Dosen Pengampu :
Dr. John Suprihanto, MIM.
Disusun Oleh :
Awangku Zeffrey Ali Musa Jeludin
37R14003 14/376103/PEK/20272
(Kelas Reguler Angkatan 37 Kampus Jakarta)
KASUS I :
Kasus Iklan Minuman Berenergi (Kuku Bima Energi vs Exra Joss)
Iklan produk minuman berenergi yaitu Kuku Bima Energi dan Extra Joss merupakan
contoh iklan yang tidak beretika dalam dunia bisnis. Karena dalam dua iklan tersebut,
mereka saling menjatuhkan satu sama lain dengan sindiran sindiran yang ada di
dalam iklan. Kuku Bima Energi memiliki slogan Kuku Bima Energi Roso yang
artinya memiliki banyak rasa dalam setiap pilihan minuman tersebut yakni rasa
original, anggur, jambu, jeruk, kopi, dan teh. Sedangkan dalam iklan Extra Joss hanya
menampilkan satu rasa yaitu rasa original dan Extra Joss membuat slogan Laki Kok
Minum Yang Rasa-Rasa dengan maksud menyindir konsumen Kuku Bima Energi
yang meminum minuman berenergi dengan aneka pilihan rasa. Dari slogan slogan
yang ditunjukan dari dua minuman berenergi tersebut, dapat dikatakan bahwa secara
tidak langsung Extra Joss menyindir Kuku Bima Energi.
Opini :
Menurut saya kasus iklan Kuku Bima Energi dengan Extra Joss yang saling
menyindir satu sama lain dapa dikatakan kasus yang menyinggung etika dalam
berbisnis. Mereka saling membuat sindiran - sindiran melalui slogan yang ingin
menarik minat konsumen satu sama lain. Seperti yang kita ketahui dalam menciptakan
aura kompetisi dalam berbisnis harus dengan persaingan yang sehat. Akan tetapi
dalam kasus ini, persaingan tidak sehat muncul karena ada upaya untuk menjatuhkan
salah satu pihak dengan menyindir melalui media iklan. Seharusnya dalam berbisnis
sebaiknya jangan saling menjatuhkan satu sama lain, karena dengan saling
menjatuhkan akan membuat citra perusahaan menjadi buruk dan konsumen pun tidak
akan berminat atau percaya memilih produk tersebut.
Jika kita lihat dari sisi etika bisnis, Extra Joss merupakan pihak yang
menyinggung etika. Salah satu prinsip etika bisnis yaitu utilitarianisme mengatakan
bahwa suatu bisnis dikatakan etis apabila bisnis yang dilakukan dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat (Velasquez, 2014). Extra Joss dapat merugikan masyarakat
karena sindiran yang ditujukan kepada Kuku Bima Energi membuat masyarakat tidak
memiliki pilihan lain dalam menikmati minuman berenergi. Masyarakat terlebih
konsumen pria menjadi ragu akan jati diri mereka apakah minuman berenergi lebih
baik rasa original saja atau tidak akibat adanya slogan dari Extra Joss. Padahal rasa
tidak menentukan apakah minuman tersebut menjadikan kita lebih berenergi atau
tidak melainkan konten dari minuman tersebut. Konsep utilitarianisme dalam kasus
ini
menunjukan
bahwa
masyarakat
seharusnya
mempunyai
pilihan
dalam
KASUS II :
Dugaan Penggelapan Pajak Indosat IM3
IM3 adalah salah satu bisnis unit dari Indosat telah diduga melakukan penggelapan
pajak dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
( SPT Masa PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember
2002. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik
kembali. Karena itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. Ada lebih dari
750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar pajak dengan cara
melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut. Dalam kasus ini
terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara
dan otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi. Manajemen juga
melakukan konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan
manipulasi laba yang menguntungkan dirinya dan korporasi sehingga merugikan
banyak pihak dan pemerintah. Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan
dalam kasus ini.
Opini :
Penggelapan pajak yang dimanipulasi oleh suatu perusahaan untuk
menguntungkan korporasi menjadi salah satu praktek tindakan tidak beretika yang
terjadinya cukup sering di Indonesia. Praktek suap menyuap di berbagai pihak
menjadi solusi untuk menutupi angka pajak yang seharusnya disetorkan kepada
negara. Negara pun menjadi dirugikan karena ada perusahaan yang tidak ingin
membayar pajak secara jujur. Jika kita analisis dari kacamata etika bisnis kasus
Indosat IM3 ini bisa kita lihat dari tiga sisi yaitu,dari sisi Indosat sebagai perusahaan
tertanggung, dari sisi pejabat negara yang berwenang, dan ketiga dari sisi auditor yang
mengaudit keuangan perusahaan Indosat.
Indosat merupakan salah satu pemain besar di industri telekomunikasi di
Indonesia. Terlebih lagi Indosat sudah menjadi perusahaan terbuka dan sebagian
sahamnya dimiliki oleh publik. Dengan adanya kasus ini para penanam modal asing
tidak beretika secara bisnis karena melanggar peraturan yang berlaku di negara tempat
mereka menanamkan modalnya. Pajak adalah satu sumber pemasukan negara untuk
membangun negeri, seharusnya para penanam modal asing dapat menyampaikan rasa
KASUS III :
Kasus Etika Bisnis Indomie di Taiwan dan Hong Kong
Indomie mendapat larangan untuk beredar di Taiwan dan Hong Kong karena disebut
mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran
makanan di kedua negara tersebut. Zat yang terkandung di dalam Indomie adalah
methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut
biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik dan para pihak berwenang
Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.
Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak
memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie ini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera
memanggil Kepala BPOM Kustantinah. Kita akan mengundang BPOM untuk
menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis
ini, kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus
Indomie ini bisa terjadi, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu
akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang
terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk
dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya
bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasan mie
instan tersebut. Akan tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas
wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Bila kadar nipagin melebihi
batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan
dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan
unggas, maka akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah - muntah
dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Opini :
Kasus Indomie yang menjadi salah satu produk andalan Indonesia di luar
negeri menjadi sorotan Komisi IX anggota DPR mengingat produk Indomie
merupakan komoditas produk eksport Indonesia yang bernilai besar dan memiliki
dampak signifikan terhadap perekonomian negara. Adanya larangan beredarnya
produk Indomie di dua negara sekaligus menjadi salah satu batu sandungan terkait
nama baik Indonesia dan Indomie itu sendiri. Pelanggaran etika bisnis yang terjadi
dalam kasus ini adalah pelanggaran penggunaan zat berbahaya bagi manusia yang
dilakukan oleh Indofood selaku pemilik dan produsen produk Indomie. Resiko dari
penggunaan zat methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid jika dikonsumsi
secara berlebih adalah rasa mual hingga muntah dan berefek panjang terkena penyakit
kanker.
Indofood seharusnya mematuhi standar yang sudah ditentukan terkait dengan
pemakaian zat zat tertentu di dalam kandungan produk pangan. Dampak yang dapat
terjadi dari pelanggaran ini adalah kesehatan konsumen dapat terganggu dan ini
merupakan pelanggaran etika. Etika bisnis di dalam bisnis makanan sudah diatur
dalam kode etik tersendiri salah satu regulasinya ada di atur dalam Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Akan tetapi dalam kasus Indomie
ini, yang menemukan kejanggalan dalam kandungan produk Indomie adalah pihak
asing yaitu Taiwan. Pihak dalam negeri terutama BPOM RI tidak menyadari adanya
kandungan dua zat berbahaya ini di dalam kandungan Indomie. Terlebih lagi Indomie
merupakan produk utama dalam mie instan yang menguasai 75% pasar mie instan di
Indonesia serta menjadi komonitas eksport ke sejumlah negara di dunia.
Pelanggaran etika bisnis yang dilakukan Indofood adalah semata mata agar
produk mereka tahan lama di pasaran dan dapat disimpan berbulan bulan. Akan
tetapi hal ini tidak beretika karena bersinggungan langsung dengan faktor kesehatan
konsumen. Seharusnya Indofood tidak menggunakan zat zat kimia berbahaya yang
menguntungkan mereka. Indofood sebagai raksasa produsen pangan di Indonesia,
harus patuh dalam standar produk pangan yang sudah ditetapkan guna kepentingan
bersama. Indofood harus mematuhi kode etik yang berlaku terutama yang berkaitan
dengan etika bisnis. Jika tidak segera mematuhi etika yang ada, dampak Indomie akan
menurun pangsa pasarnya bisa saja terjadi.
Daftar Pustaka
Velasquz, M.G. (2014). Business Ethics Concepts amd Cases 7th Edition. Edinburgh :
Pearson Education Limited