Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut
rasa penuh atau begah.1
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit , dan
(Pepse),berarti
pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang
terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.
Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi
asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.3
Ada berbagai macam definisi dispepsia. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh suatu
kelompok kerja internasional adalah: Sindroma yang terdiri dari keluhan - keluhan yang
disebabkan karena kelainan traktus digestivus bagian proksimal yang dapat berupa mual atau
muntah, kembung, dysphagia, rasa penuh, nyeri epigastrium atau nyeri retrosternal dan ruktus,
yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dispepsia merupakan suatu sindrom
klinik yang bersifat kronik.2
Dalam klinik tidak jarang para dokter menyamakan dispepsia dengan gastritis. Hal ini
sebaiknya dihindari karena gastritis adalah suatu diagnosa patologik, dan tidak semua dispepsia
disebabkan oleh gastritis dan tidak semua kasus gastritis yang terbukti secara patologi anatomik
disertai gejala dispepsia. Karena dispepsia dapat disebabkan oleh banyak keadaan maka dalam
menghadapi sindrom klinik ini penatalaksanaannya seharusnya tidak seragam.3
Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
1.
Dispepsia
organik,
bila
telah
diketahui
adanya
kelainan
organik
sebagai
penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh
misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lainlain.1,6
2
2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia non ulkus, bila tidak jelas
penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi setelah 3 bulan dengan
gejala dispepsia.7
Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e.Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).2
2.2 ETIOLOGI
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau duodenum,
gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
Obat obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa antibiotic,
digitalis, teofilin dan sebagainya.
Penyakit pada hati, pankreas, system bilier, hepatitis, pancreatitis, kolesistetis kronik.
Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya
kelainan atau gangguan organic atau structural biokimia, yaitu dispepsia fungsional atau
dispepsia non ulkus.1
Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya, misalnya
pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan
pH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau
esophagitis.10
III.Kelainan struktural
A. Penyakit oesophagus
Akhalasia
Obstruksi esophagus
Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan sakit keras (stres
fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock
Karsinoma gaster
Kholesistitis
D. Penyakit pankreas
Pankreatitis
Karsinoma pankreas
E. Penyakit usus
Malabsorbsi
Angina abdominal
Karsinoma kolon
Kelainan psikis, stress dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia
fungsional.12
Kelainan non organik saluran cerna:
- Gastralgia
- Dispepsia karena asam lambung
- Dispepsia flatulen
- Dispepsia alergik
- Dispepsia essensial
- Pseudoobstruksi intestinal kronik
- Kelainan susunan saraf pusat (CVD, epilepsi).
- Psikogen : Histeria, psikosomatik
menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi
sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk
mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya. 13
Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung, yang
merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5, yang
mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkan untuk absorpsi
vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan dan menyebabkan
penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim
lambung dan mengubah pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin. 13
Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturan
sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas lambung serta
pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon. Berdasarkan saat
terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus
(intestinal).13
Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan rasa
akan menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang serabut
vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya asetilkolin dari dinding
lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan
membebaskan gastrin dari sel G antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel
parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi
asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit karena
stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini gastrin dapat
bekerja.13
Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk ke dalam
lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kafein atau alkohol, akan
menimbulkan refleks kolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3,
pembebasan gastrin akan dihambat.13
Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan
penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan
dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran
pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin10
pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian
atas.13
Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang
berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi
HC1 dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.13
Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ
lainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas, menghambat
sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di usus halus. Fungsi
endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat
dan enzim pencernaan). Di samping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah di
daerah n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.13
Rangsang bau
dan rangsang
kecap
Degranulasi
mastosit
Pembebasan
histamin
Rangsang n.
Vagus
Rangsang
Lokal
(makanan)
Rangsang
Ganglion
Stimulasi sel
G
Pembebasa
n
asethilkolin
Pembebasan
Gastrin
Stimulasi Sel
Parietal
Pembebasan
HCl
11
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dispepsia non ulkus masih sedikit diketahui, beberapa faktor berikut mungkin
berperan penting (multifaktorial):
13
yang
lebih
parah.
Ini
memerlukan
perbaikan
tingkah
laku.
Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu
muncul pada semua penderita. Hasil yang kurang konsisten dari bermacam terapi yang
digunakan untuk terapi dispepsia non ulkus mendukung keanekaragaman kelompok ini.
2,12,14.
Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau pendarahan mukosa lambung. Gastritis
karena bakteri H. pylori dapat mengalami adaptasi pada linkungan dengan pH yang sangat
rendah dengan menghasilkan enzim urease yang sangat kuat. Enzim urease tersebut akan
mengubah urea dalam lambung menjadi ammonia sehingga bakteri Helicobacter pylori yang
diselubungi awan amoniak yang dapat melindungi diri dari keasaman lambung. Kemudian
dengan flagella Helicobacter pylori menempel pada dinding lambung dan mengalami
multiplikasi. Bagian yang menempel pada epitel mukosa lambung disebut adheren pedestal.
Melalui zat yang disebut adhesin , Helicobacter pylori dapat berikatan dengan satu jenis
gliserolipid yang terdapat di dalam epitel.13
Selain urease, bakteri juga mengeluarkan enzim lain misalnya katalase, oksidase,
alkaliposfatase, gamma glutamil transpeptidase, lipase, protease, dan musinase. Enzim protease
dan fosfolipase diduga merusak glikoprotein dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung. H.
Pylori juga mengeluarkan toksin yang beperan dalam peradangan dan reaksi imun local.13
14
difusi balik disbanding fundus. Selain itu, kadar asam yang rendah dalam analisis lambung pada
penderita ulkus peptikum diduga disebabkan oleh meningkatnya difusi balik dan bukan
disebabkan oleh produksi yang berkurang. 13
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat fungsi kelenjar
Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang memproduksi sekret mukoid
yang sangat alkali, pH 8 dan kental untuk menetralkan kimus asam. Penderita ulkus peptikum
sering mengalami sekresi asam berlebihan. Faktor penurunan daya tahan jaringan juga terlibat
dalam ulkus peptikum. Daya tahan jaringan juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan
cepatnya regenerasi sel epitel (dalam keadaan normal diganti setiap 3 hari). kegagalan
mekanisme ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. 13
16
17
nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung).6
Dispepsia Organik
a. Dispepsia Ulkus
Dispepsia ulkus merupakan bagian penting dari dispepsia organik. Di negara negara barat
prevalensi ulkus lambung lebih rendah dibandingkan dengan ulkus duodeni. Sedang di negara
berkembang termasuk Indonesia frekuensi ulkus lambung lebih tinggi. Ulkus lambung biasanya
diderita pada usia yang lebih tinggi dibandingkan ulkus duodeni.4
Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief. Untuk ulkus duodeni
nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan, dan penderita sering terbangun di tengah
malam karena nyeri. Tetapi banyak juga kasus kasus yang gejalanya tidak jelas dan bahkan tanpa
gejala. Pada ulkus lambung seringkali gejala hunger pain food relief tidak jelas, bahkan kadang
kadang penderita justru merasa nyeri setelah makan.15
Penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama ulkus duodenum adalah infeksi H.
pylori, dan ternyata sedikitnya 95% kasus ulkus duodeni adalah H. pylori positif, sedang hanya
70% kasus ulkus lambung yang H. pylori positif.13
18
b.GERD(GastroesophagealRefluxDisease)
Dahulu GERD dimasukkan dalam dispepsia fungsional tetapi setelah ditemukan dasar-dasar
organik maka GERD dimasukan kedalam dispepsia organik. Penyakit ini disebabkan
Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia yang menyebabkan regurgitasi asam lambung ke dalam
esofagus.
Dulu sebelum penyebab GERD diketahui dengan jelas, GERD dimasukkan ke dalam
kelompok dispepsia fungsional. Setelah penyebabnya jelas maka GERD dikeluarkan dari
kelompok tersebut dan dimasukkan ke dalam dispepsia organik.7
Gejala GERD :
Gejala khas, terdiri dari :
- Heart Burn
- Rasa panas di epigastrium
- Rasa nyeri retrosternal
- Regurgitasi asam
- Pada kasus berat : ada gangguan menelan
Gejala tidak khas :
- Nafas pendek
- Wheezing
- Batuk-batuk
Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang dan berkurang
bila penderita duduk.
Gambaran Endoskopi:
Didapatkan lesi berupa robekan pada daerah spinter esophagus yang dibagi menjadi 4 derajat
(Pembagian Los Angeles) :
Grade A :
Robekan mukosa tidak lebih dari 5 mm
Grade B :
Ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di tempat lain tidak
19
Dispepsia Fungsional
Gejala dispepsia fungsional (menurut kriteria Roma) :
a. Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir.
b. Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent).
c. Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi)
d. Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome)
- symptom tidak hilang dengan defekasi
- tidak ada perubahan frekuensi dan konsistensi tinja.2,6-11
2.6 ANAMNESIS
Jika pasien mengeluh mengenai dispepsia, dimulakan pertanyaan atau anamnesis dengan
lengkap. Berapa sering terjadi keluhan dispepsia, sejak kapan terjadi keluhan, adakah berkaitan
dengan konsumsi makanan? Adakah pengambilan obat tertentu dan aktivitas tertentu dapat
menghilangkan keluhan atau memperberat keluhan? Adakah pasien mengalami nafsu makan
menghilang, muntah, muntah darah, BAB berdarah, batuk atau nyeri dada?11
Pasien juga ditanya, adakah ada konsumsi obat obat tertentu? Atau adakah dalam masa
terdekat pernah operasi? Adakah ada riwayat penyakit ginjal, jantung atau paru? Adakah pasien
menyadari akan kelainan jumlah dan warna urin? 11
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual
bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan
jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia,
20
berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang
sangat sering, hematemesis, melena atau jaundice kemungkinan besar adalah merupakan
penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT
Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus,
pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu.11
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah
anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar manusia (orang tua, mertua,
tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri (istri sibuk, istri muda, dimadu, bertengkar,
cerai), pekerjaan dan pendidikan (kegiatan rutin, penggusuran, pindah jabatan, tidak naik
pangkat). Hal ini berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang.5
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia. Pasien ulkus peptikum
biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri berkurang dengan mencerna makanan
tertentu atau antasid. Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan
pada ulkus duodenum. Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk
setelah makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik
(bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.
Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit esofagus,
gastritis erosif dan karsinoma. Sebaliknya bila muncul setelah beberapa jam setelah makan
sering terjadi pada ulkus duodenum. Pasien dispepsia non ulkus lebih sering mengeluhkan gejala
di luar GI, ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.
2,
6-11
21
Palpasi dan perkusi abdomen, perhatikan akan tenderness, nyeri, pembesaran organ dan timpani. 6
Pemeriksaan tanda vital bisa ditemukan takikardi atau nadi yang tidak regular.10
Kemudian, lakukan pemeriksaan sistem tubuh badan lainnya. Perlu ditanyakan perubahan
tertentu yang dirasai pasien, keadaan umum dan kesadaran pasien diperhatikan. Auskultasi bunyi
gallop atau murmur di jantung. Perkusi paru untuk mengetahui konsolidasi. Perhatikan dan
lakukan pemeriksaan terhadap ektremitas, adakah terdapat perifer edema dan dirasakan adakah
akral hangat atau dingin. Lakukan juga perabaan terhadap kelenjar limfa.6-11
penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah,
melena, atau keluhan sudah berlangsung lama, dan terjadi pada usia lebih dari 45tahun. 1
23
2.9 DIAGNOSIS
Dispepsia melalui simptom-simptomnya sahaja tidak dapat membedakan antara dispepsia
fungsional dan dispepsia organik. Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah
ditetapkan, dimana pertama sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus disingkirkan
melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak membantu adalah pemeriksaan
24
endoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di oesophagus, lambung
dan duodenum. Diikuti dengan USG (Ultrasonography) dapat mengungkapkan kelainan pada
saluran bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan perubahan anatomis.
Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan dapat mengungkapkan penyebab dispepsia seperti
diabetes, penyakit tyroid dan gangguan saluran bilier. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu
diperiksa pertanda tumor.1,5
Kriteria Diagnostik Dispepsia Fungsional berdasarkan Kriteria Rome III,
Harus termasuk:
pada pasien yang mangalami penurunan berat badan yang signifikan, terjadi pendarahan, dan
muntah yang terlalu teruk.2
Ulkus peptikum.
Obat-obatan: obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi, suplemen kalium, digoxin.
Cholelithiasis or choledocholithiasis.
Pankreatitis Kronik.
Parasit intestinal.
2.11 PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, dibedakan
bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas
endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
1. Antasid
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam
lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat.
26
Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa
nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben
sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk
senyawa MgCl2. Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan fosfat;
magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang sering digunakan adalah
seperti Mylanta, Maalox, merupakan kombinasi Aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida.
protektif
(site
protective),
yang
bersenyawa
dengan
protein
sekitar
lesi mukosa saluran cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini jarang, bisa menyebabkan
konstipasi (23%). Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis standard adalah 1 g per
hari.15
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan
mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).10
7. Antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori
Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada sebagian pasien dan
biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin (Amoxil), clarithromycin
(Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin). 6
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti- depresi dan cemas)
pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan
dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.2,6-12
Terapi Dispepsia Fungsional :
1. Farmakologis
- pengobatan jangka lama jarang diperlukan kecuali pada kasus-kasus berat. (regular medication)
- mungkin perlu pengobatan jangka pendek waktu ada keluhan. (on demand medication)
2. Psikoterapi
- Reassurance
- Edukasi mengenai penyakitnya
3. Perubahan diit dan gaya hidup
- Dianjurkan makan dalam porsi yang lebih kecil tetapi lebih sering.
- Makanan tinggi lemak dihindarkan
28
Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang
pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis
makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah
dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa
dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.
Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan dan
jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan
limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan
sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stress juga
meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan pencernaan. Karena
stress
bagi
sebagian
orang
tidak
dapat
dihindari,
maka
kuncinya
adalah
29
mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup,
olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan OAINS, obat-obat
golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan
yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang mengandung
acetaminophen.
2.13 PROGNOSIS
Statistik menunjukkan sebanyak 20% pasien dispepsia mempunyai ulkus peptikum, 20%
mengidap Irritable Bowel Syndrome, kurang daripada 1% pasien terkena kanker, dan dispepsia
fungsional dan dyspepsia non ulkus adalah 5-40%.17
Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus
lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus
diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila
terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: Usia 50 tahun ke atas, kehilangan berat badan tanpa
disengaja, kesulitan menelan, terkadang mual-muntah, buang air besar tidak lancar dan merasa
penuh di daerah perut.
30
BAB III
KESIMPULAN
Dispepsia merupakan keluhan yang sangat umum, terjadi pada lebih dari seperempat
populasi, tetapi hanya kurang lebih seperempatnya berkonsultasi ke dokter. Terdapat banyak
penyebab dispepsia, antaranya adalah gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak
gaster atau duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori. Obat obatan seperti anti
inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya.
Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier, hepatitis, pankreatitis, kolesistetis kronik. Penyakit
sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner. Bersifat fungsional, yaitu
dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya kelainan atau gangguan organik
atau struktural biokimia, yaitu dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus. Dispepsia adalah
merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan atau gejala dan bukan merupakan suatu
diagnosis. Sangat penting mencari clue atau penanda akan gejala dan keluhan yang merupakan
etiologi yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Disebabkan kanker
digestif bagian atas jarang pada umur <50 tahun, pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada
pasien yang berusia > 50 tahun. Juga direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan
berat badan yang signifikan, terjadi pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk. Penatalaksanaan
dispepsia adalah meliputi pola hidup sehat, berpikiran positif dan pemakanan yang sehat dan
seimbang, selain daripada pengobatan. Pengobatan dispepsia adalah antaranya seperti antasid,
antikolinergik, antagonis reseptor histamin2, Proton Pump Inhibitor, sitoprotektif, golongan
prokinetik, antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori dan kadang kadang diperlukan
psikoterapi.
31
DAFTAR PUSTAKA
13. Glenda NL. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6. EGC;
2006.h.417-19.
14. Riza TC, Bushra S. Dyspepsia. Prim Care Clinical Office Pract 34 2007;1:99108.
15. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al. Peptic ulcer
disease. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th.Mc Graw-Hills; 2008.p.287.
16. David JB. Test and Treat or PPI Therapy for Dyspepsia? Journal Watch Gastroenterology
April 18, 2008.
17. Dyspepsia. Edition 2001. Available from:
http://mercyweb.org/MICROMEDEX/health_information.
33