Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Lingkungan dan Pencemaran
Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau
wilayah yang didalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktifitas yang berasal
dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang ada dalam dan bentuk
lingkungan, merupakan suatu bentuk sistem yang saling mengikat, saling menyokong
kehidupan mereka. Karena itu suatu tatanan lingkungan yang mencakup segala
bentuk aktivitas dan interaksi didalamnya disebut juga ekosistem. Pencemaran atau
polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang
lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini
dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan
polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi
organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian
menjadi pemicu terjadinya pencemaran. (Palar, 2004).

2.1.1 Pengertian Pencemaran Udara


Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang
mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan.
Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk bentuk uap
H2O dan Karbon Dioksida (CO2). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi
dari cuaca dan suhu.
Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali.
Beberapa gas seperti Sulfur dioksida (SO2), Hidrogen sulfida (H2S), dan Karbon

Universitas Sumatera Utara

Monoksida (CO) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari prosesproses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran
hutan, dan sebagainya. Selain itu partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil
dapat tersebar diudara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya.
Selain disebabkan polutan alami tersebut, polusi udara disebabkan oleh aktivitas
manusia. (Fardiaz, 1992).
Menurut Mukono (1997) Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau
substrat fisik atau kimia kedalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah
tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur)
serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material. Selain
itu pencemaran udara dapat pula dikatakan sebagai perubahan atmosfer oleh karena
masuknya bahan kontaminan alami atau buatan ke dalam atmosfer tersebut.
Menurut Chandra (2006) dalam Anonimous, Pencemaran udara adalah
dimasukkannya komponen lain ke dalam udara, baik oleh kegiatan manusia secara
langsung atau tidak langsung maupun akibat proses alam sehingga kualitas udara
turun sampai ketingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang
atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannnya.
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan oleh karena peristiwa
alamiah dan dapat pula disebabkan oleh ulah manusia, lewat kegiatan industri dan
teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung
pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada (Sumamur, 1986).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Pencemaran udara diartikan masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi,

Universitas Sumatera Utara

dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan
manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ketingkat tertentu
yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
peruntukannya.
Pencemaran udara juga diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat
asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari
keadaan normalnya (Wardhana, 2004).
Beberapa komponen pencemar udara, maka yang paling banyak berpengaruh
dalam pencemaran udara adalah komponen-komponen berikut ini :
1. Karbon monoksida (CO)
2. Nitrogen Oksida ( NOx)
3. Belerang Oksida (SOx)
4. Hidrokarbon (HC)
5. Partikel (Fardiaz, 1992)
2.1.2 Pengertian Debu
Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah zat padat yang
berukuran 0,1 25 mikron. Debu termasuk kedalam golongan partikulat. Yang
dimaksud dengan partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan tersuspensi diudara,
misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. Partikulat ini dapat terdiri atas zat
organik dan anorganik (Slamet,2000)
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang
melayang di udara (Suspended Particulate Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron

Universitas Sumatera Utara

sampai 500 mikron. Suspended partikulat adalah partikel halus di udara yang
terbentuk pada pembakaran bahan bakar minyak. Terutama partikulat halus yang
disebut PM10. Particulat Matter 10 (PM10) adalah partikel debu yang berukuran 10
mikron. Debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan
untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja. Partikel debu akan berada di udara dalam waktu
yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap
kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan
berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat
rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk
yang relatif berbeda-beda (Pudjiastuti,2002).
Suspended partikulat adalah partikel halus di udara yang terbentuk pada
pembakaran bahan bakar minyak. Terutama partikulat halus yang disebut PM10 sangat
berbahaya bagi kesehatan ( Soemarwoto, 2004 ). Suspended partikulat adalah debu
yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap serta melayang di udara.
Paparan dari Total Suspended Particulate ini juga banyak yang mengandung
partikel timah hitam dalam hal ini dikenal sebagai Pb yang sangat berbahaya bagi
kesehatan dan banyak berhubungan dengan tempat kerja (Anonimous, 2009). Secara
fisik debu atau particulate dikategorikan sebagai pencemar yaitu dust udara aerosol.
Debu terdiri dari 2 golongan, yaitu padat (soll) dan cair (liquid). Debu yang terdiri
dari partikel-partikel padat dapat dibedakan menjadi 3 macam:

Universitas Sumatera Utara

1. Dust
Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar.
Debu yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan,
umumnya lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru.

2. Fumes
Fumes adalah partikel padat yang terbentuk dari proses evaporasi atau kondensasi,
pemanasan berbagai logam, misalnya menghasilkan uap logam yang kemudian
berkondensasi menjadi partikel-partikel metal fumes misalnya, logam (Cadmium) dan
Timbal (Plumbum)
3. Smoke
Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna
dan berukuran sekitar 0,5 mikron. Sedangkan partikel cair disebut dengan mist atau
fog (awan) yang dihasilkan melalui proses kondensasi atau aromizing, contoh
sederhana hair spray atau obat nyamuk semprot.
Sedangkan berdasarkan komposisi kimia debu, ada tiga golongan berdasarkan
sifatnya, Yaitu:
1. Inert dust
Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paruparu. Efeknya sangat sedikit sekali pada penghirupan normal. Reaksi jaringan
pada paru-paru terhadap jenis debu ini adalah :
a. Susunan saluran nafas tetap utuh
b. Tidak terbentuk jaringan parut ( fibrosis ) di paru-paru

Universitas Sumatera Utara

c. Reaksi jaringan potensial dapat pulih kembali dan tak menyebabkan gangguan paru
paru.
2. Profilferative dust
Golongan debu ini di dalam paru-paru akan membentuk jaringan parut ( fibrosis ).
Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu
fungsi paru. Contoh debu ini yaitu debu silika, kapur, asbes dan sebagainya.
3. Debu asam atau basa kuat
Golongan debu yang tidak ditahan dalam paru namun dapat menimbulkan efek iritasi.
Efek yang ditimbulkan bisa efek keracunan secara umum misalnya debu arsen dan
efek alergi, khususnya golongan debu organik (Depkes, 1993)

2.2 Sifat- Sifat Partikel


Menurut Fardiaz (1992), bahwa sifat-sifat partikel adalah:
1. Mengendap

Partikel yang berukuran lebih besar dari 2-40 mikron (tergantung dari densitasnya)
tidak bertahan terus di udara, melainkan akan mengendap. Partikel yang tersuspensi
secara permanen di udara juga mempunyai kecepatan pengendapan, tetapi partikelpartikel ini tetap terdapat di udara karena gerakan udara.
2. Sifat Adsorbsi
Kemampuannya sebagai tempat adsorbsi (sorbsi secara fisik) atau kimirisorbsi (sorbsi
disertai dengan interaksi kimia).

Universitas Sumatera Utara

3. Sifat Absorbsi
Jika molekul yang tersorbsi tersebut larut di dalam partikel, jenis sorbsi ini sangat
mementukan tingkat bahaya dari partikel.
4. Sifat Optik
Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron berukuran sedemikian
kecilnya dibandingkan dengan panjang gelombang sinar, sehingga partikel-partikel
tersebut mempengaruhi sinar seperti halnya molekul-molekul dan menyebabkan
refraksi. Partikel yang berukuran jauh lebih besar dari 1 mikron jauh lebih besar dari
pada panjang gelombang sinar tampak dan merupakan objek mikroskopik yang
menyebarkan sinar sesuai dengan penampung melintang partikel tersebut. Sifat optik
ini penting dalam menentukan pengaruh partikel atmosfir terhadap radiasi dan
visibilitas solar energi.
Menurut Pudjiastuti (2002) sifat debu di kategorikan Sebagai berikut:
1. Sifat Pengendap
Debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun
karena ukurannya yang relatif kecil berada di udara. Debu yang mengendap
dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat
di udara
2. Sifat permukaan basah
Sifat selalu basah di lapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.

Universitas Sumatera Utara

3. Sifat Penggumpalan
Karena sifat selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel
membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya
turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
4. Listrik statik (elektrostatik)
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang yang
berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadi
penggumpalan.
5. Sifat Opsis
Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Adanya
partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses
penggumpalan.

2.3 Sumber Polusi Partikel


Berbagai proses alami mengakibatkan penyebaran partikel di atmosfer,
misalnya letusan vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas
manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikelpartikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja,
dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang.
Pembakaran bahan baker fosil untuk penghangat ruangan rumah tangga,
pembangkit listrik dan dalam proses industri merupakan sumber pokok emisi polutan
udara di daerah perkotaan. Polutan udara yang paling umum di jumpai adalah Sulfur

Universitas Sumatera Utara

Oksida (SOx), Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO), Ozon (O3), Timbal
(Pb), dan Suspended Particulat Matter (WHO, 2006).
Terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan dengan sumbernya. Partikel
yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis
seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan benda-benda
oleh kendaraan atau pejalanan kaki. Partikel yang berukuran diameter diantara 1-10
mikron biasanya termasuk tanah, debu dan produk-produk pembakaran dari industri
lokal, dan pada tempat-tempat tertentu juga terdapat garam laut. Partikel yang
mempunyai diameter antara 0,1-1 mikron terutama merupakan produk-produk
pembakaran dan aerosol fotokimia. Partikel yang mempunyai diameter kurang dari
0,1 mikron belum diidentifikasi secara kimia, tetapi diduga berasal dari sumbersumber pembakaran ( Fardiaz, 1992).
Menurut Gunawan (2007) dalam Anonimous berdasarkan penelitian bank
dunia tahun 1994 (Indonesia Environment and Development ) menunjukkan bahwa
kendaraan di Jakarta ( diperkirakan kondisi yang sama terjadi di kota-kota besar
lainnya) memberikan kontribusi timbal 100%, SPM10 42%, hidrokarbon 89%,
nitrogen oxida 64% dan hampir seluruh karbonmonoksida.
Debu partikulat ini juga terutama dihasilkan dari emisi gas buang kendaraan.
Sekitar 50% - 60% dari partikel melayang merupakan debu berdiameter 10 m atau
dikenal dengan PM10. Debu PM10 ini bersifat sangat mudah terhirup dan masuk ke
dalam paru-paru, sehingga PM10 dikategorikan sebagai Respirable Particulate Matter
( RPM ). Akibatnya akan mengganggu sistem pernafasan bagian atas maupun bagian
bawah (alveoli). Pada alveoli terjadi penumpukan partikel kecil sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara

merusak jaringan atau sistem jaringan paru-paru, sedangkan debu yang lebih kecil
dari 10 m, akan menyebabkan iritasi mata, mengganggu serta menghalangi
pandangan mata (Chahaya, 2005)

2.4 Pengaruh Partikel Terhadap Manusia


Partikel debu dapat menggangu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi
pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan kanker paru-paru. Efek debu terhadap
kesehatan sangat tergantung pada : Solubity (mudah larut), komposisi kimia,
konsentrasi debu dan ukuran partikel debu (Pudjiastuti, 2002)
Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah
masuknya partikel-partikel baik berbentuk padat maupun cair, kedalam paru-paru.
Bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikel-partikel

berukuran besar,

sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran
mukosa yang terdapat disepanjang sistem pernafasan dan merupakan permukaan
tempat partikel menempel.
Menurut Pudjiastuti (2002) ukuran debu sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut
dapat mencapai organ target sebagai berikut:
a. 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas.
b. 2-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah.
c. 1-3 mikron hinggap dipermukaan/ selaput lendir sehingga menyebabkan
vibrosis paru.
d. 0,1-0,5 mikron melayang di permukan alveoli.

Universitas Sumatera Utara

Partikel-partikel yang masuk dan tertinggal di dalam paru-paru mungkin


berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting, yaitu:
a.

Partikel tersebut mungkin beracun karena sifat-sifat kimia dan fisiknya.

b.

Partikel tersebut mungkin bersifat inert (tidak beraksi) tetapi tinggal di dalam
saluran pernafasan dapat menggangagu pembersihan bahan-bahan lain yang
berbahaya.

c.

Partikel-partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul-molekul gas yang


berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi, sehingga
molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paruparu yang sensitif. Karbon merupakan partikel yang umum dengan
kemampuan yang baik untuk mengabsorbsi molekul-molekul gas pada
permukaannya (Fardiaz, 1992)
Partikel PM10 yang berdiameter 10 mikron memiliki tingkat kelolosan yang

tinggi dari saringan pernafasan manusia dan bertahan di udara dalam waktu cukup
lama. Tingkat bahaya semakin meningkat pada pagi dan malam hari karena asap
bercampur dengan uap air. PM10 tidak terdeteksi oleh bulu hidung sehingga masuk ke
paru-paru. Jika partikel tersebut terdeposit ke paru-paru akan menimbulkan
peradangan saluran pernapasan, gangguan penglihatan dan iritasi kulit (Anonimous,
2002)
Menurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang membahayakan adalah ukuran
0,1-5 atau ukuran 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang
membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron. Pneumokoniosis disebabkan oleh
debu mineral membentuk jaringan parut (slicosis, anthrakosilikosis, asbestosis).

Universitas Sumatera Utara

Gejala penyakit ini berupa sakit paru-paru, namun berbeda dengan penyakit TBC
paru.
Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat
menyebabkan gangguan sebagai berikut:
a.

Gangguan estetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan


warna bangunan dan pengotoran.

b.

Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori-pori


tumbuhan sehingga jalnnya fotosintesis.

c.

Merubah iklim global regional maupun internasional

d.

Mengganggu perhubungan/penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan


sosial ekonomi di masyarakat (Pudjiastuti, 2002).
Bahan yang dapat menganggu saluran pernafasan (paru) adalah bahan yang

mudah menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh kita memiliki mekanisme
pertahanan untuk mencegah masuknya lebih dalam, bahan yang padat mengganggu
sistem pernafasan akan tetapi bila berlangsung cukup lama, maka sistem tersebut
tidak dapat lagi menahan masuknya bahan tersebut ke paru-paru.
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme
laring (penghentian bernafas), bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat
menyebabkan bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi
toleran terhadap paparan itiran berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus,
suatu mekanisme yang khas pada bronchitis dan juga terlihat pada perokok tembakau.
Tempat utama bagi absorbsi di saluran nafas adalah alveoli paru-paru. Ini
terutama berlaku untuk gas dan juga uap cairan. Kemudahan absorbsi ini berkaitan

Universitas Sumatera Utara

dengan luasnya permukaan alveoli, cepatnya aliran darah dan dekatnya darah dengan
alveoli.

2.5 Baku Mutu Udara Ambien


Menurut Srikandi Fardiaz (1992) untuk menghindari terjadinya pencemaran
udara di lingkungan ditetapkan baku mutu udara yang dapat dibedakan atas baku
mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi. Baku mutu udara ambien adalah
batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara,
namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh tumbuhan
dan atau benda. Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi
zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara,
sehinga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Tangal 26 Mei 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional, menyatakan bahwa kadar
debu partikel 10 mikron di udara yang memenuhi syarat adalah tidak melebihi dari
150 g/m3

2.6 Sistem Pernafasan


2.6.1 Anatomi Saluran Pernafasan
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring trakes, bronkus, bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus
dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung,

Universitas Sumatera Utara

udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama mukosa inspirasi yan terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan
bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi mukosa yang ekskresi oleh goblet dan
kelenjar serose. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam
rongga toraks atau dada. Kedua paru saling terpisah oleh mediastum sentral yang
didalamnya terdapat jantung dan pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai
apeks dan basis. Jika arteri pulmonalis dan darah arteria bronkialis, bronkus, saraf,
dan pembuluh limfe masuk ke setiap paru menunjukan telah terjadi gangguan paru,
yaitu terbentuknya hilus berupa akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan di
bagi 3 lobus oleh fistrus interlobaris, sedangkan paru-paru kiriterbagi menjadi 2 lobus
(Price dan Wilson, 1994).

2.7 Pengertian Gangguan Pernafasan


Saluran pernafasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta
organ adheksa seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah atau pleura (Depkes RI,
1995). Gangguan saluran pernafasan adalah ganguan pada organ mulai dari hidung
sampai alveoli serta organ-organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura (Depkes RI, 1999)
Infeksi saluran pernafasan diartikan infeksi pada berbagai area saluran
pernafasan termasuk hidung, telinga tengah, pharing, laring, trakea, bronchi dan paru
( WHO, 1995). Sedangkan gangguan saluran pernafsan menurut Wardhana (2001)
adalah penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh adanya partikel atau debu
yang masuk dan mengendap di dalam paru-paru dan polusi udara lainya.

Universitas Sumatera Utara

2.7.1 Gejala Gangguan Saluran Pernafasan

Penyakit paru atau saluran nafas dengan gejala umum maupun gejala
pernafsan antara lain batuk, sputum berlebihan, hemoptisis, dispnea dan dada nyeri.
Secara terinci yaitu:
a. Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat pernafasan. Rangsangan
yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik dan kimia.
Inhalasi debu, asap dan benda-benda asing berukuran kecil merupakan
penyebab batuk yang paling sering.
b. Sputum, orang dewasa normal sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran
nafas, sedangkan dalam keadaan gangguan saluran pernafasan sputum
dihasilkan melebihi 100 ml per hari.
c. Hemoptitis, yaitu istilah yang digunakan untuk meyatakan batuk darah atau
sputum berdarah.
d. Dispnea atau sesak nafas, yaitu perasaan sulit bernafas atau nyeri dada .
Karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel
udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan
napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana otot polos yang menghubungkan cincin tulang
rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut, produksi kelenjar lendir yang
berlebihan. Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran
napas. Akibatnya menjadi sesak napas ( Hundak dan Gallo, 1997).

Universitas Sumatera Utara

2.7.2 Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Pernafasan


Gangguan saluran pernafsan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain faktor debu itu sendiri yaitu ukuran partikelnya, bentuk, daya larut,
konsentrasi, sifat kimiawi, lama pajanan dan faktor individu berupa mekanisme
pertahanan tubuh. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan paru adalah
seperti di paparkan dibawah ini:
a.

Jenis debu

Partikel yang berbahaya untuk paru adalah debu organik dan anorganik.
b. Ukuran partikel
Partikel yang besar umumnya telah tersaring di hidung sedangkan beberapa partikel
kecil akan masuk sampai ke ruang rugi dan terkecil sampai ke parenkim (diameter
0,5-6 mikron disebut partikel respirabel). Partikel ukuran 0,5-2,5 mikron umumnya
mengendap di alveoli dan terutama mengakibatkan pneumokoniosis.
c. Konsentrasi partikel
Setiap inhalasi 500 partikel/ml, satu alveoli paling sedikit akan menerima 1
partikel. Pada industri biasanya jumlah partikel cukup besar, dan konsentrasinya
cenderung melebihi 5000 partikel/ml.
d. Lamanya pajanan
Pneumokoniosis akibat debu biasanya timbul setelah penderita mengalami kontak
yang lama, jarang ditemui kelainan bila pajanan kurang dari 10 tahun.
e. Kerentanan Individu

Universitas Sumatera Utara

Beberapa orang yang mengalami pajanan dalam waktu dan konsentrasi yang sama
akan menunjukan akibat yang berbeda, mungkin dihubungkan dengan mekanisme
pembersihan debu dan perbedaan pada cara bernafas masing-masing individu
(Faridawati, 1995).

2.8 Kerangka Konsep


Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka, maka dapat digambarkan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Kadar Debu Particulate


Matter 10 (PM10) di Jalan
Raya Kelurahan Lalang

Karekteristik Responden

Keluhan Ganguan Pernafasan


- Bersin
- Batuk
- Sesak nafas

1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Lama Bermukim
4. Jenis Ventilasi

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai