PKMRS
Fakultas Kedokteran
Maret 2015
Universitas Hasanuddin
ALERGI
Oleh:
Nadia Puspita
C11111141
Pembimbing I :
dr. Besse Sarmila
Pembimbing II :
dr. Merdyani Darkuthni
Supervisor :
dr. Bahrul Fikri, M.Kes, Sp.A
Dibuat dalam rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar
2015
LEMBAR PENGESAHAN
: Nadia Puspita
Judul PKMRS
: Alergi
Universitas
: Universitas Hasanuddin
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Pembimbing II
Koas
Nadia Puspita
Supervisor
ALERGI
I.
PENDAHULUAN
Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun 1906
diartikan sebagai reaksi penjamu yang berubah bila terjadi kontak dengan
bahan yang sama untuk kedua kali atau lebih. Alergi merupakan suatu reaksi
menyimpang dari mekanisme pertahanan tubuh terhadap zat/bahan yang secara
normal tidak berbahaya bagi tubuh, dan melibatkan sistem kekebalan tubuh
terutama antibodi imunoglobulin E (IgE). Menurut kamus kedokteran Dorland,
alergi merupakan keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan
terhadap suatu antigen (alergen) tertentu yang menimbulkan reaksi imunologik
berbahaya pada pajanan berikutnya. (1)
Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di
masyrakat. Diperkirakan 10-20 % penduduk pernah atau sedang menderita
penyakit tersebut. Alergi dapat menyerang setiap organ tubuh, tetapi organ
yang sering terkena adalah saluran napas, kulit, dan saluran pencernaan. Ketika
kita melakukan kontak dengan zat-zat penimbul alergi (alergen) baik melalui
kulit, saluran napas, makanan, maupun suntikan tubuh kita akan melawan zat
yang dianggap berbahaya tersebut dengan histamin dan antibodi lainnya. Hal
itu membuat tubuh kita kehilangan keseimbangan dan menimbulkan gejala
seperti kulit gatal-gatal, mencret, bersin-bersin, hidung meler, batuk dan
lainnya. (1, 3)
Oleh Coombs dan Gell reaksi hipersensitif dikelompokkan menjadi
empat kelas. Penyakit alergi merupakan hasil dari interaksi antara faktor
predisposisi genetik atopi dengan alergen lingkungan, infeksi dan polutan.
Faktor lingkungan memegang peranan besar pada sensitisasi awal seseorang
yang mempunyai bakat atopi dan akan menentukan perkembangan gejala klinis
serta derajat beratnya penyakit. Perjalanan penyakit alergi merupakan konsep
yang memperlihatkan bahwa penyakit alergi saling berhubungan dan tampilan
penyakit alergi berubah menurut umur. (1, 3-5)
II. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia prevalensi penyakit alergi yang telah diteliti pada
beberapa golongan masyarakat atau rumah sakit menunjukkan variasi,
misalnya data dari Poliklinik Alergi-Imunologi Anak RSCM dari pasien anak
yang menderita alergi, sekitar 2,4% berupa alergi susu sapi. Berdasarkan hasil
suatu penelitian dengan subjek 44 pasien, terdiri dari 28 kasus rinitis alergi
(63,6%), asma bronkial 11 kasus (25,0%), dermatitis atopik 18 kasus (40,9%),
dan konjungtivitis alergi 1 kasus (2,3%). Dari 44 kasus alergi di dapat 24 kasus
pada anak perempuan (54,5%) dan 20 anak laki-laki (45,5%). (alergi anak, sari
pediatri). Penelitian meta-analisi pada 17 studi prospektif menunjukkan
proporsi penderita rawat inap karena alergi obat sekitar 2,1 %, 39,3 %
merupakan reaksi yang mengancam jiwa. Insidens reaksi simpang obat pada
anak yang dirawat di rumah sakit sekitar 9,5 % dan pada penderita rawat jalan
sekitar 1,5 %. (6)
III.
ETIOLOGI
Reaksi alergi terjadi jika seseorang yang telah memproduksi antibodi
IgE akibat terpapar suatu antigen (alergen), terpapar kembali oleh antigen
yang sama. (3, 5)
Contoh alergen yang bisa menjadi pencetus alergi adalah :
lama pajanan.
Pada kasus rinitis alergi, alergen positif adalah debu rumah, tungau,
laut, telur, serbuk sari bunga, jamur, dan bulu kucing. Alergen hirup
merupakan alergen yang turut berperan dalam dermatitis alergi.(7)
IV.
PATOFISIOLOGI
Reaksi alergi terpicu jika alergen berikatan silang dengan IgE yang
telah terikat sel mast. Sel mast mempunyai reseptor FcR yang dapat mengikat
IgE. Sel mast mempunyai fungsi sebagai pemberi peringatan adanya infeksi
pada daerah dimana sel tersebut berada. Sel mast yang teraktivasi akan
mensekresikan sitokin pro-inflamasi yang tersimpan pada granula dan juga
mensintesis prostagladins, leukotrin, dan sitokin lain. Pada alergi, sel mast
menimbulkan reaksi terhadap antigen yang sebenarnya tidak berbahaya.
Reaksi-reaksi yang berkembang itu sebenarnya tidak ada kaitannya dengan
invader yang seharusnya dieliminasi. Seberapa berat akibat aktivasi sel mast
oleh IgE sangat tergantung dengan banyaknya antigen yang masuk dan juga
rutenya. (4)
Secara umum manusia yang mengalami alergi disebabkan oleh
protein alergen kecil yang terhirup dan memicu produksi IgE pada individu
yang peka. Kita sering menghirup berbagai macam protein namun tidak
menginduksi tersintesisnya IgE. Hampir semua alergen berupa partikel kecil,
dan berupa protein mudah terlarut contohnya berupa butir serbuk sari dan
kotoran tungau. Apabila terjadi kontak antara partikel alergen dengan mukosa
pada saluran pernafasan partikel tersebut segera larut dan berdifusi masuk
mukosa. Alergen umumnya dipresentasikan pada sistem imun dalam dosis
yang sangat rendah.(4)
Respon terhadap alergi yang terhirup dapat dibagi menjadi dua fase
yaitu respon fase cepat dan lambat. Respon cepat terjadi grafik puncak
hanya beberapa menit setelah antigen terhirup dan grafiknya segera turun.
Enam sampai delapan jam kemudian setelah paparan antigen juga terdapat
respon seperti yang terjadi pada fase cepat. Reaksi fase cepat disebabkan
oleh aktivitas histamin, prostaglandin, dan mediator lain yang telah
terbentuk sebelumnya ataupun disintesis dengan sangat cepat yang
4. Rhinitis Alergi
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh
reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh
alergen yang sama serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma), 2001, rhinitis alergi adalah
kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E. (1,6)
5. Asma Bronkial
Asma merupakan salah satu penyakit alergi yang cukup berat.
Kejadian asma dipicu oleh alergen yang mengaktifkan sel mast
submukosal pada saluran pernafasan bagian bawah. Kejadian tersebut
dapat berlangsung cepat dalam hitungan detik ketika alergen telah
memapar. Alergen tersebut dapat menyebabkan kontraksi bronkus dan juga
dapat meningkatkan sekresi cairan dan mukus, menyebabkan bernafas
makin sulit oleh karena udara yang masuk tertambat pada paru. Pasien
penderita alergi umumnya perlu treatment dan serangan asma dapat
menyebabkan kematian. Alergen yang menimbulkan alergi rinitis dan
konjungtivitis umumnya dapat menimbulkan serangan asma. Akibat
8
asma. Pada
VI.
DIAGNOSIS
IV.1Anamnesis
Pada anamnesis umumnya ditanyakan hal-hal seperti berikut :
a. Kapan gejala timbul dan apakah mulainya mendadak atau berangsur.
Umur permulaan timbulnya gejala dapat menuntun kita untuk
membedakan apakah kondisi tersebut diperantarai IgE atau tidak.
b. Karakter, lama, frekuensi dan beratnya gejala. Urtikaria akut lebih
mungkin disebabkan oleh alergen dibanding urtikaria yang kronik.
c. Saat timbulnya gejala. Apakah keluhan paling hebat di waktu pagi,
siang, malam atau tidak menentu. Alergi dapat intermitten setiap
tahun atau berhubungan dengan musim.
d. Pekerjaan dan hobi. Keluhan pasien dapat saja timbul saat berada di
rumah, di sekolah, atau di tempat kerja. Sekitar 5% kasus asma
berhubungan dengan tempat kerja.
e. Pada pasien asma atau alergi saluran napas lain ditanyakan juga
tentang dahak: jumlahnya ( banyak, sedang, sedikit), warnanya (putih,
kuning, hijau) kekentalan (encer, kental)
f. Pengaruh terhadap kualitas hidup
g. Riwayat alergi dalam keluarga. (1,10)
IV.2Pemeriksaan Fisis
a. Kulit
Seluruh kulit harus diperhatikan apakah ada perdangan kronik seperti
ekskoriasi, bekas garukan terutama lipatan-lipatan kulit daerah
fleksor. Lihat pula apakah terdapat lesi urtikaria, angioedema,
dermatitis, dan likenifikasi. Likenifikasi yang sering tampak pada pasien
dermatitis atopik; allergic shiners, siemen grease.
b. Mata
Diperiksa terhadap hiperemis konjungtiva, edema, sekret mata yang
berlebihan. Pada rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shirnes, yaitu
di bawah palbebra inferior yang menjadi gelap dan bengkak
c. Telinga
Lakukan pemeriksaan membran timpani untuk mencari otitis media
d. Hidung
Allergic salute: Pasien dengan menggunakan telapak tangan
menggosok ujung hidungnya ke arah atas untuk menghilangkan rasa
10
11
12
cukup baik dengan uji kulit dan uji provokasi, namun sensitivitas
RAST lebih rendah.
5.2 Pemeriksaan in vivo
a. Uji kulit
Sel mast dengan IgE spesifik untuk alergen tertentu
berlekatan dengan reseptor yang berafinitas tinggi pada kulit pasien
dengan alergi. Kontak sejumlah kecil alergen pada kulit pasien yang
alergi dengan alergen akan menimbulkan hubungan silang antara
alergen dengan sel mast permukaan kulit, yang akhirnya mencetuskan
aktivasi sel mast dan melepaskan berbagai preformed dan newly
generated mediator. Histamin merupakan mediator utama dalam
timbulnya reaksi wheal, gatal, dan kemerahan pada kulit (hasil uji
kulit positif). Reaksi kemerahan kulit ini terjadi segera, mencapai
puncak dalam waktu 20 menit dan mereda setelah 20-30 menit.
Beberapa pasien menunjukkan edema yang lebih lugas dengan batas
yang tidak terlalu jelas dan dasar kemerahan selama 6-12 jam dan
berakhir setelah 24 jam (fase lambat). Terdapat 3 cara untuk
melakukan uji kulit, yaitu cara intradermal, uji tusuk (skin prick
test/SPT), dan uji gores (scratch test).
Uji kulit intradermal: 0,01-0,02 ml ekstrak alergen
disuntikkan ke dalam lapisan dermis sehingga timbul gelembung
berdiameter 3 mm. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang
menimbulkan reaksi, lalu ditingkatkan berangsur dengan konsentrasi
10 kali lipat hingga berindurasi 5-15 mm. Teknik uji kulit intradermal
lebih sensitif dibanding skin prick test (SPT), namun tidak
direkomendasikan untuk alergen makanan karena dapat mencetuskan
reaksi anafilaksis.
Uji gores (scratch test): sudah banyak ditinggalkan karena
kurang akurat.
Uji tusuk (skin prick test/SPT): Uji tusuk dapat dilakukan
pada alergen hirup, alergen di tempat kerja, dan alergen makanan.
Lokasi terbaik adalah daerah volar lengan bawah dengan jarak
minimal 2 cm dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak
13
14
Obat
yang
biasa
digunakan
adalah
oxymetazolin
atau
15
flunisolid,
PROGNOSIS
Prognosis pada umumnya bonam dengan tetap menghindari faktor
pencetus.(1)
16
DAFTAR PUSTAKA
1.
Azhar Tanjung EY, Iris Rengganis, Samsuridjal Djauzi , Heru Sundaru, Dina
Mahdi, Nanang Sukmana. Alergi Imunologi Klinik : Prosedur Diagnostik
Penyakit Alergi, Alergi makanan, Alergi obat, RA. Aru W. Sudoyo BS, Idrus
Alwi, Marcellis Simadibrata, Siti Setiati, editor. Jakarta: Interna Publishing;
2009. p377-92 p.
2.
3.
4.
17
5.
Irsa L. Penyakit Alergi Saluran Napas yang Menyertai Asma. Sari Pediatri.
2005;Vol.7 No.1:p19-24.
6.
7.
8.
9.
Eddy Surjanto JP. Mekanisme Seluler dalam Patogenesis Asma dan Rinitis.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/ SMF
ParuRSUD Dr Moewardi Surakarta. Diakses pada 22 November 2014.
10. EM. Dadi Suyoko SPS, Sumadino, Ketut Dewi Kumara. Alergi obat, Alergi
susu sapi, Urtikaria dan Angioedema. Antonius H. Pudjadi BH, Setyo
Handryastuti, Nikmah Salamia Idris, editor: IDAI 2009. p1-9 p.
11. Ni Putu Sudewi NK, EM Dadi Suyoko, Zakiudin Munasir, Arwin AP Akib.
Berbagai Teknik Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Alergi.
Sari Pediatri. 2009;Vol.11(3):p1-5.
12. Sjawitri P Siregar. Alergi makanan pada Bayi dan Anak. Sari Pediatri. Desember
2001; Vol. 3 No. 3:p168 - 174
13. Anton Christanto, Tedjo Oedono. Manifestasi Alergi Makanan pada Telinga, Hidung,
dan Tenggorok. Continuing Medical Education. 2011;Vol 38 No.6:p410-415
18