Anda di halaman 1dari 19

MEASUREMENT

THEORY
TEORI PENGUKURAN
2015

KELOMPOK 5 / 8B REGULER D-IV AKUNTANSI


01
11
15
26
30

A. M. Yuqbal Sanusi
Gading Bagaskoro
Hasan Basri
Rifqi Akmal Syarif
Todo Filipi Anderson

A. PENTINGNYA PENGUKURAN
Pengukuran merupakan suatu bagian penting pada imu
pengetahuan. Pengukuran seperti dicontohkan pada akuntansi dilakukan
karena data kuantitatif dapat memberi lebih banyak informasi daripada
data kualitatif dalam banyak hal atau kejadian. Karena pengukuran
elemen-elemen yang dilaporkan pada laporan keuangan (seperti aset,
pendapatan, dan utang) ialah hal yang penting dalam akuntansi, akan
sangat bermanfaat bagi kita menguji teori pengukuran dan merangkum
sejumlah asumsi dasar pengukuran dalam akuntansi.
Menurut KBBI pengukuran adalah suatu proses, cara, perbuatan
mengukur. Sedangkan mengukur dapat berarti menghitung ukurannya
(panjang, besar, luas, tinggi, dsb) dengan alat tertentu atau menilai mutu
dengan cara membandingkan, menguji, mencoba, mengira, dsb. Menurut
Nunnally & Bernstein (1994) pengukuran dapat didefinisikan sebagai
suatu proses pemberian angka atau label terhadap atribut dengan aturanaturan
yang
terstandar
atau
yang
telah
disepakati
untuk
merepresentasikan atribut yang diukur.
Campbell, salah satu orang pertama yang mengurusi masalah
pengukuran, mendefinisikan pengukuran sebagai angka untuk mewakili
sifat-sifat sistem selain angka dalam hukum yang mengatur sifat-sifat ini.
Stevens, seorang ahli teori yang terkenal di bidang pengukuran dalam
ilmu-ilmu sosial, menyebut pengukuran sebagai penetapan angka pada
objek atau peristiwa sesuai dengan aturan. Campbell membuat perbedaan
antara sistem dan sifat-sifat sistem tersebut. Sistem dalam definisi
Campbell adalah apa yang disebut Stevens objek atau peristiwa. Hal ini
dapat mencakup rumah, meja, orang, juga berat, panjang, lebar atau
warna. Kita selalu mengukur sifat dan bukan sistem itu sendiri. Dalam hal
ini, definisi Campbell lebih tepat daripada definisi Stevens.
Definisi menurut Campbell membutuhkan angka untuk hal-hal
sesuai hukum yang mengaturnya, sedang definisi menurut Steven hanya
memerlukan semua dilakukan sesuai aturan. Terhadap luasnya definisi
Stevens, Sterling berpendapat bahwa perlu pembatasan pada jenis aturan
yang dapat digunakan. Dalacm pemahaman yang biasa mengenai
pengukuran, aturan semantik (definisi operasional) dirancang dan
digunakan untuk menghubungkan sistem angka dengan objek atau
peristiwa yang diukur. Ketika aturan semantik menetapkan angka pada
objek sedemikian rupa sehingga hubungan antara objek sesuai dengan
hubungan matematis, skala telah ditetapkan dan properti telah diukur.
Steven menyatakan saat korespondensi antara model formal dengan
empirisnya dekat dan ketat, kita dapat menemukan kebenaran tentang
masalah dengan menguji model itu sendiri.

Dalam pandangan ini, proses pengukuran mirip dengan pendekatan


pembentukan teori dan pengujian yang telah disebutkan sebelumnya.
Aturan semantik dirancang untuk menghubungkan lambang suatu
pernyataan pada bagian-bagian objek atau peristiwa. Saat dicontohkan
bahwa hubungan pada pernyataan matematis berhubungan dengan
hubungan pada objek atau peristiwa, lalu pengukuran aspek yang telah
diberikan pada objek atau peristiwa dibuat.
Dalam akuntansi kita mengukur laba dengan menetapkan suatu
nilai pada modal lalu menghitung laba sebagai perubahan modal pada
suatu periode setelah pembukuan semua peristiwa ekonomi yang
mempengaruhi kekayaan perusahaan.

B. SKALA
Tiap pengukuran dibuat dalam suatu skala. Skala ini menunjukkan
informasi yang diberikan oleh suatu angka sehingga memberi makna
pada angka tersebut. Tipe skala dibuat tergantung dengan aturan
semantik yang digunakan. Menurut Stevens skala dapat dijelaskan
sebagai skala nominal, ordinal, interval, dan rasio. Klasifikasi ini didapat
dengan menguji struktur kelompok matematis pada skala. Struktur
matematis ini ditentukan dengan mempertimbangkan jenis transformasi
yang meninggalkan struktur dari skala yang tidak berubah.

Skala Nominal
Pada skala nominal, angka hanya digunakan sebagai label.
Penomoran pemain bola ialah salah satu contoh yang diberikan oleh
Stevens.
Torgerson menyatakan: pada pengukuran, angka yang ditetapkan
mengacu pada jumlah relatif atau derajat properti yang dimiliki oleh
objek, dan tidak pada objek itu sendiri, sedang dalam skala nominal yang
berbeda, angka mengacu pada objek atau kelas objek: objek yang diberi
nama atau diklasifikasikan.
Skala nominal secara sederhana merepresentasikan klasifikasi,
dimana hal tersebut bukanlah pengukuran sebagaimana dimaksud dalam
penggunaan istilah biasa. Sebagaimana poin yang dikemukakan Torgeson,
pengukuran merujuk kepada sifat-sifat dari suatu objek, padahal dalam
skala nominal angka seringkali menunjukan objek itu sendiri,
sebagaimana penomoran atau pemberian nomor kepada pemain dalam
olahraga. Sifat terbesar dari angka dalam kasus tersebut adalah untuk
mengidentifikasi objek atau pemain. Dalam sistem akuntansi, yang paling
dekat dengan skala nominal dapat kita lihat dalam klasifikasi aset dan
kewajiban ke dalam kelompok yang berbeda.

Skala Ordinal

Selanjutnya skala ordinal merupakan skala yang menetapkan suatu


angka/bilangan ke dalam ranking yang mengindikasikan preferensi.
Namun, derajat preferensi diantara peringkat-peringkat tersebut tidak
perlu sama. Suatu skala ordinal dibuat ketika suatu operasi
menggolongkan objek dalam hal yang berkenaan dengan sifat yang
diberikan. Sebagai contoh seorang investor memiliki tiga peluang
investasi yang
memungkinkan untuk sejumlah uang. Investasinya
diperingkat 1, 2, 3 berdasarkan nilai bersih saat ini (NPV), dengan
peringkat 1 yang tertinggi dan yang terendah peringkat 3. Operasi (dalam
hal ini kalkulasi NPV) menciptakan skala ordinal, yang mana berupa suatu
set angka yang merujuk kepada alternatif investasi. Angka-angka tersebut
mengindikasikan urutan dari ukuran besarnya NPV dari pilihan-pilihan dan
profitabilitasnya.
Kelemahan dari skala ordinal adalah interval di antara angka-angka
(1 ke 2, 2 ke 3, dan 1 ke 3) tidak memberikan kita informasi apapun
berkenaan dengan perbedaan kuantitas sifat-sifat yang direpresentasikan.
Dalam contoh di atas, dalam hal aspek yang diukur (NPV) opsi 2 mungkin
berdekatan dengan opsi 1 dan opsi 3 dapat dianggap kurang dari opsi 2.
Kelemahan lain adalah angka yang ditampilkan tidak menunjukan berapa
banyak atribut dari sifat objek tersebut.
Torgerson berpendapat bahwa beberapa skala ordinal memiliki sifat
alami, yaitu titik nol alami. Diaplikasikan pada contoh kita diatas, titik nol
alami bisa berarti titik netral, dimana di satu sisi alternatif yang
diharapkan menguntungkan dan di sisi lainnya alternatif yang
diperkirakan tidak menguntungkan. Angka yang ditetapkan pada pilihan di
satu sisi akan bertanda positif dan sisi lainnya bertanda negatif.

Skala Interval
Skala interval memberikan lebih banyak informasi daripada skala
ordinal. Tidak hanya peringkat dari suatu objek dengan sifat yang
diberikan tapi juga jarak diantara interval dalam skala adalah sama dan
diketahui. Suatu titik nol juga ada dalam skala ini. Sebagai contoh adalah
skala Celcius dalam temperatur. Interval temperatur yang sama
dinotasikan dengan ekspansi volume yang sama dengan sebuah titik nol
yang disetujui. Diferensiasi suhu terbagi antara membeku dan mendidih
menjadi 100 derajat, dengan titik beku ditetapkan sebagai nol derajat. Jika
suhu dua ruangan diukur menggunakan termometer Celcius dan
memberikan nilai 22 dan 30 derajat, kita dapat mengatakan tidak hanya
ruangan kedua lebih panas, tapi juga delapan derajat lebih panas
suhunya. Perbedaan dalam angka dapat diterjemahkan secara langsung
sebagai perbedaan karakteristik antar objek.
Kelemahan dari skala interval adalah ketika titik nol ditetapkan
secara sewenang-wenang. Sebagai contoh, andaikan kita harus mengukur
tinggi sekelompok laki-laki dalam skala interval dan menyematkan sebuah

angka kepada masing-masing sesuai tingginya dengan mengacu pada


tinggi rata-rata kelompok. Rata-rata merepresentasikan titik nol dalam
skala. Jika A 3 cm lebih tinggi dari rata-rata, beri dia tanda +3, dan jika B
5 cm lebih rendah dari dari rata-rata beri dia tanda -5. Dalam skala ini,
kita tidak benar-benar tahu berapa tinggi A atau B sesungguhnya secara
aktual. B mungkin saja orang paling pendek dalam kelompok, tapi
keompoknya terdiri atas para pemain basket.
Mattessich menyebutkan standar akuntansi biaya sebagai salah
satu contoh dimana skala interval digunakan dalam akuntansi. Standar
mungkin didasarkan pada hal teoritis, rata-rata, performa praktis atau
normal. Karena dalam menentukan titik nol pilihannya kurang lebih bebas,
kalkulasi standar dan variasi menghasilkan skala interval. Jika variasinya
nol,
mengindikasikan
netralitas,
tapi
titik
ini
dipilih
secara
bebas/sewenang-wenang.

Skala Rasio
Skala rasio adalah suatu skala dimana :
Urutan kedudukan objek atau peristiwa dengan ukuran yang spesifik
diketahui
Interval diantara objek sama dan diketahui
Sumber yang unik, titik nol alami, ada saat jaraknya paling tidak dari satu
objek diketahui.
Skala rasio menyampaikan paling banyak informasi.
Pengukuran panjang adalah salah satu contoh dari skala rasio.
Ketika A panjangnya 10 meter dan B 20 meter, kita dapat berkata tidak
hanya B itu lebih panjang tapi juga panjangnya dua kali panjang A. Rasio
dari angka-angka juga dapat diinterpretasikan secara langsung sebagai
rasio dari kuantitas sifat yang diukur. Dengan begitu masuk akal jika
mengatakan A itu setengah panjang B atau B dua kali A, padahal kita
tidak bisa bilang bahwa suhu 40 derajat dua kali lebih panas dari 20
derajat. Dalam skala rasio, titik nol harus punya kualitas yang unik. Dalam
pengukuran suhu di atas misalnya tidak ada titik nol yang unik. Suhu 0
derajat tidak mencerminkan ketiadaan suhu, sedang panjang 0
menunjukkan bahwa tidak ada panjang sama sekali.
Sebagai contoh penggunaan skala rasio dalam akuntansi terdapat
pada penggunaan dollar sebagai representasi biaya dan nilai. Jika asset
A berharga $10.000 dan asset B $20000, kita dapat mengatakan bahwa B
harganya dua kali lipat dari A. Sebuah titik nol alami terbentuk, karena 0
menunjukan ketiadaan nilai/biaya, sama seperti panjang 0 yang artinya
tidak ada panjang sama sekali.

C. PENGOPERASIAN SKALA YANG DIPERBOLEHKAN

Tidak semua skala yang telah disebutkan sebelumnya dapat


diproses ke dalam operasi aritmatika. Skala rasio memungkinkan untuk
semua operasi aritmatika dasar: penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, aljabar, geometri analitik, kalkulus, dan statistik. Dalam
sebuah skala rasio terdapat invarian (tetap) atas seluruh transformasi
ketika dikalikan dengan sebuah konstanta. Sebagai contoh:
X = cX
Apabila X digambarkan semua titik-titik pada skala tertentu, dan
setiap titik dikalikan dengan kontanta c, maka hasil skala X juga menjadi
skala rasio. Alasannya adalah karena struktur skalanya adalah:

Urutan peringkat titik-titiknya tidak berubah

Rasio titik-titik tidak berubah

Titik nol tidak berubah


Misalnya ketika mengukur panjang ruangan didapat 400 cm, lalu
mengubahnya menjadi 4 m dengan mengalikan konstanta 1/100, kita
dapat menjamin bahwa panjang ruangan tidak berubah, meskipun angka
yang mempresentasikan berubah.
Dengan adanya invarian skala dapat memudahkan kita untuk
mengetahui kejadian atau peristiwa dimana teori atau ketentuan yang
berlaku pada dasarnya adalah sama, meskipun skalanya dinyatakan
dalam unit-unit yang berbeda, misalnya dengan sentimeter hingga
meter atau dari nominal dollar hingga dollar konstant. Perubahan invarian
skala rasio akan mengalami perubahan keutuhan bentuk keumuman
hubungan variabel-variabel yang sama.
Tanpa invarian, adalah mustahil diketahui bahwa X dua kali
panjangnya dari Y apabila diukur dalam sentimeter, padahal ukuran yang
sebenarnya tiga kali lebih panjang apabila diukur dalam ukuran meter.
Dalam akuntansi, skala untuk biaya sekarang adalah varian dari biaya
historis, sebab sifat-sifatnya yang diukur berbeda. Apabila mesin A diukur
atau dinilai berdasarkan historis, maka akan menjadi $ 110.000. Uji
pengukuran dan dollar digunakan pada kedua kasus meski skalanya
berbeda dikarenakan varian. Dengan melakukan perubahan dari skala
dollar nominal menjadi daya beli skala dollar untuk sifat yang sama (biaya
historis atau biaya sekarang) dengan sendirinya akan mengabaikan
invarian yang terstruktur.
Untuk skala interval, tidak semua operasi ilmu hitung dapat
dilakukan, perkalian dan pembagian tidak dapat dioperasikan.
Penyebabnya adalah karena kondisi invarian tersebut. Skala interval juga
merupakan invarian pada saat transformasi linear terbentuk.
X = cX + b
Dengan adanya perubahan skala interval, maka sangat penting
untuk mengukur atau mengetahui sifat-sifat khusus dan skala interval
lainnya untuk mengukur sifat-sifat yang sama sebagaimana yang

dilakukan dengan mengalikan setiap titik skala pertama X dengan


konstanta c namun dengan menambahkannya pada konstanta b. Cara
seperti ini dilakukan pada b karena terdapat titik nol absolut pada skala
interval. Misalnya perubahan dari temperatur Celsius ke temperatur
Fahrenheit, kita dapat mengalikan setiap derajat, misalnya 9/5 kemudian
baru menambahkan 32, untuk 9/5 dapat juga digunakan karena utilitas
skala selsius 100 derajat dianggap bertentangan dengan 1u0 derajat
untuk Fahrenheit dan 32 dapat ditambahkan karena adanya titik beku
untuk skala berikutnya.
Kondisi invarian dapat juga menunjukkan bahwa kita dapat
mengalikan dan membaginya apabila ada keterkaitan dengan interval,
meski operasi-operasi ilmu hitung seperti ini tidak dapat digunakan untuk
bilangan-bilangan tertentu pada skala. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
contoh berikut:
X = X + 10
Misalkan objek pada point 3 dan 6 ada pada skala X, maka akan
dapat berubah menjadi skala X, sehingga kita dapat memperoleh
bilangan 13 dan 16. Meski demikian rasio 13 dan 16 tidak sama dengan
rasio 3 dan 6 karena adanya penambahan yang konstan. Adanya
pengalian dan pembagian (misalnya, rasio) adalah karena tidak dapat
dilakukan terhadap bilangan-bilangan tertentu. Karena itu, apabila Ani
memperoleh nilai 90 pada hasil ujian akuntansinya dan Ana memperoleh
nilai 45, namun kita tidak dapat menyimpulkan bahwa Ani memiliki
pengetahuan dua kali lebih banyak dari pengetahuan Ana . Hal ini
disebabkan tidak adanya titik nol natural pada ujian terutama untuk yang
tidak ada kaitannya dengan tanpa pengetahuan. Sekalipun siswa
memperoleh 0 pada ujian, tidak berarti kita tidak dapat menyimpulkan
bahwa siswa yang bersangkutan tidak mempunyai wawasan atau
pengetahuan sama sekali. Mengacu pada contoh tersebut, kita dapat
menyimpulkan bahwa Ani telah lulus ujian, sebaliknya Ana tidak lulus
dalam ujian, meski demikian kita tidak dapat melakukan campur tangan
secara komparatif banyaknya pengetahuan dikaitan dengan nilai yang
dilakukan.
Dengan skala interval, tidak semua operasi aritmatika yang
diperbolehkan. Penambahan dan pengurangan dapat digunakan berkaitan
dengan angka tertentu pada skala serta interval. Namun, perkalian dan
pembagian untuk interval. Alasannya karena kondisi invarian. Dengan
skala ordinal, operasi aritmetika tidak dapat digunakan. Kita tidak dapat
menambah, mengurangi, mengalikan atau membagi angka-angka atau
interval pada skala. Sehingga, skala ordinal menyampaikan informasi
yang terbatas.

D.JENIS-JENIS PENGUKURAN

Pengukuran Fundamental
Pengukuran fundamental merupakan pengukuran dimana angkaangka dapat diterapkan pada hal dengan mengacu pada hukum alam dan
tidak bergantung pada pengukuran variabel apapun. Seperti panjang,
hambatan listrik, nomor, dan volume merupakan hal-hal yang dapat
diukur. Sebuah skala rasio bisa diformulasikan pada tiap-tiap benda
sebagai hukum dasar yang dihubungkan dengan pengukuran
yang berbeda (jumlah) pada benda-benda yang sudah ada.
Seperti dijelaskan sebelumnya, sifat yang mendasar dalam
pengukuran adalah yang berkaitan dengan penjumlahan karena dapat
dengan mudah dipahami dengan operasi aritmatika atau ilmu hitung.
Sebagai contoh, penjumlahan panjang objek X pada panjang objek Y
dapat disamakan dengan operasi penempatan dua balok pada kedua
ujungnya, meski hanya satu balok yang sama panjang seperti halnya
dengah X dan yang lainnya juga sama panjang seperti Y. Secara fisik kita
dapat menentukan berapa total panjang X dan Y.

Pengukuran Turunan
Menurut Campbell, pengukuran turunan merupakan pengukuran
yang bergantung dari pengukuran dua atau lebih besaran lain. Contohnya
adalah pengukuran masa jenis, yang bergantung pada pengukuran massa
dan volume. Operasi pengukuran yang dilakukan bergantung pada
hubungan yang sudah diketahui dengan sifat-sifat mendasar lainnya.
Adanya hubungan seperti ini didasarkan pada teori emperis yang telah
disepakati dan dikaitkan dengan sifat-sifat tertentu dengan sifat-sifat
lainnya. Operasi matematika dapat dilakukan pada bilanganbilangan yang berasal dari pengukuran.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa jenis
pengukuran, seperti pengukuran suhu yang hanya bergantung pada satu
bahkan dua atau lebih besaran. Untuk mengukur suhu kita hanya perlu
mengukuran tekanan, volume atau resistansi elektrik. Meski demikian,
pengukuran selalu didasarkan pada hukum alam.
Saat ini, ilmuan menaruh perhatian lebih terhadap banyaknya
hubungan yang sudah diketahui dengan adanya di antara sifat-sifat yang
berbentuk fisik. Namun cara berpikir seperti ini tidak dapat dikatakan
sebagai cara berpikir ilmuwan sosial, sebab tidak ada kesepakatan
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan apa yang disebut sifat-sifat
yang mendasar seperti yang terdapat dalam ilmu-ilmu sosial. Dalam
akuntansi misalnya, contoh pengukuran turunan adalah keuntungan,
diturunkan dari penjumlahan dan pengurangan atas pendapatan dan
beban.

Pengukuran Formal

Jenis pengukuran ini terdapat dalam ilmu sosial dan akuntansi,


dengan menggunakan pengertian-pengertian yang dikembangkan secara
acak untuk dihubungkan dengan hal-hal yang dapat diamati dengan pasti
(variabel) pada konsep yang telah ada, tanpa perlu konfirmasi untuk
mendukung hubungan tersebut. Sebagai contoh, dalam akuntansi kita
tidak tahu bagaimana mengukur konsep keuntungan secara langsung.
Kita mengasumsikan variabel pendapatan, laba, beban, dan kerugian
yang dihubungkan dengan konsep keuntungan dan dapat digunakan
untuk mengukur keuntungan secara tidak langsung. Untuk mengukur
validitas pengukurannya, ilmuwan sosial berusaha menghubungkan halhal yang dipelajari dengan variabel lain untuk mengamati manfaatnya.
Contohnya, jika kita ingin mengukur kemampuan aritmatik seseorang, kita
mungkin memilih untuk menguji mereka dalam suatu tes aritmatik.
Bagaimana pun, tidak ada teori empiris untuk menilai tes yang kita
lakukan dan asumsi yang dibuat sebagai skala pengukuran. Kita dapat
memprediksi bahwa kebanyakan orang, yang mempunyai nilai tes yang
tinggi juga akan berprestasi dalam kuliah matematika.
Berdasarkan klasifikasi Campbell, pengukuran dapat dilakukan
apabila terdapat teori-teori emperis yang mendukung perlunya dilakukan
pengukuran. Apabila terbukti kebenarannya, maka akan semakin banyak
pengukuran dalam ilmu-ilmu sosial yang dapat dilakukan dengan cara
seperti ini. Padahal sesuatu dianggap unik dalam ilmu-ilmu sosial dan
dalam akuntansi dimana untuk sifat-sifat tertentu yang dapat diobservasi
(variabel-variabel) dianggap masih dapat dipertimbangkan apabila
dikaitkan dengan konsep tertentu tanpa adanya teori empiris yang
mendukung hubungan ini. Sedangkan variabel-variabel yang saling
berkaitan dengan lainnya biasanya dapat dikaitkan dengan pengertian
lain yang berubah-ubah. Dalam ilmu akuntansi, dengan adanya definisi
yang berubah-ubah, maka kita dapat mengaitkannya dengan pendapatan,
beban dan kerugian dalam konsep pendapatan. Karena itu, kita dapat
menggunakan perhitungan pengukuran secara aritmatika seperti
dijelaskan di muka yang menjelaskan variabel-variabel yang dapat diukur
sebagai ukuran pendapatan.
Torgerson mengomentari salah satu kategori pengukuran lainnya
harus ditambahkan pada daftar Campbell, dan pengukuran yang
dilakukan dengan formal. Pengukuran seperti ini harus didasarkan pada
pengertian yang berubah-ubah. Sedangkan Torgerson menyatakan bahwa
yang menjadi permasalahan utamanya adalah yang berkaitan dengan
pengukuran yang dilakukan secara terbatas, sebab tidak didasarkan
pada teori yang telah ada (kuat) yang dapat dijadikan acuan untuk
melakukan berbagai cara dimana skala-skala dapat dibuat atau
dikembangkan. Sebagi contoh, apabila kita mengukur kemampuan
aritmatika seseorang maka kombinasi jenis-jenis aritmatika dapat

menjadi dasar pembuatan skala. Sehingga, timbul pertanyaan, berapa


banyak jenis aritmatika yang dapat dimasukkan ke dalamnya, apakah
satu atau seribu jenis. Jenis aritmatika apa yang harus digunakan?
Perlukah jenis perhitungan dijelaskan secara lisan, secara tertulis atau
gabungan dari lisan dan tertulis? Karena terdapat banyak alternatif, maka
keyakinan pada setiap skala tertentu menjadi rendah sebab standar
akuntansi telah menentukan skala akuntansi
berdasarkan suatu
perintah dan bukan mengaitkannya dengan teori-teori pengukuran yang
ada. Karena itu, cara seperti ini merupakan salah satu dari sekian banyak
cara mengukur pendapatan. Selama cara-cara khusus yang digunakan
untuk mengukur pendapatan dan tidak didasarkan pada teori empiris
maka tidak ada alasan untuk meyakini hasilnya.
Untuk dapat menguji keabsahan pengukuran, maka para ilmuwan
sosial telah berupaya mengaitkan sifat-sifat berdasarkan hasil studi
dengan variabel-variabel lain hingga akhirnya dapat diketahui apakah
keabsahan pengukuran tersebut bermakna atau tidak. Dengan cara
seperti ini, kita dapat mengetahui adanya korelasi positif yang sangat
tinggi, sehingga mampu memberikan keyakinan dalam
operasi
pengukuran tertentu.
Salah satu alasan perlunya dilakukan pengukuran pada pendekatan
formulasi teori akuntansi adalah dengan harapan apabila teori akuntansi
dapat secara empiris teruji, pengukuran secara formal dapat menjadi
pengukuran yang mendasar dan seseorang dapat lebih yakin terhadap
hasil pengukuran.

E. KEANDALAN DAN KETEPATAN


Apa yang dimaksud dengan keandalan dan ketepatan dari kegiatan
pengukuran? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus
menyatakan terlebih dahulu bahwa tidak ada pengukuran yang bebas dari
kesalahan kecuali perhitungan. Kita dapat menghitung jumlah kursi di
ruangan tertentu dengan benar. Tetapi semua pengukuran mengandung
kesalahan atau eror.

Sumber Kesalahan
Operasi Pengukuran tidak tetap. Ketentuan di dalam menentukan jumlah
sifat-sifat tertentu biasanya terdiri dari serangkaian operasi. Serangkaian
operasi tidak dapat dijelaskan secara akurat dan oleh karenanya dapat
juga diinterpretasikan secara tidak akurat oleh pengukur. Sebagai contoh
misalnya, penghitungan pendataan mencakup berbagai operasi seperti
klasifikasi dan alokasi antara aset dan pengeluaran yang sering
diinterpretasikan secara beragam oleh akuntan yang lain. Salah satu
alasan lainnya adalah tidak jarang kesesuaian operasi matematik tidak
selaras dengan hubungan aktual sifat-sifat yang diukur.

Pengukur. Pengukur mungkin salah menafsirkan aturan, menjadi bias,


atau menerapkan atau membaca instrumen dengan tidak benar.
Instrumen. Banyak operasi membutuhkan penggunaan alat fisik, seperti
penggaris atau termometer atau barometer, yang mungkin cacat.
Lingkungan. Kondisi di mana dilakukan pengukuran dapat mempengaruhi
hasil. Kita dapat mengambil contoh adalah kebisingan. Kebisingan ketika
pengukuran dapat mempengaruhi pengukurnya, atau dalam akuntansi
bisa diambil contoh tekanan dari manajemen dapat mempengaruhi atas
keputusan dari akuntan.
Atribut yang tidak jelas. Apa yang harus diukur mungkin tidak jelas,
terutama jika pengukuran melibatkan suatu konsep yang tidak dapat
diukur secara langsung. Sebagai contoh ketika kita hendak mengukur
kemampuan mekanikal seseorang. Apa yang kita lihat dalam
mengukurnya? Faktor kemaskulinitasnya ataukah jam terbangnya.
Atribut ini sulit untuk didefinisikan. Pengukuran hanya dapat disimpulkan
secara tidak langsung dari berbagai respon yang ada.
Resiko dan Ketidakpastian. Hal ini berkaitan dengan distribusi
pengembalian aset nyata/ rasio pengembalian pada aset berwujud,
resiko pengembalian di masa mendatang beresiko tapi mereka
cenderung homogen dan mudah diamati harganya. Resiko ini timbul
karena memperkirakan belum tentu ada kepastian, dapat tidak sesuai
harapan. Dari ketidakpastian inilah maka resiko timbul.
Jika semua pengukuran kecuali menghitung secara inheren
mengakibatkan kesalahan, maka yang kita butuhkan adalah untuk
menetapkan batas kesalahan yang diterima. Jika pengukuran masih dalam
batas-batas ini maka dapat dianggap benar dan adil dalam hal akuntansi.

Pengukuran yang dapat diandalkan


Apa yang dimaksud dengan pengukuran handal? Keterhandalan erat
kaitannya dengan konsistensi yang telah terbukti pada setiap operasi
untuk memperoleh hasil-hasil yang memuaskan atau hasil-hasil (jumlah)
nya sendiri dalam pemakaian tertentu. Dalam statistik, keterhandalan
memerlukan pengukuran yang dapat diulang atau hasilkan ulang, karena
itu, perlu dijelaskan konsistensinya. Keterhandalan dapat dianggap
bertentangan dengan variabilitas. Dalam SAC 3 paragraf 16 dinyatakan
bahwa: Kehandalan dalam informasi finansial dapat ditentukan
berdasarkan tingkat hubungan antara informasi apa yang melibatkan
pengguna dan penetapan transaksi serta kejadian-kejadian yang timbul,
diukur dan dipaparkan. Informasi yang dianggap handal adalah
informasi yang tanpa bias dan dapat menggambarkan transaksi dan
kejadian-kejadian.
Ada pendapat lain yang menyatakan kehandalan dapat menyatukan
dua aspek: keakuratan dan kepastian pengukuran, serta keakuratan

penjelasan yang digambarkan dikaitkan dengan penentuan transaksi


ekonomi dan kejadian-kejadian lainnya. Aspek pengukuran erat kaitannya
dengan ukuran presisi. Istilah presisi kerap digunakan dalam dua konteks.
Pertama, dikaitkan dengan jumlah, dimana permasalahannya mencakup
perkiraan pendapat. Misalnya angka 90.4 dianggap lebih akurat dari
angka 90. Kedua, berkaitan dengan operasi pengukuran, dimana yang
menjadi permasalahannya berkaitan dengan:
Tingkat pembaharuan operasi atau kinerja.
Persetujuan
tentang
hasil-hasil
diantara
penggunaan
operasi
pengukuran yang diulang sebagaimana yang diaplikasikan pada sifatsifat tertentu.
Pengertian terakhir seperti ini sama dengan keterhandalan. Secara
bersamaan dari kedua istilah tersebut, kita dapat menyatakan bahwa
keterhandalan pengukuran erat kaitannya dengan presisi atau keakuratan
sehingga sifat-sifat khusus dapat diukur dengan melakukan serangkaian
operasi tertentu.

Pengukuran yang akurat


Meskipun
prosedur
pengukuran
mungkin
sangat
handal,
memberikan hasil yang sangat tepat, namun tidak mungkin menghasilkan
hasil yang akurat. Alasannya adalah akurasi berhubungan dengan
seberapa dekat pengukuran menuju nilai sejati ' dari atribut pengukuran.
Masalahnya adalah pada beberapa pengukuran nilai yang
sebenarnya tidak diketahui. Untuk menentukan ketepatan dalam
akuntansi, kita perlu tahu atribut apa yang perlu kita ukur untuk mencapai
tujuan pengukuran. Tujuan dari akuntansi untuk menyajikan informasi
yang berguna. Oleh karena itu akurasi pengukuran berkaitan dengan
gagasan pragmatis tentang azas manfaat, tetapi akuntan tidak sepakat
pada apa yang dianggap spesifik, sehingga standar kuantitatiflah yang
ditetapkan.

F. PENGUKURAN DALAM AKUNTANSI


Konsep pengukuran dalam akuntansi berasal dari konsep
pengukuran capital (modal) dan profit (laba). Berdasarkan standar
akuntansi internasional yang berlaku saat ini, profit berasal dari
perubahan modal selama periode dari semua aktivitas, termasuk kenaikan
dan penurunan fair value net assets, diluar transaksi dengan pemilik
modal. Modal berasal dari pengukuran fair value net assets dan net
liabilities. Itu berarti kita harus mengukur nilai modal awal, jumlah income
yang diterima, jumlah penggunaan modal, dan perubahan fair value net
assets. Peningkatan modal selama satu periode kemudian digunakan
untuk mengukur jumlah laba dari berbagai sumber termasuk operasi
perusahaan dan pengukuran kembali modal (setelah disesuaikan dengan

tambahan modal baru atau pembayaran deviden). Penyajian kembali nilai


wajar dari aktiva bersih merupakan modal awal pada periode berikutnya.
Pendekatan
pengukuran
ini
berbeda
dengan
pendekatan
pengukuran yang digunakan sebelum standar akuntansi internasional
diperkenalkan. Pendapatan (revenue) yang diterima ditandingkan dengan
net assets yang digunakan dalam satu periode dan jika income lebih
besar dari penggunaan modal bersih (atau expenses), maka terjadi
peningkatan dalam modal. Laba tidak diperoleh sampai nilai historis
modal awal dipertahankan dan laba direalisasikan. Ini berarti, modal
selalu dicantumkan sesuai dengan nilai historisnya dan perubahan aktiva
bersih tidak dianggap sebagai keuntungan. Maka, dapat dilihat bahwa
penentuan laba sangat tergantung pada bagaimana kita mengukur modal
awal dan bagaimana kita mengukur beban dan alokasi modal. Dapat
dilihat juga bahwa konsep penilaian modal dalam akuntansi telah
berkembang dari waktu ke waktu yang menghasilkan beberapa konsep
pengukuran biaya modal dan beberapa konsep profit. Suatu gambaran
sejarah singkat akan menggambarkan hal ini.
Dalam seribu tahun pertama Masehi, struktur ekonomi diwakili oleh
desentralisasi, dengan kekuasaan. Tujuan akuntansi adalah untuk
menghitung dan menjaga aset pengurus menggunakan sistem pencatatan
tunggal. Di bawah sistem ini, modal diukur sebagai persediaan tanah,
hewan dan hasil pertanian dengan tujuan produksi output (pendapatan)
untuk makanan. Modal biasanya tidak diukur secara finansial tetapi hanya
dengan perhitungan sederhana dan terperinci.
Setelah perang salib ke Holy Land pada abad kesebelas, pembukaan
rute perdagangan Timur Tengah dan Asia menciptakan permintaan
terhadap barang-barang dagangan (sutra, rempah-rempah, karpet). Kotakota perdagangan di Italia berperan utama dalam pengangkutan tentara
salib ke Holy Land dan kembali dengan barang dagangan. Kegiatan ini
membutuhkan modal usaha. Profit didasarkan pada kembalinya
(biasanya) sebuah kapal yang berlayar, yang dibiayai oleh mitra usaha
dan dihitung setelah mengembalikan modal awal. Dengan demikian,
modal akhir diukur sebagai akumulasi kekayaan dari usaha individu
ditambah modal awal. Dari sudut pandang pemegang saham, profit
direpresentasikan sebagai peningkatan kekayaan. Selain itu, penggunaan
sistem penomoran Arab secara bersamaan dengan konsep modal yang
dapat dikembalikan menyebabkan evolusi akuntansi double-entry. Sistem
ini digunakan secara luas oleh para pedagang Italia dari abad kedua belas
sampai abad keenam belas dan pertama kali didokumentasikan oleh Luca
Pacioli sebagai System of Venice pada tahun 1494.
Pada abad ke delapan belas di Inggris terlihat perkembangan joint
stock companies dengan kewajiban terbatas, manajemen yang terpisah,
dan saham yang dapat dipindahtangkankan. Sejumlah perusahaan yang

dinyatakan pailit, mengakibatkan kerugian besar kepada kreditur, yang


pada akhirnya, menyebabkan pengenalan terhadap The 1844 Joint Stock
Companies Regulation and Registration Act. Aturan ini menekankan
perlindungan kreditor dan penilaian akuntansi konservatisme. Dengan
demikian, definisi dari modal yang diperoleh bergerak ke arah capital
creditor dan menghasilkan sebuah konsep the lower cost and market
value sebagai prinsip pengukuran yang dapat diterima. Pada abad
kesembilan belas, konsep modal yang lain muncul mengikuti ekspansi
kereta api di Amerika Serikat. Konsep perputaran modal ini berkisar
memelihara keutuhan saham dari keberlangsungan assest (aset kereta api
seperti mesin, pelatih dan rel) sehingga dapat melanjutkan kemampuan
kereta api untuk memberikan jasa transportasi pada tingkatan yang sama.
Hal ini mengakibatkan konsep depresiasi sebagai metode untuk
mempertahankan dana (modal) untuk mengganti aset, dan konsep
kelangsungan pemeliharaan modal.
Dari sejarah ini ada sedikit pengembangan teori dari pemeliharaan
modal dan keuntungan (profit), sebagai kumpulan konsep yang samarsamar. Namun, pada tahun 1940 Paton dan Littleton membuat pernyataan
definitif pertama tentang konsep modal dan keuntungan (profit). Mereka
mendefinisikan bahwa keuntungan (profit) diperoleh dari penandingan
atau alokasi biaya historis ditandingkan dengan pendapatan yang
diperoleh. Pengukuran laba (profit) dipandang sebagai fokus utama dalam
akuntansi dengan neraca yang disusun hanya sebagai tempat penyajian
dari semua biaya historis yang belum dialokasikan. Oleh karena itu,
neraca tidak dipandang sebagai pengukuran dari nilai pasar bersih (atau
nilai wajar) dari bisnis. Konsep dan prinsip-prinsip Paton dan Littleton
sistem membentuk dasar dari sistem akuntansi historical cost yang
konvensional, yang merupakan sistem yang paling dominan sebelum
adanya pengenalan standar akuntansi internasional pada tahun 2005.
Pada periode tahun 1960-an terlihat sejumlah tantangan terhadap
prinsip historical cost dari penilaian dan pemeliharaan modal. Kritik
deduktif berpendapat bahwa penilaian perusahaan berdasarkan historical
cost yang tidak terkini sudah tidak berguna sama sekali untuk
pengambilan keputusan ekonomi, dan laba yang diperoleh tidak
mengukur
penggunaan
sumber
daya
kontemporer.
Mereka
mengembangkan beberapa sistem pemeliharaan modal dan sistem laba
(profit) berdasarkan mempertahankan keutuhan modal awal disesuaikan
untuk inflasi umum dan khusus. Dengan demikian, laba berasal setelah
mempertahankan beberapa konsep modal market priced, dan dilihat
sebagai peningkatan nyata dalam daya beli atau kemampuan untuk
menjaga pasokan barang dan jasa. Terdapat perdebatan yang kuat
tentang yang mana yang merupakan sistem pengukuran laba yang
dominan, tetapi perdebatan itu tidak pernah terselesaikan dalam literatur.

Perdebatan ini bisa dianggap sebagai cikal bakal dari pendekatan nilai
wajar untuk pengukuran akuntansi.
Akibatnya, terdapat sejumlah sistem pengukuran akuntansi.
Perspektif yang berbeda ini merefleksikan bermacam-macam batasan
akuntansi
dan
kurangnya
kesepakatan
tentang
prinsip-prinsip
pengukuran, tetapi dengan sistem alokasi historical cost sebagai model
yang konvensional dan dominan. Tambahan dalam hal ini sejumlah
makalah akuntansi akademik yang menyarankan nilai relevan dari laba
(profit) konvensional telah menurun secara signifikan dari waktu ke waktu,
tetapi item-item pada neraca dan aset tidak berwujud telah menjadi lebih
penting. Baru-baru ini, International Accounting Standards Board (IASB)
telah mengambil pandangan bahwa globalisasi bisnis mendukung
kebutuhan untuk satu set standar akuntansi yang akan digunakan di
seluruh dunia untuk menghasilkan informasi keuangan yang dapat
dibandingkan.
Hal ini menyebabkan dua perkembangan penting dalam standar
akuntansi internasional yg diisyaratkan melalui standar akuntansi seperti
IAS 39/AASB 139 Financial Instruments: Recognisition and Measurement
dan proyek bersama IASB / FASB mengenai pelaporan kinerja keuangan (1) bahwa pengukuran laba dan pengakuan pendapatan harus dikaitkan
dengan pengakuan tepat waktu, dan (2) bahwa pendekatan fair value
harus diadopsi sebagai prinsip kerja pengukuran. Dengan demikian, dari
tahun 2005 kita melihat penggunaan (sebagian) dari prinsip pengukuran
yang berfokus pada perubahan nilai aset dan kewajiban daripada
penyelesaian proses pendapatan. Singkatnya, ini berarti bahwa
perubahan fair value dari aset dan liabilitas segera diakui setelah
terjadinya dan dilaporkan sebagai bagian dari pendapatan. Selanjutnya,
fokus telah bergeser ke arah konsep penilaian, dengan neraca sebagai
repositori utama dari nilai-relevan informasi, dan pengguna utama
informasi akuntansi dinyatakan adalah pemegang saham dan investor.
Tetapi konsep pengukuran ini masih menimbulkan beberapa perdebatan.
Pada beberapa perusahaan berpendapat bahwa fair value
accounting secara fundamental mengubah fokus dalam manajemen risiko.
Karena perusahaan akan mengurangi aktivitas lindung nilai (hedging)
karena mereka khawatir akan dampak dari akuntansi dari keuntungan
yang diatur dalam IAS 39/AASB 139. Konsekuensi lainnya adalah dana
pensiun perusahaan menjadi disajikan sebagai kewajiban dalam neraca
(IAS 19/AASB 119 Employee Benefits) dan hal tersebut perlu dilakukan
lindung nilai. Jenis derivatif yang perusahaan gunakan untuk melakukan
lindung nilai dari kewajibannya tergantung kepada skema pensiun yang
diterapkan, apakah sebagai surplus atau defisit. Dengan demikian,
standar akuntansi internasional dapat mengurangi aktivitas lindung nilai
jika aktivitas tersebut menghasilkan peningkatan volatilitas dari

pendapatan sekaligus meningkatkan aktivitas lindung nilai dan


manajemen risiko terhadap kewajiban pensiun.
IASB juga membuat trade-off antara pengukuran yang handal dan
relevan. Kadang kala keputusan tersebut dibuat oleh IASB. Contohnya,
dalam IAS 39/AASB 139, untuk sekuritas dengan jenis available-for-sale,
IASB menentukan bahwa fair value harus digunakan, daripada historical
cost. Namun, dalam IAS 41/AASB 141 Agriculture, meskipun fair value
digunakan apabila memungkinkan, anggota dewan memutuskan bahwa
sulit untuk mendapatkan pengukuran yang handal dari fair value. Dalam
kasus ini, pengecualian mengenai keandalan memungkinkan untuk
membuat trade-off antara fair value dan keandalan ketika mengukur
suatu nilai.
Proyek kerja sama FASB dalam Financial Statement Presentation
(sebelumnya Reporting Comprehensive Income or Performance Reporting)
menyoroti tentang pemikiran IASB mengenai pengukuran pendapatan dan
aset, khususnya pengaplikasiannya dalam pengukuran fair value. Konsep
yang disetujui antara lain:
Informasi akuntansi harus bertujuan pada pembuatan keputusan ekonomi
terkait entitas yang dilakukan oleh pengambil kebijakan.
Entitas harus menyajikan laporan tunggal dari semua pendapatan dan
beban yang diakui sebagai sebuah komponen dari keseluruhan laporan
keuangan.
Laporan tersebut harus termasuk:
- Dampak dari semua perubahan dalam aset bersih dan kewajiban
bersih selama periode, selain daripada transaksi dengan pemilik.
- Aset dan kewajiban harus diukur pada nilai wajar yang mengasumsikan
nilai pasar tetapi menggantikan arus kas masa depan yang
didiskontokan, harga pasar yang didepresiasikan atau model assetpricing yang dapat digunakan ketika terdapat ketiadaan pasar yang
liquid.
- Penetapan pendapatan harus dipisah antara keuntungan sebelum
pengukuran ulang dan dampak dari pengukuran ulang.
Seluruh pendapatan dan beban harus dikategorikan dan disajikan dengan
cara :
- Meningkatkan pemahaman user mengenai kinerja yang telah dicapai.
- Membantu dalam pembentukan harapan akan kinerja di masa depan.
Profit tidak dapat didasarkan pada gagasan dari realisasi.
Terdapat penekanan pada:
- Keterbukaan yang lebih luas
- Informasi yang berguna bagi investor dan data yang relevan dalam
pengambilan keputusan.
- Konsep keandalan telah digantikan dengan
representational
faithfulness.

Melalui pendekatan ini, laporan laba rugi akan menjadi selisih


antara net aset mula-mula dan net aset pada akhir, daripada neraca yang
menjadi selisih antara biaya yang tidak dialokasikan setelah proses
penyesuaian, yang mana hal ini menjadi masalah dalam pengukuran
historical cost. Konsep yang disampaikan diatas memberikan indikasi
bahwa dewan juga memikirkan mengenai masalah penyajian laporan
keuangan dan pengukuran.

G.ISU-ISU PENGUKURAN BAGI AUDITOR


Terdapat beberapa isu pengukuran bagi auditor karena terjadi
pergeseran konsep dalam pengukuran profit, dari matching revenues and
expenses ke penaksiran perubahan fair value net assets. Ketika profit
ditentukan dengan cara matching revenues and expenses, auditor dapat
berkonsentrasi pada pengumpulan bukti yang menunjukkan bahwa
transaksi tersebut telah ditangani dengan tepat oleh sistem akuntansi
klien. Namun, ketika profit diukur dari perubahan fair value, pertanyaan
yang lebih sulit muncul bagi auditor yaitu terkait pengumpulan bukti
tentang estimasi manajemen.
Misalnya, salah satu aspek pengukuran profit yaitu dengan menaksir
perubahan nilai wajar dari net assets, berdasarkan standar akuntansi IAS
36/AASB 136. Standar ini mensyaratkan penurunan nilai aset diakui
sebagai impairment loss. Manajemen dari suatu entitas pada tanggal
pelaoran diminta untuk menaksir apakah terdapat indikasi suatu aset
mengalami penurunan nilai. Apabila kondisi tersebut terjadi, manajemen
harus memperkirakan jumlah terpulihkan dari aset tersebut. Jika jumlah
terpulihkan kurang dari nilai tercatatnya, nilai tercatat aset tersebut harus
diturunkan menjadi jumlah terpulihkannya. Penurunan itu merupakan
impairment loss. Impairment loss harus diakui segera dalam profit.
Standar audit internasional yang menjadi pedoman bagi impairment
losses dan estimasi nilai wajar lainnya terdapat dalam ISA 540. Auditor
diminta untuk mengumpulkan bukti untuk menilai apakah manajemen
telah mengikuti standar akuntansi secara tepat dan apakah jumlah yang
diakui sebagai impaiment loss wajar. Untuk melakukan hal ini, auditor
harus menentukan apakah manajemen telah memilih metode penilaian
dan asumsi yang tepat dan masuk akal. Jika standar akuntansi tidak
menentukan metode penilaian untuk aset tertentu dan kewajiban yang
sedang dipertimbangkan, auditor dapat menerima metode penilaian mana
saja yang wajar. Setidaknya ada dua belas metode penilaian intangibles
dan brands yang dapat dipilih manajemen. Ini berarti sulit bagi auditor
untuk tidak setuju dengan pilihan manajemen dari metode penilaian
tertentu yang digunakan. Auditor harus mengumpulkan bukti bahwa
metode ini diterapkan secara konsisten, sehingga manajer tidak memilih

metode dari tahun ke tahun tergantung pada keuntungan yang


diinginkan. Auditor juga harus menilai apakah nilai aset atau kewajiban
ditentukan dengan benar dari asumsi manajemen yang signifikan, model
penilaian dan data yang mendasari yang relevan. Data tersebut akan
mencakup suku bunga yang digunakan untuk mendiskon arus kas, nilai
pasar yang digunakan oleh perusahaan pembanding, royalti data, dan
sebagainya.
Mengingat adanya perbedaan dalam metode penilaian wajar dan
asumsi yang mungkin, dimungkinkan adanya jumlah impairment loss
yang berbeda namun masuk akal yang diakui oleh manajemen. Jumlah
yang berbeda ini akan dapat diterima oleh auditor jika bukti audit
menunjukkan bahwa manajemen telah menerapkan model penilaian
dengan benar dan menggunakan data yang sesuai. Dalam situasi seperti
ini, ada kemungkinan bahwa auditor mendapat tekanan dari manajer
untuk setuju dengan pilihan penilaian mereka atau auditee akan
menggunakan jasa auditor lain.
Di samping isu terkait dengan penggunaan nilai wajar dan isu-isu
terkait lainnya, auditor juga menghadapi masalah yang disebabkan oleh
variabilitas dalam tingkat reliabilitas dan ketepatan pengukuran biaya
historis. Misalnya, standar biaya sistem manufaktur didasarkan pada
biaya historis dari bermacam-macam input, asumsi tentang volume
pemrosesan dan metode-metode, dan isu seputar penetapan biaya
overhead antara produk, proses, dan departemen. Semua faktor ini
mempengaruhi biaya persediaan yang ada pada akhir periode dan goods
sold selama periode tersebut. Dalam konteks ini, auditor perlu menguji
kewajaran prosedur yang diterapkan dalam mengembangkan standar dari
perekayasaan spesifikasi. Dalam hal ini termasuk pengumpulan bukti
tentang kewajaran dari asumsi yang mendasari dan konsistensi
penggunaan data. Biaya persediaan per unit akan tampak sangat tepat,
tapi perubahan dalam kondisi operasi dapat menghasilkan variasi yang
signifikan dan menjadikan asumsi mendasari untuk alokasi biaya tidak
valid.

Anda mungkin juga menyukai