Kelompok B-15
KETUA
: Widyanisa Dwianasti
(1102011291)
(1102011273)
ANGGOTA
(1102011256)
(1102011257)
(1102011269)
(1102011270)
(1102011271)
Talib
(1102011274)
(1102011293)
SKENARIO 1
MATA MERAH
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poliklinik diantar ibunya dengan keluhan kedua
mata merah sejak 2 hari yang lalu setelah bermain sepak bola. Keluahan disertai dengan keluar
banyak air mata dan gatal. Penglihatan tidak mengalami gangguan. Pasien pernah menderita
penyakit seperti ini 6 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan oftalmologis:
VOD: 6/6, VOS: 6/6
Segmen anterior ODS: palpebral edema (-), lakrimasi (+), konjungtiva tarsalis superior: giant
papil (+) (cobble stone appearance), konjungtiva bulbi: injeksi konjungtiva (+), limbus kornea:
infiltrate (+).
Lain-lain tidak ada kelainan
Pasien sudah mencoba mengobati dengan obat warung tapi tidak ada perubahan.
Setelah mendapat terapi pasien diminta untuk control rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan mata sesuai tuntutan ajaran Islam.
SASARAN BELAJAR
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mata
LI.1.1. Makroanatomi Mata
LI.1.2. Mikroanatomi Mata
LO.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Penglihatan
LO.3. Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis
LI.3.1. Definisi
LI.3.2. Epidemiologi
LI.3.3. Etiologi
LI.3.4. Klasifikasi
LI.3.5. Patofisiologi
LI.3.6. Manifestasi Klinis
LI.3.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding
LI.3.8. Tatalaksana
LI.3.9. Komplikasi
LI.3.10. Prognosis
LO.4. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Mata Merah dengan Visus Turun dan Visus
Normal
LO.5. Memahami dan Menjelaskan Menjaga dan Memelihara Mata Menurut Islam
Humor aquosus adalah cairan bening yang mengisi kamera anterior dan kamera
posterior bulbi. Diduga cairan ini merupakan sekret dari prosesus siliaris, dari sini
mengalir ke dalam kamera anterior melalui pupil dan mengalir keluar melalui celah
yang ada di angulus iridokornealis masul ke dalam kanalis Schlemmi.
Korpus vitreum mengisi bola mata di belakang lensa dan merupakan gel yang
transparan. Kanalis hyaloideus adalah saluran sempit yang berjalan melalui korpus
vitreum dari diskus nervi optici ke permukaan posterior lensa. Pada janin, saluran
ini berisi arteri hyaloidea, yang menghilang beberapa saat sebelum lahir.
Fungsi korpus vitreum adalah sedikit menambah daya pembesaran mata, juga
menyokong permukaan posterior lensa dan membantu meletakkan pars nervosa
retina ke pars pigmentosa retina.
Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh kapsula
transparan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan korpus vitreum, serta
dikelilingi prosesus siliaris.
Lensa terdiri atas (1) kapsula elastis, yang membungkus struktur; (2) epitel
kuboid, yang terbatas pada permukaan anterior lensa; dan (3) fibrae lentis, yang
dibetuk oleh epitel kuboid pada equator lentis. Fibrae lentis menyusun bagian
terbesar lensa.
Untuk mengakomodasikan mata pada objek yang dekat, m. siliaris berkontraksi
dan menarik korpus siliaris ke depan dan dalam, sehingga serabut-serabut radial
ligamentum suspensorium menjadi relaksasi. Keadaan ini memungkinkan lensa yang
elastis menjadi lebih bulat.
Kornea
Kornea jernih dan tembus cahaya dengan permukaan yang licin, tetapi tidak
melengkung secara uniform/seragam. Daya refraksi kornea, yang merupakan hasil
indeks refraksi dan radius lengkung kornea lebih besar daripada daya refraksi lensa.
Secara anatomis, kornea mempunyai dua bagian: kornea asli dan limbus (suatu daerah
peralihan dengan lebar sekitar 1 mm pada tepi kornea). Sementara kornea asli bersifat
avaskular, limbus mempunyai pembuluh darah dan limf. Kornea asli, secara histologik,
terdiri dari lima lapisan:
Epitel. Pada permukaan luar terdapat epitel, yaitu suatu epiles berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk, dengan lima hingga enam lapisan sel. Lapisan basal silindris rendah,
kemudian tiga atau empat lapisan sel polihedral (sel sayap), dan satu atau dua
lapisan sel permukaan yang gepeng. Epitel ini sangat sensitif, dengan banyak akhir
saraf bebas, dan mempunyai daya regenerasi istimewa/sangat baik, mitosis hanya
terjadi dalam lapisan basal.
Membran Bowman. Di bawah epitel terdapat membran Bowman, dengan tebal 8 m,
tak berbentuk dan tak mengandung sel, dibentuk oleh perpadatan substansi antar sel
dengan serabut kolagen halus yang tersebar tak beraturan. Membran ini berakhir
dengan tegas/mendadak pada limbus.
Substansi propria. Substansi propria membentuk massa kornea (90% ketebalannya),
bersifat tembus cahaya, dan terdiri dari lamel kolagen dengan sel. Lamel merupakan
serat lebar, seperti pita, serabut dalam setiap lamel sejajar, dengan lamel pada sudutsudut yang berbeda. Lamel saling melekat karena adanya pertukaran serabut antara
lamel yang berdampingan. Fibroblas berbentuk bintang, gepeng dengan cabang yang
ramping, terletak antara lamel.
Membran Descemet. Membran Descemet, tampak homogen, terletak sebelah dalam
substansi propria. Dengan mikroskop elektron, tampak membran ini mengandung
serabut kecil dengan periodisitas 100 nm yang tersusun dalam pola heksagona yang
amat teratur. Secara kimiawi, materinya adalah kolagen.
Endotel. Membran Descemet adalah membrana basal untuk endotel, merupakan satu
lapis sel kuboid yang melapisi permukaan dalam kornea. Sel menunjukkan kompleks
tautan, permukaan antar sel yang tak teratur, dan sejumlah besar vesikula pinositotik.
Vesikula ini mentransportasikan cairan dan larutan.
Kornea bersifat avaskular (tak berpembuluh darah), mendapatkan nutrisi dan
difusi pembuluh perifer dalam limbus dan dari humor aqueus di bagian tengah.
Limbus kornea merupakan zona peralihan atau zona pertemuan, dengan tebal hanya 1
mm, antara kornea dan sklera. Di sini, epitel kornea menebal sampai 10 atau lebih
lapisan dan melanjutkan diri dengan konjungtiva, membran Bowman berhenti dengan
tiba-tiba, membran Descemet menipis dan memecah dan melanjutkan diri menjadi
trabekula ligamen pektinata, dan stroma kornea menjadi kurang teratur dan secara
bertahap susunannya berubah dari susunan lamelar yang khas menjadi kurang teratur
seperti yang ditemukan pada sklera. Limbus memiliki vaskularisasi yang baik.
Lensa
Lensa kristalina bentuknya bikonveks, permukaan posterior lebih melengkung daripada
anterior. Di bagian tengah pada kedua permukaannya terdapat kutub anterior dan kutub
posterior. Garis yang menghubungkan keduanya, axis, dan batas sekelilingnya adalah
ekuator. Pada orang muda, lensa bersifat elastik, dan akan bertambah keras dan
sklerotik dengan bertambahnya usia.
Lensa cenderung menjadi bulat, tetapi daya ini ditahan (dan lensa menggepeng) karena
tegangan pada zonula. Secara struktural, terdapat tiga komponen:
Kapsul lensa. Kapsul lensa meliputi lensa. Tebalnya sekitar 10 m pada permukaan
anterior, tetapi hanya 5-6 m pada permukaan posteriornya. Kapsul ini homogen,
agaknya merupakan membran yang tak berbentuk, bersifat elastik, dan mengandung
glikoprotein dan kolagen tipe IV. Padanya melekat serat zonula, yang berjalan ke
badan siliar sebagai ligamen suspensorium/penyokong.
Epitel subkapsular. Hanya pada permukaan anterior, di bawah kapsula, terdapat
epitel subkapsular, merupakan satu lapisan sel kuboid. Bagian dasar sel ini terletak di
luar dalam hubungan dengan kapsula. Apeksnya terletak di dalam dan membentuk
kompleks jungsional dengan serat lensa. Ke arah ekuator, sel ini bertambah tinggi
dan beralih menjadi serat lensa, lensa tumbuh sepanjang kehidupan dengan
penambahan serat ini. Dengan memanjangnya sel kapsul pada ekuator, ujung
anteriornya bergeser di bawah epitel lensa dengan ujung posterior di bawah kapsul di
bagian posterior.
Substansi lensa. Substansi lensa terdiri dari serat lensa, yang masing-masing
berbentuk sebagai prisma heksagonal. Sebagian besar serat tersusun secara
konsentris dan sejajar permukaan lensa. Di permukaan, pada korteks, serat yang
lebih muda mengandung inti dan beberapa organel. Di bagian tengah, dalam inti
lensa, serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan tampak homogen. Serat yang
berdampingan menunjukkan suatu kompleks yang terdiri dari juluran sitoplasma
yang saling mengunci dengan banyak tautan celah dan desmosom bercak.
Lensa sama sekali tanpa pembuluh darah, karenanya mendapatkan nutrisi dari
humor aqueus dan badan vitreus. Lensa bersifat tumbuh cahaya, dan membran plasma
serat lensanya sangat tidak permeabel. Lensa dipertahankan pada tempatnya oleh
ligamen suspensorium, disebut zonula, yang terdiri dari lembaran (serat zonular) terdiri
dari materi fibrilar yang berjalan dari badan siliar ke ekuator lensa, sehingga meliputi
lensa. Pada perlekatannya ke lensa, serat zonular memecah menjadi serat yang lebih
halus yang menyatu dengan kapsul lensa.
Korpus Vitreus
Korpus vitreus merupakan suatu agar-agar yang jernih dan tembus cahaya yang
memenuhi ruang antara retina dan lensa. Oleh karenanya bentuknya sferoid/bundar
dengan lekukan pada bagian anterior untuk menyesuaikan dengan lensa. Bagian ini
melekat pada epitel siliar, terutama sekeliling diskus optik dan ora serrata. Badan siliar
mengandung glikosaminoglikans yang terhidrasi, khususnya asam hialuronat, dan
serabut kolagen dalam bentuk jalinan halus. Serabut ini lebih padat pada bagian perifer
dan sekeliling saluran berbentuk tabung yang berisi cairan dan berjalan anteroposterior.
Saluran ini disebut kanal hyaloidea, yang semula mengandung arteri hyaloidea pada
masa janin. Beberapa sel ditemukan di sini, khususnya pada bagian tepi, dan
merupakan makrofag dan sel (hialosit) berperan dalam sintesis dan pemeliharaan
kolagen dan asam hialuronat. Di bagian tepi, badan vitreus melekat pada membran
limitans interna. Badan vitreus juga memelihara bentuk dan kekenyalan bola mata.
berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang
dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap
terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat
diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina
Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada
pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan
pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan
mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada
sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic.
Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai
lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic
sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic
Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan
diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior
colliculi, dan korteks serebri
Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar
berikut:
Jaras Penglihatan
LI.3.2 Epidemiologi
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh
seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci
menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai
penyakit yang sering terjadi pada masyarakat.
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan dengan
kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.
LI.3.3. Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
a. Konjungtivitis bakteri.
b. Konjungtivitis klamidia.
c. Konjungtivitis viral.
d. Konjungtivitis ricketsia.
e. Konjungtivitis jamur.
f. Konjungtivitis parasit.
g. Konjungtivitis alergi.
h. Konjungtivitis kimia atau iritatif
LI.3.4. Klasifikasi
1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri.
Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret
pada mata dan iritasi mata.
2. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga
infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada
konjungtivitis bakteri.
3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem
imun. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva
adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.
4. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan
infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan
dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang
terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix
schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.
5. Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa,
Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium
dan Pthirus pubis walaupun jarang.
6. Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang
Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit
tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit
sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya.
Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis
herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah.
LI.3.5. Patofisiologi
a. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N
gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab
yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis
sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis.
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata
yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya
terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi.
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan
tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi
klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi
eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah. Penggunaan
antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora
normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotic. Mekanisme
pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva
sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari
perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air
mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau
kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada
konjungtiva.
b. Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang
paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus
Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human
immunodeficiency virus. Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak
dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan
benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang
terkontaminasi.
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis
konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya. Mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.
c. Konjungtivitis Alergi
konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi
tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada
waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma,
eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan
riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensakontak atau mata buatan dari plastic.
Bila visus mata sangat buruk, atau tulisan terbesar pun tak terbaca, biasanya pemeriksa
akan melakukan dengan memperagakan jumlah jari pada 1 meter di hadapan pasien. Pasien harus
menghitung jumlah jarinya. Bila tidak terlihat, maka akan dilakukan dengan lambaian tangan.
Bila bahkan lambaian tak terlihat, maka dilakukan uji dengan cahaya senter. Bila cahaya pun tak
terlihat, maka mata mungkin mengalami kebutaan.
Pemeriksaan ini memang sangat subjektif (tergantung dari persepsi pasien sendiri).
Namun, kini sudah ada pemeriksaan yang lebih objektif yaitu dengan pemeriksaan komputer,
yang jelas sangat cepat, dibandingkan dengan menggunakan papan Snellen.
Pemeriksaan posisi bola dan otot mata
Posisi bola mata penting untuk pemeriksaan, apakah ada perubahan posisi mata, apakah
terdapat kejulingan mata. Dokter akan melakukan inspeksi bola mata dan ia akan meminta pasien
untuk menggerakkan bola mata, ke delapan arah mata angin. Bila ada masalah pada otot atau
juling dapat diketahui melalui pemeriksaan ini.
Pemeriksaan kelopak mata
Kelopak mata akan diperiksa bila terjadi trauma atau luka pada kelopak atau terjadinya
mata merah. Kelopak akan diamati apakah ada luka atau kemerahan karena pembesaran
pembuluh darah atau berdarah.
Pemeriksaan bagian mata depan
Pemeriksaan ini untuk melihat beberapa keadaan di mata depan yaitu bagian kornea,
konjungtiva, iris, pupil, sklera, dan lensa. Pada pemeriksaan kornea, biasanya dokter ingin
mengetahui apakah ada luka pada kornea. Dokter akan melakukan tes floresensi. Pasien akan
diberikan obat floresen, kemudian dibilas dengan air suling, dan dilihat dengan lampu kobalt
biru. Bila ada luka, maka akan terlihat cahaya berpendar. Tes ini dilakukan bila terjadi luka pada
bola mata.
Namun saat ini pemeriksaan juga dibantu dengan alat slit lamp, yang lebih
mempermudah pemeriksaan bagian mata depan. Yang sering pula adalah pemeriksaan lensa.
Lensa diamati dan dilihat apakah terjadi kekeruhan, seperti yang sering terjadi pada penderita
katarak.
Pemeriksaan bagian mata belakang
Pemeriksaan ini untuk mengamati bagian mata belakang dan dalam seperti retina dan
pembuluh darah mata. Dokter menggunakan alat yang disebut oftalmoskop. Biasanya pasien
akan ditetesi obat (obat midriatikum) untuk memperbesar pupil sehingga dapat mempermudah
pemeriksaan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat
sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa
akan didapatkan sel-sel eosinofil.
Diagnosis Banding
VIRUS
BAKTERI
ALERGI
GATAL
Minimal
Minimal
Berat
HIPEREMI
Menyeluruh
Menyeluruh
Menyeluruh
LAKRIMASI
++
EKSUDAT (SEKRET)
Minimal
Banyak
Minimal
(muko-
(benang)
mukous)
(serous,
purulen/purule
ADENOPATI
n)
Jarang
SEL-SEL
Monosit
PMN
Eosinofil
LI.3.8. Tatalaksana
Konjungtivitis bakteri: biasanya sembuh sendiri (self-limiting), namun pengobatan
dengan antibiotik tetes atau salep antibiotik spektrum luas bisa mempercepat
kesembuhan. Pengobatan harus diterapkan pada kedua mata, bahkan jika hanya satu mata
yang tampaknya terinfeksi. Mata juga harus dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air
matang dingin untuk menghilangkan kerak atau lengket. Bila kotoran mata terus keluar
setelah 4- 5 hari perawatan topikal, mungkin ada infeksi lain yang terkait seperti infeksi
telinga tengah (otitis media) dan memerlukan penggunaan antibiotik sistemik oral.
Konjungtivitis virus: tidak perlu pengobatan, tapi mata dapat dibuat lebih nyaman
dengan tetes mata dan kompres dingin. Penyakit ini biasanya menghilang sendiri dalam
4-7 hari. Karena virusnya sangat menular, perlu menjaga kebersihan seperti sering
mencuci tangan dan wajah dan tidak berbagi handuk wajah. Anak yang sudah sekolah
dianjurkan untuk tidak ke sekolah agar tidak menulari yang lain.
Konjungtivitis alergi: dapat diobati dengan menggunakan obat tetes antihistamin
topikal. Pengobatan utama adalah menghindari pemicu respon alergi.
Konjungtivitis iritasi: basuh mata dengan banyak air. Mata harus membaik dalam waktu
empat jam.
LI.3.9. Komplikasi
a. Konjungtivitis Bakterial
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bakteri, kecuali pada pasien
yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering
terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus
kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata
prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel
goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan
trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan
ulserasi, infeksi dan parut pada kornea.
b. Konjungtivitis Viral
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis.
Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus
atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit.
c. Konjungtivitis Alergi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder
LI.3.10. Prognosis
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit
radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan
dan menimbulkan komplikasi seperti Keratitis, Glaukoma, katarak maupun ablasi retina.
2.
3.
Paparan berlebihan pada lingkungan yang keras seperti debu, kotoran, panas, angin,
kekeringan dan asap.
4.
Epidemiologi: Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis
Klasifikasi Pterygium
Tipe 1
Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan dengan Stocker line) dapat
terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan pterygium. Lesi/jejas ini asimtomatis,
meskipun sebentar-sebentar dapat meradang (intermittently inflamed). Jika memakai soft
contact lense, gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang luas bersandar pada
ujung kepala pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat menyebabkan iritasi.
Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu tindakan
pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme.
Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis). Lesi/jejas yang
luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva dan meluas
hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan mata.
Gambar 2. Pterigium
Gejala: Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang, pterigyum akan
tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Pterygium ini diperhatikan karena alasan
kosmetik. Pada orang yang lain, pterygium akan tumbuh cepat dan dapat meyebabkan
kaburnya penglihatan. Pterygium tidak menimbulkan rasa sakit.
Gejalanya termasuk :
1.
Mata merah
2.
Mata kering
3.
Iritasi
4.
5.
6.
Pemeriksaan Visus
2.
Slit lamp
Mengevaluasi ukuran
2.
Mencegah inflamasi
3.
Mencegah infeksi
4.
Observasi:
Pemeriksaan mata secara berkala, biasanya ketika pterygium tidak menimbulkan atau
1.
Medikamentosa
Dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi, kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi,
lubrikasi okular seperti airmata buatan.
2.
Therapy radiasi
Apabila penglihatan menjadi kabur, maka pterygium harus dioperasi. Akan tetapi pterigium
dapat muncul kembali. Pemberian mytomycin C to aid in healing dan mencegah rekurensi,
seusai pengangkatan pterygium dengan operasi, selain itu menunda operasi sampai usia
dekade 4 dapat mencegah rekurensi.
Pencegahan: Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan
angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.
II.
PSEUDOPTERIGIUM
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering
pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva
menutupi kornea. Letak pseudopterygium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan
proses kornea sebelumnya.
1. Lokasi
2.Progresifitas
PTERIGIUM
PSEUDOPTERIGIUM
Selalu di fisura palpebra
Sembarang lokasi
Bisa
progresif
atau Selalu stasioner
3.Riwayat
stasioner
Ulkus kornea (-)
peny.
4.Tes sondase
Negatif
Positif
PINGUEKULA
Definisi: Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan degenerasi
hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pinguekula sangat umum terjadi, tidak berbahaya,
biasanya bilateral (mengenai kedua mata). Pinguecula biasanya tampak pada konjungtiva
bulbar berdekatan dengan limbus nasal (di tepi/pinggir hidung) atau limbus temporal.
Terdapat lapisan berwarna kuning-putih (yellow-white deposits), tak berbentuk (amorphous).
Patogenesis: Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar
mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain adalah
panas, debu, sinar matahari, udara kering.
Pengobatan: Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut
pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah.
Pencegahan: Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan.
Gambar 3. Pinguekula
IV.
HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh
EPISKLERITIS SKLERITIS
Episkleritis: Merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak anatara
konjungtiva dan permukaan sklera.
Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan
dengan bawaan penyakit rematik.
Keluhannya dapat berupa :
1. mata terasa kering
2. rasa sakit yang ringan
3. mengganjal
4. konjungtiva yang kemotik.
Pengobatan yang diberikan adalah vasokonstriktor, pada keadaan yang berat diberi
kortikosteroid tetes mata atau sistemik atau salisilat. Pada episkleritis penglihatan normal,
dapat sembuh sempurna atau bersifat residif.
Gambar 4. Episkleritis
Skleritis: Adalah reaksi radang yang mempengaruhi bagian luar berwarna putih yang melapisi
mata.Penyakit ini biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik. Skleritis dibedakan
menjadi :
1.
2.
Skleritis nodular
Nodul pada skleritis noduler tidak dapat digerakkan dari dasarnya, berwarna merah,
berbeda dengan nodul pada episkleritis yang dapat digerakkan.
3.
Skleritis nekrotik
Gambar 5. Skleritis
Gejala
-
Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis dan dagu yang
kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering kambuh.
Fotofobia
Mata berair
Penglihatan menurun
Pengobatan: Pada skleritis dapat diberikan suatu steroid atau salisilat. Apabila ada penyakit
yang mendasari, maka penyakit tersebut perlu diobati.
VI. KONJUNGTIVITIS
Keratitis
Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur.
Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti keratitis superficial
dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya. Keratitis diklasifikasikan berdasarkan lapisan pada
kornea yang terkena, keratitis Luperficial dan keratitis profunda, atau berdasarkan penyebabnya
yaitu keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis
reaksi alergi, infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis menahun.
Pada keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea bergesekan dengan
palpebra, karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media
pembiasan terhadap sinar yang yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan
mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral dari kornea. Fotofobia terutama
disebabkan oleh iris yang meradang keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau
dan merasa ada yang mengganjal atau kelilipan.
Etiologi
Keratitis epithelial
Keratitis subepitelial
Keratitis stroma
a) Keratitis neuroparalitik
2. Keratitis Profunda
Keratitis sklerotikan
Keratitis intestisial
Keratitis disiformis
Patofisiologis keratitis
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear,
sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia,
yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi
terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata
dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada
ulkus bakteri purulen.
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi
kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat
Manifestasi Klinis
Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di
seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis. Pada peradangan
yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat
berupa nebula, makula, dan leukoma. Adapun gejala umum adalah :
Nyeri
Mata merah
Diagnosa Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan adanya
riwayat traumakenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan dua lesi yang umum pada
kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes
simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik tidak,
penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian
obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan
predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks. Juga
mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan
penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus
Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan sering lebih mudah
dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan fluorescein dapat memperjelas lesi epitel
superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak dipulas. Pemakaian biomikroskop
(slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai
kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat
menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat
dengan cara ini
Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan terapi empiris dan
dikelola tanpa hapusan atau kultur.Hapusan dan kultur sering membantu dalam kasus dengan
riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang terjadi di mata dengan keratitis bakteri
biasanya steril, dan pungsi akuos atau vitreous tidak perlu dilakukan kecuali ada kecurigaan yang
tinggi oleh mikroba endophthalmitis.
Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan satu-satunya cara
untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur sangat membantu sebagai panduan
modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis yang tidak bagus dan untuk mengurangi
toksisitas dengan mengelakkan obat-obatan yang tidak perlu. Dalam perawatan mata secara
empiris tanpa kultur dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat membantu meskipun
keterlambatan dalam pemulihan patogen dapat terjadi.
Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal dan menggunakan
instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek sampel dari daerah yang terinfeksi pada
kornea. Kapas steril juga dapat digunakan untuk mendapatkan sampel. Ini paling mudah
dilakukan dengan perbesaran Slit Lamp.
Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal terhadap pengobatan
atau jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan gambaran klinis yang sangat mendukung
suatu proses infeksi. Hal ini juga dapat diindikasikan jika infiltrat terletak di pertengahan atau
dalam stroma dengan jaringan atasnya tidak terlibat.
Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan bantuan Slit Lamp atau
mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau untuk mengambil sepotong
kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk memungkinkan pembelahan sehingga satu porsi
dapat dikirim untuk kultur dan yang lainnya untuk histopatologi. Spesimen biopsi harus
disampaikanke laboratorium secara tepat waktu.
Diagnosis Banding
Keratitis pungtata
Keratitis yang tekrumpul pada membrane bowman dengan infiltrate bercak bercak halus.
o Keratitis superfisilais, ditemukan adanya infiltrate halus berbintik bintik pada
permukaan kornea, merupakan cacat halus kornea superfisialis dan hijau bila
diwarnai florescent.
o Keratitis subepitel, terkumpul dibawah membrane bowman,bersifat kronis.
Keratitis marginal
Keratitis yg timbul didaerah tepi kornea sejajar dengan limbus, penderita mengeluh sakit
seperti kelilipan lakrimasi disertai fotofobia. Pada mata akan terlihat blefarospasme pada
satu mata. Infiltrate dan ulkus yg memanjang.sering dengan neovaskularisasi dari arah
limbus.
Keratitis interstisial
Keratitis yg merupakan nonsupuratif profunda disertai neovaskularisasi.seluruh kornea
keruh sehingag iris sukar dilihat. Pasien biasanya mengeluh fotofobia,lakrimasi dan
menurunnya visus.keluhan biasanya bertahan seumur hidup.
Keratitis bacterial
Disebabkan oleh infeksi bakteri yg ditandai dengan gejala infeksi seperti demam,dan
teradapatnya secret purulen dan biasanya disebabkan oleh pseudomonas dan
stafilococcus.
Keratitis jamur
Biasanya oleh karena adanya ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon daun dan dari
tumbuh2an.keluhan muncul biasanya 5 hari pasca rudapaksa atau 3mggu kemudian. Mata
akan terlihat sebuah hifa dan disertai cincin endotel dengan plaque bercabang cabang.
Keratitis virus
Biasanya disebabkan virus herpes simplex.gejala yg timbul mata terasa sakit pada daerah
yang terkena dan badan terasa malaise. Pengliahtan berkurang dan merah.pada kelopak
mata terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea. Vesikel tersebar sesuai dermatoform dari
saraf trigeminus.
Pemeriksaan Keratitis
1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Menggunakan papan tulisan huruf snellen dengan jarak 6 meter
2. Tes air mata
Tes schirmer adalah tes yang digunakan untuk memeriksa apakah mata mmproduksi air
mata yang cukup untuk tetap membasahinya.tes ini bersifat tidak invasive.hasil tes
negative bila dengan hasil lebih dari 10mm dari kertas saring yang basah selama 5
menit.kedua mata harus memproduksi air mata yg sama jumlahnya.
3. Pemeriksaan slit lamp
Dengan alat ini kita mengetahui segmen anterior dan segmen posterior
4. Respon refelek pupil
5. Keratometri (pengukuran retina)
Untuk mengukur radius kelengkungan kornea dalam 2 meridian yg terpisah 90 derajat.
6. Pewarnaan flurosensi kornea
Hanya epitel kornea yg rusak yg bersifat menyerap flurosen. Dengan cara tete irigasi
pada mata : +warna hijau terjadi kerusakan pada epitel kornea
Indikasi tes flurosen :
Siklopegik
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta;EGC
Hollwich F. Buku panduan oftalmologi. Edisi 2. Jakarta: Binarupa Aksara, 2009.p.57- 81.
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2009.
Vaughan DG, Asbury T. Oftalmologi Umum. In: Ivan R. Schwab, MD, Chandler R. Dawson,
MD, editors. Konjungtiva: konjungtivitis. 14th ed. Jakarta: Widya Medika; 2000.p.99-113
Seluk belok pemeriksaan mata. Diunduh dari http://www.tanyadokter.com/healthtest.asp?
id=1001289, 2006.
1.P. T. Khaw, P. Shah, A. R. Elkington. ABC of Eyes: history and examination, red eye. 4th ed.
London: BMJ Publishing Group Ltd; 2007.p.1-14.
American Optometric Association. Conjunctivitis. Diunduh dari
http://www.aoa.org/conjunctivitis.xml, 2010.
Medindia Health Network Pvt Ltd. Conjunctivitis. Diunduh dari
http://www.medindia.net/education/familymedicine/ConjunctivitisPathophysiology.htm, 2010.
Ikarowina Tarigan. Tips kenali dan atasi mata merah. Diunduh dari
http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/03/09/928/4/
Tips-Kenali-dan-Atasi-Mata-Merah, 2009.
Penyakit Mata Dan Kesannya Kepada Orentasi Dan Mobility . Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/19417654/Penyakit-Mata-Dan-Kesannya-KepadaOrentasi-Dan-Mobility?secret_password=&emid=10765381, 2009.
Micheal A Silverman, MD. Conjunctivitis: treatment & medication. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/797874-treatment-&-medication, 2009.
Complications of conjunctivitis infective. Diunduh dari
http://www.nhs.uk/Conditions/Conjunctivitis-infective/Pages/Complications.aspx,
2010.