A. Pengertian Wanprestasi
1. Prestasi
Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan. 22
Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban memenuhi
prestasi dari debitur selalui disertai dengan tanggung jawab (liability), artinya debitur
mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada
kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, semua harta
kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur, jaminan
semacam ini disebut jaminan umum. 23
Pada prakteknya tanggung jawab berupa jaminan harta kekayaan ini dapat
dibatasi sampai jumlah yang menjadi kewajiban debitur untuk memenuhinya yang
disebutkan secara khusus dan tertentu dalam perjanjian, ataupun hakim dapat
menetapkan batas-batas yang layak atau patut dalam keputusannya. Jaminan harta
kekayaan yang dibatasi ini disebut jaminan khusus. 24 Artinya jaminan khusus itu
hanya mengenai benda tertentu saja yang nilainya sepadan dengan nilai hutang
22
23
Universitas Sumatera Utara
ii.
Harus mungkin
iii.
iv.
v.
2. Wanprestasi
Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu
persetujuan yang menimbulkan prikatan diantara pihak-pihak yang membuat
persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para
pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai mana yang diatur di dalam pasal
1338 KUH Perdata.
Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban
untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi.
25
Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak
tidak jarang pula debitur (nsabah) lalai melaksanakan kewajibannya atau tidak
melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh prestasinya, hal ini
disebut wanprestasi.
Wanprestasi
berasal
dari
istilah
aslinya
dalam
bahasa
Belanda
wanprestatie yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah
ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan
yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undangundang. 26
Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih
terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak
terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan.
Istilah mengenai wanprestasi ini terdaspat di berabgai istilah yaitu: ingkar janji,
cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.
Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah
menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu wanprestsi. Ada
beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah wanprestasi dan memberi
pendapat tentang pengertian mengenai wanprestsi tersebut.
26
27Wirjono
30
M.yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1982), hal 60.
suatu perjanjian, pabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah
ditentukan dalam perjanjian maka dikatakan wanprestasi.
Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya
dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk
menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga
oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena
wanprestasi tersebut.
B. Macam-Macam Prestasi dan Wanprestasi
Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata, tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Maka dari itu wujud prestasi itu berupa :
1. Memberikan Sesuatu
Dalam pasal 1235 dinyatakan :Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan
sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang
bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai
pada saat penyerahannya.
Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap
perjanjian-perjanjian tertentu, yang akibat-akibatnya mengenai hal ini ditunjuk dalam
bab-bab yang bersangkutan
Pasal ini menerangkan tentang perjanjian yang bersifat konsensual (yang
lahir pada saat tercapainya kesepakatan) yang objeknya adalah barang, dimana sejak
31
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233
sampai 1456 BW, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 5.
32
J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 1999), hal. 84.
33
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 19.
34
Ibid.
3.
suatu perbuatan seperti yang telah diperjanjikan. 35 Jadi wujud prestasi di sini adalah
tidak melakukan perbuatan. Di sini kewajiban prestasinya bukan sesuatu yang bersifat
aktif, tetapi justru sebaliknya yaitu bersifat pasif yang dapat berupa tidak berbuat
sesuatu atau membiarkan sesuatu berlangsung. 36 Disini bila ada pihak yang berbuat
tidak sesuai dengan perikatan ini maka ia bertanggung jawab atas akibatnya.
4. Wujud wanprestasi
Untuk menetapkan apakah seorang debitur itu telah melakukan wanprestasi
dapat diketahui melalui 3 keadaan berikut : 37
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
Artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk
dipenuhi dalam suatu perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan
undang-undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang.
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru
Artinya debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau
apa yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut
kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan oleh
undang-undang.
35
Ibid.
J.Satrio, Op. cit, hal. 52.
37
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 20.
36
38
39
diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan (perjanjian) itu tidak
dapat dilaksanakan sama sekali. 44
Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena
keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur.
Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena benda yang
menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena perbuatan
debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan diatas. Keadaan
memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa menimbulkan kerugian sebagian
dan dapat juga menimbulkan kerugian total. Sedangkan keadaan memaksa yang
menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi itu bisa bersifat sementara maupun
bersifat tetap. 45
Unsur unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa itu ialah : 46
a) Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda
yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap
b) Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atau
sementara.
c) Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan
karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.
Ajaran tentang Keadaan Memaksa (overmacht)
Mengenai keadaan memaksa yang menjadi salah satu sebab timbulnya
wanprestasi dalam pelaksaanaan perjanjian. Dikenal dua macam ajaran mengenai
44
keadaan memaksa tersebut dalam ilmu hukum, yaitu ajaran memaksa yang bersifat
objektif
dan
subjektif.
Yang
mana
ajaran
mengenai
keadaan
memaksa
(overmachtsleer) ini sudah dikenal dalam Hukum Romawi, yang berkembang dari
janji (beding) pada perikatan untuk memberikan suatu benda tertentu.47 Dalam hal
benda tersebut karena adanya keadaan yang memaksa musnah maka tidak hanya
kewajibannya untuk menyerahkan tetapi seluruh perikatan menjadi hapus, tetapi
prestasinya harus benar-benar tidak mungkin lagi. 48 Pada awalnya dahulu hanya
dikenal ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat objektif. Lalu dalam
perkembangannya, kemudian
bersifat subjektif.
1. Keadaan memaksa yang bersifat objektif
Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak mungkin
dapat dipenuhi oleh siapapun. 49 Menurut ajaran ini debitur baru bisa
mengemukakan adanya keadaan memaksa (overmacht) kalau setiap orang
dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi (sebagaimana
mestinya). 50 Jadi keadaan memaksa tersebut ada jika setiap orang sama
sekali tidak mungkin memenuhi prestasi yang berupa benda objek perikatan
itu. Oleh karena itu ukurannya orang (pada umumnya) tidak bisa
berprestasi bukan debitur tidak bisa berprestasi, sehingga kepribadiannya,
47
memakai
ukuran
objektif. 51
Dasar
ajaran
ini
adalah
51
Disini
tidak
dipakai
ukuran
debitur
pada
56
J. Satrio, Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 1999), hal. 263, dikutip dari
V.Brakel, Leerboek van het Nederlandse Verbintenissenrecht, Jilid Kesatu, Cetakan Keempat,
Tjeenk Willink, Zwolle, 1948, hal. 122
57
Ibid. Hal. 263.
58
Abdulkadir Muhammad, Op. cit. hal. 30
59
60
ada
61
62
2. Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan jangka
waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi pada waktu
tersebut, dia telah wanprestasi.
Ketentuan pasal 1238 KUHPerdata ini hanya mengatur tentang perikatan
untuk memberikan sesuatu, sedangkan perikatan untuk berbuat sesuatu tidak ada
ketentuan spesifik semacam pasal ini. Namun ketentuan pasal ini dapat juga diikuti
oleh perikatan untuk berbuat sesuatu. 63 Sebaiknya ketentuan pasal 1238 KUHPerdata
ini dapat diperluas juga meliputi perikatan untuk berbuat sesuatu. Jadi dalam
penyusunan hukum perikatan nasional nanti ketentuan semacam pasal ini dapat ditiru
dan meliputi perikatan untuk memberikan sesuatu dan perikatan untuk berbuat
sesuatu. 64
Dalam perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, prestasinya adalah tidak
berbuat sesuatu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Dalam hal ini tidak perlu
dipersoalkan apakah ditentukan jangka waktu atau tidak. Karena sejak perikatan itu
berlaku dan selama perikatan tersebut berlaku, kemudian debitur melakukan
perbuatan itu maka ia dinyatakan telah lalai (wanprestasi).65
Adapun akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi, adalah
hukuman atau sanksi sebagai berikut : 66
63
67
Yang dimaksud dengan ganti kerugian itu ialah ganti kerugian yang timbul
karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Ganti kerugian itu haruslah
dihitung berdasarkan nilai uang, jadi harus berupa uang bukan berupa barang.
Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari 3 (tiga) unsur, yakni :
(1) Ongkos-ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya
ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan.
(2) Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan
kreditur akibat kelalaian debitur (damages). Kerugian disini adalah
sungguh-sungguh diderita, misalnya busuknya buah buahan karena
kelambatan penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah
konstruksi sehingga merusak perabot rumah tangga, lenyapnya
barang karena terbakar.
(3) Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur
lalai, kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya.
Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada.
Minimal ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh kreditur
(unsur 2). 68 Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar
sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih memberikan pembatasan-pembatasan
yaitu : dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur
68
69
70
71
Ibid.
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 41.
Penggantian biaya, rugi dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai
dari ia diminta di muka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang
menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum.
Maksud pasal ini adalah bahwa setiap tagihan yang berupa uang, yang
pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak debitur, maka tuntutan ganti kerugian
tidak boleh melebihi ketentuan bunga moratorium (bunga menurut undang-undang). 72
Bunga yang harus dibayar karena lalai ini disebut moratoir interest,
sebagai hukuman bagi debitur.73 Moratoir berasal dari kata mora bahasa Latin yang
berarti lalai. Pembayaran ganti kerugian sebesar bunga moratorium tersebut sematamata digantungkan pada keterlambatan pembayaran tersebut sehingga kreditur tidak
perlu dibebani untuk membuktikan dasar penuntutan ganti kerugian tersebut. 74
Penghitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada saat
utang tersebut tidak dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai dihitung sejak
tuntutan tersebut diajukan ke pengadilan, kecuali jika dalam keadaan tertentu undangundang memberikan kemungkinan bahwa penghitungan bunga tersebut berlaku demi
hukum (mulai saat terjadinya wanprestasi). 75
72
76
77
78
79
80
Ibid.
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 32
keadaan memaksa sudah berakhir maka kewajiban berprestasi hidup kembali. Bila
prestasi tersebut sudah tidak mempunyai arti lagi untuk kreditur maka perikatan
menjadi gugur, dan pihak yang satu tidak dapat menuntut pada pihak lain. Istilah
batal dan gugur di atas mempunyai arti yang berbeda.
Istilah batal menunjuk kepada tidak dipenuhinya salah satu sifat prestasi
yaitu harus mungkin dilaksanakan. Jika prestasi tidak mungkin dilaksanakan, maka
perikatan itu tidak akan mencapai tujuan, jadi batal demi hukum. Sedangkan istilah
gugur, prestasi memungkinkan untuk mencapai tujuan perikatan, tetapi berhubung
keadaan memaksa, tujuan perikatan menjadi tidak tercapai karena terhalang oleh
keadaan memaksa, yang mengakibatkan prestasi menjadi tidak berarti. Pada perikatan
yang gugur pihak yang satu tidak dapat menuntut kepada pihak yang lainnya. 81
E.
dengan benda, yang menimbulkan hak kebendaan. Hukum benda merupakan bagian
dari hukum harta kekayaan. Diatur dalam Buku II KUHPerdata, pasal 499 sampai
dengan pasal 1232, meliputi Pengertian Benda dan macam-macam benda serta
pengertian hak kebendaan dan macam-macam hak kebendaan.
81
1. Pengertian Benda
Pengertian benda (zaak) secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat
dihaki atau yang dapat menjadi objek hak milik (pasal 499 BW). Menurut terminologi
benda di atas ini benda berarti objek sebagai lawan dari subyek dalam hukum yaitu
orang dan badan hukum. Oleh karena yang diamaksud dengan benda menurut
undang-undang hanyalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat dimiliki
orang, maka segala seuatu yang tidak dapat dimiliki orang bukanlah termasuk
pengertian benda menurut BW (buku II), seperti bulan, bintang, laut, udara, dan lain
lain sebagainya. 82
Meurut ilmu hukum, benda memiliki tanda tanda pokok. Tanda-tanda pokok
benda ini adalah sebagai berikut: 83
a. Hak kebendaan adalah absolut. Artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap
setiap orang. Pemegang hak berhak menuntut setiap orang yang mengganggu
haknya.
b. Hak kebendaan jangka waktunya tidak terabatas.
c. Hak kebendaan mempunya droit de suit artinya hak itu mengikuti bendanya di
dalam tangan siapa pun benda itu berada. Jika ada beberapa hak kebendaan
diletakkan diatas suatu benda, maka kekuatan hak itu ditentukan oleh urutan
waktunya.
82Riduan
Syahrani, Seluk Beluk dan Asas asa Hukum perdata, (Bandung: Alumni, 1992),
hal 116.
83
Mariam Darus Badrul Zaman, Mencari Sistem Hukum Benda nasional, (Bandung:
Alumni, 1983), hal 30.
d. Hak kebandaan mamberikan wewenang yang luas kepada pemiliknya hak itu
dapat dialihkan, diletakkan sebagai jaminan, disewakan atau dipergunakan
sendiri.
Dapat dikatakan hak kebendaan itu mempunyai sifat yang mutlak karena yang
berhak atas benda yang menjadi objek hukum, mempunyai kekuasaan tertentu untuk
mempertahankan hak tersebut terhadap siapapun juga.
2.
Macam-macam Benda
h. Benda atas nama dan tidak atas nama (Pasal 613 KUHPerdata jis Undangundang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah).
Di atas ini merupakan berbagai macam jenis benda. Pada skripsi ini
difokuskan pada esensi pada benda tidak begerak yang mana berguna sebagai
jaminan apabila terjadi wanprstai dalam hutang piutang.
pupuk yang
84Kartini
Benda yang menurut sifatnya tak bergerak yang di bagi lagi menjadi 3
macam:
85 Komariah, Hukum Perdata (edisi revisi), Cetakan Keempat, (Malang: UMM yang mey
Press, 2005), hal 90-91.
86 Riduan Syahrini, Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni,
1992), hal 118-119.
a. tanah
b. segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan
berakar serta bercabang seperti tumbuh-tumbuhan, buah-buahan
yang masih belum dipetik dan sebagainya;
c. segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena didirikan di atas
tanah itu yaitu karena tertanam dan terpaku.
2.
supaya
terus
menerus
berada
disitu
untuk
reruntuhan
dari
sesuatu
bangunan,
apabila