Anda di halaman 1dari 34

1

LAPORAN KASUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

LAPORAN KASUS
Premature Rupture of Membrane
(PROM)

Oleh:
Mimi Hudatia
15174009

PEMBIMBING:
dr. Fita Drisma, Sp.OG M.kes
dr. Arika Husnayanti Aboebakar Sp.OG

OBSTETRI GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TEUKU CIKDITIRO
SIGLI
2015

DAFTAR ISI

Judul
............................................................................................................
i
Lembar Persetujuan
............................................................................................................
ii
Daftar Isi
............................................................................................................
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
........................................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
............................................................................................................
2
1.3 Tujuan
............................................................................................................
2
1.4 Manfaat
............................................................................................................
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ketuban


..............................................................................................
3
2.1.1 Anatomi Ketuban
............................................................................................................
3
2.1.2 Fisiologi Ketuban
............................................................................................................
3
2.2 PROM (Premature Rupture of Membrane)
..............................................................................................
5
2.2.1 Definisi PROM
...................................................................................................
5
2.2.2 Epidemiologi PROM
...................................................................................................
5
2.2.3 Mekanisme terjadinya PROM
...................................................................................................
6
2.2.4 Diagnosis PROM
...................................................................................................
6
2.2.5 Penatalaksanaan
...................................................................................................
8
2.2.6 Komplikasi PROM
...................................................................................................
11
BAB 3 LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
..............................................................................................
13

3.2 Anamnesa
..............................................................................................
14
3.3 Pemeriksaan Fisik
..............................................................................................
14
3.4 Diagnosis Banding
..............................................................................................
16
3.5 Planning Diagnosis
..............................................................................................
16
3.6 Diagnosis Kerja
..............................................................................................
17
3.7 Planning Treatment
..............................................................................................
18
3.8 Planning Monitoring
..............................................................................................
18
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Faktor Predisposisi PROM
..............................................................................................
22
4.2 Diagnosis PROM
..............................................................................................
23
4.3 Penatalaksanaan PROM
..............................................................................................
24
4.4 Prognosis
..............................................................................................
27

4.5 Alat Kontrasepsi yang Cocok Digunakan untuk Pasien


..............................................................................................
27
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
..............................................................................................
29
5.2 Saran
...................................................................................................................
29
Daftar Pustaka
...................................................................................................................
31

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Premature Rupture of Membran (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya
ketuban sebelum waktunya melahirkan, yaitu pada usia kehamilan aterm atau
lebih dari 37 minggu, dimana dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah
dalam proses persalinan (Valemhnska, 2009; Parry & Strauss, 1998). PROM
merupakan salah satu komplikasi sering pada kehamilan, yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal serta maternal (Parry &Strauss,
1998). Kejadian

PROM berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran,

dan

preterm terjadi

1% dari semua kehamilan, 70% kasus PROM terjadi pada

kehamilan cukup bulan dan PROM merupakan penyebab kelahiran premature


sebanyak 30% (Gofar, 2010; Miller, 2009).
Terjadinya ketuban yang pecah dalam proses persalinan secara umum
disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Pecahnya selaput
ketuban juga berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam
kolagen matriks ekstraselular amnion, korion, dan apoptosis membran janin.
Komplikasi yang disebabkan akibat PROM pada usia kehamilan, antara lain
infeksi maternal dan neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitasjanin, gagalnya persalinan normal, atau meningkatnya insiden
seksio sesaria (Saifuddin, 2008).
Penegakan diagnosis pecahnya selaput ketuban pada kehamilan adalah
dengan adanya cairan ketuban di vagina. Penentuan cairan ketuban dapat
dilakukan dengan tes lakmus (Nitrazin test) yang menunjukkan perubahan warna
menjadi warna biru. Selain itu, perlu ditentukan pula usia kehamilan dan ada atau
tidaknya tanda-tanda infeksi. Penanganan pada PROM tergantung pada diagnosis
yang ditegakkan, yang terdiri dari penanganan konservatif dan penanganan aktif
(Saifuddin, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1

Apa saja faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM?

1.2.2

Bagaimana prognosis pada pasien ini?

1.2.3

Apakah alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien ini?

1.3 Tujuan
1.3.1

Mengetahui faktor predisposisi pada pasien ini sehingga terjadi PROM.

1.3.2

Mengetahui prognosis pada pasien ini.

1.3.3

Mengetahui alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien ini.

1.4 Manfaat

Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan


pemahaman dokter muda mengenai PROM dalam hal pelaksanaan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi serta monitoring pada pasien PROM.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ketuban


2.1.1 Anatomi Ketuban
Selaput ketuban secara mikroskopis terdiri dari lima lapisan. Lapisan
terdalam yang dibasahi cairan ketuban dibentuk oleh satu lapisan epithelial
kuboidal yang melekat pada membran basalis yang melekat pada lapisan kompak
aselular yang terdiri dari interstitial kolagen. Di luar lapisan kompak ini terdapat
lapisan sel mesenkimal. Lapisan terluar dari ketuban adalah lapisan zona
spongiosa. Lapisan terluar ketuban berhubungan langsung dengan lapisan
chorion. Umbilical amnion melapisi tali pusat (Parry & Strauss, 1998).
2.1.2 Fisiologi cairan Ketuban
Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7
atau ke-8 perkembangan janin. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion,
berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal
mudigah. Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena
adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari
lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan
aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal.

Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20


minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion
lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri (Parry & Strauss, 1998).
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embriogenesis, amnion
merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua
arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk
uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa
menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan
permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa
cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang
memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus
pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal (Parry & Strauss,
1998).
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki
peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu.
Cairan amnion adalah 98% air dan elektrolit, protein, peptide, hormon,
karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa penelitian, komponen-komponen cairan
amnion

ditemukan

memiliki

fungsi

sebagai biomarker potensial

bagi

abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan,


sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor
pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan

usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam


pengembangan medikasi stemcell (Parry & Strauss, 1998)

2.2 PROM (Premature Rupture of Membran)


2.2.1 Definisi PROM
Ketuban pecah dini (Saifuddin, 2008) atau dikenal juga sebagai premature
rupture of membrans (PROM) adalah adanya rupture dari membran fetus secara
spontan sebelum onset dari persalinan pada kehamilan aterm. Bila ruptur yang
demikian terjadi sebelum kehamilan aterm (sebelum usia 37 minggu gestasi),
maka kondisi ini disebut sebagai preterm premature rupture of membrans
(PPROM). Hal ini berbeda dari keadaan normal dimana selaput ketuban akan
pecah dalam proses persalinan (Saifuddin, 2008). Dalam keadaan normal, Selaput
ketuban pecah dalam proses persalinan.
2.2.2 Epidemiologi PROM
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil
yang bervariasi. Insidensi PROM berkisar antara 8 10 % dari semua kehamilan.
Hal yang menguntungan dari angka kejadian PROM yang dilaporkan, bahwa
lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang kurang
bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau
PROM pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur
(Parry & Strauss, 1998).

PROM merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan


kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian
perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan PROM pada kehamilan
kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Parry & Strauss, 1998).
2.2.3 MekanismeTerjadinya PROM
Ketuban pecah pada persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu pada selaput ketuban terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban akan mudah pecah. Melemahnya selaput ketuban ada hubunganya
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester
akhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Ketuban pecah dini pada premature ataupun aterm disebabkan oleh faktorfaktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina, trauma pada ibu,
malposisi. Ketuban pecah dini premature sering terjadi pada polihidramnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta.

2.2.4 Diagnosis PROM


Ibu harus selalu diperingatkan selama periode antepartum untuk
mewaspadai keluarnya cairan dari vagina dan untuk segera melaporkan kejadian
ini. Hal ini penting, untuk kemudian ditegakkannya segera diagnosis pecah
ketuban karena 3 alasan. Pertama, bila bagi anter bawah janin (presentasi janin)
belum terfiksasi pada pelvis, kemungkinan prolaps dan kompresi dari tali pusat
sangat meningkat. Kedua, persalinan mungkin akan segera terjadi bila kehamilan
mendekati atau telah mencapai usia aterm. Ketiga, bila persalinan tertunda setelah
terjadinya pecah ketuban, resiko infeksi intrauterin semakin meningkat seiring
dengan peningkatan jarak waktu dengan persalinan (Parry & Strauss, 1998).
Diagnosis pecahnya selaput ketuban didapatkan dengan adanya cairan
ketuban di vagina (Saifuddin, 2008). Juga pada pemeriksaan inspekulo,
didiagnosa dengan ditemukannya genangan cairan amnion pada fornix posterior
atau adanya cairan bening yang mengalir dari canalis servikalis. Meskipun
terdapat beberapa tes diagnosis yang direkomendasikan untuk mendeteksi pecah
ketuban, tidak ada yang sepenuhnya dapat diandalkan. Jika diagnosis tetap tidak
dapat dipastikan, terdapat metode lain yang melibatkan pengukuran pH dari cairan
vagina. Normalnya, pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5 sampai 5,5,
sedangkan cairan amnion biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5. Penggunaan
indikator nitrazine untuk mengidentifikasi pecahnya ketuban merupakan metode
yang sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes diimpregnasi dengan
pewarna, dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan cairan vagina diintepretasi

dengan bagan warna standar (tes lakmus, perubahan warna merah menjadi
biru(Saifuddin, 2008). PH diatas 6,5 adalah konsisten dengan ketuban pecah.
Hasil tes positif palsu dapat terjadi dengan adanya darah, semen, atau bacterial
vaginosis pada saat yang bersamaan, sedangkan hasil negatif palsu dapat terjadi
bila cairan yang ada terlalu sedikit (American Academy of Pediatrics and
American College of Obstetricians and Gynecologists, 2007). Penggunaan
antiseptik alkalin juga dapat menaikkan pH vagina (Saifuddin, 2008; Divisi
Fetomaternal, 2008).
Tes lainnya meliputi pembentukan pola seperti bulu dari cairan vagina
yang mengarah pada adanya cairan amnion bukannya sekresi serviks. Cairan
amnion akan mengkristal dan membentuk pola seperti bulu akibat konsentrasi
relatif dari natrium klorida, protein dan karbohidrat. Deteksi alpha-fetoprotein
pada vagina juga telah digunakan untuk mengidentifikasi adanya cairan amnion
oleh Yamada dan koleganya (1998). Identifikasi juga dapat dilakukan sesudah
injeksi indigo carmine ke dalam kantong amnion melalui abdominal
amniosentesis (Varney, 2004). Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan
penggunaan ultrasound dimana adanya PROM dapat dikonfirmasikan dengan
adanya oligohidramnion (Saifuddin, 2008).
2.2.5

Penatalaksanaan
Konservatif (rawat di rumah sakit)

Berikan antibiotik (ampisilin 4x 500 mg atau eritromisin bila tidak


tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari)

Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat sampai air ketuban
tidak keluar lagi

Usia kehamilan 32- 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi


dan tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tana
infeksi, dan kesejahterhan janin.

Lakukan terminasi pada usia kehamilan 37 minggu.

Usia 32- 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan


tokolitik, deksametason, dan lakukan induksi sesudah 24 jam.

Usia 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotik dan induksi, nilai
tanda-tanda infeksi.

Pada usia 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu


kematangan paru janin. Betametason diberikan dengan dosis 12
mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

Aktif

Usia kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitsin, bila gagal


lakukan seksio sesarea. Dapat juga diberikan misoprostol 25 g
50 g intravaginal intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila
ada tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan akhiri
persalinan.

Bila Pelvic Score <5, lakukan pematangan serviks, kemudian


induksi. Jika gagal lakukan seksio sesarea.

Bila pelvic score >5, induksi persalinan.

10

Berdasarkan Pedoman Diagnosis Fetomaternal RSSA, 2008, tatalaksana


Premature Rupture of the Membran:
-

Induksi persalinan jika:

12 jam belum inpartu

Terdapat tanda infeksi intra uterin

Tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan persalinan

Bila PS>5 dilakukan induksi dengan oksitosin drip


PS<5 dilakukan ripening dengan misoprostol 50

g/6 jam

sampai PS>5 dilanjutkan oksitosin drip.


-

Berikan antibiotik Gentamycin 2x80 mg IV


Pada infeksi intra uterin diberikan kombinasi obat sampai 48 jam
bebas panas, obat tersebut antara lain:

Ampicillin 3x1gr

Gentamycin 2x80gr

Metronidazole 3x500mg.

Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm, baik dengan atau
tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Bila terdapat prolaps tali pusat,
pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin
dengan posisi sujud. Kalau perlu kepala janin didorong keatas dengan 2 jari agar
tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat
yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat
rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotic seperti penisilin

11

prokain 1,2 juta IU IM tiap 12 jam dan ampisilin 1 g per oral diikuti 500 mg tiap 6
jam atau eritromisin dengan dosis yang sama. (Saifuddin, 2008; Bruce 2010).
Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan
lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi
persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvic kurang dari 5 atau
ketuban pecah lebih dari 6 jam dan skor pelvic lebih dari 5, seksio sesarea bila
ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvic kurang dari 5 (Saifuddin, 2008).
Induksi persalinan sendiri menggambarkan usaha menstimulasi kontraksi
sebelum onset persalinan spontan dengan ataupun tanpa adanya pecah ketuban.
Indikasi dari induksi persalinan adalah ketika keuntungan yang didapatkan, baik
oleh ibu maupun fetus, melebihi keuntungan yang didapatkan bila kehamilan
dilanjutkan. Indikasinya termasuk kondisi yang membutuhkan penanganan segera
seperti ketuban pecah dengan korioamnionitis atau preeklamsia berat. Indikasi
yang lebih sering adalah PROM, hipertensi gestasional, status janin yang
mengkhawatirkan, kehamilan posterm, dan berbagai kondisi medis ibu seperti
hipertensi kronis dan diabetes (American College of Obstetricians and
Gynecologists, 1999 dalam Cunningham et al., 2010). Kontraindikasi dari induksi
persalinan mirip dengan kontraindikasi dari persalinan spontan. Faktor janin
termasuk makrosomia, kehamilan kembar, hidrosefalus berat, malpresentasi atau
status janin yang mengkhawatirkan. Untuk beberapa faktor kontraindikasi ibu
berhubungan dengan tipe insisi uterin sebelumnya, panggul sempit atau anatomi
panggul yang berbeda, implatasi plasenta abnormal, dan kondisi seperti infeksi
herpes genital aktif atau kanker serviks (Saifuddin, 2008)

12

2.2.6 Komplikasi PROM


Setelah ketuban pecah normalnya segera disusul dengan persalinan. Pada
kehamilan aterm 90% persalinan terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah
(Saifuddi, 2008). Sedangkan berdasarkan Parry dan Strauss (1998) setelah
terjadinya PROM, 70% ibu akan memulai persalinan dalam 24 jam dan 95%
dalam 72 jam. Dengan perkembangan klinis yang relatif cepat kearah persalinan
setelah

terjadinya PROM, maka tujuan dari penanganan PROM adalah

meminimalkan resiko infeksi intrautein tanpa meningkatkan insidens sectio


cesarian. Karena, seperti telah dijelaskan sebelumnya, komplikasi yang mungkin
timbul dari PROM adalah infeksi maternal ataupun neonatal dan hipoksia karena
kompresi tali pusat (Saifuddin, 2008; Bruce, 2010), meningkatnya insiden sectio
cesarean, atau gagalnya persalinan normal. Risiko infeksi ibu dan anak meningkat
pada ketuban pecah dini yaitu dapat terjadi koriamnionitis dan pada bayi dapat
terjadi septikemia, pneumonia, dan omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi.
Korioamnionitis merupakan keadaan pada ibu di mana korion, amnion,
dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri, yang merupakan komplikasi paling
serius bagi ibu dan janin (Saifuddin, 2008). Terdapat berbagai macam organisme
yang dapat menyebabkan korioamnionitis. Rute dari infeksi termasuk
ascendinginfection

dari

traktus

genetalia

bagian

bawah,

penyebaran

hematogenous dari darah ibu, penyebaran langsung dari endometrium atau tuba
fallopi, dan kontaminasi iatrogenik selama prosedur invasif. Dari semua ini,
ascendinginfection merupakan penyebab yang paling sering. Dimulai dengan

13

masuknya organisme yang menimbulkan infeksi awal pada korion dan desidua
disekitarnya pada area yang berada disekitar internal ostium. Hal ini dapat
berkembang

pada

keterlibatan

ketuban

pada

seluruh

ketebalannya

(korioamnionitis). Organisme kemudian dapat menyebar sepanjang permukaan


korioamnion dan menginfeksi cairan amnion. Juga dapat terjadi penyebaran lebih
lanjut pada plasenta dan tali pusat (funitis) (Jazayeri, 2010).
Infeksi pada janin dapat terjadi sebagai hasil penyebaran secara
hematogen, aspirasi, penelanan atau kontak langsung lainnya dengan cairan
amnion yang telah terinfeksi. Selain infeksi, dengan pecahnya ketuban terjadi
oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion,
yaitu semakin sedikit air ketuban, keadaan janin akan semakin gawat (Saifuddin,
2008).

BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien

Nama

: Ny. Adn

Usia

: 27 tahun

No.RM

: 130293

Alamat

: Meunasah Raya

JenisKelamin

: Perempuan

14

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Kewarganegaraan

: Indonesia

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Petani

Suami

: Tn. Drw

Umur

: 29tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Petani

Menikah

: 1 kali

Lama menikah

: 1 tahun

Kehamilan

: G1 P0 A0 + PROM + H 36 mg

Riwayat KB

: (-)

HPHT

: tidak di ketahui

Tanggal MRS

: 04 06 - 2015

3.2 Anamnesa
Keluhan utama: keluar cairan jernih dari jalan lahir.

G1 P0 A0 merasa hamil 9 bulan. Mengeluh keluar cairan banyak dari jalan


lahir sejak Tanggal 3-6-2015 pukul 16.00 wib tetapi pasien tetap di rumah.
Cairan jernih tidak berbau tidak di sertai panas badan.

15

Pada tanggal 4-6-2015 pukul 08.00 wib keluar darah dri jalan lahir. Mules
mules yang semakin kuat di rasakan sejak pukul 09.00.

Gerakan bayi masih di rasakan ibu.

Pasien di observasi tanggal 4-6-2015 pukul 10.00 di ruang Vk RSUD. Teuku


Cikditiro Sigli.

Riwayat keputihan (+) saat usia kehamilan 8 bulan, kental, gatal (+), berbau
(+), berwarna putih kekuningan.

Trauma (-), pijat perut (-), demam (-)

ANC dilakukan sebanyak 4x di spesialis kandungan.

Ini kehamilan pertama pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis

Tinggi badan

: 160 cm

Berat badan

: 78 kg

Tensi

: 130/80 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

RR

: 20 x/menit

Suhu axilla

: 37,30C

Kepala dan leher

: anemis / ,icterus /
Pembesaran kelenjar leher /

16

Thorax

: C/ S1S2 tunggal, regular, Iktus palpable ICS V,


MCL sinistra
: P/ Simetris, suara paru vesikular, Rh ,Wh

Abdomen

o Tinggi Fundus Uteri (TFU)

: 28 cm

o Letak janin

: letak bujur U

o Bunyi Jantung Anak (DJJ)

: 139 x/menit

o Taksiran Berat Janin (TBJ)

: 2635 gram

o His

: (+) 10.3.30

Ekstremitas

: Dalam batas normal

Genital Eksterna

: Aliran ketuban (+)

VT

:
o Pembukaan 1 cm
o Effacement 100%
o Hodge III
o Presentasi kepala
o Denominator sutura sagitalis melintang
o Ketuban (-), jernih

3.4 Diagnosis Banding


G1 P0 A0
+ Kala I fase aktif

17

+ Riwayat PROM
+ H 36 mg
3.5 Planning Diagnosis
Non Stressed Test Cardiotocography (CTG)

o Baseline rate 132 bpm


o Variability 5 10 bpm
o Acceleration : (+)
o Hasil - kesimpulan: normal CTG

Diagnosis Kerja
G1 P0 A0 + H 36 mg
+ Kala I fase aktif
+ Riwayat PROM
3.6 Planning Treatment

Evaluasi setelah 18 jam ketuban pecah setiap 2 jam

Pro exp pervaginam

3.7 Planning Monitoring

Vital Signs, keluhan subyektif, his, DJJ

Tanda-tanda infeksi intrauterine

Tanda-tanda inpartu
Follow Up

18

Tanggal

Subjektif

Objektif

Assessment

Planning

19

04/06/201
5
Pk 11.30

Ibu
merasa
mules

KU : baik, CM
T : 120/70
N : 90x/menit
RR : 20x/menit

G1 P0 A0 +
H 36 mg

Observasi keadaan ibu

Pantau DJJ his dan


kemajuan persalinan

Amoxilin 3 x 1

Misoprostol 1/6 tab/ 6


jam pevagina

+ Kala I
+Riwayat
PROM

T ax : 37.2oC
K/L : an -/-, ict -/Thorak :c/ dbn
p/ dbn
Abd : TFU 28 cm, letak
bujur U , DJJ : 132x,
TBJ = 2635 g, HIS
10.3.35/sk

Ibu dipimpin mengejan


-Pro exp pervaginam

VT : : 0 cm , ketuban
(-), jernih, presentasi
kepala.
04/06/201
5
Pk 17.30

Ibu
merasa
mules

KU : baik, CM
T : 120/70
N : 90x/menit
RR : 20x/menit
T ax : 37.2oC
K/L : an -/-, ict -/Thorak :c/ dbn
p/ dbn
Abd : TFU 28 cm, letak
bujur U , DJJ : 135x,
TBJ = 2635 g, HIS
10.3.35/sk
VT : : 8 cm , ketuban

Vital sign

Keluhan subjektif

G1 P0 A0 +
H 36 mg

Observasi DJJ, HIS da


kemajuan persalinan

+ Kala I

Ivfd RL 20 tts/i

+Riwayat
PROM

Amoxilin 3 x 1

Misoprostol 1/6 tab / 6


jam

20

(-), jernih, presentasi


kepala.
04/06/201
5
Pk 21.00

Ibu
KU : baik, CM
merasa
T : 120/70
mules
dan ingin
mengeja N : 90x/menit
n
RR : 20x/menit

G1 P0 A0 + Ibu dipimpin mengejan


H 36 mg
- Vital sign
+ Kala II
- Keluhan subjektif
+Riwayat
PROM

T ax : 37.2oC
K/L : an -/-, ict -/Thorak :c/ dbn
p/ dbn
Abd : TFU 28 cm, letak
bujur U , DJJ : 139x,
TBJ = 2635 g, HIS
10.3.35/sk
VT : : lengkap ,
ketuban (-), jernih,
presentasi kepala.
Laporan Tindakan Persalinan Kala II
Tindakan Spontan Belakang Kepala, tanggal 04-06-2015 jam 21.00 WIB
DPO : G1 P0 A0 H 36 mg + Kala II + Riwayat PROM
1. Ibu ingin mengejan
2. Dilakukan VT, pembukaan lengkap, presentasi kepala, UUK jam
01.00 H IV
3. Penderita ditidurkan dengan posisi litotomi
4. Bersamaan dengan his, ibu dipimpin mengejan,tampak kepala
maju mundur di vulva kepala meregang vulva,

21

5. Dengan tangan kanan menahan perineum dan tangan kiri menjaga


defleksi kepala dan dengan subocciput dibawah simfisis sebagai
hipomochlion, berturut-turut lahirlah UUB, dahi, mulut, dagu dan
akhirnya lahirlah seluruh kepala. Kepala mengadakan putar paksi
luar. Mulut dan hidung bayi dibersihkan.
6. Kepala dipegang secara biparietal, ditarik curam kebawah sampai
bahu depan lahir, kemudian dielevasikan ke atas sampai bahu
belakang lahir, lalu ditarik sesuai arah sumbu panggul, lahirlah
bayi laki-laki, BB2600 gram, PB 46 cm, hidup, AS 6/7, jam 21.30
WIB.
7. Tali pusat diklem di dua tempat (5cm dan 10cm diatas abd bayi),
dipotong ditengah-tengahnya, bayi dirawat.
8. Plasenta tidak lahir, di lakukan pengeluaran placenta secara
manual.
9. Eksplorasi jalan lahir, SBR, servix, vagina ruptur (-), perdarahan
(+).
DDO :G1 P0 A0 + H 36 mg + Kala II + Riwayat PROM
Kala III :Tanggal 04/06/2015 pukul 22.00 plasenta dilahirkan secara
manual dengan peregangan tali pusat terkendali, berat 500 gram,
diameter 20 cm, tebal 2 cm, kalsifikasi (+), infark (-), panjang
talipusat 50 cm. Pasie mengalami pendarahan,
- pasang infus 2 jalur,
- kateter urin

22

-misoprostol 4 tab perrektal,


-drip pitogin 2 amp,
-bolus metergin 1 amp.
- cek laboratorium hb 9,1 gr/dl

Kala IV :

2 jam post partum: 04/06/2015 pukul 24.00


TFU : 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik, pendarahan
berhenti TD: 120/80 mmHg, N: 80x/menit, perdarahan 150
cc, Pindah ke Rawat Nifas.

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Faktor Predisposisi PROM


Etiologi dari PROM bersifat multifaktorial (Parry and Strauss, 1998).
Mekanisme rupture dari fetal membran intrapartum telah dihubungkan dengan
melemahnya membran secara menyeluruh akibat dari kontraksi dan peregangan
yang berulang melambangkan titik awal pecahnya ketuban.
Defisiensi nutrisi juga menjadi faktor resiko ibu memiliki struktur kolagen
abnormal dan telah dihubungkan dengan peningkatan resiko PROM.Faktor
lainnya adalah merokok, yang secara sendirian dapat meningkatkan resiko
terjadinya PROM. Merokok memiliki hubungan dengan menurunnya konsentrasi

23

serum ascorbic acid.Selain itu, Cadmium dalam tembakau telah terbukti


meningkatkan metallothionein, protein pengikat logam, dalam trophoblast yang
dapat menyebabkan sequestrasi dari tembaga (Parry and Strauss, 1998).
Faktor resiko lainnya adalah infeksi.Sebenarnya, telah lama diperdebatkan
infeksi intrauterin merupakan penyebab atau konsekuensi dari PROM.
Mekanisme pecah selaput ketuban dengan infeksi intrauterin sebagai faktor resiko
melibatkan beberapa mekanisme, yang mana setiap mekanisme menginduksi
degradasi dari matriks ekstraseluler (Parry and Strauss,1998)..
Overdistensi uterus akibat adanya polihidramnion atau kehamilan multifetus
menginduksi peregangan selaput ketuban yang pada akhirnya meningkatkan
resiko terjadinya PROM. Peregangan mekanik dari selaput ketuban menyebabkan
terjadinya up-regulation dari produksi beberapa faktor amnion, termasuk
prostaglandin E2 dan interleukin-8 (Parry and Strauss, 1998).
Pada pasien ini, dari data anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh
keputihan sejak usia kehamilan 8 bulan, kental, gatal (+) dan berbau selama satu
minggu. Kemudian pasien berobat ke bidan dan dianjurkan untuk mencuci area
genitalia dengan air rebusan sirih. Setelah itu pasien mengaku keputihan hilang.
Padausia kehamilan yang sama pasien juga mengeluhkan anyang-anyangan,
namun tidak disertai nyeri saat berkemih, maupun tidak disertai darah. Hal ini
dapat berhubungan dengan adanya infeksi yang mungkin disebabkan hygiene
pasien yang kurang baik. Kemungkinan faktor predisposisi terjadinya PROM pada
pasien ini adalah disebabkan adanya infeksi.
4.2 Diagnosis PROM

24

Ketuban pecah dini atau dikenal juga sebagai premature rupture of membrans
(PROM) adalah adanya ruptur dari membran fetus secara spontan sebelum onset
dari persalinan pada kehamilan aterm (Saifuddin dkk., 2009). Penegakan
diagnosis PROM pada pasien ini sudah sesuai dengan teori karena berdasarkan
data anamnesis didapatkan adanya cairan jernih keluar dari jalan lahir. Pada
pasien ini, dari hasil pemeriksaan tampak cairan jernih keluar dari OUE genangan
ketuban di fornix posterior, selaput ketuban telah pecah, cairan bening di vagina,
pemeriksaan pH dengan menggunakan kertas lakmus (indikator nitrazine)
menunjukkan perubahan warna kertas lakmus menjadi warna biru. Pembukaan 6
cm dan effacement 100%, serta kontraksi yang adekuat. Hal ini menunjukkan
terdapat tanda-tanda inpartu (dari segi power dan passage)(Saifuddin dkk.,2009).
Diagnosis pecahnya selaput ketuban didapatkan dengan adanya cairan
ketuban divagina (Saifuddin dkk.,2009). Juga pada pemeriksaan inspekulo,
didiagnosa dengan ditemukannya genangan cairan amnion pada fornix posterior
atau adanya cairan bening yang mengalir dari canalis servikalis.Pada pasien ini,
dari hasil pemeriksaan tampak cairan jernihkeluar dari OUE bertumpuk di fornix
posterior.
Meskipun terdapat beberapa tes diagnosis yang direkomendasikan untuk
mendeteksi pecah ketuban, tidak ada yang sepenuhnya dapat diandalkan. Jika
diagnosis tetap tidak dapat dipastikan, terdapat metode lain yang melibatkan
pengukuran pH dari cairan vagina.
Normalnya, pH dari sekresi vagina berkisar antara 4,5 sampai 5,5, sedangkan
cairan amnion biasanya berkisar antara 7,0 sampai 7,5. Penggunaan indikator

25

nitrazine untuk mengidentifikasi pecahnya ketuban merupakan metode yang


sederhana dan cukup dapat diandalkan. Kertas tes diimpregnasi dengan pewarna,
dan warna hasil reaksi strip kertas ini dengan cairan vagina di intepretasi dengan
bagan warna standar (tes lakmus, perubahan warna merah menjadi biru)
(Saifuddin dkk., 2009). PH diatas 6,5 adalah konsisten dengan ketuban pecah.
Hasil tes positif palsu dapat terjadi dengan adanya darah, semen, atau bacterial
vaginosis pada saat yang bersamaan, sedangkan hasil negatif palsu dapat terjadi
bila cairan yang ada terlalu sedikit (American Academy of Pediatrics and
American College of Obstetricians and Gynecologists, 2007). Penggunaan
antiseptic alkalin juga dapat menaikkan pH vagina (Saifuddin dkk., 2009).

4.3 Penatalaksanaan PROM


Berdasarkan Pedoman Diagnosis Fetomaternal RSSA, 2008, tata laksana
Premature Rupture of the Membran (PROM):
-

Induksi persalinan jika:

12 jam belum inpartu

FWB baik

Terdapat tanda infeksi intra uterin

Tidak ada kontra indikasi untuk dilakukan persalinan

Bila PS>5 dilakukan induksi dengan oksitosin drip

PS <5 dilakukan ripening dengan misoprostol 50g/6 jam sampai PS > 5


dilanjutkan oksitosin drip.

Berikan antibiotik Gentamycin 2 x 80 mg IV

26

Pada infeksi intra uterin diberikan kombinasi obat sampai 48 jam bebas
panas, obat tersebut antara lain:

Ampicillin 3 x 1 gr

Gentamycin 2 x 80 gr

Metronidazole 3 x 500 mg.

4.4 Prognosis
Prognosis pasien pada kasus ini baik, oleh karena penatalaksanaan yang
diberikantelah sesuai dengan teori dan pedoman untuk penatalaksanaan kasus
PROM dan tidak didapatkan tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu maupun
bayi.
4.5 Alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk pasien
Kondisi kesehatan reproduksi pasien ini harus selalu diperhatikan, baik
pada saat pasca persalinan maupun selanjutnya. Dari anamnesis diketahui bahwa
pasien terdapat riwayat mengalami keputihan sejak kehamilan bulan ke-8 sampai
pasien datang untuk melakukan pemeriksaan di bidan. Hal ini dapat berhubungan
dengan adanya infeksi yang mungkin disebabkan hygiene pasien yang kurang
baik. Sehingga diperlukan edukasi tentang pentingnya hygiene pasien dan
pemberian terapi di saat keputihan terjadi dan menimbulkan keluhan
berkepanjangan.
Kontrasepsi merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha-usaha tersebut dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen.
Kontrasepsi yang ideal harus memenuhi syarat-syarat antara lain dapat dipercaya,
tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan, daya kerja dapat diatur

27

menurut kebutuhan, tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus,


tidak memerlukan motivasi terus-menerus, mudah pelaksanaannya, murah, dan
dapat diterima oleh pasangan yang bersangkutan (Saifuddin,2008).
Pasien ini merupakan wanita berusia 35 tahun, menikah satu kali selama 1
tahun, dan kehamilan ini merupakan hamil yang pertama. Kontrasepsi yang dapat
menjadi pilihan dari segi keamanan dan efektifitas adalah pil hormonal
(membutuhkan keteraturan dalam penggunaannya) atau IUD.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Faktor predisposisi terjadinya PROM pada pasien ini adalah infeksi genital
(vulvovaginitis) dan aktifitas fisik yang berat.
2. Penegakan diagnosis PROM pada pasien ini sudah tepat. Dari anamnesa
didapatkan pasien merasakan adanya cairan jernih yang keluar dari jalan
lahir tetapi tidak disertai tanda-tanda inpartu dan bayi dalam keadaan
aterm. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya cairan yang mengalir
keluar dari OUE, tes lakmus merah berubah warna menjadi biru, yang
menunjukkan cairan bersifat basa.
3. Pilihan terapi pada pasien ini adalah antibiotik gentamycin IV 2 x80 mg.
4. Prognosis pasien pada kasus ini baik, karena penatalaksanaan yang
diberikan telah sesuai dengan teori dan pedoman serta tidak didapatkan
tanda-tanda adanya komplikasi pada ibu maupun bayi.

28

5. Kondisi kesehatan reproduksi pasien ini harus selalu diperhatikan, baik


pada saat pasca persalinan maupun selanjutnya. Pilihan alat kontrasepsi
(KB) yang digunakan berdasarkan segi keamanan dan efektifitasnya
adalah pil hormonal dan IUD.
5.2 Saran
1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang hygiene
agar tidak terjadi infeksi saat kehamilan.
2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang
mengalami (Premature Rupture of Membran) PROM untuk segera ke
tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

31

DAFTAR PUSTAKA

Bruce,

Elizabeth. 2010. Premature rupture of the Membrane.


http://www.compleatmother.com/prom.htm. Diakses 23 November 2013,
pukul 20.20

Divisi Fetomaternal. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Malang: Lab/SMF


Obstetri-Ginekologi FKUB/RSSA
Gofar,

Abdul.
2010.
Ketuban
Pecah
Dini.
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/ketuban-pecah-dini.pdf.
Diakses 23 November 2013, pukul 20.20

Jazayeri,
Alhazar.
2010.
Premature
Rupture
of
Membranes.
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview 2011. Diakses
pada 23 November 2013, pukul 20.20
Medina, Hill. 2006. Preterm Prematre Rupture of Membranes: Diagnosis and
Management.American Family Physician. 23 November 2013, pukul
20.20
Miller, Jekel. 2009. Epidemiology of Spontaneous Premature Rupture of
Membranes: Factors in Preterm Births. The Yale Journal of Biology and
Medicine p241-251.http://emedicine.medscape.com/article. Diakses 23
November 2013, pukul 20.20
Parry, S. dan Strauss, J. F. 1998. Premature Rupture of the Fetal Membranes. The
New
England
Journal
of
Medicine.
338:663670.http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview
2011.
Diakses 23 November 2013, pukul 20.20
Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta. 677-684
Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., Wikhjosastro, G. H.. 2008. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohadrjo. Edisi ke-4.Pt. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohadrjo. Jakarta.
Varney, Kriebs, Gegor. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC
Velemhnska. 2009. Management of Pregnancy with Premature Rupture of
Membrane (PROM). Journal of Health Sciences Management and Public

31

32

Health. http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview
Diakses pada 23 November 2013, pukul 20.20

32

2011.

Anda mungkin juga menyukai