STATUS PASIEN
I.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
Umur
: 47 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
II.
Pekerjaan
: Pedagang Sembako
Pendidikan
: SMP
Status Perkawinan
: Menikah
No. RM
: 511705
Tanggal pemeriksaan
: 30 Juni 2015
Anamnesis
Keluhan Utama :
Nyeri hebat di pinggang kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD Soreang dengan keluhan nyeri di hebat
pinggang kanan yang dirasakan sejak 2 tahun. Nyeri dirasakan memberat sejak
2 bulan SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri muncul tiba-tiba, hilang timbul, dan
menjalar ke daerah punggung kanan. BAK berwarna coklat keruh seperti kopi
susu. BAB tidak lancar, terkadang seminggu sekali, dengan konsistensi padat dan
kadang dirasakan nyeri saat BAB. Demam (+), pusing (+), batuk (-), pilek (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnnya
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengeluhkan hal yang sama
Riwayat Penyakit Lainnya :
Riwayat hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
1
Riwayat pengobatan :
Pasien mengkonsumsi obat-obat pereda nyeri dari warung
III.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi
: 64x/menit
Pernafasan
: 28x/menit
Suhu
: 36,0C
Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata
Leher
Thorax
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen : Inspeksi
sound (-)
Palpasi
: massa (-), nyeri tekan (+), hepar tidak teraba, lien tidak
: tympani
Extremitas : Akral hangat, turgor baik, edema (-), capillary refill time < 2
Status Lokalis
Nyeri (+),
menjalar ke
kuadran kanan
atas dan bawah
abdomen
CVA (+)
IV.
Pemeriksaan Penunjang
Telah dilakukan BNO polos dengan hasil :
Tampak konkramen opak setinggi P.VL 2-3 dextra
V.
Resume
Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD Soreang dengan keluhan nyeri di hebat
pinggang kanan yang dirasakan sejak 2 tahun. Nyeri dirasakan memberat sejak
2 bulan SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri muncul tiba-tiba, hilang timbul, dan
menjalar ke daerah punggung kanan. Urin berwarna coklat keruh seperti kopi
susu. Konstipasi (+), demam (+), pusing (+). Pada BNO polos, tampak konkramen
opak setinggi P.VL 2-3 dextra.
VI.
Diagnosis Banding
Uretherolithiasis
Nefrolithiasis
VII.
Usulan Pemeriksaan
BNO IVP
3
USG abdomen
Urin rutin
Hematologi rutin
VIII. Diagnosis Kerja
Uretherolithiasis dextra
IX.
Tatalaksana
Terapi konsevatif
Endourologi
X.
Prognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanactionam
: ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Ureter
Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan kandung
kemih (vesica urinearia), dengan panjang 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Saluran
ini menyempit di tiga tempat yaitu di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati
pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kendung kemih. BSK dapat tersangkut
dalam ureter di ketiga tempat tersebut, yang mengakibatkan nyeri (kolik ureter).
Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat (jaringan fibrosa),
lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan sebelah dalam merupakan lapisan
mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali
yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinearia).
Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter adalah
suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat membuka dan menutup sehingga dapat
mengatur kapan air kemih bisa lewat menuju ke dalam kandung kemih. Air kemih yang
secara teratur tersebut mengalir dari ureter akan di tampung dan terkumpul di dalam kandung
kemih.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen
T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior
dan inferior.
Ureter terletak di organ retroperitoneal. Ureter merupakan saluran muskuler silindris urine
yang mentranspor urin dari ginjal menuju vesica urinaria dengan panjang sekitar 20-30 cm
diameter 1.7 cm. Batas-batas ureter :
Ureter dextra :
Ureter Sinistra :
Anterior : Colon sigmoid, Mesocolon sigmoid, a.v llae & a.a Jejunalis, a.v
testiculari/orarica sinistra.
Sama dengan pielum, dinding ureter mempunyai lapisan otot yang kuat yang dapat
menyebabkan kontraksi hebat disertai nyeri sangat hebat. Dinding muskuler tersebut
mempunyai hubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum di sebelah cranial dan
dengan otot dinding buli-buli disebelah kaudal. Ureter menembus dinding muskuler masuk ke
kandung kemih secara miring sehingga dapat mencegah terjadinya aliran balik dari kandung
kemih ke ureter. sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli secara anatomik
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit dari pada ditempat
lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut
ditempat itu. Tempat-tempat penyempitan yang dimaksud adalah :
Vaskularisasi :
Arteriae : arteri yang memperdarahi ureter adalah ujung atas oleh arteri renalis,
bagian tengah oleh arteri testicularis atau arteri ovarica, dan didalam pelvis oleh
arteri vesicalis inferior
Innervasi :
serabut aferen berjalan bersama denga saraf simpatis dan masuk medulla spinalis
setinggi segmen lumbalis I dan II
Ureter pars abdominalis : yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa
iliaka
ureter pars pelvika : mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke
kandung kemih
1/3 proksimal : dimulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum
1/3 medial : dimulai dari batas atas sacrum sampai batas bawah sacrum
1/3 distal : dimulai dar batas bawah sacrum sampai masuk ke kandung kemih
Pengisian ureter dengan urin merupakan proses pasif. Peristalsis pelvis ginjal dan ureter
meneruskan air kemih dari ureter ke kandung kemih, mengatasi tahanan pada hubungan
antara ureter dan kandung kemuh dan mencegah terjadinya refluks. Hubungan ureter dan
kandung kemih menjamin aliran urin bebas dari ureter ke dalam bulu-buli. Susunan
anatominya membentuk mekanisme katup muscular sehingga makin terisi kandung kemih,
katup uretervesika makin tertutup rapat.
Definisi Uretherolithiasis
Batu ureter adalah keadaan dimana terdapat batu saluran kencing, yang terbentuk
ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalium, oksalat, kalium fosfat, dan asam urat
meningkat Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu
ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran
perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang
terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus.
Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter
dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Batu ureter pada umumnya
berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Gerakan peristaltic ureter mencoba mendorong
batu ke distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat.
Epidemiologi Uretherolithiasis
Diperkirakan 10% pria dan 5% wanita di Amerika Serikat akan mengalami penyakit batu
saluran kemih dalam hidupnya (Pearle et al, 2007). Prevalensi kejadian penyakit ini telah
bertambah dua kali lipat dari periode 1964 sampai 1972 dan cenderung stabil sejak tahun
1990an (Romero et al, 2010). Pada tahun 2000, insiden kejadian batu saluran kemih di
Amerika Serikat dilaporkan 116 individu per 100.000 populasi. Populasi tersebut berusia 1864 tahun dari 2 perusahaan asuransi terbesar. Insiden ini cenderung meningkat secara
signifikan dari studi yang dilakukan sebelumnya. (Romero et al, 2010)
Di Jepang, insiden kejadian batu saluran kemih telah meningkat dua kali lipat dalam
periode 40 tahun baik pada pria maupun wanita. Pada tahun 1965, insidennya berkisar 54
individu per 100.000 populasi. Kenaikan ini terjadi secara signifikan pada 10 tahun terakhir
sehingga pada tahun 2005 insiden batu di Jepang mencapai 115 individu per 100.000
populasi. Insiden pada pria meningkat secara drastis sejak tahun 1990an, sementara pada
wanita peningkatan terjadi lebih perlahan (Yasui et al, 2005).
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Dari data yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah
penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke
tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002. Peningkatan
ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) yang secara total mencakup 86% dari
seluruh tindakan bidang urologi (Rahardjo, 2004).
Etiologi Uretherolithiasis
Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang
dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh terhadap
pembentukan BSK yaitu :
a. Teori Fisiko Kimiawi
Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia, fisika maupun
gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa terjadinya batu sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di saluran kemih. Berdasarkan faktor
fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu, yaitu:
a.1 Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar
terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu produk
menekan pembentukan menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam urat dan
kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di inti
untuk membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Analisis batu yang
memadai akan membantu memahami mekanisme patogenesis BSK dan merupakan tahap awal
dalam penilaian dan awal terapi pada penderita BSK.
Klasifikasi Batu
Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat diketahui
dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium,
amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin.
a. Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-80%
dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga
bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat
atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait
dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi.
Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:
a.1 Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan
konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
a.2 Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu berwarna
kuning, mudah hancur daripada whewellite.
b. Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien biasanya berusia
> 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol,
dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena
keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi
rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar
sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang
dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman
pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine
menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk
11
12
Ada beberapa istilah yang Anda harus tahu mengenai pembentukan kalikuli ini yaitu :
Stabil (stable) adalah keadaan dimana tidak terdapat endapan atau kristal yang
terbentuk karena zat pelarut masih adekuat untuk melarutkan zat terlarut.
Tidak stabil (unstable) adalah keadaan dimana kemampuan zat pelarut sudah
maksimal dan inhibitor sudah berfungsi maksimal atau tidak aktif oleh hal-hal
tertentu sehingga terjadi pengendapan.
Nukleasi adalah proses ikatan komponen tertentu dari substansi yang ada.
Kristalisasi adalah proses pembentukan benda homogen padat dari elemen tertentu.
Inhibitor adalah substansi atau zat yang mencegah terjadinya nukleasi, kristalisasi
dan agregasi.
Pada tahap stabil, tidak ada kristal yang terbentuk sama sekali dan tidak ada kalikuli sama
sekali. Hal ini disebabkan tidak ada komponen urin yang terlalu pekat dan pH yang stabil.
Pada tahap metastabil, kemampuan zat pelarut untuk melarutkan sudah maksimal dan tidak
mampu melakukan kompensasi terhadap zat terlarut. Namun dalam sistem nefron, terdapat
inhibitor yang menunjang kelarutan. Inhibitor mencegah supersaturasi dari 7 sampai 11 kali
13
dari kemampuan pelarut melarutkan zat terlarut. Beberapa hal yang mempengaruhi
pembentukan nuklei adalah tingkat supersaturasi (kepekatan zat terlarut), stabilitas nuklei
(kekuatan ikatan beberapa komponen yang membentuk batu), waktu (kecepatan aliran cairan
dalam nefron) dan inhibitor yang ada. Bisa dibilang awal pembentukan batu adalah nukleasi
dilanjutkan kristalisasi kemudian agregasi sehingga pembentukan nuklei penting dalam
terjadinya batu saluran kemih.
Beberapa contoh inhibitor dan sifatnya :
Sitrat : mengurangi avaibilitas ion kalsium dengan mengikatnya menjadi kalsium sitrat
dan menghambat presipitasi kalsium oksalat secara spontan.
Uropontin
Bikunin
Pada tahap tidak stabil, kepekatan terlampau hebat sehingga kemampuan melarutkan dan
fungsi inhibitor tidak bisa mengimbangi. Namun bisa juga akibat inhibitor tidak aktif. Pada
tahap ini nukleasi, kristalisasi dan agregasi mudah terjadi.
Biasanya kristal dan agregat yang terbentuk tidak sempat mengendap karena aliran cairan
nefron lebih cepat. Oleh karena itu berkurangnya cairan yang masuk ke ginjal merupakan
faktor predisposisi batu saluran kemih karena memperlambat laju cairan sehingga cukup
untuk menjadi agregat yang cukup besar lalu mengendap.
Manifestasi Klinis Uretherolithiasis
Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya obstruksi,
infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi yang dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta
ureter proksimal. Infeksi biasanya disertai gejala demam, menggigil, dan dysuria. Namun,
beberapa batu jika ada gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak unit
fungsional (nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa (kolik).
Gejala klinis yang dapat dirasakan yaitu :
a. Rasa Nyeri
14
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari
lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area
kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang
mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar
biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa
berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan
darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.
b. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga menyebabkan
suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan
darah rendah, dan pelebaran pembuluh darah di kulit.
c. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan
statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena kuman
Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
d. Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang
berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya penyakit BSK.
e. Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual dan
muntah.
Diagnosis Uretherolithiasis
Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan
kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar
hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke
kemaluan.Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada
saat kencing atau sering kencing. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat
keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan
reaksi
peradangan
(periureteritis)
serta
menimbulkan
obstruksi
kronik
berupa
15
Diagnosis Batu Saluran Kemih dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik,
laboraturium, dan radiologis. Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik
pada daerah organ yang bersangkutan :
a. Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual, dan demam (tidak
selalu).
b. Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah pinggul (flank
tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati
ureter menuju kandung kemih.
Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu peningkatan jumlah
leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria, dengan adanya kandungan nitrit dalam
urine. Selain itu, nilai pH urine harus diuji karena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk
jika nilai pH kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada
pH urine lebih dari 7,2.
Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan beberapa tindakan radiologis yaitu :
a. Sinar X abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih. Dimana dapat
menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi batu yaitu
dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat,
sedangkan dengan densitas rendah menunjukan jenis batu struvit, sistin dan campuran.
Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu di dalam ginjal maupun batu diluar ginjal.
b. Intravenous Pyelogram (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
c. Ultrasonografi (USG)
USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi. Pemeriksaan
dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien yang alergi terhadap
kontras radiologi. Keterbatasn pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukan batu
ureter, dan tidak dapat membedakan klasifikasi batu.
d. Computed Tomographic (CT) scan
Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan lokasi
batu.
16
Pielonefritis akut
Tatalaksana Uretherolithiasis
Tujuan :
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan
agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi
pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus
diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran kemih harus segera
dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas tetapi
di derita oleh seseorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang
pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih
pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya, dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas, namun
diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh seorang
pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih
pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, berupa :
a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b) - blocker
c) NSAID
17
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan
pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya semua
sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru, dalam terapi
batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi tembak untuk batu
ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin generasi lama, sehingga pemanfaatannya
untuk terapi batu ureter sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini
juga punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga
untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat penangkal
nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk
memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari
ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan
tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang
atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar
bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun 1971,
Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu ginjal
menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai
proyek penelitian dan aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama
batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin Dornier
Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan dilakukan secara intensif
dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah mulai tahun 1983, ESWL secara resmi
diterapkan di Rumah Sakit di Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987
oleh Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat generasi
terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar di Indonesia seperti
Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
18
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu
elektrohidrolik,
piezoelektrik
dan
elektromagnetik.
Masing-masing
generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin
sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa
sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang kejut
antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat
dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm
serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali
yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu
apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium
oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh
digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan
fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga
harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada
ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun
sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu
dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik,
energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
20
batu ureter kurang lebih tinggal 1-2 persen saja, terutama pada penderita-penderita
dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan batu
secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak
merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis tindakan
pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana
batu berada, yaitu :
a. Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
dalam ginjal
b. Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
ureter
c. Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di
vesica urinearia
d. Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di
uretra
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang
peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya
pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu.
Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan
batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
Komplikasi Uretherolithiasis
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat
diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan
tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan
kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut
dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi
signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau
pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi
ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
21
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh
intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka
kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak
tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan
kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu
dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi
melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi
sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat
pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar,
kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi
yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat
menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan terapi
nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara
bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan
dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL. Komplikasi akut
meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan
transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL
sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi
terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai,
khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut
lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi
terbuka kurang dari 1%.
Prognosis Uretherolithiasis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya
infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu
yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar
kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu,
sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam
22
saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu,
namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.
23
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan medikal bedah vol 2. Jakarta: EGC.
Dorland, W. 2002. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/urolithiasis.html
Mansjoer, A. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapius FKUI.
Purnomo, B.B., 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. Jakarta.
Schwartz S, Shires G, Spencer F. 2000. Prinsip-prinsip ilmu bedah (principles of surgery).
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Smith J.K., 2008.Nephrolithiasis or Urolithiasis. www.emedicine.com/radio /topic734.htm.
Diakses pada 15 Juni 2015.
24