KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. J
Umur
: 27 tahun
Alamat
Status
: Belum menikah
Pekerjaan
: Karyawan Pabrik
Tanggal Masuk RS
: 23 Mei 2015
No. RM
: 297634
ANAMNESIS
Anamnesis dan pemeriksaan dilakukan pada tanggal 28 Mei 2015 di ruang HCU RSUD.
Sekarwangi pukul 14.00 WIB.
muntah berdarah, bintik pada kulit, BAB berwarna hitam dikeluhkan pasien sejak 1 hari
SMRS BAB dengan konsistensi lunak sebanyak 1 kali sehari. Mimisan disangkal pasien.
Pasien tidak merasakan batuk dan pilek. Buang air kecil berwarna kuning dan
frekuensinya berkurang.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
: Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi
Suhu
: 37,4C
Pernapasan
: 20kali/menit
BB : 75 kg, TB : 160 cm
IMT 23.4 (over weight)
STATUS GENERALISATA
Kepala :
Mata :
Hidung:
Mulut :
Leher :
Dada
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
batas kanan jantung pada ICS V parasternal dextra, dan batas kiri jantung
pada ICS V midklavikula sinistra.
Auskultasi
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Abdomen
splenomegali (-)
Ekstremitas
Perkusi
: Timpani
: Atas
Bawah
Sianosis
-/-
Akral
hangat
hangat
Edema
-/-
-/-
RCT
<2 dtk
-/-
<2 dtk
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium (23 Mei 2015) 08.00WIB
Jenis pemeriksaan
Hasil
Nilai rujukan
Hemoglobin
11,7
12-14gr
Lekosit
1900
4.000-11.000 m
Hematokrit
36
40-45%
Trombosit
18.000
150 .000-400.00
Hematologi
Hasil
Nilai rujukan
Hemoglobin
10.3
12-14gr
Lekosit
1600
4.000-11.000 mm
Hematokrit
32
40-45%
Trombosit
13.000
150 .000-400.000
Hematologi
HASIL
Nilai rujukan
Hemoglobin
6.9
12-14gr
Lekosit
1600
4.000-11.000 m
Hematokrit
21
40-45%
Trombosit
10.000
150 .000-400.0
Hematologi
Hasil
Nilai rujukan
Hemoglobin
7.5
12-14gr
Lekosit
2700
4.000-11.000 m
Hematokrit
22
40-45%
Trombosit
21.000
150 .000-400.0
Hasil
Nilai rujukan
Hematologi
IgM
Hematokrit
19
40-45%
Trombosit
17.000
150 .000-400.00
Hasil
Nilai rujukan
Hemoglobin
9.4
12-14gr
Lekosit
13.500
4.000-11.000 m
Hematokrit
27
40-45%
Trombosit
37.000
150 .000-400.0
Resume
Pasien mengeluh febris terus menerus sejak 4 hari yang lalu. Pasien mengeluh nausea,
vomitus berwarna merah 1 kali, pusing, myalgia dan nyeri epigastrium. BAB 1x sehari
berwarna hitam. Buang air kecil berwarna kuning dan oliguria. Mengalami penurunan
kesardaran selama 2 hari.
Riwayat penyakit teman kerja pasien mengalami demam berdarah dan sedang dirawat di
rumah sakit.
Pada pemeriksaan umum ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran CM,
TD100/60 mmHg, nadi 88 kali/menit, RR 20 kali/menit, dan suhu axilla 37,4 oC.
Pada pemeriksaan ditemukan adanya ptechie pada fosa kubiti bilateral, nyeri tekan pada
epigastrium.
Diagnosis Kerja
DSS
Penatalaksanaan
Planning Diagnostik
Planning Terapi
Planning Monitoring
Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, dan
suhu axilla tiap 4 jam hingga bebas dari tanda-tanda syok.
Planning Edukasi
Prognosis
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: Bonam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
BAB II
Demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi
yang ditandai leukopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome/DSS) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
adekuat.
Studi epidemiologi di Asia Tenggara menunjukkan bahwa SRD banyak terjadi selama
infeksi sekunder, yaitu oleh serotipe virus yang berbeda daripada virus penyebab infeksi primer.
Penampakan klinis infeksi virus dengue sekunder lebih berat dibandingkan dengan
primer. Di beberapa
keadaan yang disebut
infeksi
menimbulkan komplikasi yang berat. Oleh karena itu sangat perlu membedakan infeksi dengue
primer atau sekunder untuk
prognosis SRD
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok. (Suhendro,2006)
Sindroma renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome, DSS) adalah penderita DHF yang
lebih berat ditambah dengan adanya tanda-tanda renjatan: (1) denyut nadi lemah dan cepat; (2)
tekanan nadi lemah (< 20 mmHg); (3) hipotensi bila dibandingkan nilai normal pada usia
tersebut; (4) gelisah, kulit berkeringat dan dingin.
Sindrom Renjatan Dengue (SRD) atau dengue shock syndrome (DSS) adalah
manifestasi renjatan yang terjadi pada penderita DBD derajat III dan IV (World Health
Organisation, 1997).
2.2 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemik dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Epidemi
dengue atau dengue like epidemik dilaporkan sepanjang abad 19 dan awal abad ke-20 di
Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia dan beberapa
pulau di Samudra Hindia, Pasifik Selatan dan Tengah dan Karibia. Demam dengue dan demam
berdarah dengue meningkat insiden dan distribusinya lebih dari 40 tahun yang lalu, dan pada
tahun 1996, 2500 hingga 3000 juta orang yang tinggal pada daerah ini beresiko terserang virus
dengue.
Setiap tahunnya diperkirakan ada lebih dari 20 juta kasus infeksi yang mengakibatkan
sekitar 24.000 kematian. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk
(1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1989, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2% pada tahun 1999.( WHO, 2000).
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegyepti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1).Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2). Penjamu : terdapatnya penderita di
lingkungan / keluarga,
2.3 Etiologi
Virus Dengue, famili Flaviviridae, genus Flavivirus, termasuk dalam kelompok
Arbovirus grup B (Arthropod Borne Virus) yang ditularkan oleh nyamuk A.aegypti (di kota) dan
A. albopictus (di desa) sebagai vektor utama.
Famili Flaviviridae terdiri dari sekitar 70 virus berdiameter 40-60 nm yang memiliki
genom RNA untai tunggal dan sense positif. Selubung virus mengandung dua glikoprotein.
Protein prekursor dalam jumlah besar dihasilkan dari mRNA genom panjang selama replikasi
virus, dibelah oleh protease virus dan pejamu untuk membentuk semua protein virus. Flavivirus
bereplikasi di dalam sitoplasma dan penyusunan partikel terjadi di dalam vesikel intraseluler
(Jawetz, 2008).
merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus yang parah. Infeksi oleh salah
satu serotipe akan menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak
untuk serotipe yang lain. Keempat jenis virus tersebut terdapat di Indonesia. Di daerah endemik
DBD, seseorang dapat terkena infeksi semua serotipe virus pada waktu yang bersamaan
(Widoyono, 2008).
2.4 Patogenesis
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imum
yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah : a). Respon humoral berupa
pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolosis yang dimediasi
komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan
dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE) ; b). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8)
berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interfon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6
dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag; d). Selin itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary hetrologous infection yang
menyatakan DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda.
Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi
kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-6, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virusantibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi sumsum tulang,
dan 2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase
awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan
nadir
tercapai
akan
terjadi
peningkatan
proses
hematopoiesis
termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai
mekanisme komponen terhadap trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan
ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui jalur aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor XIa nemun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1 inhibitor).
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti kemudian
akan bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibodi. Di dalam sirkulasi
akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berguna untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
untuk meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui
endotel dinding itu.
Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat ,
terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding
pembuluh
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat. Pada saat tersebut penderita
dapat mengalami hipovolemi hingga lebih dari 30 % dan dapat berlangsung selama 24-48 jam.
mikrosirkulasi (kapiler dan venula). Keadaan ini menyebabkan hipoksia jaringan dan infark
mikro, baik karena mikrotrombin masif, maupun karena kelainan perdarahan oleh gangguan
hemostatik. Pada kasus yang cepat dan luas, kadar faktor pembekuan (faktor I, II, V, VII,
VIII, IX, X) dan trombosit akan menurun secara nyata sehingga menyebabkan fibrinolisis.
Akibatnya mudah terjadinya perdarahan spontan.
Pembekuan
intra
vaskuler
menyeluruh
ditandai
dengan trombositopenia
yang
berlanjut, TT (atau normal), PT dan PTT yang memanjang, penurunan kadar fibrinogen,
serta peningkatan fibrin degradation product (FDP). Sebab utama perdarahan hebat pada
DBD khususnya perdarahan GIT.
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah
tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi
antigen virus RNA dengue dengan RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction),
namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes seorologis yang mendeteksi adanya antibodi
spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (< 45%
dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit
Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada
sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
2.7 Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4 6 hari (rentang 3 14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.
Demam Berdarah dengue (DBD)
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila hal dibawah ini dipenuhi :
kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
2.8 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.
Pemeliharaan voulume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan
kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Minum banyak (rehidrasi
oral) : 1,5 2 ltr / 24 jam. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan (dapat
disebabkan karena muntah terus, intake tidak terjamin, atau Ht progresif) maka diberikan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Untuk
menurunkan gejala demam juga dapat digunakan antipiretik, seperti Paracetamol dan kompres dingin.
Jika nilai trombosit terus mengalami penurunan, dapat dilakukan transfusi darah; trombosit, plasma,
whole fresh blood.
maka pemberian cairan infus harus dihentikan (karena jika di reabsorbsi cairan plasma yang
mengalami ekstravasasi telah terjadi, di tandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus
diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).
2.9 Komplikasi
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada Demam Berdarah Dengue
(DBD). Perdarahan lebih banyak terjadi pada penderita yang mengalami syok (Sindrom Syok
Dengue/DSS), sebanyak 28% dari semua kasus DBD, 57% penderita DBD yang dengan perdarahan
mengalami kematian.
2.10 Prognosis
Prognosis didasarkan pada kesuksesan dalam terapi dan penatalaksanaan yang dilakukan.
Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal. Penatalaksanaan yang
terlambat akan menyebabkan komplikasi dan penatalaksanaan yang tidak tepat dan adekuat akan
memperburuk
keadaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome/DSS) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok. Manajemen SRD melibatkan resusitasi segera dibentuk dengan
cairan parenteral, untuk memulihkan dan mempertahankan sirkulasi yang memadai selama
periode permeabilitas vaskular meningkat. Perhatian khusus diperlukan untuk mencoba untuk
menghindari overload cairan dengan segala komplikasinya
3.2 Saran
Perlunya pemahaman lebih dalam mengenai patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan Demam
berdarah dengue secara tepat dan adekuat agar tidak berlanjut menjadi dan meminimalisir terjadinya
Sindrom renjatan dengue.
Menguras tempat-tempat penampungan air atau barang-barang yang bisa digenangi air,
seperti bak mandi, ember, vas bunga, dan tampat minum burung.
2.
Menutup rapat semua penampungan air seperti ember, tempayang, gentong dan drum.
3.