2010.h.87-118.


DEPKES RI. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. Jakarta: 1999..h.3-50
WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO, 2009.h131-142.
Kementrian Kesehatan RI. Situasi diare di Indonesia.Jakarta:Depkes.h.5-44
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu kesehatan Anak.Jakarta: Infomedika.h.283-90.
Nelson W E. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Jakarta: EGC, 2002. 889-98
Departemen IKA Universitas Padjajaran. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan

anak. Edisi 4. Bandung: Departemen IKA Universitas Padjajaran, 2012.h.153-65


8. Bentley D. Pediatric gastroenterology and clinical nutrition. London: Remedica,
2002.h.129-43
9. Marino B S. Blue prints pediatric. Edisi 5. Philadelpia: LippincottWilliams & Wilkins,
2005.h.237-38

10. Joseh

J.

Schwartzs

clinical

handbook

of

pediatrics.

Edisi

4.

Philadelpia:

LippincottWilliams & Wilkins, 2009.h.315-23, 783-84.


11. Bentley D. Pediatric gastroenterology and clinical nutrition. London: Remedica,
2002.h.129-43.
12. Guandalini S. Diarrhea diagnostic and therapeutic advances. New York: Humana Press,
2011.

Anda mungkin juga menyukai