Anda di halaman 1dari 10

Penyakit Pertusis pada Anak-Anak

Margarita Masneno
102013317
e-mail: itha.masneno@yahoo.co.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara, No.6 Jakarta Barat

Pendahuluan
Kita semua pernah mengalami batuk, batuk karena menghirup udara yang kotorsampai batuk
yang terjadi apabila saluran nafas kita terinfeksi dengan bakteri. Batuk merupakan refleks
pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeo bronkial. Kemampuan untuk batuk
merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan salurannafas bagian bawah.
Batuk terjadi karena ada perangsangan dari saluran nafas dan sampai akhirnya terdeteksi oleh
pusat batuk pada medula oblongata. Batuk bukanlah suatu diagnose namun batuk merupakan
suatu gejala yang umumnya dialami apabila kita terserang penyakit saluran nafas, khususnya
saluran nafas bawah. Sesuai dengan skenario, seorang anak perempuan 4 tahun datang
dengan keluhan batuk sejak 2 minggu yang lalu. Saat batuk pasien menjadi kesulitan bernafas
akibat batuk terus menerus sehingga wajah menjadi memerah kebiruan. Maka dari itu, untuk
mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan membahas tentang pertusis mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain sebagainya.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan dan
pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan
dengan penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis.

Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian perkembangan
gejala serta keluhan, sangatlah penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas
untuk penyakit bersangkutan.1

Selain itu tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah mengembangkan
pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis banding. Selain itu,
proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya juga sebaliknya serta
memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang sosial pasien.
Anamnesa yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan,keadaan
sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, kondisi lingkungan tempat
tinggalnya, apakah bersih atau kotor, dirumahnya terdapat berapa orang yang tinggal
bersamanya, yang memungkinkan dokter untuk mengetahui apakah penyakitnya tersebut
merupakan penyakit bawaan atau ia tertular penyakit tersebut. Anamnesis yang dapat
dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut:
1. Anamnesa Umum
Nama, umur, alamat, pekerjaan (bisa secara alloanamnesis).
2. Keluhan Utama
Batuk sejak 2 minggu yang lalu. Saat batuk pasien menjadi kesulitan bernafas
akibat batuk terus menerus sehingga wajah menjadi memerah kebiruan.
Pelengkap: demam tidak terlalu tinggi dan naik turun.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah sedang mengalami suatu penyakit tertentu atau tidak.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebaiknya, ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama seperti
sekarang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah di keluarganya pernah ada yang mengalami hal yang sama.
6. Riwayat Pengobatan
Sudah mengkonsumsi obat apa saja, atau sudah mendapat pengobatan apa dan
apakah keadaan membaik atau tidak.
Apakah anak tersebut pernah kontak dengan penderita lainnya. Selain itu, ada
beberapa pertanyaan yang harus ditanyakan terkait dengan batuk si anak:2
Batuknya sudah berapa lama?
Batuknya paroksismal, keras, jarang, sering?
Apakah batuknya produktif atau tidak?
Jika produktif apa warna cairan/sputum? Apakah purulen?
Adakah alergi obat atau antigen lingkungan?

Apakah pasien sebelumnya punya riwayat alergi?


Bagaimana riwayat imunisasi pasien?

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik paru-paru harus meliputi tanda-tanda vital (TTV), inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
TTV
Pada skenario diberitahukan bahwa demam pada pasien tidak terlalu tinggi, perlu
diketahui demam tidak terlalu tinggi juga didapatkan pada penyakit saluran nafas
bawah berupa pertusis.
Inspeksi
Pada inspeksi, yang harus di lihat apakahterdapat kelainan patologis atau hanya
fisiologis dengan melihat pengembangan paru-paru saat bernapas.
Palpasi
Palpasi dapat menilai hal-hal seperti berikut:
Simetris atau asimetris dada, yang dapat diperoleh dari adanya benjolan yang

abnormal, pembesaran kelenjar limfe pada aksila dan lain-lain.


Adanya fremitus suara, merupakan getaran pada daerah toraks pada saat anak
bicara atau menangis yang sama dalam kedua sisi toraks. Apabila suaranya
meninggi, maka terjadi konsolidasi seperti pada pneumonia. Apabila menurun,
maka terjadi obstruksi, atelektaksis, pleuritis, efusi pleura, dan tumor pada
paru-paru. Caranya dengan meletakkan telapak tangan kanan dan kiri pada
daerah dada atau punggung.

Perkusi
Perkusi dapat dilakukan dengan cara langsung atau tidak langsung. Cara langsung
dapat dilakukan dengan mengetukkan ujung jari atau jari telunjuk langsung ke
dinding dada. Sedangkan cara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara
meletakkan satu jari pada dindingdada dan mengetuknya dengan jari tangan lainnya
yang dimulai dari atas ke bawah atau dari kanan ke kiri dengan membandingkannya.
Hasil dari pemeriksaan ini adalah :
Sonor merupakan suara paru-paru normal.

Redup atau pekak merupakan suara perkusi yang berkurang normalnya pada
daerahscapula, diafragma, hati dan jantung. Suara pekak atau redup ini

biasanya terdapatkonsolidasi jaringan paru-paru seperti pada atelektasi,


pneumonia lobaris dan lain-lain.

Hipersonor atau timpani yang terjadi apabila udara dalam paru-paru atau
pleura bertambah, seperti pada emfisema paru-paru atau pneumotoraks.

Auskultasi
Auskultasi berguna untuk menilai suara nafas dasar dan suara nafas tambahan, yang
dilakukan pada seluruh dada dan punggung. Bandingkan suara napas dari kanan ke
kiri, kemudian dari bagian atas ke bawah dan tekan daerah stetoskop yang kuat.
Khusus pada bayi, suara napasnya akan lebih keras karena dinding dadanya masih
tipis.
Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring
ke alveoli, dengan sifat bersih. Berikut merupakan suara nafas normal:
Bronchial : sering juga disebut dengan Tubular sound karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar
keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih
panjang dari pada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut.
Normal terdengar di atas trachea atau daerahsuprasternal notch.

Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan


vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang.
Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks
dimana bronchi tertutup olehdinding dada.

Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih


panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.

Bunyi nafas tambahan atau abnormal pula adalah seperti berikut:

Wheezing : Adalah bunyi seperti bersiul, continue, yang durasinya lebih lama
dari krekels.
Terdengar selama : inspirasi dan ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat
ekspirasi. Penyebabnya adalah akibat udara melewati jalan napas yang
menyempit/tersumbat sebagian. Dapat dihilangkan dengan batuk. Dengan
karakter suara nyaring, suara terusmenerus yang berhubungan dengan aliran

udara melalui jalan nafas yang menyempit (seperti pada asma dan bronchitis
kronik). Wheezing dapat terjadi oleh karena perubahantemperature, allergen,
latihan jasmani, dan bahan iritan terhadap bronkus.

Ronchi : Adalah bunyi tambahan yang terdengar selama ekspirasi.


Penyebabnya adalah karena gerakan udara melewati jalan napas yang
menyempit akibat obstruksi napas, dapat berupa sumbatan akibat sekresi,
udema, atau tumor.

Pemeriksaan Penunjang
Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis suatu penyakit.
Pemeriksaan penunjang yang bisadilakukan untuk kasus ini adalah:
Darah Lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap pasien akan ditemukan peningkatan leukosit sebesar
20.000-50.000/Ul dan juga terdapat limfositosis.
Rontgen
Rontgen disini dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis tuberkulosis.
Biakan Sekret dari Nasofaring Swab
Cairan hasil pencucian nasal dengan salin dibiakan pada medium solid. Antibiotik
didalam media cenderung untuk penghambatan flora respirasi lain yang tumbuh.
Organisme di identifikasi dengan pewarnaan imunoflouresen atau dengan aglutinasi
slide menggunakan antiserum spesifik.3
Diagnosis Kerja
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjanng, pasien diduga menderita
Pertusis.
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular, ditandai
oleh sindrom batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai dengan nada tinggi,
karena penderita berupaya keras untuk menarik nafas sehingga di akhir batuk sering disertai
bunyi khas (whoop). Prevalensi diseluruh dunia sekarang berkurang hanya karena imunisasi
aktif.
Diagnosis Banding

Etiologi
Penyebab pertusis adalah Bordetella pertussis. Merupakan gram negative dengan cirri
berbentuk ovoid, pendek (panjang 0,5-1 mm, diameter 0,2-0,3 mm) mempunyai kapsul, tidak
dapat bergerak, dapat menimbulkan hemolisis dan dengan pewarnaan toluidin biru dapat
terlihat granula bipolar metakromatik. Bakteri ini aerob murni dan membentuk asam tapi
tidak membentuk gas dari glukosa dan laktosa.Untuk biakan isolasi primer B.pertussis dapat
digunakan Bordet Gengou (agar kentang-darah-gliserol) yang mengandung Penisilin
0,5g/mL. Kuman ini dapat mati dalam suhu 55C selama setengah jam. Kuman ini dapat
menghasilkan dua macam toxin, yaitu heat labile toxin dan endotoksin.
Faktor-faktor kevirulenan Bordetella pertussis :
Toksin pertussis: histamine sensitizing factor (HSF), limfositosis promoting factor,
Islet Activating Protein (IAP).
Adenilat siklase luarsel.
Hemaglutinin (HA): F-HA (filamentous-HA) , PT-HA (pertussis toxin-HA).
Toksin tak stabil panas (heat labile toxin).
Epidemiologi
Di seluruh dunia ada 60 juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari setengah juta
meninggal. Penggunaan vaksin pertusis yang meluas menyebabkan penurunan kasus yang
dramatis. Insiden penyakit yang tinggi di negara-negara sedang berkembang dan maju,
seperti Itali dan daerah-daerah tertentu Jerman, dimana cakupan vaksin rendah. Pertusis
adalah endemik, dengan ditumpangi siklus epidemik setiap 3-4 tahun sesudah akumulasi
kelompok rentan yang cukup besar. Sebagian besar kasus terjadi dari bulan Juli sampai
dengan Oktober.Pertusis sangat menular, dengan angka serangan setinggi 100% pada
individu rentan yangterpajan pada tetes-tetes aerosol pada rentangan yang rapat. B.pertussis
tidak tahan hidup untuk masa yang lama dalam lingkungannya.
Pertusis

merupakan

penyakit

menular

dengan

tingkat

penularan

yang

tinggi,

dimana penularan ini terjadi pada kelompok masyarakat yang padat penduduknya dengan
tingkat penularannya mencapai 100%. Pertusis dapat ditularkan melalui udara secara droplet.

Patofisiologi
Bordetella pertusis setelah dikeluarkan melalui sekresi udara pernafasan kemudian melekat
pada silia epitel saluran pernafasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh Bordetella pertusis
terjadi melalui 4 tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme pertahanan
pejamu,kerusakanlokal,danakhirnyatimbul penyakit sistemik.
Setelah terjadi perlekatan Bordetella pertusis, kemudian bermultiplikasi dan menyebar
keseluruh permukaan epitel saluran pernafasan. Proses ini tidak invasif, oleh karena itu
pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan Bordetella pertusis, maka akan
menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping
cough. Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan oleh karena pertusis
toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B. Toksin sub unit B selanjutnya
berikatan dengan reseptor sel target, kemudian menghasilkan sel unit A yang aktif pada
daerah aktifasi enzim membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan magrofag
ke daerah infeksi.
Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan limfoid peribronchial
dan meningkatkan jumlah mukos pada permukaan silia, maka fungsi silia sebagai pembersih
akan terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh Streptococcus
Pneumonia, H. influenza dan Staphylococcus aureus). Penumpukan mukosa kan
menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru. Hipoksemia dan
sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigenisasi pada saat ventilasi dan timbulnya
apnue saat terserang batuk.
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi pertusis 620 hari (ratarata 7hari) dimana perlangsungan penyakit ini 68
minggu atau lebih. Perjalanan klinis penyakit ini dapat berlangsung 3 stadium yaitu stadium
kataralis (prodromal, preparoksimal), stadium akut paroksismal (paroksismal, spasmodik),
dan stadium konvalesens:
1. Stadium katalis (1-2 minggu)
Menyerupai gejala ISPA: rinore dengan lender cair, jernih, terdapat injeksi
konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan iritatif sering dan intermiten, panas tidak begitu
tinggi dan droplet sangat infeksius.
2. Stadium proksimal atau spasmodic (1-6 minggu)

Frekuensi derajat batuk bertambah 5-10 kali pengulangan batuk kuat, selama expirasi
di ikuti usaha insprasi masif yang mendadak sehingga menimbulkan bunyi
melengking (whoop) oleh karena udara yang dihisap melalui glotis yang menyempit.
Muka merah (sianosis), mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, petekia di
wajah, muntah sesudah batuk paroksimal, apatis, penurunan berat badan, batuk mudah
di bangkitkan oleh stress emosional dan aktivitas fisik. Anak dapat terberak- berak
dan terkencing-kencing. Kadang-kadang pada penyakit yang berat tampak pula
perdarahan sub konjungtiva dan epistaksis.
3. Stadium konvalesens (1-2 minggu)
Whoop mulai berangsur-angsur menurun dan hilang 2-3 minggu kemudian tetapi pada
beberapa pasien akan timbul batuk paroksimal kembali. Episode ini akan berulang
ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran nafas
bagian atas yang berulang.
Penatalaksanaan
Pengobatan dibagi atas medica mentosa (menggunakan obat obat yang di minum) dan juga
non-medica mentosa (tidak mengonsumsi obat).
Medika Mentosa
Eritromisin, 40-50mg/kgBB/hari, secara oral dalam dosis terbagi empat

(maksimum 2g/24 jam) selama 14 hari merupakan pengobatan baku.


Trimethoprim-sulfametoksasol, 6-8mg/kgBB/hari, secara oral dalam dosis
terbagi dua (maksimum 1g/24jam) sebagai alternatif.

Salbutamo 0,3-0,5mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis.

Non-Medika Mentosa
Terapi suportif juga dapat diberikan berupa:
Lingkungan perawatan yang tenang.
Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit di telan, sebaiknya berikan

makanan yang berbentuk cair.


Pembersihan jalan napas
Oksigen, terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis.

Komplikasi
1. Alat pernapasan

Dapat terjadi otitis media, bronchitis, bronkopneumonia, atelektasis yang disebabkan


sumbatan mucus, emfisema, bronkiektasis sedangkan tuberculosis yang sebelumnya
telah ada dapat menjadi bertambah berat, batuk yang keras dapat menyebabkan
rupture alveoli, emfisema intestinal, pneumotorak.
2. Alat pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolapsus rectum atau
hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulkus pada
ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk,
stomatitis.
3. Susunan saraf pusat
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektronik akibat muntahmuntah. Kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak, mungkin pula terjadi
perdarahan otak, koma, ensefalitis dan hiponatremi.
4. Lain-lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epitaksis, hemoptisis dan erdarahan
subkonjungtiva.

Pencegahan
Imunisasi DPT
Imunisasi DPT (diphtheria, pertusis, tetanus) merupakan imunisasi yang digunakan
untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini
merupakan vaksin yang mengandung racun kuman diffteri yang dihilangkan sifat
racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). Frekuensi
pemberian imunisasi DPT, diberikan pada usia 6 minggu secara terpisah atau secara
kombinasi dengan Hepatitis B atau HiB. Booster DPT diberikan pada usia 18 bulan
dan 5 tahun. Usia 12 tahun mendapat TT saat program BIAS SD kelas 6.
Imunisasi DPT diberikan melalui intramuscular. Pemberian DPT dapat berefek
samping ringan ataupun berat. Efek samping ringan misalnya terjadi pembengkakan,
nyeri pada tempat penyuntikan dan demam. Efek berat misalnya terjadi meningitis
hebat, kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati
dan syok. Upaya pencegahan penyakit difteri, pertusis dan tetanus perlu dilakukan

sejak dini melalui imunisasi karena penyakit tersebut sangat cepat serta dapat
meningkatkan kematian abyi dan anak balita.

Prognosis
Prognosis tergantung usia. Anak yang lebih tua mempunyai prognosis yang lebih baik. Pada
bayi resiko kematian (0,5-1%) disebabkan enselopati. Pada observasi jangka panjang atau
apneu atau kejang akan menyebabkan gangguan intelektual dikemudian hari.

Kesimpulan
Dari anamnesis, pemeriksan fisik, gejala klinis yang didapat, pasien tersebut menderita
penyakit Pertusis. Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh
Bordetela pertusis yang pathogen dan menular. Pravalensi di seluruh dunia sekarang
berkurang hanya karena imunisasi aktif.

Anda mungkin juga menyukai

  • Case Digestive
    Case Digestive
    Dokumen67 halaman
    Case Digestive
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Cae IPD 'Grave Disease'
    Cae IPD 'Grave Disease'
    Dokumen40 halaman
    Cae IPD 'Grave Disease'
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Katarak PKM Camplong
    Penyuluhan Katarak PKM Camplong
    Dokumen2 halaman
    Penyuluhan Katarak PKM Camplong
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Case Digestive
    Case Digestive
    Dokumen56 halaman
    Case Digestive
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Katarak Sekunder Fix
    Katarak Sekunder Fix
    Dokumen36 halaman
    Katarak Sekunder Fix
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Glaukoma Sudut Tertutup
    Glaukoma Sudut Tertutup
    Dokumen15 halaman
    Glaukoma Sudut Tertutup
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Katarak Sekunder (PCO) FIX
    Katarak Sekunder (PCO) FIX
    Dokumen25 halaman
    Katarak Sekunder (PCO) FIX
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Osteoporosis
    Leaflet Osteoporosis
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Osteoporosis
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Glaukoma Absolute
    Glaukoma Absolute
    Dokumen19 halaman
    Glaukoma Absolute
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Osteoporosis
    Osteoporosis
    Dokumen10 halaman
    Osteoporosis
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Itha Holl
    Itha Holl
    Dokumen36 halaman
    Itha Holl
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Glaukoma Absolute
    Glaukoma Absolute
    Dokumen8 halaman
    Glaukoma Absolute
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Katarak Sekunder Fix
    Katarak Sekunder Fix
    Dokumen36 halaman
    Katarak Sekunder Fix
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Case Paru TB Paru Baru
    Case Paru TB Paru Baru
    Dokumen39 halaman
    Case Paru TB Paru Baru
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Case Keratitis Mata
    Case Keratitis Mata
    Dokumen7 halaman
    Case Keratitis Mata
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA
    Dokumen25 halaman
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA
    Wendy Ardiansyah
    100% (10)
  • Glaukoma Absolute
    Glaukoma Absolute
    Dokumen11 halaman
    Glaukoma Absolute
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Glaukoma Absolute
    Glaukoma Absolute
    Dokumen11 halaman
    Glaukoma Absolute
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Osteoporosis
    Osteoporosis
    Dokumen10 halaman
    Osteoporosis
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Osteoporosis
    Leaflet Osteoporosis
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Osteoporosis
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Glaukoma Absolute
    Glaukoma Absolute
    Dokumen11 halaman
    Glaukoma Absolute
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Mata DR Vanesa
    Mata DR Vanesa
    Dokumen12 halaman
    Mata DR Vanesa
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Katarak
    Katarak
    Dokumen25 halaman
    Katarak
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA
    Dokumen25 halaman
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA
    Wendy Ardiansyah
    100% (10)
  • Otot Mata
    Otot Mata
    Dokumen1 halaman
    Otot Mata
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Katarak
    Katarak
    Dokumen25 halaman
    Katarak
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Vaksinasi Hepatitis B
    Vaksinasi Hepatitis B
    Dokumen2 halaman
    Vaksinasi Hepatitis B
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • Katarak
    Katarak
    Dokumen25 halaman
    Katarak
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat
  • PNEUMONIA
    PNEUMONIA
    Dokumen25 halaman
    PNEUMONIA
    Ratna Pusvita Effendy's
    100% (1)
  • Klinefelter 02
    Klinefelter 02
    Dokumen12 halaman
    Klinefelter 02
    ItHa Sagiitariius BLue Loverz
    Belum ada peringkat