Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kelopak mata yang disebut juga palpebra merupakan lipatan kulit yang terdapat dua buah
untuk tiap mata. Ia dapat digerakkan untuk menutup mata, dengan ini melindungi bola mata
terhadap trauma dari luar yang bersifat fisik atau kimiawi serta membantu membasahi kornea
dengan air mata pada saat berkedip. Dalam keadaan terbuka, kelopak mata memberi jalan masuk
sinar ke dalam bola mata yang dibutuhkan untuk penglihatan. Membuka dan menutupnya
kelopak mata dilaksanakan oleh otot-otot tertentu dengan persarafannya masing-masing.1
Ptosis (Blepharoptosis) merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid),
dimana dimana kelopak mata atas (palpebra superior) turun di bawah posisi normal saat
membuka mata yang dapat terjadi unilateral atau bilateral.2,3,4,5 Posisi normal palpebra superior
adalah ditengah-tengah antara limbus superior dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm
jika kedua palpebra simetris.5
Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palpebra, lumpuhnya saraf
ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong bola mata yang
tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus. Kelopak mata yang
turun akan menutupi sebagian pupil sehingga penderita mengkompensasi keadaan tersebut
dengan cara menaikkan alis matanya atau menghiperekstensikan kepalanya. Bila ptosis menutupi
pupil secara keseluruhan maka keadaan ini akan mengakibatkan ambliopia. Pada ptosis
kongenital, selain menyebabkan ambliopia, juga dapat menimbulkan strabismus.5,6
Sampai saat ini insidens ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital biasanya
tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran.3 Ptosis yang didapat
(acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi biasanya ditemukan pada usia dewasa
tua.7
Berdasarkan onsetnya ptosis dibagi menjadi ptosis kongenital dan ptosis didapat
(acquired). Berdasarkan etiologinya ptosis dapat dibagi menjadi miogenik, aponeurotik,
neurogenik, mekanikal dan traumatik.8 Sedangkan menurut derajatnya ptosis dibagi menjadi
ptosis ringan jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm, ptosis sedang jika batas
kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm dan ptosis berat jika batas kelopak mata atas menutupi
kornea > 4 mm.9
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI PALPEBRA
Palpebra terletak di depan bola mata, yang melindungi mata dari cedera dan cahaya yang
berlebihan. Palpebra superior lebih besar dan lebih mudah bergerak daripada palpebra inferior.
Bila mata ditutup, palpebra superior menutup kornea dengan sempurna. Bila mata dibuka dan
menatap lurus ke depan, palpebra superior hanya menutupi pinggir atas kornea.12
Palpebra berfungsi:
-
Gerakan Palpebra
Posisi palpebra pada waktu istirahat bergantung pada tonus m. Orbicularis oculi dan m.
Levator palpebrae serta posisi bola mata. Palpebra menutup bila m. Orbicularis oculi kontraksi
dan m. Levator palpebrae superioris relaksasi. Mata terbuka apabila m. Levator palpebrae
superioris kontraksi dan m. Orbicularis oculi relaksasi. Pada waktu melihat ke atas, m. Levator
palpebra superioris berkontraksi dan bergerak bersama bola mata. Pada waktu melihat ke bawah,
kedua palpebra bergerak ke bawah. Palpebra superior terus menutupi kornea bagian atas dan
palpebra inferior agak tertarik ke bawah.
Struktur Palpebra
Palpebra terbagi menjadi 7 lapisan, yaitu kulit, otot orbikularis, septum, bantalan lemak,
tarsus, levator, dan konjungtiva.14
1. Kulit
Kulit merupakan lapisan anterior dengan jaringan subkutaneous. Palpebra memiliki kulit
yang tipis 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit disini sangat halus dan
mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar sebaseanya, juga terdapat sejumlah kelenjar
keringat. Dibawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang dapat meluas pada edema
masif.14,15
2.
Otot orbikularis
M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah, dan
terletak dibawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis
okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata. Otot ini
terdiri dari lempeng yang tipis yang serat-seratnya berjalan konsentris. Otot ini dipersarafi
oleh nervus fasialis (n.VII) yang kontraksinya menyebabkan gerakan mengedip, disamping
itu otot ini juga dipersarafi oleh saraf somatik eferen yang tidak dibawah kesadaran.14
M. orbikularis okuli terbagi dalam bagian orbital, praseptal, dan pratarsal. Bagian orbital,
yang terutama berfungsi untuk menutup mata kuat, adalah otot melingkar tanpa insertio
temporal. Otot praseptal dan pratarsal memiliki kaput medial superficial dan profundus,
yang turut serta dalam pemompaan air mata.14
3.
Septum Orbita
Septum orbita merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas
isi orbita dengan kelopak depan. Septum merupakan sawar penting antara palpebra dan
orbita.12 Pada palpebra superior, septum orbita bersatu dengan levator aponeurosis kurang
lebih 1-3 mm superior tarsus pada orang yang bukan etnis Asia.15
4.
5.
Tarsus
Tarsus merupakan jaringan ikat fibrous panjangnya 25 mm, yang dihubungkan pada
tepian orbita oleh tendo-tenso kanthus medialis dan lateralis. Didalamnya terdapat kelenjar
Meibom (40 buah di kelopak atas) yang membentuk oily layer dari air mata. Tarsus
palpebra superior merupakan jaringan ikat yang kokoh, tebal , yang berguna sebagai
kerangka palpebra, tarsus superior pada bagian tengah palpebra vertical berukuran 9-10 mm,
dengan ketebalan lebih-kurang 1 mm. Arkade arteri marginal terletah 2 mm superior margin
palpebra dekat dengan folikel silia dan anterior tarsus antara levator aponeurosis dengan
muskulus Muller.14,15
6.
7. Konjungtiva Tarsal
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.
Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan
musin.16
5
Eversi kelopak dilakukan dengan mata pasien melihat jauh ke bawah. Pasien diminta
jangan mencoba memejamkan mata. Tarsus ditarik ke arah orbita. Pada konjungtiva dapat
dicari adanya papil, folikel, perdarahan, sikatriks dan kemungkinan benda asing.17
Pada ujung medial dari margo palpebra posterior terdapat elevasi kecil dengan lubang
kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan inferior.14
Fissura Palpebra
Fissura palpebra adalah ruang ellips diantara kedua palpebra yang dibuka. Normalnya
fissura palpebra memiliki lebar 9 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Fissura ini
berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5 cm dari tepian lateral
orbita dan membentuk sudut tajam. Kanthus medialis lebih elliptic dan mengelilingi lakuna
lakrimalis.14
Nervus
BAB III
PTOSIS
A.
Definisi
Ptosis merupakan keadaan jatuhnya kelopak mata (Drooping eye lid ), dimana
kelopak mata atas tidak dapat diangkat atau terbuka sehingga celah kelopak mata menjadi
lebih kecil dibandingkan dengan keadaan normal.1 Normalnya fissura palpebra memiliki
lebar 9 mm. Posisi normal palpebra superior adalah ditengah-tengah antara limbus superior
dan tepian atas pupil. Ini dapat bervariasi 2 mm jika kedua palpebra simetris.5
B.
Etiologi
Ptosis terutama terjadi akibat tidak baiknya fungsi m. levator palebra, lumpuhnya
saraf ke III untuk levator palpebra atau dapat pula terjadi akibat jaringan penyokong bola
mata yang tidak sempurna, sehingga bola mata tertarik ke belakang atau enoftalmus.
Penyebab ptosis adalah miogenik, aponeurotik, neurogenik, mekanikal, dan traumatik.
Ptosis juga dapat terjadi pada miastenia gravis pada satu mata atau kedua mata.6,8
C.
Epidemiologi
Sampai saat ini insidensi ptosis belum pernah dilaporkan. Ptosis kongenital dapat
mengenai seluruh ras, angka kejadian ptosis sama antara pria dan wanita. Ptosis kongenital
biasanya tampak segera setelah lahir maupun pada tahun pertama kelahiran. Frekuensi
ptosis kongenital di Amerika Serikat belum dilaporkan secara resmi. Namun, pada sekitar
70% dari kasus yang diketahui, ptosis kongenital mempengaruhi hanya satu mata.3 Ptosis
yang didapat (acquired) dapat terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi biasanya ditemukan
pada usia dewasa tua.7
D.
Klasifikasi
Berdasarkan Onset
Secara garis besar ptosis dapat dibedakan atas 2, yaitu :
A. Kongenital
Sebagian besar kasus ptosis kongenital akibat gangguan pembentukan jaringan
muskulus levator (myogenic etiology).8,15
10
Palpebral fissure
height
Upper eyelid crease
posisi normal
Levator function
Berkurang
Hampir normal
On downgaze
Eyelid lag
Eyelid drop
Berdasarkan Etiologi
1. Ptosis Myogenik
Kongenital
Akibat dari gangguan perkembangan (maldevelopment) muskulus levator dengan
karakteristik penurunan fungsi levator, kelopak mata tertinggal, dan kadang-kadang
lagoftalmus. Congenital Myogenic Ptosis dengan fenomena Bell yang buruk atau
strabismus vertikal kemungkinan mengindikasikan gangguan perkembangan
konkomitan pada muskulus rektus superior.8,15
Didapat
Ptosis ini jarang ditemukan, merupakan akibat dari kelainan muskuler lokal atau
menyeluruh, seperti distrofi muskuler, eksternal oftalmoplegia progresif kronik,
miastenia grafis, atau distrofi okulofaringeal. 8,15
Distrofi muskuler
Ditemukan ptosis dan kelemahan muka. Gejala lainnya adalah katarak,
kelainan pupil, botak frontal, atrofi testes dan diabetes.5
11
Myasthenia gravis
Suatu gangguan neuro muskular yang diduga disebabakan oleh adanya
antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada neuro muskular jungtion. Merupakan
myogenik ptosis yang bilateral dan asimetris. Ptosis yang terjadi sering
bersamaan dengan diplopia . Muskulus orbikularis okuli juga sering terkena.
Kedut palpebra Cogan kadang-kadang ada saat menggerakkan mata dari
pandangan ke bawah ke posisi primer, palpebra superior berkedut ke atas.5
2. Ptosis Aponeurotika
Kongenital
Akibat kegagalan insersi aponeurosis pada posisi normal di permukaan anterior
tarsus.8,15
Didapat
Akibat kelemahan, perlepasan, atau disinsersi aponeurosis levator dari kedudukan
noramal. Umumnya terdapat cukup sisa perlekatan ke tarsus yang dapat
mengangkat palpebra saat melihat keatas. Tetap tersisanya perlekatan aponeurosis
levator ke kulit dan muskulus orbikularis menghasilkan lipatan palpebra yang
sangat tinggi, dapat pula terjadi penipisan palpebra dimana bayangan iris tampak
terbayang melalui kulit palpebra superior. Mekanisme ptosis pada operasi mata,
blepharochalasis, kehamilan dan penyakit Grave umumnya akibat kerusakan pada
aponeurosis.5,8,15
3. Ptosis Neurogenik
Kongenital
Disebabkan karena adanya defek neurogenik yang terjadi pada saat perkembangan
embrio. Ptosis ini jarang ditemukan dan sering berhubungan dengan kelumpuhan
nervus kranial III kongenital, horner sindrom congenital, atau Marcus Gunn jawwinking sindrom.8,15
12
Didapat
Disebabkan karena putusnya hubungan persarafan normal yang paling sering terjadi
akibat sekunder dari kelumpuhan nervus kranial III didapat, sindrom horner atau
miastenia grafis didapat.8,15
Sindroma Horner
Blepharoptosis yang terjadi adalah akibat berkurangnya inervasi simpatis
ke otot otot muller palpebra superior yang terkadang juga diikuti pada
palpebra inferior yang jika kedua palpebra mengalami ptosis akan beradampak
berkurangnya lebar vertikal fisura palpebra yang sering disalah diagnosis
dengan enophthalmos.5
Penyebab sindrom horner adalah fraktur vertebra servikalis, tabes dorsalis ,
siringomelia . tumor corda servikal. Paralisis otot Muller hampir selalu
berkaitan dengan sindroma Horner dan biasanya didapat. Jarang ada ptosis di
bawah 2 mm, dan ambliopia tidak pernah terjadi.5
4. Ptosis Mekanikal
Ptosis mekanikal biasanya terjadi akibat neoplasma yang mendorong palpebra superior
ke inferior, hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital seperti neuroma
fleksiform, hemangioma, atau oleh neoplasma didapat seperti khalazion besar, basal sel
atau squamous sel karsinoma. Edema setelah operasi atau trauma dapat menyebabkan
ptosis mekanikal sementara.8,15
5. Ptosis Traumatik
Ptosis Traumatik terjadi akibat trauma tajam dan tumpul pada muskulus atau
aponeurosis levator. Seperti pada laserasi palpebra superior dan prosedur bedah saraf
orbital. Pada kasus ptosis traumatic penderita harus diobservasi selama 6 bulan sebelum
melakukan koreksi ptosis karena kadang-kadang dapat sembuh spontan.8,15
13
Pseudoptosis
Ada beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pseudoptosis, termasuk hipertropia,
enoftalmos, mikroftalmos, anofthalmos, ptisis bulbi, defek sulkus superior akibat trauma,
atau kasus lainnya.8,15
Tabel 2. Klasifikasi Ptosis Menurut Beard.5
Kelainan perkembangan levator
Ptosis miogenik lain
Ptosis aponeurotik
Ptosis neurogenik
Simplek
Kelemahan rektus superior
Sindrom blepharophimosis
Ophtalmoplegia eksternal progresif menahun
Sindrom okulofaringeal
Distrofi muskular progresif
Miastenia Gravis
Fibrosis kongenital dari muskulus ekstraokuler
Ptosis senilis
Ptosis herediter berkembang lambat
Stress atau trauma aponeurosis levator
Pasca operasi katarak
Lokal trauma lainnya
Blepharochalasis
Berhubungan dengan kehamilan
Berhubungan dengan penyakit Grave
Lesi nervus okulomotor
Sindrom Horner
Migrain Ofthalmoplegi
Multipel Sklerosis
Sindrom Marcuss Gunn
Ptosis misdireksi nervus III
Pasca trauma oftalmoplegi
Ptosis mekanik
Terlihat seperti ptosis
Akibat hipotropia
Akibat dermatochalasis
Akibat berkurangnya
posterior kelopak mata
jaringan
penyokong
Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea < 2 mm termasuk ptosis ringan,
2.
Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea 3 mm termasuk ptosis sedang
3.
Jika batas kelopak mata atas menutupi kornea > 4 mm termasuk ptosis berat.
14
E.
Patofisiologi
Kelopak mata diangkat oleh kontraksi m. levator superioris palpebrae. Dalam
kebanyakan kasus ptosis kongenital, sebuah hasil kelopak mata droopy dari disgenesis
miogenik lokal. Daripada serat otot normal, jaringan berserat dan lemak yang hadir di
dalam otot, mengurangi kemampuan m. levator untuk kontraksi dan relaksasi. Oleh karena
itu, kondisi ini biasa disebut ptosis kongenital myogenic. Ptosis kongenital juga dapat
terjadi ketika inervasi untuk m. levator terganggu melalui disfungsi neurologis atau
neuromuscular junction.
F.
Gambaran Klinis
Pasien ptosis sering datang dengan keluhan utama jatuhnya kelopak mata atas dengan
atau tanpa riwayat trauma lahir, paralisis n. III, Horners Syndrom ataupun penyakit
sistemik lainnya. Keluhan tersebut biasanya disertai dengan ambliopia sekunder.3
Pada orang dewasa akan disertai dengan berkurangnya lapang pandang karena mata
bagian atas tertutup oleh palpebra superior. Pada kasus lain, beberapa orang (utamanya
pada anak-anak) keadaan ini akan dikompensasi dengan cara memiringkan kepalanya ke
belakang (hiperekstensi) sebagai usaha untuk dapat melihat dibalik palpebra superior yang
menghalangi pandangannya. Biasanya penderita juga mengatasinya dengan menaikkan alis
mata (mengerutkan dahi). Ini biasanya terjadi pada ptosis bilateral. Jika satu pupil tertutup
seluruhnya, dapat terjadi ambliopia.1,9
Ptosis yang disebabkan distrofi otot berlangsung secara perlahan-lahan tapi progresif
yang akhirnya menjadi komplit. Ptosis pada myasthenia gravis onsetnya perlahan-lahan,
timbulnya khas yaitu pada malam hari disertai kelelahan, dan bertambah berat sepanjang
malam. Kemudian menjadi permanen. Ptosis bilateral pada orang muda merupakan tanda
awal myasthenia gravis.5
Pada ptosis kongenital seringkali gejala muncul sejak penderita lahir, namun kadang
pula manifestasi klinik ptosis baru muncul pada tahun pertama kehidupan. Kebanyakan
kasus ptosis kongenital diakibatkan oleh suatu disgenesis miogenic lokal. Bila
dibandingkan dengan otot yang normal, terdapat serat dan jaringan adipose di dalam otot,
sehingga akan mengurangi kemampuan otot levator untuk berkontraksi dan relaksasi.
Kondisi ini disebut sebagai miogenic ptosis kongenital.3
15
Gambar 3.1 Chin-up posture due to congenital ptosis of the left eye.
Gambar 3.2 Congenital ptosis of the left eye partially obstructing the left pupillary axis.
16
Diagnosis
Diagnosis ptosis dapat ditegakkan. Berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan
yang tepat maka selain diagnosis, juga dapat diketahui kausa dari ptosis dan derajat
beratnya ptosis sehingga dapat ditentukan tindakan dan penanganan yang tepat.
Anamnesis:
Identitas
Onset ptosis
Riwayat keluarga
Hubungannya dengan:
Gerakan rahang
Gerakan mata yang abnormal
Postur kepala yang abnormal
Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk
melihat perubahan pada mata. 14,20
Pasien mengeluh sulit mengangkat kelopak mata atasnya sehingga lapangan pandang
pasien jadi berkurang (kesulitan membuka mata secara normal dan adanya gangguan
penglihatan). Pasien mengeluhkan matanya seperti mata malas, jatuhnya/menutupnya
kelopak mata atas yang tidak normal. Peningkatan produksi air mata. Iritasi pada mata
17
karena kornea terus tertekan kelopak mata. Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah
belakang untuk mengangkat kelopak mata agar dapat melihat jelas.
Pemeriksaan Oftalmologi
Secara fisik, ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding mata
normal. Ptosis biasanya mengindikasikan
superior (otot kelopak mata atas). Rata rata lebar fisura palpebra/celah kelopak mata
pada posisi tengah adalah berkisar 9 mm, panjang fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata
rata diameter kornea secara horizontal adalah 12 mm, tetapi vertikal adalah 11 mm. Bila
tidak ada deviasi vertikal maka refleks cahaya pada kornea berada 5,5 mm dari batas
limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas biasanya menutupi 1.5 mm kornea
bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di posisi tengah seharusnya 4 mm diatas
reflek cahaya pada kornea.17
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut meliputi:
1. Palpebra Fissure Height
Jarak antara margo palpebra superior dan inferior pada posisi penglihatan primer.15
Margin-Reflex Distance
18
19
4.
Levator Function
Penderita diminta melihat ke bawah maksimal, pemeriksa memegang penggaris dan
menempatkan titik nol pada margo palpebra superior, juga pemeriksa menekan otot
frontal agar otot frontal tidak ikut mengangkat kelopak, lalu penderita diminta
melihat ke atas maksimal dan dilihat margo palpebra superior ada pada titik berapa.
Aksi levator normal 14-16 mm.15
Bells Phenomenon
Penderita disuruh menutup atau memejamkan mata dengan kuat, pemeriksa
membuka kelopak mata atas, kalau bola mata bergulir ke atas berarti Bells
Phenomenon (+).21
20
Measurement
palpebral fissure vertical
palpebral fissure vertical in downgaze
light reflex to upper lid margin
light reflex to lower lid margin
margin to corneal light reflex in upgaze
upper lid margin from down gaze to upgaze
on down gaze lid margin to crease
on primary gaze lid margin to crease
margin to 6 oclock limbus in upgaze
Lagophthalmos
Normal
9 mm
2-4 mm
4-5 mm
4-5 mm
12-18 mm
7-10 mm
4-5 mm
9 mm
0 mm
Posisi kepala, elevasi dagu, posisi alis mata, dan aksi alis saat berusaha melihat ke
atas.
Tes Schimer
Sensibilitas kornea
Pemeriksaan Tambahan:
untuk mengetahui adanya kelainan sistemik yang dapat mengakibatkan keadaan tersebut
kiranya dapat dilakukan pemeriksaan darah. Pemeriksaan MRI dan CT-scan kepala dan
mata dibutuhkan misalnya bila untuk melihat adanya massa tumor yang menyebabkan
terjadinya ptosis, dan pada pasien yang ditemukan adanya kelainan neurologik lainnya
misalnya pada pupil yang abnormal.3
21
H.
Diagnosis Banding
Hemangioma, Capillary
Laceration, Eyelid
Horner Syndrome
Bell Palsy
Multiple Sclerosis
Cellulitis, Orbital
Myasthenia Gravis
Cellulitis, Preseptal
Exophthalmos
Chalazion
Ptosis, Congenital
22
Indikasi pembedahan: 5
1. Fungsional
Gangguan axis penglihatan. Ambliopia dan stabismus dapat menyertai ptosis pada
anak-anak.
2. Kosmetik
Tujuan operasi adalah simetris, dan simetris dalam semua posisi pandangan hanya
mungkin jika fungsi levator tidak terganggu.
Kontra Indikasi pembedahan:5,21
1. Kelainan permukaan kornea
2. Bells Phenomenon negatif
3. Paralisa nervus okulomotoris
4. Myasthenia gravis
Prinsip-Prinsip Pembedahan:
Pembedahan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan cukup dengan anestesi lokal.
Pada ptosis ringan, jaringan kelopak mata yang dibuang jumlahnya sedikit. Prinsip dasar
pembedahan ptosis yaitu memendekkan otot levator palpebra atau menghubungkan
kelopak mata atas dengan otot alis mata. Koreksi ptosis pada umumnya dilaksanakan
hanya setelah ditemukan penyebab dari kondisi tersebut. Dan perlu diingat bahwa
pembedahan memiliki banyak resiko dan perlu untuk didiskusikan sebelumnya dengan ahli
bedah yang akan menangani pasien tersebut.11
Beberapa Pembedahan Ptosis:
24
25
Frontalis sling
Pada kasus ptosis berat dengan fungsi palpebra 1-2 mm, frontalis sling merupakan
pendekatan yang paling baik.11 Teknik Frontalis Sling digunakan untuk mentransfer
fungsi mengangkat kelopak mata ptotic ke otot frontalis. Diindikasikan pad Untuk
mencapai ptosis kongenital yang berat.22
Teknik Frontalis Sling.22
Dokter Bedah membuat sayatan sepanjang
tepi kelopak mata dan di atas alis.
26
27
Kebanyakan operasi ptosis berupa reseksi aponeurosis levator atau otot-otot tarsus
superior (atau keduanya). Banyak cara, dari kulit maupun dari konjungtiva, kini dipakai.
Pada tahun-tahun terakhir ini, titik berat diletakkan pada keuntungan membatasi operasi
pada perbaikan dan reseksi aponeurosis levator, terutama pada ptosis yang didapat.5
Pasien dengan sedikit atau tanpa fungsi levator memerlukan sumber pengangkatan
alternatif. Menggantungkan palpebra pada kening (alis) memungkinkan pasien mengangkat
palpebra dengan bantuan gerak alami muskulus frontalis. Fascia lata autogen biasanya
dianggap sebagai alat terbaik untuk menggantung.5
J.
Prognosis
Prognosis tergantung pada tingkat ptosisnya dan etiologinya.3
-
Ptosis kongenital tipe mild dan moderate dapat mengalami perbaikan seiring dengan
waktu tanpa komplikasi yang berat.
K.
Komplikasi
-
Underkoreksi
Merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada operasi ptosis. Underkoreksi ini
dapat dicegah dengan mengukur jumlah reseksi aponeurosis levator yang tepat sebelum
ujung aponeurosis dipotong dan dijahit pada pinggir tarsus. Koreksi ulang apabila dijumpai
underkoreksi dapat dilakukan dalam minggu pertama setelah operasi atau pada saat pasien
masih dirawat di rumah sakit. Dalam hal ini harus dapat dibedakan underkoreksi karena
edema setelah operasi dengan underkoreksi sebenarnya.
-
Overkoreksi
Dapat disertai dengan keratitis eksposure dan dry eyes.8,15
28
BAB IV
KESIMPULAN
29
Sedangkan menurut derajatnya, untuk ptosis ringan yang tidak didapati kelainan kosmetik
dan tidak terdapat kelainan visual seperti ambliopia, strabismus dan defek lapang pandang, lebih
baik dibiarkan saja dan tetap diobservasi. Bila akan dilakukan operasi, prosedur Fasenella-Servat
diindikasikan untuk ptosis ringan. Pada kasus ptosis moderat diindikasikan pembedahan dengan
teknik reseksi levator eksternal. Sedangkan pada ptosis berat, frontalis sling merupakan
pendekatan yang paling baik.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 2007;
hal: 100.
2. Ptosis. Steen-Hall Eye Institute. Available at http://www.steen-hall.com/ptosis.html. Last
update : Mei 10, 2010.
3. Suh, Donny Wun. Ptosis, Congenital. Editor(s) : Michael J Bartiss, Donald S Fong, Mark T
Duffy, Lance L Brown, Hampton Roy. Department of Ophthalmology, University of
Nebraska Medical Center. Avaiable at http://www.emedicine.com/ ph/topic345. Last
update : November 13, 2003.
4. Ptosis.
TSBVI
Education.
Available
at
http://www.tsbvi.edu/Education/anomalies/
ptosis.htm.
5. Vaughan, Daniel. Ptosis. Dalam General Opthalmology. edisi 9, lange Medical Publications,
California, 1980, hal : 50
6. Ilyas, Sidharta. Ptosis. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI,
2005; hal.47.
7. Cohen, Adam. Ptosis, Adult. Available at http://www.tsbvi.edu/Education/anomalies/
ptosis_adult.htm. 10 mei 2010.
8. American Academy of Ophthalmology: Orbit, Eyelids, and Lacrimal System in Basic and
Clinical Science Course, Section 7, 2001-2002.page 189-204.
9. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper eyelid). American
Board
of
Plastic
Surgery.
Available
at
http://www.plasticsurgery4u.com/procedure_folder/eyelid_recon_folder/eyelid_function.ht
ml. 10 Mei 2010.
10. Sparth, George L. Plastic Surgery. Dalam Opthalmic Surgery. W.B. Saunders Company.
Philadelphia. 1982; hal : 582-589.
11. Snell, Richard. Palpebra. Dalam: Anatomi Klinik. Jakarta: EGC, 2006; hal. 766-8.
12. James, Bruce. Kelopak Mata. Dalam: Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2005; hal .3-5.
13. Vaughan, Daniel. Palpebra. Dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika,
2000; hal. 17-21.
14. Aryatul, Aryani. Penatalaksanaan Ptosis dengan Teknik Reseksi Aponeurosis Levator
Melalui Kulit. USU Resepository. 2008; p 1-32.
15. Ilyas, Sidharta. Kelopak Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI,
2007; hal .1-2.
31
16. Bermant, Michael. Measuring Eyelid Function and Ptosis (drooping upper eyelid). American
Board
of
Plastic
Surgery.
Available
at
http://www.plasticsurgery4u.com/procedure_folder/eyelid_recon_folder/eyelid_function.ht
ml. 10 Mei 2010.
17. Mahendra.
Ptosis:
Kelopak
Mata
yang
Menggantung.
Available
at
http://www.mahendraindonesia.com/ptosis. 10 Mei 2010.
18. Grover, AK. Long Case of Ptosis. Available at http://www.eophtha.com/ ejo13.html. 10
Mei 2010.
19. Newman, Steven A. The Pasient With Eyelid or Facial Abnormalities. Dalam Basic And
Clinical Science Course-Neuro Opthalmology. Bagian 5. The Foundation Of The American
Academy Of Ophthalmology. San Fransisco. 2001; hal : 263.
20. The Online Eye Manual / Occuloplastics. Eyelid Measurements. Available at
http://mail.ml.usoms.poznan.pl/eyemanual/plastics5.htm. 19 Mei 2010.
21. Evans, N.M. The Eyelids. Dalam Opthalmology. Oxford University Press. Oxford. 1995;
hal: 17-20
22. Eye
Plastics.
Ptosis
Surgery:
Surgical
Technique.
Available
at
http://www.eyeplastics.com/treatment-of-ptosis-external-levator-frontalis-sling-puttermanprocedure.html Februari 17, 2015.
32