Anda di halaman 1dari 32

MENCRET

Oleh

: A-01

Ketua

: Farizky Baskoro

(1102011100)

Sekretaris

: Ana Amalina

(1102011024)

A. Deza Farista

(1102011001)

Amanda Ricki

(1102011023)

Aria Kapriyati

(1102011041)

Ayu Lestari

(1102011057)

Citra Nurul Aviandari

(1102011067)

Dinieska Indiastri

(1102011081)

Ika Yuniarti

(1102011121)

Mainurtika

(1102011151)

UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN PELAJARAN 2011-2012

Skenario 3 :
MENCRET

Seorang laki-laki, 35 tahun, dibawa ke Puskesmas karena mengalami mencret lebih dari
12 kali dalam sehari sejak 2 hari yang lalu. Keluhan ini timbul setelah makan malam di warung
nasi dekat rumahnya. Pemeriksaan fisik : kesadaran komposmentis lemah, TD : 85/60 mmHg,
nadi : 120x/menit, pernapasan 34x/menit, cepat dalam. Jumlah urin sedikit. Di Puskesmas,
penderita dipasang infus dan diberikan pertolongan pertama, lalu dirujuk ke RS terdekat. Dokter
meminta untuk diperiksa Analisa Gas Darah.
Kesannya : terdapat gangguan keseimbangan asam-basa berupa asidosis metabolik, dengan anion
gap yang normal.

SASARAN BELAJAR
L.I. 1. Memahami dan Mempelajari Keseimbangan Asam-Basa dalam Tubuh
L.O. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Keseimbangan Asam-Basa
L.O. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Asam-Basa
L.O. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Aspek Biokimia dan Fisiologi Keseimbangan
Asam-Basa
L.I. 2. Memahami dan Mempelajari Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
L.O. 2.1. Klasifikasi Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
L.O. 2.2. Kasus Klinik Gangguan Keseimbangan Asam-Basa pada Kasus Diare (patologi,
manifestasi, dll)
L.I. 3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan yang Diperlukan pada Gangguan
Keseimbangan Asam-Basa
L.O. 3.1. Pemeriksaan Fisik
L.O. 3.2. Pemeriksaan Penunjang

L.I. 1. Memahami dan Mempelajari Keseimbangan Asam-Basa dalam Tubuh


L.O. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Keseimbangan Asam-Basa
Definisi asam-basa menurut Arrhenius
Menurut Arrhenius pada tahun 1903, asam adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion
hidrogen (atau ion hidronium, H3O+) sehingga dapat meningkatkan konsentrasi ion hidronium
(H3O+).

basa adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion hidroksida sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi ion hidroksida.

Reaksi keseluruhannya :

Secara umum :

Konsep asam basa Arrhenius terbatas hanya pada larutan air, sehingga tidak dapat diterapkan
pada larutan non-air, fasa gas dan fasa padatan dimana tidak ada H+ dan OH-.
Definisi asam-basa menurut Bronsted-Lowry
Pada tahun 1923, Bronsted dan Lowry mendefinisikan :
Asam adalah suatu senyawa yang dapat memberikan proton (H+) Basa adalah suatu senyawa
yang dapat berperan sebagai menerima proton (H+).

Pada kedua contoh reaksi di atas, air dapat bertindak sebagai basa dalam larutan HCl dan sebagai
asam dalam larutan amonia. Senyawa yang dapat bertindak sebagai asam dan basa disebut
sebagai senyawa amfoter. Contoh lain senyawa yang bersifat amfoter yaitu Al 2O3. Reaksi di atas
menunjukkan pasangan asam-basa konjugasi. Pada reaksi kebalikannya, ion Cl - menerima proton
dari ion oksonium (H3O+). Ion Cl- disebut sebagai basa dan ion oksonium (H 3O+) disebut sebagai
asam, sehingga HCl merupakan pasangan asam-basa konjugasi dari Cl - dan H2O merupakan
pasangan asam-basa konjugasi dari ion oksonium (H3O+).
Definisi asam-basa menurut Lux-Flood
Sistem asam-basa Lux-Flood merupakan sistem asam-basa dalam larutan nonprotik yang tidak
dapat menggunakan definisi Bronsted-Lowry. Contohnya, pada temperatur leleh suatu senyawa
anorganik yang cukup tinggi reaksinya sebagai berikut:

basa (CaO) adalah pemberi oksida


asam (SiO2) adalah penerima oksida
Sistem Lux-Flood terbatas pada sistem lelehan oksida, namun merupakan aspek anhidrida asambasa dari kimia asam- basa yang sering diabaikan.
Basa Lux-flood adalah suatu anhidrida basa.

Sedangkan asam Lux-Flood adalah suatu anhidrida asam.

Karakterisasi oksida logam dan non logam menggunakan sistem tersebut bermanfaat dalam
industri pembuatan logam.

Secara umum :

Perbandingan reaksi netralisasi asam-basa menurut Arrhenius, Bronsted-Lowry dan sistem


pelarut.

L.O. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Asam-Basa


Berdasarkan Kekuatannya
Klasifikasi asam basa ini digolongkan berdasarkan kekuatannya dan ukuran
terionisasi, dibagi menjadi 2 , yaitu:
1 Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan dalam air
O
H2
dan menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin. Contoh HCL, HN 3 ,
S
O4

, HCl

O4

Basa kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat dilarutkan dalam air

dan bereaksi dengan asam. Contoh NaOH, KOH, Ba(OH 2


2. Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan didalam air
kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh H3PO4, H2SO3, HNO2, CH3COOH
Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air.
H4
Contoh NaHCO3, N
OH
Berdasarkan Bentuk Ion
Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif.
Contoh : SO3 Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan positif.
N4 +
Contoh : N

Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif.


Contoh : Cl, C N

Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif.


Contoh : Na+
Berdasarkan kemampuan ionisasi asam dan basa
Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan satu
ion H atau ion OH (dikenal juga dengan ionisasi primer)
O
H3
Contoh : asam monoprotik [HCl, HN 3 , C
COOH]

basa monoprotik [NaOH, KOH]


Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 2 ion H
atau ion OH (dikenal dengan ionisasi sekunder)
H2
O ,
Contoh : asam diprotik [
S 4 H2S]

basa diprotik [Mg(OH 2 , Ca(OH)2, Ba(OH)2]


Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 3 atau
lebih ion H atau ion OH (dikenal juga dengan ionisasi tersier)
H3
O
Contoh : asam poliprotik [
P 4 ]
basa poliprotik [Al(OH)3]

Asam-asam yang berasal dari proses metabolisme

Asam volatil adalah asam yang mudah menguap, dapat berubah bentuk menjadi
bentuk cair maupun gas. Asam volatil merupakan hasil akhir dari metabolisme
asam amino, lemak dan karbohidrat.
Contoh : karbondioksida, asam karbonat
Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat berubah
bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paru-paru, tapi harus dieksresikan oleh
ginjal.
Contoh : asam organik, asam non-organik

L.O. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Aspek Biokimia dan Fisiologi Keseimbangan
Asam-Basa
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen, keseimbangan antara ion [

+
H ] bebas dan [HC O 3 ] dalam cairan tubuh sehingga pH darah 7,35 7,45 atau
+
keseimbangan tubuh yang harus dijaga kadar ion [ H ] bebas dalam batas normal maupun
pembentukan asam maupun basa terus berlangsung dalam kehidupan.

Cairan tubuh harus dilindungi dari perubahan pH karena sebagian besar enzim sangat peka
terhadap perubahan pH. Mekanisme protektif harus berlangsung aktif dan secara terus menerus
karena proses metabolisme juga menyebabkan terbentuknya asam dan basa secara terus menerus
(asam karbonat, asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, asam sitrat, asam asetoasetat, ion
ammonium, -hidroksibutirat).
+
Karena ion [ H ] berpengaruh besar dalam keseimbangan asam-basa, maka faktor yang
+
mempengaruhi [ H ] juga mempengaruhi keseimbangan asam basa, yaitu :
+
a Lebihnya kadar [ H ] yang ada dalam cairan tubuh, berasal dari

Pembentukan

O3

H2

O3

yang sebagian berdisosiasi menjadi H+ dan HC

Katabolisme zat organik


Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedik, contoh pada metabolik
lemak terbentuk asam lemak dan laktat yaitu melepaskan [H+]
b Keseimbangan intake dan output ion [H+] tubuh
Bervariasi tergantung dari:
Diet ( makanan ), H+ naik, jika kebanyakan makan asam (asidosis), sedangkan
dengan mengkonsumsi sayur dan buah bersifat basa banyak menghasilkan HC

O3 .

Aktivitas yaitu lari cepat membuat tubuh kita asam karena menghasilkan banyak
CO2 sehingga pH turun
Proses anaerob yaitu lebih banyak penumpukan asam laktat seperti olahraga berat
sehingga menimbulkan reaksi asam dan membuat pH turun

Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari tiga sistem,yaitu :
1
2
3
1

Sistem buffer
Sistem respiratorik (sistem paru)
Sistem metabolik (sistem ginjal)

Sistem buffer
Sistem buffer disebut juga sistem penahan atau sistem penyangga, karena dapat
menahan perubahan pH. Sistem buffer merupakan larutan yang mengandung asam dan basa
konjugasinya.
Sistem buffer kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam basa sementara. Jika
dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh
paru paru yang merespon secara cepat terhadap perubahan ion H+ dalam darah karena

rangsangan kemoreseptor dan pusat pernafasan mempertahankan kadar [H +] sampai ginjal


menghilangkan ketidakseimbangan tersebut, ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan

ion H+ dengan mensekresikan ion H+ dan menambahkan HC O 3 baru dalam darah karena
memiliki dapar fosfat.
Di dalam tubuh terdapat beberapa sistem buffer, yaitu :

Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat


Sistem buffer hemoglobin
Sistem buffer protein
Sistem buffer fosfat

Fungsi utama sistem buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh
pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan ekstraseluler. Sistem ini memiliki
keterbatasan, yaitu :
Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan karena
peningkatan CO2
Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem
pernafasan bekerja normal.
Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada tersedianya ion
bikarbonat.
Di bawah ini tabel buffer kimiawi dan peran utamanya :
Sistem Buffer
Sistem buffer asam karbonat
bikarbonat
Sistem buffer protein
Sistem buffer hemoglobin
Sistem buffer fosfat

Sistem Buffer

H 2 CO 3 :

HCO 3

Fungsi Utama
: Buffer CES utama terhadap perubahan
non-asam karbonat
Buffer CIS utama ; juga menyangga
CES
Buffer utama terhadap perubahan asam
karbonat
Buffer urin yang penting ; juga
menyangga CES

Pasangan buffer

H 2 CO 3


HCO3

adalah sistem buffer terpenting di CES untuk

menyangga perubahan pH yang ditimbulkan oleh penyebab di luar fluktuasi H 2CO3


penghasil CO2. Ini adalah sistem penyangga CES yang paling efektif karena dua sebab :

H 2 CO 3
1.
dan HCO 3 banyak ditemukan di CES sehingga sistem ini cepat
menahan perubahan pH.
2. Setiap komponen dari pasangan buffer ini diatur secara ketat. Ginjal mengatur

HCO 3 , dan sistem pernapasan mengatur CO2, yang menghasilkan H2CO3.

++ HCO3
CO2 + H 2 O H 2 CO 3 H
Sistem buffer protein
Sistem buffer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstraserselular dan interstitial.
Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstentif dengan sistem buffer lainnya. Protein
tersusun oleh asam amino yang mempunyai sifat amfoter, yaitu asam amino akan bersifat
sebagai kation pada suasana asam dan bersifat sebagai anion pada suasana basa.
-

Fungsi pengaturan buffer protein:


Bila terjadi penurunan pH, gugus amino (-NH 2) dari asam amino akan bertindak sebagai
basa lemah dengan mengikat ion hidrogen dan membentuk ion amonium. Gugus amino
bertindak sebagai akseptor proton.
Bila terjadi peningkatan pH, gugus karboksil (-COOH) dari asam amino mengalami
disosiasi dan berubah menjadi ion karboksil dan ion H+. Gugus karboksil bertindak
sebagai donor proton.
Cairan interstitium yang mengandung protein dan asam amino terdisosiasi ikut berperan
mengatur pH. Protein mengandung asam amino histidin yang mempunyai cincin imitazol
dengan Pka = 6.0. Pada kebanyakan protein Pk sekitar 7.0-7.4. Proses pengaturan melalui
sistem buffer protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus melalui proses difusi
membran sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium.

Sistem buffer hemoglobin


Buffer hemoglobin (Hb) merupakan buffer intraseluler yang bekerja di dalam sel darah
merah. Hb dapat berfungsi sebagai buffer karena mengandung residu histidin, yaitu asam
amino yang dapat berikatan secara reversibelion hidrogen, menghasilkan Hb bentuk
berproton dan tidak berproton.
Na+ + HCO3 NaHCO3

Hb- + H+ HHb (PK 7-8)


Pada sel darah merah, Hb dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya menjadi
karbonat karena di dalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan proses
pengikatan terjadi dengan cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi membran sel darah
merah tanpa memerlukan mekanisme transport aktif membran sel. Kemampuan
pengaturan ini dikenal sebagai sistem buffer hemoglobin.
Buffer utama cairan ekstraseluler adalah sistem bikarbonat dan hemoglobin. Hb penting
untuk pengangkutan oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai sistem buffer
yang kuat.
Sistem buffer Fosfat
Sistem buffer fosfat terdiri dari garam fosfat (NaH 2PO4) yang asam yang dapat
mendonasikan H+ bebas ketika [H+] turun dan garam fosfat basa (Na2HPO4) yang dapat
menerima H+ bebas ketika [H+] meningkat.
+

+ NaH 2 PO 4 + Na

Na 2 HPO4 + H
Karena fosfat paling banyak di dalam sel, maka sistem ini berperan secara signifikan
dalam pendaparan intrasel, hanya disaingi oleh protein intrasel yang jumlahnya lebih
banyak. Yang lebih penting, sistem fosfat berfungsi sebagai penyangga urin yang baik.
Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di luar sel hanya
sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga urin.
2

Sistem respiratorik (sistem paru)


Sistem pernapasan berperan penting bagi keseimbangan asam-basa karena
kemampuannya mengubah ventilasi paru-paru sehingga dapat mengubah kecepatan
+
+
O
ekskresi C 2 penghasil H yang diatur oleh konsentrasi H arteri.

Pengaturan pernapasan terhadap keseimbangan asam basa merupakan tipe sistem


penyangga fisiologis. Seluruh tenaga penyangga sistem pernapasan adalah 1 atau 2 kali
lebih besar daripada tenaga penyangga kimia.
O
Rata-rata secara normal terdapat sekitar 1,2 mmol/liter C 2 yang terlarut dalam cairan
ekstraseluler yang sama dengan 40mmHg PC

O2

. Bila pembentukan C

O2

O
metabolik meningkat, cairan ekstraseluler PC 2 juga meningkat.
+
Jika konsentrasi H
meningkat, pusat pernapasan di batang otak secara refleks
terangsang untuk meningkatkan C

O2

ventilasi paru-paru yang mengakibatkan

kedalaman nafas meningkat sehingga lebih banyak yang dikeluarkan sehingga jumlah

H 2 CO 3

yang ditambahkan ke dalam cairan tubuh berkurang. Karena C

membentuk asam, pengeluaran C

O2

pada dasarnya adalah pengeluaran asam dari

tubuh. Jadi, pH tubuh dapat kembali ke pH normal. Jadi, peningkatan ventilasi alveolus
menurunkan konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH. Begitu
pula sebaliknya.
Konsentrasi ion hidrogen juga berpengaruh terhadap kecepatan ventilasi alveolus.
Sewaktu kecepatan alveolus menurun karena disebabkan oleh peningktan pH dan
penurunan konsentrasi hidrogen, jumlah oksigen yang ditambahkan ke dalam darah
menurun dan tekanan parsial oksigen di dalam darah juga menurun sehingga memberikan
efek merangsang kecepatan ventilasi.
+
Paru-paru sangat penting dalam mempertahankan konsentrasi H plasma. Setiap hari,
paru-paru mengeluarkan

+
H

yang berasal dari asam karbonat dari cairan tubuh , lebih

banyak daripada jumlah yang dikeluarkan oleh ginjal.

O2

Sistem pernapasan juga dapat menyesuaikan jumlah

+
H

yang ditambahkan ke cairan

tubuh dari sumber sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan pH ke arah normal
+
apabila terjadi fluktuasi konsentrasi H
dari sumber-sumber asam non-karbonat.

Pengaturan oleh sistem pernapasan bekerja dengan kecepatan sedang dan hanya aktif
berperan jika sistem penyangga kimiawi saja tidak mampu meminimalkan perubahan
+
+
konsentrasi H . Jika kelainan non-respiratorik mengubah konsentrasi H , sistem
pernapasan hanya akan dapat mengembalikan pH 50-75% dari normal karena gaya
pendorong yang mengatur respon ventilasi kompensatorik lenyap apabila pH bergeser ke
arah normal.
+
O
Jika perubahan konsentrasi H , terjadi akibat fluktuasi konsentrasi C 2 yang
timbul dari gangguan pernapasan, mekanisme pernapasan sama sekali tidak dapat
berperan mengontrol pH.
Di bawah ini tabel penyesuaian sistem pernapasan terhadap asidosis dan alkalosis yang
ditimbulkan oleh penyebab non-respirasi (metabolik) :

Kompensasi Pernapasan
Ventilasi
Laju Pengeluaran CO2
Laju Pembentukan H2CO3

Normal (pH
7,4)
Normal
Normal
Normal

Status Asam-Basa
Asidosis Metabolik (pH
Alkalosis Metabolik (pH
7,1)
7,7)

Laju Pembentukan H+ dari CO2

Normal

Sistem metabolik (sistem ginjal)

Ginjal tidak saja dapat mengubah-ubah pengeluaran

+
H , tetapi juga dapat menahan

atau mengeliminasi HC O3

Ginjal mampu memulihkan pH hampir tepat ke normal walaupun membutuhkan yang


lebih lama.
Ginjal mengontrol pH cairan tubuh dengan menyesuaikan 3 faktor yaitu :
a Ekskresi ion hidrogen
Paru-paru hanya mampu mengeluarkan asam karbonat melalui eliminasi C O2 .
Tugas untuk mengeliminasi

+
H

yang berasal dari asam sulfat, fosfat, laktat dan

asam lain terletak di dalam ginjal.

Ginjal tidak saja secara kontinu mengeluarkan

+
H

dalam jumlah normal yang

terus menerus dihasilkan dari sumber-sumber asamnon-karbonat, tetapi, juga


mengubah-ubah kecepatan sekresinya untuk mengkompensasi perubahan
+
konsentrasi H yang timbul dari kelainan konsentrasi asam karbonat.
+
H

Besarnya sekresi

dan tidak dipengaruhi oleh pengaruh hormonal.


+
Proses sekresi H berawal di sel-sel tubulus dengan C O2 yang datang dari 3
sumber yaitu C
O2
H2

O2

bergantung pada status asam basa pada sel tubulus ginjal

yang berdifusi dari plasma atau dari cairan tubulus atau C

yang diproduksi secara metabolis di dalam sel tubulus. Lalu C


+
H 2 CO 3
O membentuk
yang akan berdisosiasi membentuk H

O2

dan

dan HC

O 3 . Suatu pembawa yang bergantung energi di membran luminal kemudian


mengangkut

+
H keluar sel ke dalam lumen tubulus. Di bagian nefron, pembawa

ini mengangkut

+
Na

yang berasal dari filtrat glomerulus ke arah yang

berlawanan. Karena reaksi ini diawali dengan C


bergantung pada konsentrasi C

O2

O2

, jika konsentrasi C

jadi kecepatannya
O2

meningkat, maka

reaksi akan berlangsung cepat.


+
Jika konsentrasi H di plasma tinggi, sel-sel tubulus akan berespon dengan

+
mensekresikan H

dalam jumlah yang lebih untuk disekresikan ke dalam urin,

begitu pula sebaliknya. Ginjal tidak dapat meningkatkan konsentrasi plasma dengan
+
mereabsorpsi H yang sudah difiltrasi karena tidak terdapat mekanisme tersebut
di dalam ginjal.

Ekskresi

Sebelum dibuang oleh ginjal,

disangga oleh HC O 3

+
H yang dihasilkan

dari asam non-karbonat

plasma.

Ginjal mengatur konsentrasi HC O3


1

bikarbonat

Reabsorpsi HC O 3

plasma melalui 2 mekanisme yaitu :

yang difiltrasi kembali ke plasma

Ion bikarbonat tidak mudah menembus membran luminal sel-sel tubulus


ginjal sehingga tidak dapat difiltrasi dan direabsorpsi secara langsung.
Ion hidrogen yang disekresikan ke luar sel tubulus berikatan dengan HC

O3 yang difiltrasi untuk membentuk H 2 C O3 . Lalu di bawah


pengaruh karbonat anhidrase,

H2

C O3

tersebut teruari menjadi

H2

O dan C

karena C

O2

O2

. Lalu C

O2

masuk kembali ke dalam sel tubulus

mampu dengan mudah menembus membran sel tubulus.

O
Di dalam sel, di bawah pengaruh karbonat anhidrase intrasel, C 2

H2
bergabung kembali dengan H2O membentuk
C O 3 yang akan
terurai menjadi

+
H dan HC O3 . Karena dapat menembus membran

basolateral sel tubulus, HC O 3 secara pasif berdifusi keluar sel masuk


ke

dalam

plasma

kapiler-peritubulus.

HC O3

ini

seolah-olah

direabsorpsi padahal sebenarnya tidak.


Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen
tubulus lebih banyak dibandingkan dengan ion bikarbonat yang difiltrasi.
Sehingga semua ion bikarbonat yang difiltrasi biasanya direabsorpsi
+
karena tersedia H di lumen tubulus untuk berikatan dengannya.
2

Penambahan HC O3

yang baru ke dalam plasma

Pada saat semua HC O 3


+
H

yang difiltrasi telah direabsorpsi dan sekresi

tambahan telah dihasilkan oleh disosiasi

H2

O3

yang dihasilkan berdifusi ke dalam plasma sebagai HC O 3

, HC O3
yang baru.

Disebut baru karena kemunculannya di dalam plasma tidak berikatan

+
dengan reabsorpsi HC O3 yang difiltrasi. Sementara itu, H yang
dihasilkan bergabung dengan penyangga fosfat basa dan kemudian
dieksresi di urin.


Selama

asidosis, ginjal melakukan kompensasi sebagai berikut :


+
+
Meningkatkan sekresi dan ekskresi H di urin sehingga kelebihan H
dapat dieliminasi dan konsentrasi

+
H di plasma menurun.

Mereabsorpsi semua ion bikarbonat yang difiltrasi disertai dengan penambahan


ion bikarbonat baru ke plasma sehingga konsentrasi ion bikarbonat plasma
meningkat.
Begitu pula sebaliknya pada alkalosis.
Sekresi amonia
Terdapat dua penyangga urin yang penting yaitu penyangga fosfat (yang difiltrasi)
dan amonia (NH3) yang disekresi.
Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang disekresikan, pertama disangga oleh
sistem penyangga fosfat, yang berada di dalam lumen tubulus karena kelebihan
ingesti fosfat telah difiltrasi tetapi tidak direabsorpsi. Jika sekresi ion hidrogen
meningkat, kapasitas fosfat urin untuk menyangga akan terlampaui,tetapi ginjal
tidak dapat mengeluarkan lebih banyak fosfat basa, maka semua ion fosfat basa
akan diekskresikan agar berikatan dengan ion hidrogen.
Lalu sel-sel tubulus mensekresikan N H 3 ke dalam lumen tubulus setelah
penyangga fosfat urin menjadi jenuh. Lalu, ion Hidrogen akan terus berikatan

H3
dengan N
untuk membentuk ion amonium (N H 4 )

Ion amonium akan keluar melalui urin setiap ia mengangkut ion hidrogen.
N H 3 sengaja disintesis dari asam amino glutamin (setiap satu molekul glutamin
+
menghasilkan dua ion N H yang akan dieksresikan melalui urin dan ion
bikarbonat yang akan dikembalikan ke darah) di dalam sel tubulus kemudian

berdifusi mengikuti penurunan gradien konsentrasike dalam lumen tubulus.


Kecepatannya diatur oleh jumlah kelebihan ion hidrogen yang akan diangkut di
urin.
+

Untuk setiap N H 4 yang dieksresikan, dihasilkan HC O 3 yang baru untuk

ditambahkan ke dalam darah.


Sekresi N H 3 selama asidosis berfungsi untuk menyangga kelebihan ion
hidrogen di dalam lumen tubulus, sehingga ion hidrogen dapat disekresikan dalam
jumlah besar ke dalam urin sebelum pH semakin menurun sampai batas 4,5.
Di bawah ini tabel ringkasan respon ginjal terhadap asidosis dan alkalosis :

Kelainan
Asam-Basa

Sekresi H+

Ekskresi
H+

Reabsorpsi

HCO 3

dan Penambahan

HCO3 Baru ke

Ekskresi

HCO3

pH Urin

Asidosis

Plasma

Normal

Asam

Alkalosis

Alkali

Perubahan
Kompensatorik
pH Plasma

Alkalinasi ke
arah normal
Pengasaman
kea rah normal

L.I. 2. Memahami dan Mempelajari Gangguan Keseimbangan Asam-Basa


L.O. 2.1. Klasifikasi Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
Penyimpangan status asam-basa normal dibagi menjadi empat kategori umum,
bergantung pada sumber dan arah perubahan abnormal [H +]. Kategori-kategori tersebut adalah
asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, dan asidosis respiratorik.
1

Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik (kekurangan HC O3 ) adalah gangguan sistemik yang ditandai


dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga menyebabkan terjadinya

+
penurunan pH (peningkatan [ H ]). [HC O 3 ] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L
dan pH-nya kurang dari 7.35. Kompensasi pernapasan kemudian segera dimulai untuk
O
menurunkan PaC 3 melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi
secara akut.

o Etiologi
- Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh

- Berkurangnya kadar ion HC O3 dalam tubuh


-

Retensi ion H+ dalam tubuh.


Penambahan asam
Oksidasi lemak tak sempurna pada asidosis dibetika / kelaparan
Oksidasi karbohidrat tak sempurna pada asidosis laktat
Pengurangan bikarbonat : asidosis tubulus ginjal, diare, kolostomi, dan ileostomi
Berbagai gangguan, seperti gagal ginjal, asidosis laktat, produksi badan keton naik,
hyperaldosteron, keracunan

o Manifestasi
Gejala serta tanda asidosis metabolik cenderung tidak jelas, dan pasien dapat
asimtomatik, kecuali jika [HCO3-] serum turun sampai di bawah 15 mEq/L. Pernafasan
kussmaul (nafas dalam dan cepat yang menunjukan adanya hiperventilasi
kompensatorik) mungkin lebih menonjol pada asidosis akibat ketoasidosis diabetik
dibandingkan pada asidosis akibat gagal ginjal. Gejala dan tanda utama asidosis
metabolik adalah kelainan kardiovaskular,neurologis, dan fungsi tulang.
2

Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3-) adalah suatu gangguan sistemik yang dicirikan
dengan adanya peningkatan primer kadar HCO3- plasma, sehingga menyebabkan
peningkatan pH (penurunan [H+]. [HCO3-] ECF lebih besar dari 26 mEq/L dan pH lebih
besar dari 7.45. Alkalosis metabolik sering disertai dengan berkurangnya volume ECF
dan hipokalemia.
o Etiologi
- Kekurangan H+ dari ECF (Muntah,penyedotan nasogastrik, diare dengan kehilangan
klorida, diuretik, hipokalemia)
- Retensi HCO3- (Pemberian natrium bikarbonat berlebihan, sindrom susu alkali)
o Manifestasi
Tidak terdapat gejala dan tanda alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya gangguan ini
harus dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat muntah, penyedotan, nasogastrik,
pengobatan diuretik atau pasien yang baru sembuh dari gagal nafas (Hiperkapnia)

Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik (kelebihan H2CO3) ditandai dengan peningkatan primer PaCO2
(hiperkapnia), sehingga menyebabkan terjadinya penurunan pH: PaCO2 lebih besar dari
45 mmHg dan pH kurang dari 7.35. Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan
HCO3- serum. Asidosis respiratorik dapat timbul secara akut maupun kronis.
o Etiologi

Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata (henti jantung akut), terapi
oksigen pada hiperkapnia kronis, apnea saat tidur, obat-obatan:overdosis opiat,
sedatif)
Gangguan pada otot-otot pernafasan
(penyakit neuromuskular, kifoskoliosis, obesitas yang berlebihan, cedera dinding
dada)
Gangguan pertukaran gas
(emfisema dan bronkitis, edema paru akut, pneumonia, pneumotoraks)
Obstruksi saluran nafas atas akut
(aspirasi benda asing atau muntah, langiospasme atau edema laring)

o Manifestasi
Gejala dan retensi CO2 tidak bersifat khas dan pada umumnya tidak mencerminkan
kadar PaCO2 selain itu asidosis respiratorik akut maupun kronis selalu disertai oleh
hipoksemia sehingga hipoksemia bertanggung jawab atas banyak tanda-tanda klinik
akibat retensi CO2.
4

Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer PaCO 2
(hipokapnia), sehingga terjadi penurunan pH. PaCO 2 <35 mmHg dan pH >7,45.
Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H+ akibat lebih sedikit absorpsi HCO3serum berbeda-beda, bergantung pada keadaannya yang akut atau kronis.
o Etiologi
Rangsangan pusat pernafasan
(Hiperventilasi, hipermetabolik, tumor otak, cedera kepala, intoksikasi salisilat)
Hipoksia
(Gagal jantung kongestif, fibrosis paru, tinggal ditempat yang tinggi, asma, edema
paru)
Ventilasi mekanisme yang berlebihan
Mekanisme yang belum jelas
(Sepsis gram negatif, sirosis hepatis)
Latihan fisik
o Manifestasi
Terdapat pola pernafasan yang berbeda-beda pada sindrom hiperventilasi yang
diinduksi oleh kecemasan; mulai dari pernafasan yang normal sampai pernafasan
yang jelas tampak lebih cepat, dalam, dan panjang. Pasien seringkali terlihat banyak
menguap dan gejala mencolok lainnya adalah kepala terasa ringan, parestasi sekitar
mulut. Apabila alkalosis yang terjadi cukup parah dapat timbul tetani seperti spasme
karpopedal. Pasien dapat mengeluh kelelahan kronis, jantung berdebar-debar, cemas,
mulut terasa kering, dan tidak bisa tidur. Gejala alkalosis respiratorik berat dapat
disertai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, kekacauan mental, dan sinkop.

Kompensasi Gangguan Keseimbangan asam basa


Bila terjadi keadaan asidosis atau alkalosis maka tubuh akan melakukan mekanisme
kompensasi oleh paru-paru dan ginjal, dengan merubah komponen PaCO2 dan HCO3.
-

Asidosis Respiratorik
Respon kompensasi adalah peningkatan HCO3 plasma, yang disebabkan oleh
penambahan bikarbonat baru ke dalam cairan ekstrasel oleh ginjal. Peningkatan
bikarbonat membantu mengimbangi peningkatan PCO2, sehingga mengembalikan pH
plasma kembali normal.
Asidosis Metabolik
Kompensasi primernya meliputi peningkatan kecepatan ventilasi, yang mengurangi
PCO2 dan kompensasi ginjal, yang dengan menambahkan bikarbonat baru ke cairan
ekstrasel membantu memperkecil penurunan awal konsentrasi HCO3 ekstrasel.

Alkalosis Respiratorik
Respon kompensasi terhadap pengurangan PCO2 primer pada alkalosis respiratorik
adalah pengurangan konsentrasi HCO3 plasma, yang disebabkan oleh peningkatan
ekskresi HCO3 oleh ginjal.
Alkalosis Metabolik
Kompensasi utamanya adalah penurunan ventilasi, yang meningkatkan PCO 2 dan
peningkatan ekskresi HCO3 oleh ginjal, yang membantu mengkompensasi
peningkatan awal konsentrasi HCO3 cairan ekstrasel.

L.O. 2.2. Kasus Klinik Gangguan Keseimbangan Asam-Basa pada Kasus Diare
(patologi, manifestasi, dll)
Asidosis metabolik adalah jenis gangguan asam-basa yang paling sering dijumpai. Salah
satu penyebabnya adalah diare berat. Selama pencernaan, getah pencernaan kaya HCO 3
biasanya diekskresikan ke dalam saluran cerna, dan kemudian diserap kembali ke dalam
plasma ketika pencernaan selesai. Selama diare, HCO 3 ini hilang dari tubuh dan tidak
direabsorpsi. Karena HCO3 berkurang, maka HCO3 yang tersedia untuk mendapar H+
berkurang, sehingga lebih banyak H+ bebas yang ada di cairan tubuh. Dengan melihat
situasi ini dari segi yang berbeda, berkurangnya HCO 3 menggeser reaksi

++ HCO3
ke kanan untuk mengompensasi defisit HCO 3, meningkatkan [H+] di
CO2 + H 2 O H
atas normal.
Penyebab mendasar asidosis metabolik adalah penambahan asam terfikasi (non karbonat),
kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam harian, atau kehilangan bikarbonat basa.
Penyebab asidosis metabolik umumnya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan selisih
anion yang normal atau meningkat. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih anion yang

tinggi adalah peningkatan anion tak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat, asam laktat,
dan asam asam organik lainnya.
Anion-gap dalam plasma
Dalam keadaan normal, jumlah anion dan kation di dalam tubuh adalah sama besar.
Selisih antara Na dengan HNO 3 dan Cl atau selisih dari anion lain dan kation lain di sebut
sebagai anion-gap. Pada kelompok pembentukan asam organik yang berlebihan sebagai
penyebab asidosis metabolik, besar anion-gap akan meningkat oleh karena adanya
penambahan anion lain yang berasal dari asam organik antara lain asam hidroksi butirat
pada ketoadosis diabetik, asam laktat pada asidosis laktat, asam salisilat pada intoksikasi
salisilat. Jumlah normal anion-gap dalam plasma 123 meq.
Anion-gap dalam plasma [Na+] [Cl-] + [HCO3]
Asidosis metabolik dengan anion-gap yang normal selalu disertai dengan
peningkatan ion-Cl dalam plasma sehingga disebut juga sebagai asidosis metabolik
hiperkloremik.
Anion-gap dalam urin
Pada keadaan asidosis metabolik dengan anion gap normal, ion Cl yang berlebihan
akan di sekresikan oleh sel interkaled duktus kolingentes bersama dengan sekresi ion
H+. Terganggu atau normalnya ekskresi ion NH3 dalam bentuk NH4Cl dapat dinilai
dengan menghitung anion gap di dalam urin.
Anion-gap dalam urin [Na- urin + K-urin] [Cl-urin]
Bila hasilnya positif, terdapat gangguan pada ekskresi ion-NH 3 sehingga NH4Cl
tidak terbentuk akibat adanya gangguan sekresi ion H+ di tubulus distal misalnya
pada renal tubular asidosis. Hasil yang negatif, menunjukkan keadaan asidosis
metabolik anion-gap normal dimana ekskresi ion Cl dalam bentuk NH 4Cl sebanding
dengan sekresi ion H+ di tubulus distal yang terjadi akibat adanya asidosis metabolik,
misalnya pada keadaan diare.
Selisih Anion Normal
(Hiperkloremik)
Kehilangan Bikarbonat
Kehilangan melalui saluran cerna:
Diare
lleostomi; fistula pancreas,
biliaris, atau usus halus
Kehilangan melalui ginjal:
Asidosis tubulus proksimal
ginjal (RTA)
Inhibitor karbonik anhidrase
Hipoaldosteronisme

Selisih Anion Meningkat


Peningkatan produksi asam
Asidosis laktat: laktat (perfusi
jaringan atau oksigenasi yang
tidak memadai seperti pada syok
atau henti kardiopulmor)
Ketoasidosis metabolik
Kelaparan : peningkatan asamasam keto
Intoksilasi alcohol : peningkatan
asam-asam keto

Peningkatan beban asam


Ammonium klorida
Cairan-cairan hiperalimentasi
Pemberian IV larutan salin secara cepat

Menelan substansi toksik


Overdosis salisilat : salisilat,
laktat, keton
Metanol atau formaldehid: format
Gagal ginjal akut atau kronis

Selain penyebab pada selisih anion, terdapat pula penyebab lain pada asidosis metabolik, antara
lain:
a

Pembentukan asam yang berlebihan (asam fixed dan asam metabolik) di dalam tubuh.
Ion metabolik dibebaskan oleh metabolik buffer asam karbonat-bikarbonat, sehingga
terjadi penurunan pH. Dalam klinik ditemukan keadaan ini seperti pada:
- Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan, mengakibatkan
jaringan mengalami proses metabolik anaerob.
- Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalam jumlah sangat tinggi pada
metabolik fase pasca absortif. Ketoasidosis merupakan akibat dari starvasi dan
komplikasi diabetes mellitus yang tidak terkendali, jaringan tidak dapat
memanfaatkan glukosa dari sirkulasi, sehingga mengandalkan metabolik lipid dan
keton.
- Intoksikasi salisilat
- Intoksikasi etanol

b Berkurangnya kadar ion-HCO3 di dalam tubuh. Penurunan konsentrasi HC O3 di


cairan ekstraseluler menyebabkan penurunan efektifitas metabolik buffer dan asidosis

timbul. Penyebab penurunan konsentrasi HC O 3 antara lain adalah diare, renal tubular
acidosis proksimal, pemakaian obat inhibitor enzim anhidrase karbonat atau pada
penyakit ginjal kronik stadium 3-4.
c Adanya retensi ion-H di dalam tubuh
Jaringan tidak mampu mengupayakan ekskresi ion metabolik melalui ginjal. Kondisi ini
dijumpai pada penyakit ginjal kronik stadium 4-5, RTA-1 atau RTA-4
d Diabetes mellitus. Kelainan metabolik lemak yang terjadi akibat ketidakmampuan sel
menggunakan glukosa karena tidak terdapat insulin akan menyebabkan pembentukan
berlebihan asam-asam keto, yang disosiasinya meningkatkan H+ plasma.
e Olahraga berlebihan. Jika otot mengandalkan glikolisis metabolik sewaktu berolahraga
berat terjadi kelebihan produksi asam laktat yang menyebabkan peningkatan H+.
Indikasi koreksi asidosis metabolik perlu diketahui dengan baik agar koreksi dapat dilakukan
dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan pasien.
Langkah Pertama adalah menetapkan berat ringannya gangguan asidosis. Gangguan disebut
letal bila pH darah < 7 atau kadar ion H > 100 nmol/L. Gangguan yang perlu diperhatikan bila
pH darah 7,1-7,3 atau kadar ion H antara 50-80 nmol/L

Langkah Kedua adalah menetapkan anion-gap atau bila perlu anion-gap urin untuk mengetahui
dugaan etiologi asidosis metabolik. Dengan bantuan tanda klinik lain kita dengan mudah
menetapkan etiologi.
Langkah Ketiga, bila dicurigai kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta anion-gap
dengan delta HCO3 (delta anion gap : anion gap pada pasien diperiksa dikurangi dengan median
anion gap normal, delta delta HCO3: kadar HCO3 normal dikurangi dengan kadar HCO3 pasien).
Bila rasio >1, asidosis disebabkan oleh asidosis laktat. Langkah ketiga ini menetapkan sampai
sejauh mana koreksi dapat dilakukan.
Prosedur koreksi
a Secara umum koreksi dilakukan hingga tercapai pH 7.2 atau kadar ion HCO3 12mEq/L
b Pada keadaan khusus:
- Pada penurunan fungsi ginjal, koreksi dapat dilakukan secara penuh hingga mencapai
kadar ion HCO3 20-22 mEq/L. Pada ketoasidosis diabetik atau asidosis laktat tipe A,
koreksi dilakukan bila kadar ion HCO3 dalam darah kurang atau sama dengan 5
mEq/L, terdapat hiperkalemia berat, setelah koreksi insulin pada diabetes mellitus,
koreksi oksigen pada asidosis belum terkendali. Koreksi dilakukan sampai kadar ion
HCO3 10 mEq/L
- Pada asidosis metabolik yang terjadi bersamaan dengan asidosis respiratorik dan tidak
menggunakan ventilator, koreksi harus dilakukan secara hati-hati atas pertimbangan
depresi pernapasan.
Koreksi dilakukan dengan pemberian Na-Bikarbonat yang secukupnya untuk menaikkan HC

O 3 menjadi 15 mEq/L dan pH kira-kira sampai 7.20 dalam jangka waktu 12 jam.
Larutan Ringer Laktat IV biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan
asidosis metabolik dengan selisih anion normal serta kekurangan volume ECF yang sering
menyertai ini. Natrium laktat dimetabolisme secara perlahan dalam tubuh menjadi NaHCO 3, dan
memperbaiki keadaan asidosis secara perlahan.

L.I. 3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan yang Diperlukan pada Gangguan


Keseimbangan Asam-Basa
L.O. 3.1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat dilihat dari tingkat kesadarannya. Selain itu,
dapat dilakukan pemeriksaan vital sign, dan pengukuran berat badan.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.

Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang


lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah
ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
Mengukur Tingkat Kesadaran
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik
(alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau
pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsive).
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih
sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness),

bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness).
Pemeriksaan vital sign yang dilakukan dapat berupa pengukuran tekanan darah, denyut
nadi, dan frekuensi pernapasan.

Tekanan Darah
Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah
ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah
dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya diukur seperti berikut - 120 /80
mmHg. Nomor atas (120) menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan
jantung, dan disebut tekanan sistole. Nomor bawah (80) menunjukkan tekanan saat
jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut tekanan diastole. Saat yang paling
baik untuk mengukur tekanan darah adalah saat Anda istirahat dan dalam keadaan duduk
atau berbaring.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak
secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan
darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan
aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga
berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
Denyut Nadi
Denyut nadi (pulse) adalah getaran/ denyut darah didalam pembuluh darah
arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut ini dapat dirasakan
dengan palpasi yaitu dengan menggunakan ujung jari tangan disepanjang
jalannya pembuluh darah arteri, terutama pada tempat- tempat tonjolan
tulang dengan sedikit menekan diatas pembuluh darah arteri. Pada umumnya
ada 9 tempat untuk merasakan denyut nadi yaitu temporalis, karotid, apikal,
brankialis, femoralis, radialis, poplitea, dorsalis pedis dan tibialis posterior,
namun yang paling sering dilakukan yaitu :
1. Arteri Radialis
Terletak sepanjang tulang radialis, lebih mudah teraba diatas
pergelangan tangan pada sisi ibu jari. Relatif mudah dan sering dipakai
secara rutin.
2. Arteri Brakhialis
Terletak di dalam otot biceps dari lengan atau medial di lipatan siku
(fossa antekubital). Digunakan untuk mengukur tekanan darah dan kasus
cardiac arrest pada infant.

3. Arteri Karotid
Terletak dileher dibawah lobus telinga, dimana terdapat arteri karotid
berjalan diantara trakea dan otot sternokleidomastoideus. Sering
digunakan untuk bayi, kasus cardiac arrest dan untuk memantau sirkulasi
darah ke otak.
Frekuensi denyut nadi manusia bervariasi, tergantung dari banyak faktor
yang mempengaruhinya, pada saat aktifitas normal :
Normal

: 60 100 x / menit

Bradikardi : < 60 x / menit

Takhikardi : > 100 x / menit


Frekuensi pernapasan
Seseorang dikatakan bernapas bila menghirup oksigen (O2) dan mengeluarkan karbon
dioksida (CO2) melalui sistem pernapasan. Bernapas dapat dalam dan dapat pula dangkal.
Pernapasan yang dalam akan mempunyai volume udara yang besar, baik pada waktu tarik
napas/ inspirasi/ inhalasi atau pada waktu mengeluarkan napas/ ekspirasi/ekshalasi.
Sedangkan pada pernapasan dangkal maka volume udara akan mengecil.
INSPIRASI

EKSPIRASI

Diafragma

Kontraksi ( tampak datar )

Relaksasi ( melengkung keatas )

Tulang iga ( costae )

bergerak keatas & keluar

bergerak kebawah & kedalam

Tulang dada

Bergerak keluar

Bergerak kedalam

Rongga dada

Membesar

mengecil

Paru-paru

Mengembang

mengempis

Frekuensi napas normal tergantung umur :


Usia baru lahir sekitar 35 50 x/menit
Usia < 2 tahun 25 35 x/menit
usia 2-12 tahun 18 26 x/menit
dewasa 16 20 x/menit.
Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
Apnea : Bila tidak bernapas
L.O. 3.2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan Gas Darah Arteri
(GDA), kandungan CO2 atau CO2 total, Gap Anion, pH urin, dan asam laktat.
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasienpasien penyakit berat yang akut dan menahun. Gas darah arteri memungkinkan utnuk
pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar
bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri
dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien
penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil
berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa
hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium
lainnya.
Langkah-langkah untuk menilai gas darah :
1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab
asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia dengan
dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan
pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal
meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
2. Perhatikan variabel pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan pH
untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau
campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun;
pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama;
penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya
gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini dilakukan
dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan nilai primer,
kompensasi sedang berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa campuran).
Prosedur Pengambilan Gas Darah Arteri :
A. Alat
- Spuit gelas atau plastik 5 atau 10 ml
- Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)

- Jarum nomor 22 atau 25


- Penutup udara dari karet
- Kapas alcohol
- Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik)
- Beri label untuk menulis status klinis pasien
B. Tekhnik
1

Arteri radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga dapat digunakan

Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes Allens. Secara terus menerus
bendung arteri radialis dan ulnaris. Tangan akan putih kemudian pucat. Lepaskan aliran
arteri ulnaris. Tes allens positif bila tangan kembali menjadi berwarna merah muda. Ini
meyakinkan aliran arteri bila aliran arteri radialis tidal paten.

Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar.

a. Penting sekali untuk melakukan hiperekstensi pergelangan tangan. Biasanya menggunakan


gulungan handuk untuk melakukan ini
b. Untuk pungsi arteri brakialis, siku dihiperekstensikan setelah meletakkan handuk di bawah
siku
1

1 ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan heparin, dan
kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan perlahan sehingga pangkal
jarum penuh dengan heparin dan tak ada gelembung udara

Arteri brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi dengan jari tengah dan jari
telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan tempat tersebut dengan kapas
alcohol

Jarum dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai pulsasi penuh. Ini
akan paling mudah dengan memasukkan jarum dan spuit kurang lebih 45-90 derajat
terhadap kulit

Seringkali jarum masuk menembus pembuluh arteri dan hanya dengan jarum ditarik
perlahan darah akan masuk ke spuit

Indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan darah
kedalam spuit dengan kekuatannya sendiri

Bila kita harus mengaspirasi darah dengan menarik plunger spuit ini kadang-kadang diperlukan
pada spuit plastik yang terlalu keras sehingga tak mungkin darah tersebut positif dari arteri. Hasil
gas darah tidak memungkinkan kita untuk menentukan apakah darah dari arteri atau dari vena
1

Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas yang lain menekan area yang
di pungsi selama sedikitnya 5 menit (10 menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan)

Gelembung udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup
udara pada spuit. Putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin

Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es, kemudian dibawa
kelaboratorium

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD :


Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah
maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah
kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin
yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO 2, sedangkan pH tidak terpengaruh
karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia
membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel
diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa,
dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO 2 dan
PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai normal analisa gas darah
pH

: 7, 35-7, 45

PCO2

: 35-45 mmHg

PO2

: 80-100 mmHg

HCO3

: 22-26 mEq/L

TCO2

: 23-27 mmol/L

BE

: 0 2 mEq/L

saturasi O2

: 95 % atau lebih

DAFTAR PUSTAKA

Darwis D, Munajat Y., dkk. 2010. Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi
2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Ganong, WF. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 21,ab. M. Djauhari Widjajakusumah.
Jakarta : EGC
Guyton, Arthur c, dkk. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC
http //chem-is-try.org/pengukurankeasaaman/oleh Jim Clark/diambil pada selasa, 28 Februari
2012
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6,ab.
Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC
Saifuddin, M, dkk. 2008. Gangguan Kesimbangan air-elektrolit dan asam-basa edisi II. Jakarta,
FKUI
Sherwood, Lauralee. 2004. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta : EGC
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC
Siregar P. 2006. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Ed. 4, Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Sudoyo, W Aru, Bambang setiyohadi, Idrus Alwi. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Ed.5. Jakarta : Interna Publishing
Sukmariah M, Karmiati A. 1990. Kimia Kedokteran edisi 2. Jakarta : Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai