Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan
kerusakan jaringan. Nyeri menggambarkan suatu fungsi biologis. Ini menandakan adanya
kerusakan atau penyakit di dalam tubuh.
Berdasarkan batasan tersebut di atas, terdapat dua asumsi perihal nyeri, yaitu :
berkaitan dengan pengalaman emosional menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata
(pain with nociception). Keadaan nyeri seperti ini disebut sebagai nyeri akut.
Kedua, bahwa perasaan yang sama dapat juga terjadi tanpa disertai dengan kerusakan
jaringan yang nyata (pain without nociception). Keadaan nyeri seperti ini disebut sebagai
nyeri kronis.
Nyeri, selain menimbulkan penderitaan, juga berfungsi sebagai mekanisme proteksi,
defensif dan penunjang diagnostik. Sebagai mekanisme proteksi, sensibel nyeri
memungkinkan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab nyeri
sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Sebagai mekanisme
defensif, memungkinkan untuk immobilsasi organ tubuh yang mengalami inflamasi atau
patah sehingga sensibel yang dirasakan akan mereda dan bisa mempercepat penyembuhan.
Nyeri juga dapat berperan sebagai penuntun diagnostik, karena dengan adanya nyeri
pada daerah tertentu, proses yang terjadi pada seorang pasien dapat diketahui, misalnya, nyeri
yang dirasakan oleh seorang pada daerah perut kanan bawah, kemungkinan pasien tersebut
menderita radang usus buntu. Contoh lain, misalnya seorang ibu hamil cukup bulan,
mengalami rasa nyeri di daerah perut, kemungkinan merupakan tanda bahwa proses
persalinan sudah dimulai.
Pada penderita kanker stadium lanjut, apabila penyakitnya sudah menyebar ke
berbagai jaringan tubuh seperti misalnya ke dalam tulang, nyeri yang dirasakanya tidak lagi
1
berperan sebagai mekanisme proteksi, defensif atau diagnostik, tetapi akan menambah
penderitaannya semakin berat.
Penatalaksanaan terhadap nyeri yang hebat dan berkepanjangan yang mengakibatkan
penderitaan yang sangat berat bagi pasien pada hakikatnya tidak saja tertuju pada usaha untuk
mengurangi atau memberantas rasa nyeri itu, melainkan bermaksud menjangkau mutu
kehidupan pasien, sehingga ia dapat menikmati kehidupan yang normal dalam keluarga
maupun lingkungannya.
FISIOLOGI NYERI
Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain (IASP,
1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan
dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan. Sebagai mana diketahui
bahwa nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai.
Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang kultural, umur
dan jenis kelamin.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada
juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat
dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam
(deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri
yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan
sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan
didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri
dihilangkan
b. Serabut C
2
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat
pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ
viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini
biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan,
iskemia dan inflamasi.
Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan hanya
bergantung pada
pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium mengarahkan kita pada kesalahpahaman
dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko
tinggi seperti orang tua, anak-anak dan pasien dengan gangguan komunikasi.
Setiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau paska
pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak dari nyeri itu
sendiri akan menimbulkan respon stres metabolik (MSR) yang akan mempengaruhi semua
sistem tubuh dan memperberat kondisi pasiennya. Hal ini akan merugikan pasien akibat
timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri, seperti:
asa
Gambar 2.1-1. Efek fisiologis dan psikologis yang berhubungan dengan nyeri akut
akibat kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses pembedahan atau trauma
MEKANISME NYERI
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan.
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai
oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui medulla
spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan,
maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang
membantu perbaikan jaringan yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan
kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksius atau noksius
ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan
menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi.
Sensitisasi Perifer
Cidera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya perubahan lingkungan
kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan melepaskan komponen intraselulernya
seperti adenosine trifosfat, ion K+, pH menurun, sel inflamasi akan menghasilkan sitokin,
chemokine
Sensitisasi Sentral
Sama halnya dengan sistem nosiseptor perifer, maka transmisi nosiseptor di sentral
juga dapat mengalami sensitisasi. Sensitisasi sentral dan perifer bertanggung jawab terhadap
munculnya hipersensitivitas nyeri setelah cidera. Sensitisasi sentral memfasilitasi dan
memperkuat transfer sipnatik dari nosiseptor ke neuron kornu dorsalis. Pada awalnya proses
ini dipacu oleh input nosiseptor ke medulla spinalis (activity dependent), kemudian terjadi
perubahan molekuler neuron (transcription dependent).
Sensitisasi sentral dan perifer merupakan contoh plastisitas sistem saraf, dimana
terjadi perubahan fungsi sebagai respon perubahan input (kerusakan jaringan). Dalam
beberapa detik setelah kerusakan jaringan yang hebat akan terjadi aliran sensoris yang masif
kedalam medulla spinalis, ini akan menyebabkan jaringan saraf didalam medulla spinalis
menjadi hiperresponsif. Reaksi ini akan menyebabkan munculnya rangsangan nyeri akibat
stimulus non noksius dan pada daerah yang jauh dari jaringan cedera juga akan menjadi lebih
sensitif terhadap rangsangan nyeri.
kehadiran
stimulus noksius yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal.
Pada jaringan normal, nosiseptor tidak aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi
yang cukup untuk melampaui ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah
perambatan sinyal acak (skrining fungsi) ke SSP untuk interpretasi nyeri.
Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal interneuron dan
saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang
otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa
beradaptasi. Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut
bisa menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan.
Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya minimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena
iskemi akut berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada
saat beraktifitas kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemia kulit
bisa terjadai pada 20 sampai 30 menit.
Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C
tertentu dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin, dimana yang
lainnya bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta
mempunyai aktivitas nociceptor-like. Seratserat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan
untuk transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi
inflamasi dan produk-produknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena
sentuhan ringan) dihasilkan mekanoreseptor A-beta.
Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didesain hanya sebagai
reseptor nyeri karena organ dalam jarang terpapar pada keadaan yang potensial merusak.
Banyak stimulus yang sifatnya merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak menghasilkan
nyeri bila dilakukan pada
mesenterik, dilatasi, atau spasme viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini
biasanya dihubungkan dengan proses patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk
mempertahankan fungsi.
Proses Transduksi
Proses dimana stimulus noksius diubah ke impuls elektrikal pada ujung saraf. Suatu
stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas
listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh
(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena
trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin,
dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor
nosiseptif dan dikeluarkannya zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan
menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.
Proses Transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi
melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut
mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan
sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan
dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih
difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps
interneuron
disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi
nyeri.
Proses Modulasi
8
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis
dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh
tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan
proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin,
serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis.
Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls
nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat
subjektif pada setiap orang.
Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan
modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai
persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi
dari sensorik.
Gambar Pain Pathway
KLASIFIKASI NYERI
Kejadian nyeri memiliki sifat yang unik pada setiap individual bahkan jika cedera
fisik tersebut identik pada individual lainnya. Adanya takut, marah, kecemasan, depresi dan
kelelahan akan mempengaruhi bagaimana nyeri itu dirasakan. Subjektifitas nyeri membuat
10
pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengklasifikasi nyeri adalah berdasarkan durasi
(akut, kronik), patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan,
kanker).
Nyeri kronik
dan respirasi
Kausanya
Kausanya
spesifik,
menangis
sampai
hitungan
dapat
Lamannya
bulan
dan
mungkin
jelas
mungkin tidak
-
Tidak
ada
keluhan
nyeri,
11
mengerang, cemas
-
Tingkah
laku
Nyeri Viseral
Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh jauh dari
tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri. Sering kali, nyeri
viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri viseral seperti keram sering
bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi,
dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan.
Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan refleks kontraksi otot-otot
lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang ketika proses inflamasi terjadi pada
peritoneum. Nyeri viseral karena invasi malignan dari organ lunak dan keras sering
digambarkan dengan nyeri difus, menggrogoti, atau keram jika organ lunak terkena dan nyeri
tajam bila organ padat terkena.
12
Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme otot polos,
distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, atau ureter. Distensi pada
organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi
pembuluh darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari jaringan.
Rangsang nyeri yang berasal dari sebagian besar abdomen dan toraks menjalar
melalui serat aferen yang berjalan bersamaan dengan sistem saraf simpatis, dimana rangsang
dari esofagus, trakea dan faring melalui aferen vagus dan glossopharyngeal, impuls dari
struktur yang lebih dalam pada pelvis dihantar melalui nervus parasimpatis di sakral. Impuls
nyeri dari jantung menjalar dari sistem saraf simpatis ke bagian tengah ganglia cervical,
ganglion stellate, dan bagian pertama dari empat dan lima ganglion thorasik dari sistem
simpatis. Impuls ini masuk ke spinal cord melalui nervus torak ke 2, 3, 4 dan 5. Penyebab
impuls nyeri yang berasal dari jantung hampir semua berasal dari iskemia miokard. Parenkim
otak, hati, dan alveoli paru adalah tanpa reseptor. Adapun, bronkus dan pleura parietal sangat
sensitif pada nyeri.
Nyeri Somatik
Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah dilokalisasi
dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan, membran mukosa, otot
skeletal, tendon, tulang dan peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau
iritasi peritoneal adalah nyeri somatik. Penyakit yang menyebar pada dinding parietal, yang
menyebabkan rasa nyeri menusuk disampaikan oleh nervus spinalis. Pada bagian ini dinding
parietal menyerupai kulit dimana dipersarafi secara luas oleh nervus spinalis. Adapun, insisi
pada peritoneum parietal sangatlah nyeri, dimana insisi pada peritoneum viseralis tidak nyeri
sama sekali. Berbeda dengan nyeri viseral, nyeri parietal biasanya terlokalisasi langsung pada
daerah yang rusak.
Munculnya jalur nyeri viseral dan parietal menghasilkan lokalisasi dari nyeri dari
viseral pada daerah permukaan tubuh pada waktu yang sama. Sebagai contoh, rangsang nyeri
berasal dari apendiks yang inflamasi melalui serat serat nyeri pada sistem saraf simpatis ke
rantai simpatis lalu ke spinal cord pada T10 ke T11. Nyeri ini menjalar ke daerah umbilikus
dan nyeri menusuk dan kram sebagai karakternya. Sebagai tambahan, rangsangan nyeri
13
berasal dari peritoneum parietal dimana inflamasi apendiks menyentuh dinding abdomen,
rangsangan ini melewati nervus spinalis masuk ke spinal cord pada L1 sampai L2. Nyeri
menusuk berlokasi langsung pada permukaan peritoneal yang teriritasi di kuadran kanan
bawah.
PENILAIAN NYERI
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri paska
pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk
menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat
berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini:
1.
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan
gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada
pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.
14
2.
3.
ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 5 atau 0
10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri
yang hebat.
4.
skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis
15
(10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk
mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan
lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS
telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga
secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya realtif mudah,
hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan.
Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik
kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data
dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah
dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri
sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat
analgesic penyelamat (rescue analgetic).
PENANGANAN NYERI
Sebelum dilakukanya pengobatan terhadap nyeri, seorang dokter harus memahami
tata laksana pengelolaan nyeri dengan seksama. Di dalam pengelolaan nyeri ini terdapat
prinsip-prinsip umum yaitu :
1. Mengawali pemeriksaan dengan seksama
2. Menentukan penyebab dan derajat/stadium penyakit dengan tepat
3. Komunikasi yang baik dengan penderita dan keluarga
16
parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi lokal dan opioid intraspinal.
Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga hal yaitu pasien, prosedur
dan pelaksanaannya. Ada empat grup utama dari obat-obatan analgetik yang digunakan untuk
penanganan nyeri paska pembedahan.
17
18
Garis besar strategi terapi farmakologi mengikuti WHO Three-step Analgesic Ladder.
Tiga langkah tangga analgesik meurut WHO untuk pengobatan nyeri itu terdiri dari :
1. Pada mulanya, langkah pertama, hendaknya menggunakan obat analgesik non opiat.
2. Apabila masih tetap nyeri naik ke tangga/langkah kedua, yaitu ditambahkan obat
opioid lemah misalnya kodein.
3. Apabila ternyata masih belum reda atau menetap maka, sebagai langkah ketiga,
disarankan untuk menggunakan opioid keras yaitu morfin.
Pada dasarnya prinsip Three Step Analgesic Ladder dapat diterapkan untuk nyeri
kronik maupun nyeri akut, yaitu :
1. Pada nyeri kronik mengikuti langkah tangga ke atas 1-2-3
2. Pada nyeri akut, sebaliknya, mengikuti langkah tangga ke bawah 3-2-1
Analgesia Multimodal
Analgesia multimodal menggunakan dua atau lebih obat analgetik yang memiliki
mekanisme kerja yang berbeda untuk mencapai efek analgetik yang maksimal tanpa
dijumpainya peningkatan efek samping dibandingkan dengan peningkatan dosis pada satu
obat saja. Dimana analgesi multimodal melakukan intervensi nyeri secara berkelanjutan
pada ketiga proses perjalanan nyeri, yakni:
19
secepatnya (early analgesia), juga harus disertai dengan inforced mobilization (early
ambulation) disertai dengan pemberian nutrisi nutrisi oral secepatnya (early alimentation).
Analgesia Preemptif
Analgesia preemptif artinya mengobati nyeri sebelum terjadi, terutama ditujukan
pada pasien sebelum dilakukan tindakan operasi (pre-operasi). Pemberian analgesia sebelum
onset dari rangsangan melukai untuk mencegah sensistisasi sentral dan membatasi
pengalaman nyeri selanjutnya. Analgesia preemptif mencegah kaskade neural awal yang
dapat membawa keuntungan jangka panjang dengan menghilangkan hipersensitifitas yang
ditimbulkan oleh rangsangan luka. Dengan cara demikian keluhan nyeri paska bedah akan
sangat menurun dibandingkan dengan keluhan nyeri paska pembedahan tanpa memakai cara
analgesia preemptif. Bisa diberikan obat tunggal, misalnya opioid, ketorolak, maupun
dikombinasikan dengan opioid atau AINS
tindakan operasi.
kombinasi parasetamol dengan opioid dapat digunakan untuk penanganan nyeri berat paska
pembedahan dan terapi paliatif pada pasien-pasien penderita kanker. Onset analgesia dari
parasetamol 8 menit setelah pemberian intravena, efek puncak tercapai dalam 30 45 menit
dan durasi analgesia 4 6 jam serta waktu pemberian intravena 2 15 menit. Parasetamol
termasuk dalam kelas aniline analgesics dan termasuk dalam golongan obat antiinflamasi
20
non steroid (masih ada perbedaan pendapat). Parasetamol memiliki efek anti inflamasi yang
sedikit dibandingkan dengan obat AINS lainnya. Akan tetapi parasetamol bekerja dengan
mekanisme yang sama dengan obat AINS lainnya (menghambat sintesa prostaglandin).
Parasetamol juga lebih baik ditoleransi dibandingkan aspirin dan obat AINS lainnya pada
pasien-pasien dengan sekresi asam lambung yang berlebihan atau pasien dengan masa
perdarahan yang memanjang.
Gambar Rumus Bangun Parasetamol
Dosis pada orang dewasa sebesar 500 1000 mg, dengan dosis maksimum
direkomendasi 4000 mg perhari. Pada dosis ini parasetamol aman digunakan untuk anak-anak
di SSP dimana keadaan lingkungan tidak teroksidasi. Namun mekanisme kerja pasti dari
parasetamol di COX-3 masih diperdebatkan.
Bioavailibilitas dari parasetamol adalah 100%. Parasetamol dimetabolisme di hati
dengan tiga jalur metabolik, yakni glucuronidation 40%, sulfation 20-40%
dan N-
hydroxylation serta GSH konjugasi 15%, dengan obat dan metabolitnya diekskresikan
melalui ginjal.
Pada dosis yang direkomendasikan, parasetamol tidak mengiritasi lambung, tidak
mempengaruhi koagulasi darah atau fungsi ginjal. Parasetamol dipercaya aman digunakan
pada wanita hamil (tidak mempengaruhi penutupan ductus arteriosus), tidak seperti efek yang
ditimbulkan oleh penggunaan obat AINS. Tidak seperti aspirin, parasetamol tidak
berhubungan dengan resiko penyebab sindroma Reye pada anak-anak dengan penyakit virus.
Satu-satunya efek samping dari penggunaan parasetamol adalah resiko terjadi hepatotoksik
dan gangguan gastrointestinal pada penggunaan dosis tinggi, yaitu diatas 20.000 mg perhari.
Ketorolak
Ketorolak atau ketorolak trometamin merupakan obat golongan anti inflamasi non
steroid, yang masuk kedalam golongan derivate heterocyclic acetic acid dimana secara
struktur kimia berhubungan dengan indometasin. Ketorolak menunjukkan efek analgesia
yang poten tetapi hanya memiliki aktifitas anti inflamasi yang sedang bila diberikan secara
intramuskular atau intravena.
Ketorolak dapat dipakai sebagai analgesia paska pembedahan sebagai obat tunggal
maupun kombinasi dengan opioid, dimana ketorolak mempotensiasi aksi nosiseptif dari
opioid.
22
Secara umum
Bronkospasme yang mengancam jiwa pada pasien dengan penyakit nasal poliposis,
asma dan sensitif terhadap aspirin. Dapat juga terjadi edema laring, anafilaksis, edema lidah,
demam dan flushing.
23
2.
Gastrointestinal
Kardiovaskuler
Dermatologi
Neurologi
Pernafasan
Urogenital
24
Non-Farmakologis
Walaupun obat-obat analgesik sangat mudah diberikan, namun banyak pasien dan
dokter kurang puas dengan pemberian jangka panjang untuk nyeri yang tidak terkait
keganasan. Situasi ini mendorong dikembangkannya sejumlah metode nonfarmakologik
untuk mengatasi nyeri. Metode nonfarmakologik untuk mengendalikan nyeri dapat dibagi
menjadi dua kelompok yaitu terapi dan modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku.
Sebagian dari modalitas ini mungkin berguna walaupun digunakan secara tersendiri atau
digunakan sebagai adjuvan dalam penatalaksanaan nyeri.
Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk membantu
penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin, panas) yang
dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk nyeri kronik (gangguan muskuloskletal,
nyeri kepala), terapi psikologis (musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan
rangsangan elektrik pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral
Stimulation).
1. Terapi dan Modalitas Fisik
Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam bentuk stimulasi kulit (pijat,
stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupuntur, aplikasi panas atau dingin, olahraga).
Stimulasi kulit akan merangsang serat-serat non-nosiseptif yang berdiameter besar untuk
menutup gerbang bagi serat-serat berdiameter kecil yang menghantarkan nyeri sehingga
nyeri dapat dikurangi. Dihipotesiskan bahwa stimulasi kulit juga dapat menyebabkan tubuh
mengeluarkan endorfin dan neurotransmiter lainnya yang menghambat nyeri.
Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan adalah pemijatan
atau penggosokan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang bervariasi
terhadap berbagai titik diseluruh tubuh. Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan
meningkatkan sirkulasi lokal. Pijat punggung memiliki efek relaksasi yang kuat dan apabila
dilakukan oleh individu yang penuh perhatian maka akan menghasilkan efek emosional yang
positif.
Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS atau TNS) terdiri dari suatu alat
yang digerakkan oleh batere yang mengirim impuls listrik lemah melalui elektroda yang
25
diletakkan di tubuh. Elektroda pada umumnya diletakkan diatas atau dekat dengan bagian
yang nyeri. TENS digunakan untuk penatalaksanaan nyeri akut dan kronik; nyeri
pascaoperasi, nyeri punggung bawah, phantom limb pain, neuralgia perifer dan artritis
rematoid.
Akupuntur adalah teknik kuno dari cina berupa insersi jarum halus ke dalam berbagai
titik akupuntur di seluruh tubuh untuk meredakan nyeri. Metode noninvasif lain untuk
merangsang titik-titik pemicu adalah memberi tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang
disebut akupresur.
Range of motion (ROM) exercise (pasif, dibantu, atau aktif) dapat digunakan untuk
melemaskan otot, memperbaiki sirkulasi dan mencegah nyeri yang berkaitan dengan
kekakuan dan imobilitas.
Aplikasi panas adalah tindakan sederhana yang telah lama dikeketahui sebagai
metode yang efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui
konduksi (botol air panas, bantalan pemanas listrik, lampu, kompres basah panas), konveksi
(whirpool, sitz bath, berendam air panas), konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat
memar, spasme otot, dan artritis berespon baik terhadap panas. Karena melebarkan pembuluh
darah dan meningkatkan aliran darah lokal, panas jangan digunakan setelah cidera traumatik
saat masih ada edema dan peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas mungkin
meredekan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi seperti bradikinin,
histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal.
Berbeda dengan terapi panas, yang efektif untuk nyeri kronik, aplikasi dingin efektif
untuk nyeri akut (misalnya trauma akibat luka bakar, tersayat, terkilir). Dingin dapat
disalurkan dalam bentuk berendam atau komponen air dingin, kantung es, aquamatic K pads,
dan pijat es. Aplikasi dingin mengurangi aliran darah ke suatu bagian dan mengurangi edema
serta perdarahan. Diperkirakan bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan
memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih
sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja bahwa persepsi dingin menjadi dominan dan
mengurangi persepsi nyeri.
26
2. Strategi kognitif-perilaku
Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien terhadap nyeri,
mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang lebih mampu untuk
mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan
(imagery), hipnosis, dan biofeedback. Walaupun sebagian besar metode kognitif-perilaku
menekankan salah satu relaksasi atau pengelihatan, pada praktik keduanya tidak dapat
dipisahkan.
Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah dengan olahraga dan bernafas dalam,
meditasi dan mendengarkan musik-musik yang menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan
mengurangi rasa cemas, ketegangan otot, dan stress emosi sehingga memutuskan siklus
nyeri-stress-nyeri, saat nyeri dan stress saling memperkuat.
Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan perhatian pasien
pada stimulus lain dan menjauhi nyeri. Menonton televisi, membaca buku, mendengar musik,
dan melakukan percakapan.
Penciptaan khayalan dengan tuntutan adalah suatu bentuk pengalihan fasilator yang
mendorong pasien untuk mevisualisasikan atau memikirkan pemandangan atau sensasi yang
menyenangkan
untuk
mengalihkan
perhatian
menjauhi
nyeri.
Tehnik
ini
sering
27
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
Free
Encyclopedia. Available
http://en.wikipedia.org/wiki/Paracetamol.
Ketorolak. The Free Encyclopedia.
12. Wikipedia.
Available
from
from
http://en.wikipedia.org/wiki/Ketorolak.
29