Anda di halaman 1dari 40

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN

FROZEN SHOULDER
REFERAT
Diajukan untuk mencapai persyaratan Pendidikan Dokter
Stase Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik Fakultas
kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing : dr. Siswarni, Sp.KFR

Oleh:
Lina Zaenabu

J500100013

Pradetyawan

J500100062

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

REFERAT

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN FROZEN


SHOULDER
Oleh:
Lina Zaenabu

J500100013

PradetyawanJ500100062
Telah disetujui dan disyahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari

Pembimbing:

dr. Siswarni Sp.KFR

dipresentasikan dihadapan:

dr. Siswarni Sp.KFR

Disahkan Ka. Program Profesi :


dr. Dona Dewi Nirlawati

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK


DAN REHABILITASI MEDIK RSO PROF. DR. SOEHARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Untuk
mencapainya perlu masyarakat yang sehat meliputi fisik
maupun non fisik (Depkes RI, 2006). Gerak adalah suatu ciri
kehidupan dimana dengan bergerak manusia bisa melakukan
aktifitas fungsionalnya dan kualitas dari aktifitas fungsional
manusia

sangat

ditentukan

oleh

kualitas

gerak

yang

dihasilkan. Namun dengan begitu banyak dan beragamnya


aktifitas yang dilakukan oleh manusia, ditambah lagi dengan
semakin meningkatnya usia dan terjadinya proses degenerasi
maka

terjadi

pula

penurunan

fungsi

struktur

tubuh

pembentuk gerak seperti tulang, sendi dan otot yang apabila


mengalami

gangguan

dapat

menyebabkan

timbulnya

gangguan gerak dan fungsi. Pada sendi bahu sering dijumpai


keterbatasan gerak dan nyeri yang menghambat aktifitasnya
sehari-hari secara optimal dan penderita lebih tergantung
pada bantuan orang lain salah satu contoh gangguan bahu
diantaranya adalah Frozen Shoulder (Ho et al, 2009).
Frozen shoulder merupakan kejadian yang sering dan
merupakan kondisi kelemahan yang memberatkan. Frozen
shoulder ditandai dengan bahu menjadi nyeri dan kaku.
Dapat

terjadi

setelah

cidera

ringan

tapi

kebanyakan

berkembang tanpa sebab yang jelas. Frozen shoulder juga


dapat berhubungan dengan penyakit tiroid dan diabetes
(Kelley et all, 2013). Hasil radiologi menunjukkan normal.
Frozen shoulder sekunder terlihat dari adanya kekakuan
3

setelah

fraktur

atau

karena

penyakit

Osteoartritis (OA) (Hand et all, 2007).


Kelainan yang terjadi pada
kemungkinan

merupakan

nonspesifik,

terutama

mengakibatkan

suatu
pada

penebalan

sendi

sendi

reaksi

glenohumeral,

inflamasi

jaringan

kapsuler

seperti

kronis

sinovial,

dari

dan

sinovial.

Ada

beberapa sinonim antara lain periarthritis scapulohumeral,


adhesive

capsulitis,

Pericapsulitis,

kekakuan

pada

bahu

(Stiffness) dan bursitis obliterative (Sun et al, 2001).


Prevalensinya adalah 2-5% dan biasaya terjadi pada
usia dewasa antara 40 sampai 65 tahun (Kelley et all, 2013).
Dari 2-5% populasi sekitar 60% dari kasus Frozen Shoulder
lebih banyak mengenai perempuan dibanding laki-laki. Frozen
Shoulder juga terjadi pada 10-20% dari penderita diabetes
mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko Frozen
Shoulder (Sandor & Brone, 2000).
Salah satu penyebab dari Frozen Shoulder adalah
karena adanya patologi pada jaringan disekitar sendi bahu,
Inflamasi menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi dan
peningkatan viskositas cairan sinovial sendi glenohumeral,
kapsul sendi glenohumeral menjadi mengecil, anterior kapsul
menjadi kontraktur dan menebal, posterior kapsul menegang
sehingga

terjadi

keterbatasan

gerak

pada

sendi

bahu

terutama gerakan eksternal rotasi dan abduksi, dan terjadi


keterbatasan

gerak

pasif,

karena

itu

penderita

frozen

shoulder mengalami keterbatasan ROM, keterbatasan ROM


tersebut

menyebabkan

timbulnya

inaktivitas

pada

otot

gelang bahu jika otot lama dalam keadaan inaktivitas


kekuatan otot akan menurun sangat cepat sekitar 20-30 %
perminggu (Cluett, 2014).
Dalam mengatasi masalah

ini

maka

diperlukan

kerjasama yang baik dari semua unsur yaitu pasien dan

dokter dalam hal ini dikhususkan peranan dari rehabilitasi


medik di dalam upaya mengatasi nyeri yang berdampak
langsung terhadap kualitas hidup, pekerjaan dan aktivitas
sehari-hari.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Istilah frozen shouder hanya digunakan untuk penyakit
yang sudah diketahui dengan baik yang ditandai dengan nyeri
dan

kekakuan

tendonitis

progresif

kronis

tapi

bahu.

Proses

peradangan

perubahan-perubahan

dari

peradangan

kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan capsul


(Apley & Solomon, 1993).
Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi
kapsul menempel pada kaput humeri dan guset sinovial intra
artikuler

dapat

hilang

dengan

perlengketan.

Frozen

merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi


yang progresif. Jika berlangsung lama otot rotator akan
tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan tnada-

tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses


degenerasi

diikuti

erosi

tuberculum

humeri

yang

akan

menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga


terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula
terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan
karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam
tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah.
Penimbunan

pertama

kali

ditemukan

pada

tendon

lalu

kepermukaan dan menyebar keruang bawah bursa subdeltoid


sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang karena
tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa,
pengentalan cairan bursa, perlengketandinding dasar dengan
bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi
frozen shoulder (Mayo, 2007).
Klasifikasi
1. Primer/ idiopatik frozen shoulder
Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya.
Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari pada
pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya
terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih
memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan
pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.
2. Sekunder frozen shoulder
Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berat pada bahu
misal fraktur, dislokasi, luka bakar yang berat, meskipun
cedera

ini

mungkin

sudah

sebelumnya.
Anatomi

terjadi

beberapa

tahun

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru


(ball and socket joint). Sendi bahu merupakan sendi yang
komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-tulang
yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), dan
humerus (upper arm bone). Bahu terdiri dari 7 sendi, yaitu
glenohumeralis,

suprahumeralis,

scapulocostalis,

sternoclavicularis,

acromioclavicularis,
costosternalis

dan

costovertebralis. Sendi glenohumeral mempunyai peranan


yang penting dan merupakan sendi yang paling mobile
geraknya

karena caput humeri tidak masuk

ke dalam

mangkok karena fossa glenoidalis dangkal (Sidharta, 2007).


Struktur-struktur yang membentuk bahu disebut juga sebgai rotator
cuff. Tulang-tulang pada bahu disatukan oleh otot, tendon, dan ligament.
Tendon dan ligament membantu member kekuatan dan stabilitas lebih. Otototot yang menjadi bagian dari rotator cuff adalah m. supraspinatus, m.
infraspinatus, m. teres minor, dan m. subscapularis.
Gerakan-gerakan pada sendi bahu terdiri dari fleksiekstensi, abduksi-adduksi dan endorotasi-eksorotasi. Lingkup
gerak sendi bahu dalam keadaan normal yaitu fleksi 180,
ekstensi 60, abduksi 180, adduksi 75, endorotasi 90 dan
eksorotasi 90.
ada 5 fungsi persendian yang kompleks, yaitu:
1. Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang
bulat dan cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan
berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi oleh rawan
hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya
labrum glenoidale (Snell, 2008).
Dibentuk

oleh

caput

humerrus

dengan

cavitas

glenoidalisscapulae,

yang

diperluas

dengan

adanya

cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga


7

sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga


memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih
luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan
oleh

acromion,

procecus

coracoideus,

dan

ligamen-

ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan


agar

caput

humerus

selalu

dipelihara

pada

cavitas

glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen
glenohumeral

yang

antara

memperkuat

lain

sendi

ligamenglenoidalis,

ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral dan


ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada
cavitas

glenoidalis

dan

collum

anatomicum

humeri

(Kapanji, 2007).Ligament yang memperkuat antara lain:


a. ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari
procesus coracoideus sampai tuberculum humeri.
b. ligament coracoacromiale, yang membemtang

dari

procesus coracoideus sampai acromion.


c. ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi
cavitas glenoidalis ke colum anatobicum, dan ada 3
buah yaitu:
1) ligament gleno humerale superior, yang melewati
articulatio sebelah cranial
2) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati
articulatio sebelah ventral.
3) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati
articulation sebelah inferius.
Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:
a. Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot
teres mayor dan tendon latisimus dorsi.
b. Bursa infra spinatus, terdapat pada

tendon

infra

spinatus dan tuberositashumeri.


c. Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah
depan insersio otot pectoralis mayor.

d. Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus


humeri dibawah otot deltoideus.
e. Bursa ligament coraco clavikularis,

terletak

diatas

ligamentum coracoclaviculare
f. Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis
scapulae dengan otot subscapularis.
g. Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion
dibawah kulit
Ada

dua

tipe

dasar

gerakan

tulang

atau

osteokinematika pada sendi glenoidal yaitu rotasi atau


gerakan

berputar

merupakan

pada

gerakan

suatu

menurut

aksis

garis

dan

lurus

translasi

dan

kedua

gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu


dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan
artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan
menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan
translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction
ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam
joint play movement (Mudatsir, 2007).
Ada

dua

tipe

dasar

gerakan

tulang

atau

osteokinematika adalah rotasi atau gerakan berputar pada


suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut
garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan
gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang
disebut

gerakan

artrokinematika.

Rotasi

tulang

atau

gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di


dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan
gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang
termasuk dalam joint play movement (Mudatsir, 2007).
Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeral
yaitu : (1) gerakan fleksi terjadi rollingcaput humeri ke

anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi terjadi


rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo
ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput
humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4)
gerakan internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro
medial dan sliding ke dorso lateral (Janjua et al, 2011).
2. Sendi sterno claviculare
Dibentuk

oleh

extremitas

glenoidalis

clavikula,

dengan incisura clavicularis sterni. Menurut bentuknya


termasuk

articulation

sellaris,

tetapi

fungsionalnya

glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada suatu


discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan kedua
facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula
articularis

luas,sehingga

kemungkinan

gerakan

luas.Ligamentum yang memperkuat:


a. ligamentum
diantara

interclaviculare,

medial

yang

extremitassternalis,

cranial incisura jugularis sterni.


b. ligamentum
costoclaviculare,

yang

membentang
lewat

sebelah

membentang

diantara costae pertama sampai permukaan bawah


clavicula.
c. ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari
bagian tepi caudal incisura clavicularis sterni, kebagian
cranial extremitas sternalis claviculare.
Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak
elevasi 45 dan gerak depresi 70, serta protraksi 30 dan
retraksi

30.

Sedangkan

gerak

osteokinematikanya

meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah


ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi terjadi
roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak

10

elevasi terjadi roll kearah cranial dan slide kearah caudal,


gerak fleksi shoulder 10 (sampai fleksi 90) terjadi gerak
elevasi berkisasr 4, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah
caudal dan slide clavicula kearah cranial.
3. Sendi acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan
tepi medial dari acromion scapulae. Facies articularisnya
kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara
facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis
termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies articularisnya
sempit, dengan ligamentum yang longgar. Ligamentum
yang memperkuatnya:
a. ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara
acromion

dataran

ventral

sampai

dataran

caudal

clavicula.
b. ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament
yaitu:
1)

Ligamentum conoideum, yang membentang

antara dataran medial procecuscoracoideus sampai


dataran caudal claviculare.
2)
Ligamentum trapezoideus, yang membentang
dari

dataran

lateral

procecuscoraoideus

sampai

dataran bawah clavicuare,


Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis
selalu

berkaitan

dengan

gerak

pada

sendi

scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi


rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini
menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada
sendi sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada
rotasi clavicula.
4. Sendi subacromiale

11

Sendi

subacromiale

berada

diantara

arcus

acromioclaviculare yang berada di sebelah cranial dari


caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal,
dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai
rongga sendi.
5. Sendi scapulo thoracic
Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya,
hanya berupa pergerakan scapula terhadap dinding thorax.
Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah
medial lateral yang dalam klinis disebut down ward-up
wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang dikenal
dengan gerak elevasi-depresi. gerakan translasi tulang
yang arahnya tegak lurus tetapi kedua pernukaan sendi
saling

mendekati,

biasanya

akan

menimbulkan

nyeri

(Mudatsir, 2007).
Epidemiologi
Prevalensinya adalah 2-5% dan biasaya terjadi pada
usia dewasa antara 40 sampai 65 tahun (Kelley et all,
2013). Dari 2-5% populasi sekitar 60% dari kasus Frozen
Shoulder lebih banyak mengenai perempuan dibanding
laki-laki. Frozen Shoulder juga terjadi pada 10-20% dari
penderita diabetes mellitus yang merupakan salah satu
faktor resiko Frozen Shoulder (Sandor & Brone, 2000).
Etiologi
Etiologi dari frozen shoulder masih belum diketahui
dengan pasti. Adapun faktor-faktor yang memiliki resiko lebih
besar untuk terjadi frozen shoulder antara lain periode
immobilisasi yang lama, akibat trauma, injuries atau operasi

12

pada

sendi,diabetes,

hipertiroid,

hipertiroid,

penyakit

cardiovascular, dan Parkinson (Widmer, 2011).


Patologi
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat,
suatu lapisan dalamnya terbentuk dari jaringan penyambung
berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang berbentuk
suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus
tendon-tendon yang melintasi sendi, sinovium tidak meluas
melampaui

permukaan

memungkinkan

sendi

gerakan

tetapi

secara

terlipat
penuh.

sehingga
Sinovium

menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi


permukaan sendi. Cairan sinovium normalnya bening, tidak
membeku, tidak berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi
relative kecil (1-3 ml). Cairan sinovium juga bertindak sebagai
sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Capsulitis adhesiva
merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi
peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke
dalam kapsul sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi
fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat diperburuk akibat terlalu
lama membiarkan lengan dalam posisi impingement yang
terlalu lama (Apley & Solomon, 1993).
Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan sulit untuk
diidentifikasi

satu

persatu

bagian

secara

detail.

Guna

memahami penyebab dan patologi sindroma nyeri bahu,


maka dapat dikelompokkan menjadi:
1. Faktor Penyebab
a. Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait dengan
aktifitas gerak dan struktur anatomi
b. Faktor penyebab penyebab secara neurogenik yang
berkaitan dengan keluhan neurologik yang menyertai

13

baik secara langsung maupun tidak langsung yang


berupa nyeri rujukan.
2. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu :
a. Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler dan
b. Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang bukan
mengikuti pola kapsuler.
Gambaran Klinis
1. Nyeri
Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat
trauma, seringkali ringan, diikuti sakit pada bahu dan
lengan nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan
pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena.
Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi sementara
itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12
bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur
pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal
(Apley and Solomon, 1993).
2. Keterbatasan Lingkup gerak sendi
Capsulitis

adhesive

ditandai

dengan

adanya

keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata,


baik

gerakan

aktif

maupun

pasif.

Ini

adalah

suatu

gambaran klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark


myokard,

diabetes

melitus,

fraktur

immobilisasi

berkepanjangan atau redikulitis cervicalis. Keadaan ini


biasanya unilateral, terjadi pada usia antara 4560 tahun
dan lebih sering pada wanita.
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila
terjadi pada malam hari sering sampai mengganggu tidur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran
penderita

dalam

mengangkat

14

lengannya

(abduksi),

sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat


bahunya (srugging) (Heru P Kuntono,2004).
3. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot
Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran
penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi) karena
penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan pada daerah
otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering
menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya
kesukaran
(abduksi),

penderita
sehingga

dalam
penderita

mengangkat
akan

lengannya

melakukandengan

mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai


adanya

atropi

bahu

(dalam

berbagaoi

tingkatan).

Sedangkan pemeriksaan neurologik biasanya dalam batas


normal (Heru P Kuntono, 2004).
4. Gangguan aktifitas fungsional
Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis
yang ditemukan pada penderita frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS,
penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara langsung
akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas fungsional
yang dijalaninya.
Biasanya frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan,
yaitu:
a.

Pain (Freezing) : ditandai dengan adanya nyeri hebat


bahkan saat istirahat, gerak sendi bahu menjadi
terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir
sampai 10-36 minggu.

b.

Stiffness (Frozen) : ditandai dengan rasa nyeri saat


bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata dan
keterbatasan gerak dari glenohumeral yang di ikuti oleh

15

keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12


bulan.
c.

Recovery (Thawing) : pada fase ini tidak ditemukan


adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi
terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang
nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.

Diagnosis
a. Anamnesis
Hal-hal yang harus ditanyakan kepada pasien adalah sebagai
berikut:
-

Lokasi yang sebenarnya dari nyeri bahu yang dirasakan.


Sudah berapa lama nyeri tersebut dirasakan.
Faktor apa saja yang menjadi pencetus timbulnya nyeri

bahu tersebut dan yang dapat menguranginya.


Ada tidaknya aktivitas yang berlebihan, terkilir atau trauma

pada bahu sebelumnya.


Ada tidaknya masalah atau penyakit pada bahu yang

pernah diderita sebelumnya.


Jika mungkin ditanyakan juga diagnosis serta terapi yang

pernah diberikan saat itu.


Perlu juga ditanyakan mengenai pekerjaan, kegemaran
atau kegiatan waktu senggang yang sering dilakukan
pasien.

b. Pemeriksaan fisik
Pada frozen shoulder merupakan gangguan pada kapsul
sendi, maka gerakan aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri
dapat menjalar ke leher, lengan atas dan punggung, perlu dilihat
faktor pencetus timbulnya nyeri. Gerakan pasif dan aktif

16

terbatas. Pertama-tama pada gerakan elevasi dan rotasi interna


lengan, tetapi kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.
Pemeriksaan dimulai dari status lokalis pasien yaitu meliputi
look, feel, move.
Inspeksi atau visual yaitu pemeriksaan dengan melihat daerah
yang

sakit

apakah

terdapat

deformitas,

tanda

inflamasi.

Sedangkan palpasi atau merasakan yaitu pemeriksaan dengan


rabaan yang menghasilkan informasi apakah ada perubahan
suhu (dolor, tanda inflamasi), benjolan, nyeri tekan. Gerak yaitu
pemeriksaan dengan melihat LGS pasien baik aktif, aktif dibantu
maupun pasif.
LGS Bahu

Normal

Fleksi-ekstensi

45- 0- 180

Abduksi-adduksi

180- 0- 60

Rotasi internarotasi eksterna

90- 0- 90

(90)
Status motorik normal
Pemeriksaan

Ekstremitas
Superior
Dekstra Sinistra
5
5
5
5

C5 (fleksor siku)
C6 (ekstensor pergelangan
tangan)
C7 (ekstensor siku)
C8 (fleskor jari)
T1 (abduktor jari kelingking )

17

5
5
5

5
5
5

Appley

scratch

mengeveluasi

test

lingkup

merupakan

gerak

sendi

tes

tercepat

aktif

pasien

untuk
diminta

menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan tangan sisi


kontra lateral melewati belakang kepala. Pada frozen shoulder
pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat
bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif, tetapi
terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot
bahu sebagai penyebab keterbatasan.

Gambar 1: Appley scratch test


Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang
membentuk

muskulotendineus

berkelanjutan
mendatar,

akan

bahkan

terlihat
kempis,

rotator
bahu

cuff.

yang

karena

Bila

terkena

atrofi

gangguan
reliefnya

otot

deltoid,

supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.


Selain appley scratch test, tes provokasi lain yang dapat
dilakukan adalah:
Appley scarf test / Crossed arm/ adduction
o Pasien : duduk atau berdiri
o Pemeriksa : pada pasien melakuka fleksi bahu sampai 90
dam bahu menyilang ke dada secara horizontal, sehingga
bahu bergerak hingga bahu kotralateral. Memeriksa
merasakan ipsilateral sendi acromioclavicular (AC).
o Positif jika nyeri, bergerak, atau terdapat bunyi klik pada
sendi acromioclavicular

18

Gambar 2: Appley scarf test

Drop Arm test

Pemeriksa

mengabduksikan

bahu

pasien

90

dan

mengatakan pada pasien untuk menurunkan lenan pelanpelan, hasil test positif jikapasien tidak dapat menurunkan
lengan secara pelan atau merasakan nyeri yan berat. Hasil
yang positif menunjukkan robekan pada rotator cuff
(Frontera et all, 2007).
Yergasons test
o Pasien : duduk pada kursi dengan lengan posisi istirahat, fleksi siku 90
dan lengan bawah pronasi
o Pemeriksa : menggenggam lengan bawah pasien pada proksimal dari
pergelangan tangan, kemudian melawan dengan supinasi aktif
o Positif jika nyeri pada alur bisipital
o Konsisten dengan tendonitis bisipital atau tendinopathy (Miller et all,
2009)

Gambar 4: Yergasons test

19

Untuk evaluasi pada tendo bisipital subluksasi dan subscapularis


dilakukan
modified Yergasons test
o Pasien : duduk pada kursi kemudian fleksi siku 90 dan
lengan bawah pronasi
o Pemeriksa : menggenggam lengan bawah pasien pada
proksimal dari pergelangan tangan, kemudian melawan
dengan supinasi aktif dan external rotasi. Palpasi tendo
bisipital
o Positif jika nyeri pada alur bisipital atau teraba bisipital
subluksasi
o Konsisten dengan tendinopati bisipital, subluksasi tendo,
dan cidera subscapula
(Miller et all, 2009)
c. Pemeriksaan penunjang
Selain pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa perlu
dilakukan pemeriksaan seperti :3,7
X-ray, yaitu pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosis

banding seperti fraktur dan osteoartritis.


Arthrografi, yaitu pemeriksan x-ray dengan menggunakan

kontras yang di suntikkan


-

ke sendi bahu sebagai tanda

pengerutan atau penyusutan kapsul sendi bahu.


MRI, yaitu untuk mengevaluasi jaringan di sekitar sendi.

Penatalaksaan
Terapi konservative diantaranya istirahat, analgesik, dan
latihan

ROM.

Terapi

pilihan

yang

lain

adalah

injeksi

kortikosteroid, distensi capsular, manipulation under anestesi


(MUA), release capsular dengan pembedahan (Sandor, 2000),
steroid oral atau lokal, blok ganglion stellat, fisioterapi,
infiltration bracement, dan radioterapi. Fisioterapi harus
dilakukan

sesegera

mungkin,

pada

beberapa

penelitian

menujukkann setelah 6 bulan pasien dapat melakukan fungsi


20

kegiatan sehari-harinya tapi masih ada sisa keterbatasan


gerak (Vora, 2010).
a. Medikamentosa
Untuk mengurangi rasa nyeri diberikan analgesik dan obat
anti inflamasi nonsteroid. Pemakaian relaksan otot bertujuan
untuk mengurangi kekakuan dan nyeri dengan menghilangkan
spasme

otot.

Beberapa

penulis

menganjurkan

pemberian

suntikan menghilangkan nyeri secara cepat. Harus diperhatikan


kemungkinan ruptur dari tendon pada penyuntikan tersebut,
maka penyuntikan tidak boleh lebih dari 2 kali dalam 1 tahun.8
b. Rehabilitasi Medik
1) Definisi rehabilitasi medik: tindakan yang ditujukan guna
mengurangi dampak keadaan impairment (tingkat organ),
disability

(gangguan

aktivitas

handicap

(gangguan

kerja

meningkatkan

kemampuan

kehidupan

dan

peran

sehari-hari),
sosial)

penyandang

serta

mencapai

integrasi sosial.
2) Tujuan rehabilitasi medik:
-meniadakan keadaan impairment, disability, handicap bila
mungkin
-mengurangi keadaan impairment, disability, handicap
sebanyak mungkin
-melatih orang dengan sisa keadaan yang masih tertinggal
padanya untuk dapat hidup dan bekerja
3) Program rehabilitasi medik: mempertahankan fleksibilitas,
motorik dan ketahanan bahu.
Macam terapi :
-edukasi : dokter bertugas melakukan pemeriksaan umum,
laborat, dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk
mendiagnosis dan memberi pengobatan yang sesuai. Bila

21

perlu dokter konsultasi ke dokter ahli lain untuk membantu


menegakkan diagnosisnya. Selain itu dokter memiliki
kewajiban

memberi

informasi

kepada

pasien

tentang

penyakit yang dideritanya dan cara untuk mencegah


penyakit tersebut kambuh kembali.

-fisioterapi :
General exercise
Meliputi

latihan

dan

manipulasi

pada

tubuh.

Berfungsi meningkatkan fungsi sendi dan otot sehingga


pasien dapat berdiri, seimbang, berjalan, dan menaikki
tangga.

Tehniknya

meliputi

ROM

exercise,

Muscle

strengthening exercise, latihan mobilitas sendi, latihan penguatan,


latihan daya tahan, latihan koordinasi.

Sebelum terapi, dievaluasi LGS otot atau ligamen atau


tendon yang menyebabkan LGS terbatas. Jika otot maka
peregangan dilakukan semaksimal mungkin. Sedangkan
untuk ligamen atau tendon, peregangan halus dibutuhkan
disini.

Peregangan

biasanya

yang

paling

efektif

dan

minimal menimbulkan nyeri ketika jaringan dihangatkan.


Maka dari itu dapat diberikan terapi pemanasan terlebih
dahulu.
3 tipe ROM excercise :

22

i.

Aktif : untuk orang yang dapat melatih otot atau


sendinya tanpa bantuan. Mereka harus melatih

ii.

ekstremitas sendiri.
Aktif
dibantu
:

untuk

orang

yang

dapat

menggerakkan otot dengan sedikit bantuan atau


dapat menggerakkan sendi tapi terasa sakit. butuh
bantuan terapis atau alat untuk melakukan latihan
iii.

ini.
Pasif

untuk

orang

yang

tidak

dapat

aktif

menggerakkan ekstremitas. Tidak ada usaha dari


pasien, terapis yang menggerakkan.
Muscle strengthening exc:semua latihan merupakan
usaha

untuk

menaikkan

kekuatan

otot.

Biasanya

menggunakan beban atau gaya gravitasi. Beban secara


bertahap dinaikkan. Dengan cara ini, ukuran otot dan
kekuatannya bertambah, termasuk ketahanan otot.
Latihan adalah aktivitas fisik terstruktur dan berulangulang. Latihan tidak hanya untuk kondisi tubuh, tetapi
juga meningkatkan kesehatan, memelihara kebugaran
dan membantu merehabilitasi bagian cedera tubuh.
Latihan mencakup kegiatan kardiovaskular seperti berlari
atau berjalan serta latihan beban. Semua latihan harus
dimulai dengan pemanasan rutin dan diakhiri dengan
segmen pendinginan yang mencakup latihan peregangan.
Masing-masing kegiatan ini harus dilakukan selama 3
sampai 5 menit.
Ada tiga teknik utama yang digunakan untuk pelatihan otot.

23

i.

Isometric: pelatihan otot isometrik adalah kontraksi otot


melawan kekuatan yang tak bisa digerakkan. Misalnya, otot
akan melenturkan dan memegang posisi stasioner ketika
seorang individu mendorong dinding. Teknik latihan beban
ini tidak melibatkan berat dan peralatan yang sangat
sedikit.
kontraksi

Latihan
otot

otot
tetapi

isometrik
tidak

memungkinkan

terjadi

pemendekan

untuk
atau

gerakan otot yang ditargetkan. Latihan isometrik terutama


digunakan dalam fisioterapi dan rehabilitasi setelah cedera.
Untuk hasil yang optimal pelatihan isometrik biasanya
ii.

digunakan dengan pelatihan isotonik.


Isotonik: pelatihan otot isotonik melibatkan

kontraksi

dimana ketegangannya sama panjang dengan rentang


gerak. Olahraga isotonik bertujuan memperkuat otot-otot
di seluruh rentang gerak, dan juga meningkatkan mobilitas
sendi. Ini melibatkan kontraksi dan pemendekan otot untuk
memungkinkan gerakan. Latihan otot Isotonik biasanya
dilakukan dengan dumbbells, barbel atau band resistensi
elastis. (Jika peralatan tersebut tidak tersedia, bisa diganti
push-up) Teknik pelatihan otot ini menggunakan gerakan
eksentrik dan konsentris. Ketika berat diangkat, gerakan ini
disebut sebagai konsentris dan ketika berat dikembalikan
kembali ke posisi awal, gerakan ini disebut gerakan
iii.

eksentrik.
Isokinetic: pelatihan otot Isokinetic adalah jenis kontraksi di
mana kecepatan gerakan adalah tetap dan resistensi
bervariasi dengan gaya yang bekerja. Dengan kata lain,
semakin

keras

seseorang

mendorong

atau

menarik,

semakin resistensi dirasakan. Ini melibatkan kontraksi otot


yang memperpendek otot pada kecepatan konstan. Metode
ini banyak digunakan untuk pelatihan olahraga atau

24

rehabilitasi setelah cedera. Bentuk pelatihan biasanya


membutuhkan penggunaan mesin. Pengguna menerapkan
kekuatan untuk mesin ini, dan mesin akan menghasilkan
pembacaan berapa banyak kekuatan atau ketahanan
diterapkan..
Isometric:

latihan

isometrik

sangat

aman

karena

intensitas dapat disesuaikan dengan cepat dan tepat.


Latihan-latihan ini sangat cepat dan tidak menghasilkan
rasa tidak nyaman. Konsultasikan dengan dokter yang
berkualitas
jantung

pada

karena

pasien
latihan

dengan

sejarah

isometrik

secara

masalah
drastis

mengurangi aliran darah ke otot. Pada gilirannya,


tekanan darah meningkat dan mengurangi jumlah
darah yang dapat mengalir kembali ke jantung.
Isotonik: Sementara umumnya aman, latihan isotonik
dapat membuat otot-otot sakit karena otot mengalami
stres sementara saat terjadi perpanjangan. Selain itu,
otot-otot

tidak

memiliki

manfaat

yang

sama.

Sebaliknya, otot-otot yang paling diuntungkan berada


pada titik terlemah dari tindakan.
Isokinetic: latihan Isokinetic umumnya aman. Karena
mesin yang digunakan mengukur resistensi pengguna,
bahaya mengangkat lebih berat daripada jumlah yang
dapat ditangani dapat dihilangkan. Latihan-latihan ini
meningkatkan kekuatan otot secara merata, dan itu
adalah cara tercepat untuk meningkatkan kekuatan
otot.
Sebuah penyedia layanan kesehatan berkualitas harus
dikonsultasikan sebelum memulai program latihan baru.
25

Seperti semua rutinitas latihan, latihan beban harus


dimulai dengan sesi pemanasan dan diakhiri dengan
segmen

pendinginan

peregangan.

yang

Gunakan

spotter

mencakup
ketika

latihan

mengangkat

beban berat. Jika pusing, nyeri, mual, sesak napas atau


nyeri

dada

profesional
melanjutkan

terjadi, hentikan latihan dan hubungi


kesehatan
latihan

yang

rutin.

berkualitas

Setelah

sebelum

menyelesaikan

latihan latihan beban, tunggu 24-48 jam sebelum


mengangkat dengan otot-otot yang sama.
Latihan lain juga bisa dilakukan seperti latihan mobilitas sendi, latihan
penguatan, latihan daya tahan dan latihan koordinasi.

Ada beberapa terapi panas yang dapat dipilih seperti infra


red, ultrasound diatermy, soft wave diatermy, dan microwave
diatermy.

Ultrasound diathermy (US)


Pada frozen shoulder, ada berbagai pilihan terapi panas
salah

satunya

adalah

sendiri menggunakan

Ultrasound.

energi

gelombang

Terapi ultrasound
suara

dengan

frekuensi lebih dari 20.000Hz yang tidak mampu ditangkap


oleh telinga atau pendengaran.
Dengan pemberian modalitas ultrasound dapat
terjadi iritan jaringan yang menyebabkan reaksi fisiologis
seperti

kerusakan

jaringan, hal ini disebabkan

oleh

efek mekanik dan thermal ultra sonik. Pengaruh mekanik


tersebut juga dengan terstimulasinya saraf polimedal dan
akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga memicu
produksi P subtance untuk selanjutnya terjadi inflamasi

26

sekunder
dengan

atau

dikenal neurogeic

terangsangnya P

inflammation. Namun
substance tersebut

mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu


sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan
yang mengalami kerusakan.9
Lama pemberian terapi 5-10 menit, diberikan sekali sehari
atau dua hari sekali.

Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)


TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik
guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan
terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri.
Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara
peningkatan vaskularisasi pada jaringan yang rusak tersebut
, maupun melalui normalisasi saraf pada level spinal
maupun supra spinal, sehingga dengan berkurangnya nyeri
pada bahu didapatkan gerakan yang lebih ringan. Efek TENS
terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme
dan

meningkatkan

sirkulasi,

sehingga

memutuskan

lingkaran viscous circle of reflex yang pada akhirnya dapat


meningkatkan LGS.
TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf
berdiameter besar dan kecil melalui kulit yang selanjutnya
akan memberikan informasi sensoris ke saraf pusat. TENS
menghilangkan nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor
nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor nosiseptif
bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak
bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah.
Pengurangan
dapat juga

nyeri

yang

meningkatkan

ditimbulkan

kekuatan

oleh

otot

TENS
karena

menormalkan aktivitas motor neuron sehingga otot dapat

27

berkontraksi secara maksimal, dan berkurangnya refleks


exitability dari

beberapa

otot

antagonis

gelang

bahu

sehingga otot agonis dapat melakukan gerakan, dan karena


stabilitas terbesar pada sendi bahu oleh otot, maka hal
tersebut

meningkatkan

mobilitas

sendi

bahu.

Lama

pemberian stimulasi yaitu 30 menit.

Latihan
Latihan merupakan bagian yang terpenting dari terapi
frozen shoulder. Pada awalnya latihan gerak dilakukan
secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat. Setelah
nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu.
Rasa nyeri yang timbul pada waktu sendi digerakkan baik
secara pasif maupun aktif menentukan saat dimulainya
latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa nyeri
sebelum akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut
sehingga latihan gerak aktif tidak diperbolehkan. Bila rasa
nyeri terdapat pada akhir gerakan yang terbatas, berarti
masa akut sudah berkurang dan latihan secara aktif boleh
dilakukan.

Pada

latihan

gerak

yang

menimbulkan/menambah rasa nyeri, maka latihan harus


ditunda

karena

rasa

nyeri

yang

ditimbulkan

akan

menurunkan LGS. Tetapi bila gerakan pada latihan tidak


menambah rasa nyeri maka kemungkinan besar terapi
latihan gerak akan berhasil dengan baik. Latihan gerak
dengan meggunakan alat seperti shoulder wheel, over head
pulleys, finger ladder dan tongkat merupakan terapi standar
untuk penderita frozen shoulder.
Latihan dengan menggunakan tongkat

28

Latihan dengan tongkat dapat berupa gerakan fleksi,


abduksi, adduksi, dan rotasi. Gerakan dapat dilakukan dalam
posisi berdiri, duduk, maupun berbaring.
Cara latihan : tongkat dipegang kedua tangan di
depan tubuh.
Untuk fleksi bahu

Untuk

horizontal

abduksi

dan

adduksi,

tongkat

diangkat sampai sendi bahu fleksi 90. Siku tetap ekstensi,


tangan yang sehat dipakai untuk mendorong sisi yang sakit
selebar mungkin secara perlahan-lahan. Dengan tongkat
diletakkan dibelakang punggung dapat dilaksanakan rotasi
eksternal dan internal

Pada saat terasa peregangan, posisi dipertahankan selama 3


hitungan, dan peregangan dapat diulang 3 sampai 5 kali.
Latihan Codman (pendulum)
Gravitasi menyebabkan traksi pada sedi da tendo
dari otot lengan. Codman memperkenalkan latihan utuk
sendi

bahu

menggunakan

gravitasi.

Bila

penderita

melakukan gerak abduksi pada saat berdiri tegak akan


29

timbul rasa nyeri hebat. Tetapi bila dilakukan dengan


pengaruh dari gravitasi da otot supraspinatus relaksasi,
maka gerakan itu terjadi tanpa disertai rasa nyeri. Pada
gerakan pendulum penderita membungkuk ke depan, legan
yaang terkea tergantung bebas tanpa atau denga bebab.
Tubuh ditopang denga meletakkan lengan satunya diatas
meja atau bangku, lengan digerakkan ke depan dan ke
belakang pada bidang sagital (fleksi-ekstensi). Makin lama
makin jauh gerakannyam kemudian gerakan kesamping,
dilanjutkan

gerakan

lingkar

(sirkuler)

searah

maupun

berlawanan arah dengan jarum jam. Pemberian beban pada


latihan pendulum akan menyebabkan otot memanjang dan

30

menimbulkan

relaksasi

pada

otot

bahu.

Latihan Finger Ladder


Finger

ladder

adalah

alat

bantu

yang

dapat

memberikan bantuan secara objektif sehingga penderita


memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan latihan
lingkup gerak sendi secara penuh. Perlu diperhatikan agar
penderita berlatih dengan posisi yang benar, jangan
sampai penderita memiringkan tubuhnya, berjinjit maupun
melakukan elevasi skapula. Gerakan yang dapat dilakukan
adalah fleksi dan abduksi. Penderita berdiri menghadap
dinding dengan ujung jari-jari tangan sisi yang terkena
menyentuh

dinding.

Lengan
31

bergerak

keatas

dengan

menggerakkan jari-jar tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk


gerakan

abduksi

dikerjakan

dengan

samping

badan

menghadap dinding.

Latihan dengan over head pulleys (katrol)


Bila diajarkan dengan benar, sistem katrol sangan
efektif untuk membantu mencapai lingkup gerak sendi
bahuu dengan penuh. Peralatannya dalah dua buah katrol
digantung pada ttiang dengan seutas tali dihubungkan
dengan kedua katrol tersebuul. Kedua ujung tali diberi alat
agar tangan dapat menggenggam dengan baik. Posisi
penderita bisa duduk, berdiri atau berbaring terlentang
dengan bahu terletak dibawah katrol tersebut. Dengan
menarik tali pada salah satu sisi tali yang lain akan
terangkat. Sendi siku diusakanan tetap dalam posisi
ekstensi dan penderita tidak boleh mengangkat bahu
maupun mengangkat tubuh. Gerakan dilakukan secara
perlahan-lahan.

32

Latihan dengan shoulder wheel


Dengan intruksi yang benar shoulder wheel dapat
memberikan motivasi pada penderita untuk melakukan
latihan lingkup gerak sendi bahu secara aktif. Cara
menggunakan alat adalah penderita berdiri sedemikian
rupa sehingga aksis dari sendi bahu sama dengan aksis
roda pemutar sehingga gerak lengan sesiao dengan gerak
putaran roda. Penderita tidak diharuskan menggerakkan
roda

secara

penuh,

tapi

gerakan

hanya

sebesar

kemampuan gerak sendi bahunya. Harus diperhatikan pula


waktu melakukan gerakan endorotasi dan eksorotasi bahu
dalam posisi abduksi 90. Dengan meletakkan diku pada
aksis roda maka gerakan dapat dilakukan sampai pada
keterbatasan lingkup gerak sendi.

33

-Okupasi terapi : mengadakan evaluasi perawatan diri,


melatih kemampuan gerak di tempat tidur sampai aktivitas
yang komplek, mis : berjalan, mengendarai mobil.
Model dari Performance Okupasi terapi meliputi :
i.

Produktifitas (productivity) : kegiatan yang


dikerjakan

individu

yang

memungkinkan

seseorang dapat menghidupi dirinya, keluarga


dan orang lain dengan cara menghasilkan
barang atau jasa untuk menunjang kesehatan/
kesejahteraan.
ii.

Contoh

bertani,

kerajinan,

bertukang, berkebun dll


Aktifitas Hidup sehari-hari (Activity of Daily
Living) : kegiatan yang dikerjakan individu
secara rutin untuk memelihara kesehatan dan
kesejahteraan dalam lingkungannya. Contoh

iii.

makan, minum, berpakaian, mandi dll


Mengisi waktu luang (leisure) : kegiatan yang
dikerjakan

untuk

tujuan

mendapatkan

kesenangan, gembira, kepuasan atau selingan.


Contoh

nonton

TV,

bermain,

olahraga, mendengar musik dll.

34

baca

koran,

-sosial medik : mengadakan evaluasi sosial, keadaan


rumah, pekerjaan, pendidikan pasien, keadaan ekonomi,
penyesuaian diri dengan masyarakat. Bila diperlukan.
-psikolog : melakukan evaluasi psikologis, mis: reaksi
terhadap

penurunan

keadaan

fisiologisnya,

kapasitas

intelek, penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya. Bila


diperlukan.
4) Waktu

perkiraan

penyembuhan:

Penyembuhan

terjadi

kurang lebih selama 6-12 bulan, di mana lingkup gerak


sendi akan meningkat dan akhir bulan ke 18 hanya sedikit
terjadi keterbatasan gerak sendi bahu.

35

BAB III
PENUTUP
Frozen shoulder merupakan suatu kelainan muskuloskletal yang terjadi
akibat inflamasi sendi bahu. Frozen shoulder menyebabkan penderitanya sulit
melakukan aktifitas sehari-hari akibat nyeri yang timbul saat menggerakan sendi
bahu sehingga pergerkan menjadi terbatas. Penatalaksanaan untuk penyakit ini
adalah pemberian analgesic, NSAID, atau kortikosteroid, menjalaini fisioterapi,
atau pembedahan.

36

DAFTAR PUSTAKA
Alex Moroz, MD, FACP. 2014. Physical Therapy.
http://www.merckmanuals.com/home/fundamentals/rehabili
tation/physical_therapy_pt.html. diakses 18 april 2015
Apley, A. Graham & Solomon, Louis. 1993. Buku Ajar Orthopedi
dan Fraktur Sistem Apley. 7th ed. Jakarta : Widya Medika.
Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative Joint Disease. In :
Harrisons Manual of Medicine 15th Ed. Boston: McGrawHill, 2003. P748-49.
Cluett, Jonathan. 2014. Frozen Shoulder.
www.ortopedics.about.com/frozenshoulder/a/
frozenshoulder.htm diakses 18 april 2015
Departemen Kesehatan RI. 2006. Panduan Umum Pemberdayan
Masyarakat
Dalam Bidang Kesehatan. Jakarta : Depkes RI
Frontera, Walter; Silver, Julie& Rizzo, Thomas. 2007. Essensials
of
Physical Medicine and Rehabilitation. Saunders
Hand,G; Athanasou,N; Matthews & Carr,A. 2007. The Pathology
of Frozen Shoulder

J Bone Joint Surg. Vol.89-B,No.7,july

2007
Ho, Chung-Yee; Sole, Gisela & Munn, Joanne. 2009. The
effectiveness of
manual therapy in the management of musculoskeletal
disorders of the shoulder: A systematic review. Journal of
Manual Therapy volume 14, issue 5, pages 463-474

37

Kapanji. 2007. The Psysiologi of The Joints Volume I.Chruchill


Livingstone
Komi PV, Viitasalo JT, Rauramaa R, et al. 2006. Effect of
isometric strength training of mechanical, electrical, and
metabolic aspects of muscle function.European Journal
of Applied Physiology and Occupational Physiology.
http://www.healthline.com/natstandardcontent/altisotonic-muscle-training#1. diakses 18 april 2015
Kuntono, H.P. 2004. Aspek Fisioterapi Syndrome Nyeri Bahu.
Surakarta
Mayo Clinic. 2007. Frozen Shoulder.
Miller, Alan; Heckert, Kimberly Dicuccio & Davis, Brian A. 2009.
The 3-Minute Musculoskeletal and Peripheral Nerve
Exam. New York : Demos medical
Mudatsir,

Styatibi.

2007.

Terapi

Masipulasi

Ekstremitas,

Pelatihan Manual Terapi. Surakarta


Sandor, Rick & Brone, Scott .2000. Exercising The Frozen
Shoulder.
www.Physsportmed.org/doi/10.3810/psm.2000.09.1222
diakses 18 april 2015
Sandor, Rick .2000. Adhesive Capsulitis:Optimal treatment of
Frozen

Shoulder.

38

www.Physsportmed.org/doi/10.3810/psm.2000.09.1200
diakses 18 april 2015
Sianturi, Goldfried. 2003. Studi Komparatif Injeksi dan Oral
Triamcinolone Acetonide pada Sindroma Frozen Shoulder di
RSUP Dr. Kariadi Semarang. Tesis Undip Semarang.
Sidharta. P. 2008.Sakit Neuromuskular.Edisi ke 2. PT. Dian
Rakyat, hal 99
Sun, KO; Chan, KC; Io, SL & Fong DYT. 2001. Acupuncture for
Frozen Shoulder. Hongkong Medical Journal 2001;7 (4):
381- 91
Vora, Pinakin. 2010. Study of Coservative Management of
Frozen Shoulder. NJIRM 2010;Vol. 1(1). Jan-March
Widmer, Benjamin. 2011. Frozen Shoulder.
www.orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00071 diakses
18 april 2015`
.

39

40

Anda mungkin juga menyukai