TINJAUAN TEORI
kelenjar/jaringan
fibromuskuler
yang
menyebabkan
2.1.2
10
11
Selama
pengisian,
sampai
kelenjar
prostat
prostat
menghasilkan
cairan
yang
banyak
12
Gambar 2.3 Prostat Normal dan Pembengkakan Prostat (Herbal Ace Maxs. 2014)
2.1.3
Etiologi
Penyebab Benigna Prostat Hipertrofi belum diketahui secara
pasti, tetapi dapat dikaitkan dengan keberadaan hormonal yaitu hormon
laki-laki (androgen yaitu testosteron). Diketahui bahwa hormon
13
2.1.4
14
sebagai
Prostat
Hyperplasia
Dekompensata.
Fase
15
Estrogen dan
testosterone
tidak seimbang
Growth faktor
Sel prostat
umur panjang
Proliferasi
abnormal sel
strem
Sel stroma
pertumbuhan
berpacu
Produksi sel
stroma dan epitel
berlebihan
Prostat membesar
(TURP)
Pemasangan DC
Penyempitan
lumen posterior
obstruksi
Pk Perdarahan
Iritasi mukosa
kandung kencing/
terputusnya jaringan
Rangsangan saraf
diameter kecil
luka
Kurangnya informasi
terhadap pembedahan
Tempat masuknya
mikroorganisme
Cemas
Retensi Urin
Resiko Infeksi
16
Nyeri Akut
Saraf aferen
GangguanEli
minasi Urin
Disfungsi
Seksual
Cortex cerebri
Nyeri Akut
2.1.5
17
retensi urin kronis dan volume residu yang besar. Gejala generalisata
juga tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik (Smeltzer, Suzanne C. 2002).
Gejala-gejala iritasi meliputi sering berkemih, sering berkemih
di malam hari (nokturia), dan urgency (dorongan ingin berkemih).
Dengan adanya stasis urin di dalam kandung kemih akan berisiko
terjadinya infeksi saluran kemih dan batu kandung kemih. Batu
kandung kemih terbentuk dari kristalisasi dari garam-garam di dalam
urin residu (Suharyanto, Toto. 2009).
Manifestasi klinis pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi
(Suharyanto, Toto. 2009) adalah:
1) Poliuria (sering buang air kemih), karena kandung kemih hanya
mampu mengeluarkan sedikit air kemih.
2) Aliran air kemih menjadi terhambat, karena terjadi penyempitan
uretra.
3) Hematuria (air kemih mengandung darah), akibat kongesti basis
kandung kemih.
4) Retensi urin.
5) Hidronefrosis dan kegagalan ginjal, terjadi akibat tekanan balik
melewati ureter ke ginjal.
18
Sedang
Parah
2.1.6
Pemeriksaan Penunjang
Penyakit lain yang juga bisa menyebabkan obstruksi urin perlu
disingkirkan seperti kanker prostat, kontraktur leher vesika urinaria,
batu kandung kemih, penyempitan uretra, kanker vesika urinaria, dan
neurogenik kandung kemih (Mary Baradero, dkk. 2007).
Berikut
pemeriksaan
penunjang
yang
dapat
dilakukan
19
ultrasonography:
dilakukan
untuk
mengetahui
2.1.7
Penatalaksanaan
Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan
obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien masuk rumah sakit dalam
keadaan darurat karena ia tidak dapat berkemih, maka kateterisasi
segera dilakukan. Kateter yang lazim mungkin terlalu lunak dan lemas
untuk dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih. Dalam
kasus seperti ini, kabel kecil yang disebut stylet dimasukkan (oleh ahli
urologi) ke dalam kateter untuk mencegah kateter kolaps ketika
menemui tahanan. Pada kasus yang berat, mungkin digunakan kateter
logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke
dalam kandung kemih (sistostomi suprapubik) untuk drainase yang
adekuat (Smeltzer, Suzanne C. 2002).
20
dan
inhibitor
5--reduktase.
Watch-ful
waiting
adalah
hidrotestosteron.
Menurunnya
kadar
hidrotestosteron
21
Colok Dubur
Penonjolan Prostat, batas atas mudah diraba
Penonjolan Prostat jelas, batas atas dapat dicapai
Batas atas Prostat tidak dapat diraba
Batas atas Prostat tidak dapat diraba
Volume
<50 ml
50-100 ml
>100 ml
Retensi urin total
22
dengan
pembedahan
terbuka,
melalui
trans
vesical
retropubic/perianal
4. Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien
dari retensi urin total dengan pemasangan kateter.
Selain itu, penatalaksanaan untuk penderita Benigna Prostat
Hipertrofi menurut Suharyanto, Toto. (2009) & Kimberly A. J. Bilotta.
(2012) antara lain:
a. Perubahan gaya hidup
Yaitu mengurangi minum-minuman beralkohol dan yang
mengandung kafein.
b. Pengobatan
1) Alpha blockers, suatu 1 adrenergic receptor antagonists
(misalnya: Doxazosin, Terazosin, Alfuzosin, dan Tamsulosin),
dapat memperbaiki gejala-gejala Benigna Prostat Hipertrofi.
Alpha blockers dapat merelaksasi otot pada prostat dan leher
kandung kemih, dan menurunkan derajat hambatan aliran urin.
2) 5 reductase inhibitors (misalnya: finasteride dan
dutasteride). Ketika digunakan bersamaan dengan alpha
blockers dapat menurunkan progresifitas pembesaran prostat.
3) Antibiotik, seperti sefepim dan levofloksasin, bila muncul
infeksi.
23
c. Kateterisasi
d. Pembedahan
Prostatektomy adalah pembedahan dengan mengeluarkan
seluruh atau sebagian dari kelenjar prostat. Abnormalitas prostat,
seperti sebuah tumor atau apabila kelenjar prostat membesar
karena berbagai alasan dapat mengahambat aliran urin.
Pembedahan dilakukan untuk menangani retensi urin akut,
hidronefrosis, hematuria berat, dan ISK rekuren atau untuk terapi
paliatif gejala yang tidak dapat ditoleransi.
Terdapat beberapa bentuk operasi pada prostat (Suharyanto, Toto.
(2009), diantaranya:
1) Trans Uretral Reseksi Prostat (TURP)
Suatu alat sistoscopy dimasukkan melalui uretra ke
prostat, dimana jaringan disekeliling di eksisi.
TURP adalah suatu pembedahan yang dilakukan
pada Benigna Prostat Hipertrofi dan hasilnya sempurna
dengan tingkat keberhasilan (80-90)%.
2) Open prostatektomy
Open
prostatektomy
adalah
suatu
prosedur
24
dengan
pembedahan
radical
perineal
bedah
laparoscopy
lebih
banyak
konvensional
keterampilan
dengan
dari
pada
menawarkan
open
25
sedikit,
resiko
infeksi
rendah,
waktu
2.1.8
Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomy bergantung
pada jenis pembedahan dan mencakup hemoragi, pembentukan bekuan,
obstruksi kateter, dan disfungsi seksual.
Kebanyakan prostatektomy tidak menyebabkan impotensi
(meskipun prostatektomy perineal dapat menyebabkan impotensi akibat
kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan
26
27
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi (BPH)
Proses keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang
sistematik untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang
melibatkan lima fase, yaitu pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
Pendekatan penyelesaian masalah membuat asuhan berfokus pada
kebutuhan individu pasien. Individualisasi asuhan dapat dianggap sebagai
salah satu tujuan proses keperawatan yang paling penting, dalam rangka
mencapainya, perawat harus melakukan aktivitas kerja sama aktif dengan
pasien sebagai berikut: mengumpulkan semua fakta (data) yang relevan,
menganalisis data yang menandakan adanya masalah kesehatan dan
menguatkan efek perawatan diri dan perawatan suportif, identifikasi masalah
keperawatan, merumuskan tujuan keperawatan dan kriteria evaluasi yang
sesuai, menentukan prioritas dalam intervensi dan tanggung jawab
keperawatan, implementasi tindakan keperawatan, evaluasi asuhan yang
diberikan (Basford, Lynn. 2006).
Langkah-langkah dalam proses keperawatan meliputi:
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian dan pengumpulan informasi adalah fase pertama
proses keperawatan. Jika data dikumpulkan secara tidak benar, pasien
28
29
pernah
menjalankan
operasi/kecelakaan.
2. Alergi
alergi pada obat, makanan, plester, atau yang lainnya.
3. Kebiasaan
sering ejakulasi, meminum alkohol dan yang mengandung kafein.
d. Riwayat keluarga
Adanya penyakit bawaan seperti kanker, hipertensi, diabetes,
dan lain-lain.
e. Riwayat lingkungan
Berikut bagaimana lingkungan rumah dan lingkungan
pekerjaan mengenai kebersihan, pencahayaan, dan sebagainya.
f. Pola aktivitas latihan
Bagaimana aktivitas sehari-hari di rumah dan di Rumah Sakit
seperti makan / minum, mandi, toileting, berjalan, mobilitas di
tempat tidur, dan sebagainya.
g. Pola nutrisi metabolik
30
31
32
33
sensasi,
bisep,
raba/sentuhan,
trisep,
panas,
3) Prosedur diagnostik
Sistouretrokopy menentukan intervensi pembedahan terbaik
dan menunjukkan pembesaran prostat, perubahan dinding kandung
kemih, kalkuli, dan pembesaran kandung kemih.
4) Pemeriksaan lain
34
Diagnosa
keperawatan
yang
mungkin
muncul
menurut
35
3. Nyeri (akut)
36
mukosa
kandung
kemih;
refleks
spasme
otot
2.2.3
Rencana Keperawatan
37
38
INTERVENSI
RASIONAL
(1)
(2)
Mandiri
1. Kaji haluaran urin dan system
kateter/drainase,
khususnya
selama irigasi kandung kemih.
2. Bantu pasien memilih posisi
normal untuk berkemih, contoh
berdiri, berjalan ke kamar
mandi, dengan frekuensi sering
setelah kateter dilepas.
3. Perhatikan
waktu,
jumlah
berkemih, dan ukuran aliran
setelah
kateter
dilepas.
Perhatikan keluhan rasa penuh
kandung
kemih;
ketidakmampuan
berkemih,
urgensi.
4. Dorong pasien untuk berkemih
bila terasa dorongan tetapi tidak
lebih dari 2-4 jam per protocol.
Kolaborasi
7. Pertahankan irigasi kandung
kemih kontinu (continuous
bladder irrigation [CBI]) sesuai
indikasi pada periode
pascaoperasi dini.
39
INTERVENSI
RASIONAL
(1)
(2)
Mandiri
1. Pertahankan system kateter 1. Mencegah pemasukkan bakteri dan
steril; berikan perawatan kateter
infeksi/sepsis lanjut.
regular dengan sabun dan air,
berikan salep antibiotik di
sekitar sisi kateter.
2. Ambulasi
dengan
kantung 2. Menghindari refleks balik urin,
drainase dependen.
yang dapat memasukkan bakteri ke
dalam kandung kemih.
3. Awasi tanda vital, perhatikan 3. Pasien yang mengalami sistoskopi
demam ringan, menggigil, nadi
dan/atau TURP beresiko untuk
dan pernafasan cepat, gelisah,
syok bedah/septik sehubungan
peka, disorientasi.
dengan manipulasi/instrumentasi.
4. Observasi drainase dari luka, 4. Adanya drain, insisi suprapubik
sekitar kateter suprapubik.
meningkatkan resiko untuk infeksi,
yang diindikasikan dengan eritema,
drainase purulen.
5. Ganti balutan dengan sering 5. Balutan basah menyebabkan kulit
(insisi supra/retropubik dan
iritasi dan memberikan media
perineal), pembersihan dan
untuk
pertumbuhan
bakteri,
pengeringan kulit sepanjang
peningkatan resiko infeksi luka.
waktu.
Kolaborasi
6. Berikan
indikasi.
antibiotik
sesuai 6. Mungkin
diberikan
secara
profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi pada
prostatektomy.
40
3. Nyeri (akut)
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi-pasien akan:
a. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
b. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu.
c. Tampak rileks, tidur/istirahat dengan tepat.
INTERVENSI
(1)
Mandiri
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas (skala 0-10)
2.
3.
4.
5.
RASIONAL
(2)
41
kemampuan koping.
(1)
Kolaborasi
6. Berikan antispasmodik, contoh:
Oksibutinin klorida (Ditropan);
supositoria; Propantelin bromide
(Pro-Bantanin)
(2)
6. Merilekskan otot polos, untuk
memberikn penurunan spasme dan
nyeri. Menghilangkan spasme
kandung kemih oleh kerja
antikolinergik. Biasanya
dihentikan 24-48 jam sebelum
perkiraan pengangkatan kateter
untuk meningkatkan kontrol
kontraksi kandung kemih.
INTERVENSI
RASIONAL
(1)
(2)
Mandiri
1. Berikan keterbukaan pada
pasien/orang terdekat untuk
membicarakan tentang masalah
inkontinensia dan fungsi seksual.
42
(1)
3. Diskusikan dasar anatomi. Jujur
dalam menjawab pertanyaan
pasien.
(2)
3. Saraf pleksus mengontrol aliran
secara posterior ke prostat melalui
kapsul. Pada prosedur yang tidak
melibatkan kapsul prostat,
impoten dan sterilitas biasanya
tidak menjadi konsekuensi.
Prosedur bedah mungkin tidak
memberikan pengobatan
permanen, dan hipertrofi dapat
berulang.
Kolaborasi
4. Rujuk ke penasehat seksual
sesuai indikasi
2.2.4
Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan langkah keempat dalam
proses
keperawatan
dengan
melaksanakan
berbagai
strategi
43
2.2.5
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terrakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak.
Evaluasi keperawatan dicatat disesuakan dengan setiap diagnosa
keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnosa keperawattan meliputi
data subjektif (S) data obyektif (O), analisa permasalahan (A) pasien
berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan analisa
data diatas. Evaluasi ini juga disebut evaluasi proses (Aziz Alimul
Hidayat. 2004)
Menurut Hidayat, A. A. (2001), dalam mengevaluasi pasien ada
catatan perkembangan yang harus didokumentasikan adalah sebagai
berikut :
S
: Data Subyektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan,
dikeluhkan, dan dikemukakan pasien.
: Data Obyektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau
tim kesehatan lain.
44
: Analisis
Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai
dan dianalisis, apakah berkembang ke arah perbaikan atau
kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana
masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan
masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
: Perencanaan
Rencana penanganan pasien dalam hal ini didasarkan pada hasil
analisis di atas yang berisi melanjutkan rencana sebelumnya
apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat
rencana baru bila rencana tidak efektif.
: Implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
: Evaluasi
Evaluasi berisi penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan
dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien
teratasi.
: Reassesment
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi,
pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui pengumpulan
data subjektif, data objektif, dan proses analisisnya.
2.2.6
Dokumentasi Keperawatan
45