Oleh :
Hafidz Nur Ichwan
G 99132003
Jihan Azhar K
G 99132004
Pembimbing :
Sudarman, dr., Sp. THT-KL (K)
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/KSM THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
Pendahuluan
Otitis eksterna (OE) dapat timbul dalam bentuk akut ataupun kronis. Bentuk akut dari
penyakit ini umumnya berasal dari bakteri dan menyerang 4 dari 1000 orang di USA.
Bentuk kronis dari penyakit ini berupa infeksi jamur atau merupakan reaksi alergi yang
bermanifestasi di liang telinga, umumnya menyerang 3-5 % dari total populasi. Infeksi OE
akut bersifat unilateral dalam 90% kasus dan paling tinggi pada usia 7-12 tahun, lalu
menurun setelah usia 50 tahun. Penyakit ini berhubungan dengan tingkat kelembaban, suhu
hangat, aktivitas renang, trauma lokal, serta pada penggunaan alat bantu dengar.
Manifestasi klinisnya berupa pruritus (gatal), nyeri, dan eritema. Namun seiring dengan
berjalannya penyakit, oedema, otorrhea, dan tuli konduktif dapat terjadi. Penyakit ini dapat
bervariasi dari inflamasi ringan yang terjadi pada 50% kasus, hingga kasus emergensi yang
menyerang os temporal pada < 0.5 % kasus. OE kronis memiliki karakteristik berupa
pruritus, rasa tidak nyaman, dan eritema pada liang telinga luar yang dapat disertai
likenifikasi. Penanganan pada kedua tipe OE tersebut berupa terapi topikal serta eliminasi
dari penyebab utama. Walaupun secara topikal umumnya sudah adekuat, pada 25 % kasus
umumnya tetap diberikan antibiotik sistemik.
Patofisiologi
Liang telinga dilapisi oleh jaringan kulit, 2.5 cm cul-de-sac. Pada bagian lateral, 33 % dari
liang telinga dilapisi oleh jaringan kartilago yang berisi kelenjar sebacea dan apokrin serta
folikel rambut. Liang telinga bagian tengah berisi lapisan osseus tanpa kelenjar adneksa.
Kelenjar di liang telinga berfungsi untuk menghasilkan serumen yang bersifat protektif
dengan pH 6.9 dan memiliki fungsi sebagai antimikrobial dengan enzim lysozim. Produksi
serumen yang kurang dapat menjadi predisposisi timbulnya infeksi. Sedangkan hipersekresi
dari serumen (akibat dari genetik, metabolisme, maupun usia) dapat menyebabkan
sumbatan pada liang telinga. Pembersihan liang telinga terjadi melalui migrasi epitel
menuju liang telinga luar, yang fungsinya menurun seiring pertambahan usia.
Sebelum perang dunia II, jamur dianggap sebagai predisposisi utama terjadinya OE.
Namun riset di pangkalan militer USA di Asia Pasifik membuktikan bahwa bakteri
merupakan faktor predisposisi utama. Pada 50 % kasus, Pseudomonas aeruginosa
merupakan penyebab utama, diikuti oleh Staphylococcus aureus, lalu oleh bakteri aerob
maupun anaerob lainnya. Angka kejadian dari infeksi jamur kurang dari 10 %. Kurang dari
5% kasus bersifat akut disebabkan oleh furunkulosis (infeksi staphylococcus), herpes zoster
otikus, atau kondisi lainnya.
Tanda dan gejala berlangsung selama 3 bulan atau lebih mengindikasikan OE kronis.
Walaupun halini dapat disebabkan pengobatan OE akut yang inadekuat, OE kronis
umumnya disebabkan infeksi non-bakteri. Penyebab umum dari OE kronis adalah
dermatitis kontak alergi, seperti akibat pemakaian anting besi, pemakaian kosmetik atau
shampo, maupun plastik pada alat bantu dengar. Kelainan pada kulit liang telinga seprti
dermatitis atopi maupun psoriasis dapat sulit diobatipada liang telinga yang sempit. Pada 48
% pasien, alergi makanan dapat berpotensi menyebabkan OE kronis yang berhubungan
dengan dermatitis atopi.
Variasi OE lainnya dapat disebabkan hipersensivitas tipe IV (cell-mediated) akibat dari
penggunaan obat ototopikal. Erupsi dermatofitid juga dapat disebabkan penyebaran
hematogen dari sumber infeksi utama, seperti kuku, kulit kepala, maupun vagina). Pada 640% pasien, maserasi liang telinga dapat disebabkan oleh tindakan drainase telinga.
Evaluasi
Onset dari OE akut umumnya mereda dalam beberapa hari hingga beberapa minggu.
Diawali dengan sekret tidak berbau disertai rasa tidak nyaman pada telinga, pruritus beserta
eritema sedang. Jika penyakit berkembang ke tahap selanjutnya, eritema bertambah dan
muncul tanda oedema, sekresi seropurulen, dan nyeri tragus. Pada tahap lanjut, rasa nyeri
bertambah hebat dan liang telinga terjadi obstruksi, serta dapat terjadi selulitis aurikuler,
parotitis, ataupun adenopati.
Evaluasi dapat dilakukan melalui anamnesis dari onset dan gejala, serta riwayat gangguan
kulit trauma, yang dapat disebabkan penggunaan cotton bud. Pasien dengan diabetes
ataupun dengan penurunan sistem imun beresiko tinggi untuk bermanifestasi menjadi gejala
yang lebih lanjut dalam waktu dekat.
Pemeriksaan fisik termasuk pada pemeriksaan liang telinga, membran timpani, aurikula,
kelenjar limfe leher, dan status dermatologisnya. Serumen maupun debris yang
mengobstruksi dapat dibersihkan untuk mengetahui keadaan membran timpani. Gejala dari
OE dan Otitis Media dapat menyerupai dikarenakan keadaan dari membran timpani yang
cenderung hiperemis.
Otoskopi dapat dilakukan untuk menyingkirkan Otitis Media. Debris dapat disingkirkan
dengan Frazier suction tip (5 atau 7 Fr) ataupun kuret. Lavage merupakan kontraindikasi
hingga membran timpani dapat dipastikan kondisinya. Serumen pada OE akut cenderung
lebih basah pada otorrhea, sehingga lebih mudah dibersihkan. Jika serumen tebal, atau
pasien tidak dapat mentoleransi tindakan, carian ototopikal dapat digunakan untuk
melunakkan debris.
Gambar 1. Otitis eksterna akut dengan liang telinga menyempit oleh oedema dan obstruksi
oleh deskuamasi epitel, serumen lunak, dan discharge purulen. Obstruksi ini harus diambil
untuk menilai membran timpani serta mengaplikasikan terapi ototopikal agar efektif
mengobati area liang telinga yang terinfeksi.
Terapi
Terapi topikal untuk penyakit pada liang telinga sudah dilakukan sejak 3000 tahun yang
lalu, dimana umumnya digunakan astringent dan alkohol. Asam asetat 2% (Vosol)
dilarutkan dalam alkohol 90-95 % efektif sebagai profilaksis untuk OE akut. Dengan
penambahan steroid, terapi ini juga efektif untuk OE dengan gejala sedang.
Terlepas dari obat ototopikal yang digunakan, pembersihan liang telinga (ear toilet) tetap
dilakukan. Untuk mengurangi pusing saat mengaplikasikan obat ototopikal, dapat
dilakukan penghangatan pada obat ototopikal tersebut hingga mendekati suhu tubuh. Selain
itu, menginstruksikan pasien untuk memposisikan telinga yang sakit di bagian atas setelah
mengaplikasikan obat ototopikal sambil berbaring selama beberapa menit dapat membantu
distribusi obat ke telinga bagian dalam. Penekanan pada tragus juga dapat membantu proses
ini. Pasien juga sebaiknya meminta bantuan untuk mengaplikasikan obat ototopikal agar
dapat diaplikasikan dengan baik.
Meletakkan kapas di liang telinga dapat membantu menyerap kelebihan cairan saat
mengaplikasikan obat ototopikal. Jika liang telinga menyempit sebesar 50 % akibat
oedema, pemasangan tampon dapat membantu akses obat ototopikal ke liang telinga bagian
dalam. Pasien sebaiknya kontrol 2-3 hari setelah pemasangan tampon. Pemakaian obat
ototopikal dapat dilanjutkan selama 5-10 hari tergantung dari beratnya penyakit, atau
selama 3 hari bebas gejala.
Selain berguna untuk OE akut yang ringan, analgesik merupakan pengobatan yang tepat
dan dapat berfungsi sebagai obat anti-inflamasi nonsteroid sampai penghilang nyeri ringan.
Ototopikal harus mencakup agen antimikroba aktif, bukan hanya inhibitor seperti asam
asetat. Belum ada penelitian terkontrol secara acak yang secara langsung membandingkan
terapi antimikroba oral dengan topikal, dan hanya terdapat beberapa penelitian yang
membandingkan obat-obat ototopikal. Namun, efektivitas klinis dari ototopikal bersifat
persuasif, yang mana dapat mencapai konsentrasi pada jaringan lokal sekitar 1.000 kali dari
pemberian sistemik, dan memiliki insiden resistensi atau efek samping sistemik yang lebih
sedikit.
Obat topikal lain memiliki cakupan dari aminoglikosida (misalnya neomisin dan
gentamisin) sampai fluoroquinolones dengan atau tanpa kandungan steroid. Ototoksisitas
dari aminoglikosida telah dikaitkan dengan ruang telinga tengah yang terbuka ataupun dari
penggunaan jangka panjang. Obat ini harus dihindari apabila gendang telinga tidak utuh.
Neomycin cenderung sensitif pada 5-18 % pasien dan dapat memicu dermatitis kontak
(Gambar 2). Jika OE akut gagal untuk sembuh secara total, dokter harus memahami bahwa
benzalkonium klorida, thimerosal, dan propilen glikol dapat memicu sensitisasi lokal.
Gambar 2. Daun telinga dan liang telinga kanan yang terkena otitis eksterna akut dan
menunjukkan reaksi hipersensitivitas tipe IV atas neomycin. Perhatikan pola drainase tetes
telinga telah memicu reaksi kulit pada lobulus telinga.
TABEL 1
Ototopikal Umum Untuk Pengobatan Otitis Externa
Agen
Komentar
Aminoglikosida
Neomycin, polimiksin B,
hidrokortison
Fluorokuinolon, dengan atau Cukup mahal - mahal; efektif untuk bakteri OE akut;
tanpa steroid
digunakan terbaik dua kali sehari; iritasi minimal dan
jarang menimbulkan sensitivitas; hanya diberikan
jika membran timpani terjadi perforasi
Steroid
panjang
Tolnaftate (Tinactin) atau
clotrimazole (Lotrimin)
Agen Lain:
chloroxylenol (Tri-Otic),
antiseptik; pramoxine
(Prax), obat bius;benzocaine
(Americaine), obat bius
Penggunaan fluoroquinolone hanya memerlukan dosis dua kali sehari, dan pada beberapa
kasus boleh digunakan pada membran timpani yang tidak utuh. Penambahan steroid untuk
fluoroquinolone mengurangi periode gejala 0,8 hari dan harus diseimbangkan terhadap
resiko dari kinerja steroid sebagai agen yang sensitif. Terlepas dari ototopikal yang dipilih,
selain pada kasus-kasus ringan, dokter juga harus mempertimbangkan melihat pasien untuk
kunjungan lebih lanjut dalam rangka evaluasi terapi dan untuk mempertimbangkan
pembersihan cerumen.
Sepuluh persen dari seluruh kasus OE akut berasal dari jamur, tetapi persentase ini lebih
tinggi pada OE akut yang tidak sepenuhnya merespon tetes antibakteri. Dalam situasi ini,
pilihan ototopikal awal dan kemungkinan sensitivitas kontak atau suprainfection jamur
harus dipertimbangkan. Infeksi jamur yang tidak rumit pada umumnya memunculkan helaihelai keputihan seperti kapas (misalnya, Candida) dengan atau tanpa diselingi bola kecil
jamur berwarna hitam atau putih (misalnya, Aspergillus; Gambar 3). Campuran infeksi
bakteri dan jamur adalah hal biasa setelah mendapat pengobatan ototopikal yang adekuat
pada OE akut karena bakteri. Kebanyakan infeksi jamur merupakan hal yang ringan dan
dapat diobati dengan asam asetat 2% dan atau larutan alkohol 90% sampai 95%. Penyakit
yang lebih lanjut membutuhkan agen topikal seperti clotrimazole 1% (Lotrimin) atau
tolnaftate (Tinactin).
akut atau kronis. Kultur diambil pada saat insisi dan drainase, dan antibiotik ototopikal dan
oral tetap diberikan.
Gambar 4. Otitis eksternal maligna dengan pus mengalir dari liang telinga nekrotik. Daun
telinga yang berdekatan menunjukkan pembengkakan dan hilangnya karakteristik tulang
rawan dari chondritis.
TABEL 2
Pertimbangan Ketika Otitis Externa Gagal Merespon Terapi Awal
Dermatitis kontak (masalah sebenarnya atau reaksi terhadap ototopikal)
Kegagalan untuk mematuhi tindakan pencegahan (misalnya, penghentian
sementara berenang)
Pemberian ototopikal yang sudah kadaluarsa atau tidak adekuat
Imunosupresi (membutuhkan terapi jangka panjang dan antibiotik mungkin oral)
Memasukkan ototopikal tidak adekuat karena kotoran kanal atau penyempitan
Otitis eksternal maligna (memerlukan antibiotik intravena dan debridement)
Misdiagnosis, termasuk kondisi dermatologi (misalnya, psoriasis sistemik,
seborrhea), reaksi dermatofita, kanker, trauma
Ototopikal tidak efektif terhadap bakteri atau jamur yang terlibat (atau
merupakan masalah bakteri dan jamur campuran)
Pencegahan
Pemicu umum dari OE akut adalah kelembaban dan trauma. Terdapat penelitian yang
menunjukkan bahwa anak-anak dengan OE akut lebih mungkin sebelumnya telah
dibersihkan dengan cotton bud pada telinga mereka, melakukan wax removal, berenang,
bila dibandingkan dengan anak-anak tanpa OE akut. Kemungkinan OE akut dapat
dikurangi melalui pencegahan setiap hari dengan penetesan asam atau alkohol selama
periode yang berisiko (misalnya, musim berenang, perjalanan scuba diving), penggunaan
pengering rambut pada setting terendah dengan atau tanpa memiringkan kepala untuk
membantu pembersihan cairan setelah berenang atau mandi, dan menghindari penyeka
kapas. Penggunaan penutup saluran telinga yang hipoalergi (alat bantu dengar atau penutup
telinga semacamnya) dengan atau tanpa topi berenang ketat untuk mengurangi infeksi
berulang masih merupakan hal yang kontroversial. Pencegahan sangat penting pada pasien
yang immunocompromised; orang-orang dengan kondisi dermatologi sistemik, sensitif atas
kontak dengan ototopikal, atau yang berkeringat berlebihan; atau mereka gemar melakukan
olahraga air.