KEPUTUSASAAN
1.1;
Diagnosa Keperawatan
1.2;
Keputusasaan
Tinjauan Teori
1.2.1;
Pengertian
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang
melihat keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang
tersedia dan tidak dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA,
2005).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa
bahwa kehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain
mustahil ). Seseorang yang tidak memiliki harapan tidak melihat adanya
kemungkinan untuk memperbaiki kehidupannya dan tidak menemukan
solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau
siapapun tidak akan bisa membantunya.
Keputusasaan
berkaitan
dengan
kehilangan
harapan,
ketidakmampuan , keraguan .duka cita , apati , kesedihan , depresi , dan
bunuh diri. ( Cotton dan Range, 2004)
1.2.2;
Rentang Respon
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Harapan
Putus Harapan
Yakin
Tidak berdaya
Percaya
Putus asa
Inspirasi
Apatis
Tetap hati
1.2.3;
1.2.4;
7; Kurangnya iman
Patofisiologi (Clinical Pathway) : Patofisiologi, Situasional, Maturasional
Menurut Keliat, 2005 adapun patway dari keputusasaan adalah
: Efek
: Core Problem
: Etiologi
Setiap penyakit kronis dan atau terminal dapat menyebabkan atau menunjang keputusasaan
(misal penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker, dan AIDS)
Berhubungan dengan:
Berhubungan dengan:
Kehilangan pengasuh
Kehilangan kepercayaan pada orang orang terdekat
Dicampakkan oleh pengasuh
Kehilangan autonomi yang berhubungan dengan penyakit.
Kehilangan fungsi tubuh
Ketidakmampuan mencapai tugas-tugas perkembangan
Penolakan oleh keluarga
Remaja
Berhubungan denga:
Dewasa
Berhubungan dengan:
Kerusakan fungsi tubuh, kehilangan bagian tubuh
Kerusakan hubungan atara sesama
Kehilangan pekerjaan, karier
Kehilangan orang terdekat (kematian anak atau pasangan)
Ketidan mampuan untuk mencapai tugas perkembangan (intiminasi, komitmen)
Lansia
1.4;
1.5;
Berhubungan dengan:
Defisit sensori
Defisit motorik
Defisit kognitif
Kehilangan kemandirian
Kehilangan orang terdekat, barang-barang
Ketidakmampuan untuk mencapai tugas perkembangan (integritas)
1.5.1;
Menutup mata
Penurunan pengaruh
Penurunan nafsu makan
1.5.2;
1.5.3;
Keluh kesah
Kemunduran
Sikap pasrah
Depresi
4; Kognitif
Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima
Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa
datang
Bingung
Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
Distorsi proses pikir dan asosiasi
Penilaian yang tidak logis
1.6;
Beri
kesempatan
bagi
klien
mengungkapkan
perasaan
sedih/kesendirian/keputusasaannya.
Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap
kondisinya dengancara pandang perawat terhadap kondisi klien.
Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung putus
asa : pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan
kurangnya partisipasidalam aktivitas.
Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi
masalah,tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini
digunakan olehklien.
Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.
Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap
alternative.
Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah
factor risikoterbesar dalam ide untuk bunuh diri): tanyakan tentang
rencana, metode dan cara bunuh diri.
3; Klien berpartisipasi dalam aktivitas
Identifikasi aspek positif dari dunia klien (keluarga anda menelepon
RS setiaphari untuk menanyakan keadaanmu ?
Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan rasa
putus asa.
Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung
pikiran dan perasaan yang positif.
Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien
dalam mencapaitujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi
dalam aktivitas. diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai.
1.6.3; Tindakan keperawatan pada keluarga
Klien menggunakan keluarga sebagai sistem pendukung
1; Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
Ucapkan salam
Perkenalkan diri: sebutkan nama dan panggilan yang disukai
Tanyakan nama keluarga, panggilan yang diisukai dan hubungan
dengan klien
klien
3; Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien
atasi masalah dan bagaimana hasilnya
4; Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien atasi masalahnya
5; Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan:
Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi
Psikofarmaka yang diperoleh klien: manfaat, dosis, efek samping,
akibat bila tidak patuh minum obat
Cara keluarga merawat klien
1.6.4; Terapi Aktifitas Kelompok
Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
a; Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental :
1; Menciptakan
6;
:
Meningkatkan gerak, sendi, otot dan koordinasi gerakan.
Mengajarkan adl seperti makan, berpakaian, bak, bab dan sebagainya.
Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang
dimiliki.
Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui
kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat,
minat dan potensinya.
Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di
lingkungan masyarakat.
3; Aktivitas
nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar,
majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj, 2009).
b; Aktivitas
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi okupasi
sebagai berikut:
a; Klien dengan kelainan tingkah laku, seperti klien harga diri rendah yang disertai
6; Analisa aktivitas
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi
okupasi, meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau
pekerjaan sehari-hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi
klien, sarana atau alat atau aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang
dilakukan, persiapan terhadap sarana pendukung dan klien maupun perawat,
pelaksanaan dari kegiatan yang telah direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien
atau tidak disukai yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh klien.
dan kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah.
b; Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji ditegakkan
diagnosa sementara tentang masalah klien maupun keluarga.
c; Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat sasaran
dan tujuan yang ingin dicapai.
d; Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan dengan tujuan
terapi.
e; Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi dan tingkah
laku selama aktivitas berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan kembali kegiatan
yang sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik, misalnya 1
minggu sekali dan setiap selesai melaksanakan kegiatan.
8; Pelaksanaan Terapi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari
kondisi klien dan tujuan terapi.
a; Metode
1;
Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu
berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani persiapan
aktivitas.
2;
Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang memiliki
tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah
kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat dan
Akemat, 2005). Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia
(2001, dalam Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10 orang, Rawlins, Williams,
dan Beck (1993, dalam Keliat dan Akemat, 2005) menyatakan jumlah anggota
kelompok adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya
tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan,
pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi
dan interaksi yang terjadi. Johnson (dalam Yosep, 2009) menyatakan terapi
kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8 anggota karena interaksi dan reaksi
interpersonal yang terbaik terjadi pada kelompok dengan jumlah sebanyak itu.
Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka akan terlalu banyak tekanan yang
dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa lebih terekspos, lebih cemas,
dan seringkali bertingkah laku irrasional.
b; Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun
kelompok dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap
kegiatan dibagi menjadi 2 bagian,pertama: -1 jam yang terdiri dari tahap persiapan
dan tahap orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja dan tahap
terminasi (Riyadi dan Purwanto, 2009)
9; Pengorganisasian
1; Waktu
Kegiatan terapi kognitif ini akan dilaksanakan selama 1 hari yaitu pada:
Hari
Jam
Lama :
2; Terapis
Adapun terapis yang akan terlibat adalah
a; Fasilitator.
Menyusun rencana terapi kognitif
-
3; Klien
4; Metode dan media
a; Metode
Adapun metode yang digunakan pada terapi okupasi ini adalah dinamika kelompok
b; Media
Spidol
Buku catatan
K
F
K
F
KETERANGAN:
F
K
: Fasilitator
: Klien
1; Persiapan
a;
2; Orientasi
a; Salam tarapeutik
Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
d; Tahap Kerja
e; Tahap terminasi.
f;
Evaluasi
1; Terapis menanyakan perasan klien setelah mengikuti terapi okupasi
2; Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
g; Tindak lanjut
Daftar Pustaka
Azis, R. (2003).Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Keliat, B.A. (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y., dkk.
(2006).
Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa). Jakarta: FIK UI dan
WHOStuart, G.W. (2007).Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.