Anda di halaman 1dari 11

Kolesistitis Akut

Lisa Ambalinggi
102012032
F8
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara no. 6
Jakarta Barat
ciccha37@gmail.com

Pendahuluan
Peradangan akut dinding kandung empedu atau disebut juga dengan kolesistitis akut
biasanya terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Kolesistitis akut sering berawal
sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara progresif. Sekitar 60-70% pasien
melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. Namun, seiring dengan makin
parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi generalisata di abdomen kanan atas.
Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat menyebar ke daerah antarskapula, skapula kanan
atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau
pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien juga mengalami anoreksia dan sering mual.
Kolesistitis akut merupakan suatu penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup pasien.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa hal yang berkaitan
dengan penyakit peradangan pada dinding kandung empedu yang disebabkan karena kolelitiasis
serta terapi yang sesuai.

PEMBAHASAN
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi
yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu
tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan
optimal.1
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan :
1.

Keluhan apa yang pasien alami? Sudah sejak kapan? Letaknya dimana?
Bagaimana sifatnya (terbakar, tajam, ditusuk, atau diperas)? Nyeri berlangsung
terus-menerus atau intermiten? Apakah ada penyebaran nyeri? Apakah bertambah

2.
3.
4.
5.

nyeri setelah makan tertentu?


Apakah disertai demam, mual, muntah, menggigil?
Apakah mengkonsumsi alcohol?
Sudah mengkonsumsi obat? Apa pengaruhnya?
Apakah pernah mengalami hal yang sama sebelumnya?

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Demam ringan lama-kelamaan meninggi

Ikterus ringan

Teraba massa kandung empedu

Nyeri tekan di daerah letak enetomis kandung empedu. Tanda Murphy positif
apabila nyeri yekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang
karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa
dan pasien berhenti menarik nafas.2

Pemeriksaan penunjang
2

Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis
sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis meningkat . Bilirubin serum sedikit meningkat pada
pasien, sementara pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari
lima kali lipat). Pemeriksaan alkali phospatase biasanya meningkat pada pasien dengan
kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat pada kolesistitis.
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada
15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena
mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran
kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis
akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu (empedu porselain) menunjukkan
adanya keganasan pada kandung empedu.
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan
saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 95%. Adapun
gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan
dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu
membantu penegakkan diagnosis.3
Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan lebih
besar dari 95%. Pada kolesistitis akut dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding
kandung empedu lebih dari 4 mm, edema subserosa tanpa adanya ascites, gas intramural dan
lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan dengan CT scan dapat memperlihatkan adanya
abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 96n Tc6
Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah.
Normalnya gambaran kandung empedu, duktus biliaris komunis dan duodenum terlihat dalam
30-45 menit setelah penyuntikan zat warna. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa

adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau scintigrafi sangat
menyokong kolesistitis akut.
Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography (ERCP) dapat digunakan untuk
melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan terdapat batu empedu di duktus biliaris
komunis pada pasien yang beresiko tinggi menjalani laparaskopi kolesistektomi.3,4

Working Diagnosis
Kolesistitis akut
Kolesistitis adalah inflamasi akut dan kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus sistikus dan
menyebabkan distensi kandung empedu. Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi,
sekitar 90% kasus berkaitan dengan batu empedu. Kasus minorotas yang disebut juga dengan
istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkitan dengan pasca bedah umum, cedera berat,
sepsis (infeksi berat). Individu yang beresiko terkena kolesistitis adalah jenis kelamin wanita,
umur tua, obesitas, obat-obatan kehamilan, dan suku bangsa tertentu.
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan
sering menyebabkan kedaruratan abdomen khususnya pada wanita dengan usia pertengahan dan
manula. Peradangan akut dari kandung empedu berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus..3,4

Diagnosis Differential
1. Pancreatitis akut
Pankreatitis adalah reaksi peradangan pancreas. Secara klinis pancreatitis akut ditandai
dengan nyeri perut yang akut disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan
penyakit sangat bervariasi dari ringan yang self limited sampai sangat berat yang disertai dengan
gangguan ginjal dan paru-paru yang berakibat fatal. Gejala pancreatitis akut yang paling
mencolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, kebanyakan intens, terus-menerus dan makin
lama makin bertambah. Rasa nyeri kebanyakan terletak di epigastrium, kadang agak ke kiri atau
4

ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar diperut dan
menjalar ke abdomen bagian bawah. Nyeri berlangsung beberapa hari. Selain nyeri sebagian
kasus juga didapatkan gejala mual dan muntah serta demam. Kadang-kadang didapat tanda
kolaps kardiovaskular, renjatan dan gangguan pernafasan.
Factor yang memperberat pancreatitis akut sebagian besar belum diketahui. Pada hampir 80%
kasus pancreatitis akut jaringan pancreas mengalami inflamasi tetapi masih hidup, keadaaan ini
disebut pancreatitis interstitial, sisanya sekitar 20% mengalami nekrosis pancreas atau
peripankreas yang merupakan komplikasi yang berat, mengancam nyawa dan memerlukan
perawatan intensif. Nekrosis peripankreas diduga terjadi sebagai sebagai akibat aktivasi lipase
pancreas pada jaringan lemak peripankreas. Kematian tersebar pasien pancreatitis akut terdapat
pada pasien yang mengalami nekrosis pancreas yang mengalami infeksi ini.5
2. Koledokolitiasis
Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu empedu di dalam saluran empedu yaitu di duktus
koledokus komunis. Koledokolitiasis di bagi menjadi primer dan sekunder. Koledokoletiasis
primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan keledokolitiasis
sekunder dimana batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Gejala koledokolitiasis mirip seperti kolelitiasis seperti kolik bilier, mual dan
muntah, namun pada koledokolitiasis disertai ikterus, BAK kuning pekat dan BAB berwarna
dempul. Ditemukan adanya peningkatan enzim hati yang menunjukkan kolestasis (gamma GT
dan alkali fosfatase), peningkatan amilase dan lipase bila batu menyumbat duktus koledokus dan
duktus pankreatikus, serta adanya peningkatan bilirubin serum.6
3. Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapat batu empedu di dalam kandung empedu yang
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Lebih sering di jumpai pada 4F yaitu
wanita (female), usia diatas 40 tahun (forty), obese (fat) dan fertile. Faktor predisposisinya
antara lain karena perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Patofisiologinya berkaitan dengan adanya batu pigmen karena kekurangan enzim glukuronil
transferase sehingga mengakibatkan pengendapan dari bilirubin serta batu kolesterol di mana
kolesterol bersifat tidak larut dalam air. Keluhan dapat berupa kolik bilier yang merupakan
5

keluhan utama pada sebagian besar pasien. Kolik biasanya timbul malam hari dan nyeri
meningkat tajam dalam waktu 15 menit lalu menetap selama 3-5 jam. Timbul di kuadran kanan
atas atau epigastrium, menjalar ke punggung kanan, atau bahu kanan. Sering disertai mual dan
muntah.

Etiologi dan Patogenesis


Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut
adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya
batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang
menyebabkan stasis cairan empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung
empedu menyebabkan aliran darah dan limfe menjadi terganggu sehingga terjadi iskemia dan
nekrosis dinding kandung empedu.
Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat
menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor
yang dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan cairan empedu,
kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu
yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. Peradangan yang disebabkan oleh bakteri
mungkin berperan pada 50 sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling
sering dibiak dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,
Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin yang
dihasilkan oleh organisme-organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa,
perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis
dinding kandung empedu.
Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10 % kasus. Kolesistitis akut akalkulus dapat
timbul pada pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat nutrisi secara paraenteral, pada
sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu
komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes melitus.3,4

Sebagian besar batu empedu mengandung kolesterol dan sekresinya yang berlebihan ke
dalam empedu di duga menjadi faktor utama dalam pembentukan batu. Batu kolesterol terjadi
karena adanya ketidak seimbangan dalam empedu antara kolesterol, garam empedu, dan
fosfolipid yang menghasilkan empedu litogenik, batu bilirubinat (batu pigmen) di mana adanya
pengendapan bilirubin karena kurangnya enzim glukoronil transferase yang membantu proses
konjugasi, serta batu campuran yang berhubungan dengan kelainan anatomi, stasis, pembedahan
sebelumnya, dan infeksi sebelumnya.7

Epidemiologi
Peradangan akut dinding kandung empedu atau disebut juga dengan kolesistitis akut
biasanya terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Sekitar 10-20% warga Amerika
menderita kolelitiasis (batu empedu) dan sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada wanita, usia tua dan lebih sering terjadi pada orang kulit putih. Pada
wanita, terutama pada wanita-wanita hamil dan yang mengkonsumsi obat-obat hormonal,
insidensi kolesistitis akut lebih sering terjadi. Beberapa teori mengatakan hal ini berkaitan
dengan kadar progesteron yang tinggi yang menyebabkan statis aliran kandung empedu. Di
Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan
kolelitiasis di negara kita relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat.3
Manifestasi klinik
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah
kanan atas dan nyeri tekan, serta kenaikan suhu tubuh disertai menggigil. Keluhan tersebut dapat
memburuk secara progresif. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan
dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi
tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi
kandung empedu. Sekitar 60-70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh
spontan.
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada
pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual muntah.
Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler
7

dan ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila
dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang
dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya
menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi.
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl).
Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra
hepatik.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis serta adanya kemungkinan

peningkatan serum transaminase dan alkali fosfatase.3,4


Faktor resiko kolesistitis adalah faktor yang menyebabkan pembentukan batu empedu
termasuk hiperlipidemia, diet tinggi karbohidrat, obesitas, diabetes melitus, hemoglobinopati
atau mengkonsumsi alkohol dalam jangka waktu yang panjang. Faktor resiko ini meningkat
seiring dengan bertambahnya usia dan jika dilihat dari sudut jenis kelamin, perempuan lebih
beresiko karena pengaruh hormon dan kehamilan.

Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis akut dan
komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit sebelum kolesistektomi.
Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi
parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan
antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi
seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol
cukup memadai untuk mematikan kuman kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut
seperti E. Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang
memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi.3
2. Terapi bedah
Terapi defenitif kolesistitis akut adalah kolesistektomi. Terapi operatif ini dapat dilakukan
dalam waktu 2-3 hari atau ditunggu 6-10 minggu setelah diterapi dengan pengobatan. Sebagian
8

ahil memilih terapi operatif dini menghindari timbulnya gangren atau komplikasi kegagalan
terapi konservatif serta lama perawatan dirumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya dapat
ditekan. Sementara yang tidak setuju menyatakan bahwa operasi dini dapat menyebabkan
penyebaran infeksi ke rongga peritonium. Sebagian lagi memilih dilakukan bila kondisi pasien
sudah stabil. Pada kasus emergensi atau ada komplikasi seperti empiema, kolesistitis emfisema
atau dicurigai adanya perforasi, sebaiknya langsung dilakukan kolesistektomi.3,4

Komplikasi
1.

Empiema dan hidrops


Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan

sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat tersebut disertai
kuman-kuman pembentuk pus. Biasanya terjadi pada pasien laki-laki dengan kolesistitis akut
akalkulus dan juga menderita diabetes mellitus. Gambaran klinis mirip kolangitis dengan demam
tinggi, nyeri kuadran kanan atas yang hebat, leukositosis berat dan sering keadaan umum lemah.
Empiema kandung empedu memiliki resiko tinggi menjadi sepsis gram negatif dan/atau
perforasi. Diperlukan intervensi bedah darurat disertai perlindungan antibiotik yang memadai
segera setelah diagnosis dicurigai.
Hidrops atau mukokel kandung empedu juga terjadi akibat sumbatan berkepanjangan
duktus sistikus biasanya oleh sebuah kalkulus besar. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu
yang tersumbat secara progresif mengalami peregangan oleh mukus (mukokel) atau cairan
transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel mukosa. Pada pemeriksaan fisis
sering teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari kuadran kanan atas
menuju fossa iliaka kanan. Pasien hidrops kandung empedu sering tetap asimtomatik, walaupun
nyeri kuadran kanan atas kronik juga dapat terjadi. Kolesistektomi diindikasikan, karena dapat
timbul komplikasi empiema, perforasi atau gangren.8

2. Gangren dan perforasi

Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan bebercak
atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi berlebihan kandung empedu,
vaskulitis, diabetes mellitus, empiema atau torsi yang menyebabkan oklusi arteri. Gangren
biasanya merupakan predisposisi perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi
pada kolesistitis kronik tanpa gejala atau peringatan sebelumnya abses.
Perforasi lokal biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang ditimbulkan oleh
peradangan berulang kandung empedu. Superinfeksi bakteri pada isi kandung empedu yang
terlokalisasi tersebut menimbulkan abses. Sebagian besar pasien sebaiknya diterapi dengan
kolesistektomi, tetapi pasien yang sakit berat mungkin memerlukan kolesistektomi dan drainase
abses.
Perforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi menyebabkan angka kematian sekitar 30%,
Pasien ini mungkin memperlihatkan hilangnya secara transien nyeri kuadran kanan atas karena
kandung empedu yang teregang mengalami dekompresi, tetapi kemudian timbul tanda peritonitis
generalisata.8

Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal,
fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesititis rekuren.
Kadang-kadang kolesistitis akut berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema, dan
perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian antibiotic yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut pada pasien tua
(>75tahun) memiliki prognosis jelek disamping kemungkinan timbul komplikasi pasca bedah.

Kesimpulan
Kolesistitis akut merupakan salah satu komplikasi tersering dari penyakit batu empedu.
Penyebab utamanya adalah adanya batu kandung empedu yang menyumbat duktus sistikus
sehingga cairan empedunya menjadi stasis dan kental. Penyakit ini ditandai dengan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan, dan kenaikan suhu tubuh diserati menggigil dan rasa nyeri bisa menjalar
10

ke bahu atau skapula kanan. Faktor resiko penyakit ini sama dengan faktor yang menyebabkan
adanya pembentukan batu empedu termasuk mengkonsumsi alkohol dalam jangka waktu yang
panjang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam : anamnesis. Edisi ke
-5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.25-9.
2. Nurman A. Batu empedu. Dalam: Sulaiman HA, Akbar NA, Lesmana LA, Noer
HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Jakarta: Jayaabadi; 2007.h. 161-78
3. Pridady. Buku ajar ilmu penyakit dalam : kolesistitis. Edisi ke-5. Jakarta : Interna
Publishing; 2009.h.716-20
4. Lesmana LA. Buku ajar ilmu penyakit dalam : penyakit batu empedu. Edisi ke-8.
Jakarta : Erlangga; 2007.h.721-5.
5. Nurma A. Buku ajar ilmu penyakit dalam : pankreatitis akut. Edisi ke-8. Jakarta :
Erlangga; 2007.h.731-8.
6. Erpecum KJ, Bregman JJGHM, Gouma DJ, Terpstra OT. Gallstone disease.
Dalam Lanchsot JJB, Gouma DJ, Jansen PLM, Jones EA, Pinedo HM, Schouter
WR. Integreted medical and surgical gastroenterology. The Netherlands; Bohn
Stafleu Van Loghum Houten 2004.h.146-66
7. Cahyono JB. Batu empedu. Edisi ke-5. Yogjakarta : Kanisius; 2009.h.50-4.
8. Sarr MG, Cameron JL. Buku ajar bedah : sistem empedu. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2006.h.121-123

11

Anda mungkin juga menyukai