Anda di halaman 1dari 28

CARBON IN PULP ( C.I.P.

Dewasa ini, penyerapan dengan menggunakan karbon aktif banyak digunakan dalam proses sianidasi
pada skala industri pertambangan besar maupun pertambangan rakyat di Indonesia, khususnya
pengolahan emas dengan Metode CARBON IN PULP. Pengolahan emas dengan Metode CARBON IN
PULP ( CIP ) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1951, namun baru populer pada tahun 1973
setelah metode ini dipakai oleh Homestake Minning Co.'s plant di Lead, Dakota Selatan, USA.
Kemudian menyebar luas ke negara-negara Andino ( negara-negara yang terletak di kawasan
pegunungan Alpen ) seperti Peru, Chili, Equador, Columbia, Venezuela dan menyebrang ke beberapa
negara Afrika.
Di Asia, penggunaan metode ini secara kecil dimulai di Filipina awal tahun 1980an yang kemudian
diadopsi di Indonesia ( Sulawesi Utara ) sekitar akhir 1999.

Mengolah emas dengan metode CIP didasarkan kenyataaan bahwa emas dapat membentuk senyawa
kompleks dengan sianida. Proses tahap awalnya, emas yang masih berupa ore ( bijih ) ditambang pada
suatu lokasi penambangan. Ore tersebut selanjutnya dihancurkan hingga halus kemudian dicampur
dengan air ( disebut pulp ). Pulp lalu dimasukan ke dalam tangki agitator, dan ditambahkan sianida ke
dalamnya. Sianida inilah yang akan membentuk senyawa kompleks emas-sianida yang nantinya akan
diserap oleh karbon aktif.

Karbon aktif yang dipergunakan dapat berasal dari arang batok kelapa, maupun arang kayu atau batu
bara. Yang paling banyak dipakai adalah karbon aktif granular dari arang batok kelapa. Untuk kualitas
baik, setiap kg karbon aktif memiliki daya adsorbsi emas hingga 8 16 g, namun kualitas karbon aktif
yang tersedia dipasaran rata-rata hanya mampu mengadsorpsi berkisar 2 5 g emas untuk setiap kgnya.
DIAGRAM ALIR TEHNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BIJIH EMAS
Pertambangan emas pertama kali dilakukan di daerah alluvial, dengan metoda pengolahan cara
gravitasi atau cara amalgamasi dengan air raksa. Sejak tahun 1860 kegiatan pertambangan bawah tanah
dilakukan untuk endapan primer dengan metoda pengolahan emas cara sianidasi. Perkembangan
selanjutnya teknologi pengolahan emas dengan cara flotasi dilakukan pada tahun 1930. Dan tahun
1960 metoda pengolahan heap leaching yang dasarnya seperti pengolahan sianidasi diterapkan untuk
pengolahan bijih emas kadar rendah.

Tehnologi proses pengolahan emas skala komersial yang umum digunakan terdiri dari tahap :
Comminution / Kominusi
Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang mengandung emas dengan
tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral emas dari mineral-mineral lain yang terkandung
dalam batuan induk.
Refractory ore processing
Crushing
Milling
Concentration / separation
Setelah ukuran bijih diperkecil, proses selanjutnya dilakukan proses konsentrasi dengan memisahkan
mineral emas dari mineral pengotornya. Pada endapan emas aluvial, bijih hasil penggalian langsung
memasuki tahap ini tanpa tahap kominusi terlebih dahulu.
Gravity separation
Concentration / Konsentrasi
Gravity Separation / Pemisahan gaya berat.
Pemisahan gaya berat ( gravity separation ), adalah proses pemisahan mineral yang didasarkan atas
perbedaan massa jenis antara partikel bijih dan partikel pengotor.
Setelah ukuran bijih diperkecil, proses selanjutnya dilakukan proses konsentrasi / pemekatan dengan
memisahkan mineral emas dari mineral pengotornya, sehingga diperoleh kadar bijih tinggi. Pada
endapan emas aluvial, bijih hasil penggalian langsung memasuki tahap ini tanpa tahap kominusi
terlebih dahulu.
Pemekatan dapat dilakukan melalui dua teknik pemisahan, yaitu pemisahan secara fisis dan pemisahan
secara kimia :
Froth Flotation / Pemisahan pengapungan.
Pengapungan buih ( froth flotation ) adalah proses pemisahan mineral menjadi bijihdari pengotor
dengan cara mengapungkan bijih ke permukaan melalui pengikatandengan buih.
1. Gravity separation / Pemisahan gaya berat
Konsentrasi / separasi dengan metode gravitasi memanfaatkan perbedaan massa jenis emas ( 19.3
ton/m3 ) dengan massa jenis mineral lain dalam batuan ( yang umumnya berkisar 2.8 ton/m3 ). Mineral
pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut
umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral
pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas
terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsurunsur belerang, antimon, dan selenium. Emas asli mengandungi antara 8% dan 10% perak, tetapi
biasanya kandungan tersebut lebih tinggi. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya
kandungan perak di dalamnya >20%. Apabila jumlah perak bertambah, warnanya menjadi lebih putih.
Metode gravitasi akan efektif bila dilakukan pada material dengan diameter yang sama/seragam,
karena pada perbedaan diameter yang besar perilaku material ringan (massa jenis kecil) akan sama
dengan material berat ( massa jenis besar ) dengan diameter kecil. Oleh karena itu dibutuhkan proses
Screening and Classifying :
Grizzlies, non moved screens
Vibrating screens
Spiral classifier
Pada proses ini menjadi sangat penting untuk dilakukan dengan baik, sebab dengan memilah ukuran
bijih hasil kominusi akan menyeragamkan besaran umpan ( feeding ) ke proses konsentrasi. Sedangkan
bijih yang masih belum seragam ( lebih besar ) hasil pemilahan dikembalikan ke proses sebelumnya
yaitu kominusi.

Peralatan konsentrasi yang menggunakan prinsip gravitasi yang umum digunakan pada pertambangan
emas skala kecil antara lain adalah :
Dulang ( panning ), adalah alat konsentrat emas yang menggunakan prinisp gravitasi paling sederhana.

Palong ( Sluice Box ) lebih banyak digunakan karena mempunyai effisiensi yang sama dengan
peralatan konsentrasi yang lain namun mempunyai konstruksi yang lebih sedarhana daripada spiral
konsentrator, meja goyang dan jig, serta dapat memproses lebih banyak bijih per hari daripada dulang.

Spiral Concentrator mampu memisahkan logam berat pada kisaran ukuran 3 mm hingga 75 micron ( 6
- 200 mesh ).

Meja goyang ( shaking table ) efektif memisahkan emas dari batuan oxydis pada 200 micron, batuan
sulfidis 400 micron, dan silika 1.000 micron.

Jigs, merupakan alternatif konsentrator yang mudah dioperasionalkan, Secara umum dapat berjalan
efektif pada ukuran terbesar 2 cm dan yang terkecil 10 mesh.
Hasil dari proses ini berupa konsentrat yang mengandung bijih emas dengan kandungan yang besar,
dan lumpur pencucian yang terdiri atas mineral-mineral pengotor pada bijih emas. Konsentrat emas
selanjutnya diolah dengan proses ekstraksi.
2. Froth Flotation / Pemisahan pengapungan
Froth Flotation / Pengapungan buih yaitu pemisahan bijih emas dari pengotor dengan cara
mengapungkan bijih ke permukaan melalui pengikatan dengan buih dengan menggunakan bahan kimia
tertentu dan udara. Selain pemisahan bijih emas, prosess ini banyak dipakai untuk beberapa bijih
seperti Cu, Pb, Zn, Ag, dan Ni.
Teknik pengerjaannya dilakukan dengan cara menghembuskan udara ke dalam butiran mineral halus
( telah mengalami proses crushing ) yang dicampur dengan air dan zat pembuih. Butiran mineral halus
akan terbawa gelembung udara ke permukaan, sehingga terpisahkan dengan materi pengotor ( gangue )
yang tinggal dalam air ( tertinggal pada bagian bawah tank penampung ). Pengikatan butiran bijih akan
semakin efektif apabila ditambahkan suatu zat collector.
Prinsip dasar pengikatan butiran bijih oleh gelembung udara berbuih melalui molekul collector adalah :
Butiran zat yang mempunyai permukaan hidrofilik akan terikat air sehingga akan tinggal pada dasar
tank penampung.
Butiran zat yang mempunyai permukaan non-polar atau hidrofob akan ditolak air, jika ukuran
butirannya tidak besar, maka akan naik ke permukaan dan terikat gelembung udara.
Kebanyakan mineral terdiri dari ion yang mempunyai permukaan hidrofil, sehinga partikel tersebut
dapat diikat air. Dengan penambahan zat collector, permukaan mineral yang terikat molekul air akan
terlepas dan akan berubah menjadi hidrofob. Dengan demikian ujung molekul hidrofob dari collector
akan terikat molekul hidrofob dari gelembung, sehingga mineral ( bijih ) dapat diapungkan. Molekul
collector mempunyai struktur yang mirip dengan detergen.
Metoda ini digunakan di beberapa industri pertambangan dengan menggunakan reagen utama Xanthate
sebagai Collector ( misalnya : potassium amyl xanthate, C5H11OCS2K ), Pine Oil sebagai Frother dan
campuran bahan kimia organik lainnya sebagai pH Modifiers. Reagents yang digunakan untuk
pengapungan pada umumnya tidak beracun, yang berarti bahwa biaya pembuangan limbah / tailing
menjadi rendah.

Keuntungan lain dari proses pengapungan adalah pada umumnya cukup efektif pada bijih dengan
ukuran yang cukup kasar ( 28 mesh ) yang berarti bahwa biaya penggilingan bijih dapat diminimalkan.
Froth Flotation sering digunakan mengkonsentrasi emas bersama-sama dengan logam lain seperti
tembaga, timah, atau seng. Partikel emas dari batuan oxydis biasanya tidak merespon dengan baik
namun efektif terutama bila dikaitkan dengan emas sulfida seperti pyrite.
Extraction
Extraction / Ekstraksi
Extraksi emas dalam skala industri yang paling umum dilakukan yaitu :
Liquation Separation
Amalgamasi
Sianidasi
I. Liquation Separation / pencairan
Pemisahan pencairan ( liquation separation ), adalah proses pemisahan yang dilakukan dengan cara
memanaskan mineral di atas titik leleh logam, sehingga cairan logam akan terpisahkan dari pengotor.
Yang menjadi dasar untuk proses pemisahan metode ini, yaitu :
Density ( berat jenis )
Melting point ( titik cair )
Contoh : memisahkan emas dan perak

Titik cair emas pada suhu 1064.18 oC, sedangkan titik cair perak pada suhu 961.78 oC. Ini artinya perak
akan mencair lebih dulu dari pada emas. Namun untuk benar-benar terpisah, maka perak harus
menunggu emas mencair 100%.

Kemudian bila dilihat dari berat jenisnya, maka berat jenis emas cair sebesar 17.31 gram per cm3
sedangkan berat jenis perak sebesar 9.32 gram per cm3. Hal ini berarti berat jenis emas lebih besar dari
pada berat jenis perak.
Dari hukum alam fisika, maka bila ada dua jenis zat cair yang berbeda dan memiliki berat jenis yang
berbeda pula, maka zat cair yang memiliki berat jenis lebih kecil dari zat satunya, ia akan mengapung.
Dengan demikian, cairan perak akan terapung diatas lapisan cairan emas, seperti halnya cairan minyak
mengambang diatas lapisan air. Dari sana, perak dipisahkan dari emas, sampai tidak ada lagi perak
yang terapung. Dengan metode akan dihasilkan Au bullion dan Ag bullion.
II. Amalgamasi
Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampur bijih emas dengan merkuri
( Hg ). Produk yang terbentuk adalah ikatan antara emas-perak dan merkuri yang dikenal sebagai
amalgam ( Au Hg ). Merkuri akan membentuk amalgam dengan semua logam kecuali besi dan
platina.

Penggunaan raksa alloy atau amalgam pertama kali pada 1828, meskipun penggunaan secara luas
teknik baru ini dicegah karena sifat air raksa yang beracun. Sekitar 1895 eksperimen yang dilakukan
oleh GV Black menunjukkan bahwa amalgam aman digunakan, meskipun 100 tahun kemudian
ilmuwan masih diperdebatkannya.
Amalgam masih merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah, namun demikian
amalgamasi akan efektif pada emas yang terliberasi sepenuhnya maupun sebagian pada ukuran partikel
yang lebih besar dari 200 mesh ( 0.074 mm ) dan dalam membentuk emas murni yang bebas ( free
native gold ). Tiga bentuk utama dari amalgam adalah AuHg2, Au2Hg and Au3Hg.
Proses amalgamasi merupakan proses kimia fisika, apabila amalgamnya dipanaskan, maka akan terurai
menjadi elemen-elemen yaitu air raksa dan bullion emas. Amalgam dapat terurai dengan pemanasan di
dalam sebuah retort, air raksanya akan menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap air
raksa tersebut. Sementara Au-Ag tetap tertinggal di dalam retort sebagai logam.

Tahapan amalgamasi secara sederhana sebagai berikut :


Sebelum dilakukan amalgamasi hendaknya dilakukan proses kominusi dan konsentrasi gravitasi, agar
mencapai derajat liberasi yang baik sehingga permukaan emas tersingkap.
Pada hasil konsentrat akhir yang diperoleh ditambah merkuri ( amalgamasi ) dilakukan selama + 1
jam
Hasil dari proses ini berupa amalgam basah ( pasta ) dan tailing. Amalgam basah kemudian ditampung
di dalam suatu tempat yang selanjutnya didulang untuk pemisahan merkuri dengan amalgam
Terhadap amalgam yang diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian dilakukan kegiatan pemerasan
( squeezing ) dengan menggunakan kain parasut untuk memisahkan merkuri dari amalgam ( filtrasi ).
Merkuri yang diperoleh dapat dipakai untuk proses amalgamasi selanjutnya. Jumlah merkuri yang
tersisa dalam amalgan tergantung pada seberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam dengan

pemerasan manual akan mengandung 60 70 % emas, dan amalgam yang disaring dengan alat
sentrifugal dapat mengandung emas sampai lebih dari 80 %.

Retorting yaitu pembakaran amalgam untuk menguapkan merkuri, sehingga yang tertinggal berupa
alloy emas.

Ekstraksi Amalgamasi yang baik :


Lokasi ekstraksi bijih harus terpisah dari lokasi kegiatan penambangan.
Dilakukan pada lokasi khusus baik untuk amalgamasi untuk meminimalkan penyebab pencemar bahan
berbahaya akibat peresapan kedalam tanah, terbawa aliran air permukaan maupun gas yang terbawa
oleh angin.
Dilengkapi dengan kolam pengendap yang berfungsi baik untuk mengolah seluruh tailing hasil
pengolahan sebelum dialirkan ke perairan bebas.

Lokasi pengolahan bijih dan kolam pengendap diusahakan tidak berada pada daerah banjir.
Hindari pengolahan dan pembuangan tailing langsung ke sungai.

III. Sianidasi
Leaching Sianida adalah proses pelarutan selektif oleh sianida dimana hanya logam-logam tertentu
yang dapat larut, misalnya Au, Ag, Cu, Zn, Cd, Co dan lain-lain.
Ekstraksi emas dengan menggunakan leaching sianida ditemukan pertama kali oleh J. S. Mac Arthur di
Glasgow, Scotland tahun 1887, dan sekarang telah dipakai sebagian besar produksi emas dunia. Walau
sesungguhnya banyak lixiviants ( leaching agen ) lainnya yang dapat digunakan, antara lain :
Bromides ( Acid and Alkaline )
Chlorides
Thiourrea / Thiocarbamide ( CH4N2S )
Thiosulphate ( Na2S2O3 )
Iodium-Iodida
Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses pelarutan / pelindian ( leaching ) dan
proses pemisahan emas ( recovery ) dari larutan kaya. Pelarut yang biasa digunakan dalam proses
cyanidasi adalah Sodium Cyanide ( NaCN ), Potassium Cyanide ( KCN ) , Calcium Cyanide [ Ca(CN)2
], atau Ammonium Cyanide ( NH4CN ). Pelarut yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena
mampu melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya.

Ada banyak teori tentang pelarutan emas mulai dari Teori Oksigen Elsner, Teori Hidrogen Janin, Teori
Hidrogen Peroksida Bodlanders, Teori korosi Boonstra, sampai Teori Pembuktian Kinetika dari
Habashi. Teori yang paling banyak dipakai adalah Teori Oksigen Elsner dan Pembuktian Kinetika
Habashi.
Teori Oksigen Elsner, reaksi pelarutan Au dan Ag dengan sianida adalah sebagai berikut :
4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O 4Au(CN)2- + 4NaOH4Ag + 8CN- + O2 + 2 H2O 4Ag(CN)2- + 4NaOHTeori Pembuktian Kinetika ( Habashi. 1970 ), reaksi pelarutan Au dan Ag adalah sebagai berikut :
2Au + 4CN- + O2 + 2 H2O 2Au(CN)2- + 2OH- + H2O2
2Ag + 4CN- + O2 + 2 H2O 2Ag(CN)2- + 2OH- + H2O2
Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia.
Walaupun penggunaan metode ini sama halnya dengan metode ekstraksi yang lain yang masih
memiliki potensi dampak berupa efek beracunnya bagi pekerja dan lingkungan, ekstraksi emas dengan
menggunakan metode leaching sianida saat ini telah menjadi proses utama ekstraksi emas dalam skala
industri, karena metode ini menawarkan tehnologi yang lebih efektif dan efisien, antara lain adalah :
Heap leaching ( pelindian tumpukan ) : pelindian emas dengan cara menyiramkan larutan sianida pada
tumpukan bijih emas ( diameter bijih < 10 cm ) yang sudah dicampur dengan batu kapur. Air lindian
yang mengalir di dasar tumpukkan yang kedap kemudian di kumpulkan untuk kemudian dilakukan
proses berikutnya. Efektifitas ekstraksi emas berkisar 35 65 %

VAT leaching ( pelindian rendaman ) : pelindian emas yang dilakukan dengan cara merendam bijih
emas ( diameter bijih < 5 cm ) yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada
bak kedap. Air lindianyang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk dilakukan proses berikutnya.
Proses pelindian berlangsung antara 3 7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk pengolahan
bijih yang baru. Efektifitas ekstraksi emas berkisar 40 70 %

Agitated tank leaching ( pelindian adukan ) : pelindian emas yang dilakukan dengan cara mengaduk
bijih emas yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada suatu tangki dan
diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya pengadukan biasanya selama 24 jam untuk menghasilkan
pelindian yang optimal. Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan
proses berikutnya. Efektifitas ekstraksi emas dapat mencapai lebih dari 90 %.

Tank leaching ( tong pengolahan emas ) dapat menggunakan beberapa model, selain model tangki
silinder dilengkapi propeler sebagai agitator ( pengaduk ), dapat pula menggunakan tong kerucut
dengan menggunakan tenaga angin dari kompresor sebagai aerator sekaligus agitator.

Tong pengolahan emas model kerucut dapat terbuat dari plat besi dengan rangka besi sebagai
penyangga sehingga posisi tong menjulang tinggi.

Atau membuat sumur yang dengan konstruksi bata daan semen atau dilapisi terpal plastik agar kedap
air.

Refinning / Pemurnian
Refining, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar diperoleh tingkat
kemurnian tinggi.
REFINING / Pemurnian

Refining, yaitu melakukan pengolahan logam kotor melalui proses kimia agar diperoleh tingkat
kemurnian tinggi dengan tahapan sebagai berikut :
1. SMELTING ( peleburan ) adalah proses reduksi bijih ( abu hasil roasting atau cake hasil
electrowinning ) pada suhu tinggi ( 1.200 oC ) hingga mendapatkan material lelehan.

Dengan menambahkan Flux formula, salah satunya Borax - Sodium Borate ( Na2B4O7. 10H2O ) sebagai
bahan kimia tambahan untuk proses smelting. Fungsi borax dalam proses smelting yaitu mengikat
kotoran penggangu selain logam ( slag / terak ). Sehingga ketika mencair, matte ( logam lelehan ) akan
berada di bawah sedangkan bagian atas disebut slag / terak yang ditangkap oleh silika berupa semacam
kaca yang mudah untuk dipecahkan. Produk reduksi selama proses pelelehan disebut Dore bullion (AuAg alloy).

. SIZE REDUCTION ( Pengecilan ukuran ) yaitu mereduksi dore bullion (Au-Ag alloy) yang masih
berukuran besar menjadi butiran-butiran kecil, sebelum diproses ke tahap parting. Idealnya besaran
butiran sekitar diameter 2-3 mm dengan kadar emas 25% atau kurang. Bila perlu dilakukan
Quartering, yaitu menurunkan kadar emas dengan penambahan yang tepat dari tembaga atau perak
agar tercapai kadar emas 25%.

Proses ini dilakukan berdasarkan proses perlakuan kimia untuk bahan fase padat yang umumnya sangat
dipengaruhi oleh luas permukaan dari bahan padat tersebut. Semakin luas permukaannya, maka
perlakuan kimia akan semakin baik. Dimana luas permukaan dari suatu bahan padat berhubungan erat
dengan ukuran dari bahan tersebut, artinya semakin kecil ukuran dari bahan padat, maka
permukaannya akan semakin luas.

3. PARTING, yaitu proses untuk memisahkan emas dengan perak dan logam dasar dari dore bullion
( Au-Ag alloy ) dengan larutan asam nitrat ( HNO3 ). Dipasaran kita dapat temukan asam nitrat kadar
68%.

Hasil setelah perebusan terakhir, endapan yang ada sudah halus dan berwarna coklat seperti bubuk
kopi. Endapan ini merupakan bullion emas ( High Au Bullion ) dengan kadar emas mencapai 98%,
untuk hasil lebih baik dapat diproses dengan Aqua Regia agar dapat diperoleh kadar hingga 99.6%.
Sedangkan air hasil bilasan yang ditampung diember dilanjutkan pada proses hydrometalurgi untuk
diambil peraknya.

4. MELTING. Untuk mendapatkan logam emas, endapan bullion emas ( High Au Bullion ) selanjutnya
dilebur dengan penambahan borax ( Na2B4O710H2O ). Tujuan pemakaian borax di sini adalah selain

untuk mengikat kotoran yang masih ada, juga untuk menahan bullion agar tidak beterbangan saat
terkena hembusan dari blander nantinya.

Setelah bullion dilebur akan tampak menggumpal seperti gumpalan di dasar kowi. Biarkan dingin
dahulu beberapa detik hingga membeku sebelum dicongkel.

Bila menginginkan emas berwarna kuning mengkilat, caranya : dimasak dalam panci yang dipanaskan
hingga dua kali proses pemasakan dengan larutan yang terdiri dari :
Salpeter / sendawa, dapat menggunakan kalium nitrat ( KNO3 ) atau kalsium nitrat ( Ca(NO3)2 )
sebanyak 2 %
Tawas sebanyak 1 %,
NaCl sebanyak 1 %,
Air

Assaying dengan Aqua Regia


Sebelum dilakukan proses pengolahan emas dalam sekala ekonomi tentu diperlukan langkah
praproduksi melalui kajian yang mendalam dari berbagai aspek. Salah satu kajian yang perlu dilakukan
yaitu menguji kandungan mineral dari bijih / batuan yang akan diolah.
Ekstraksi emas secara ekonomi dapat diperoleh dari nilai biji emas sekecil 0,5 gr/1.000 kg ( 0,5 ppm )
rata-rata dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam galian terowongan terbuka yakni 1,5 gr/1.000
kg ( 1 5 ppm ), nilai biji emas dalam tanah atau galian batu paling tidak 3 gr/1.000 kg ( 3
ppm ). Namun untuk dapat melihat emas dengan mata telanjang biasanya dibutuhkan nilai biji emas 30
gr/1.000 kg ( 30 ppm ), oleh karenanya emas tidak akan terlihat dalam kebanyakan galian emas.
Saat ini, tersedia banyak pilihan yang canggih untuk menganalisa sampel batuan dan mineral.
Tergantung pada hasil yang diperlukan, teknik seperti polarized cahaya dan elektron mikroskopi;
difraksi x-ray, dan analisis kimia menggunakan berbagai metode spectrometric.
Polarizing mikroskopi adalah metode terbaik untuk mengidentifikasi dan memeriksa mineral. Dengan
metode ini dapat diketahui informasi mengenai tekstur, struktur dan mineralogi dari sampel. Ini adalah
informasi yang digunakan selama pertambangan dan pencarian. Selain itu dapat pula menggunakan
metode assaying, yaitu analisis kimia untuk mengetahui kandungan emas atau mineral dari sampel
batuan. Untuk mendapatkan analisa yang detail perlu menggunakan teknik analisis terbaru seperti Fire
Assay, Atomic Absorption Spectrometry (AAS) , Induced Coupled Plasma (IC ), dan massa
spectrometry.

Di bawah ini dijelaskan metode assaying yang sederhana dan murah, namun memiliki sensifitas yang
cukup memadai, yaitu menggunakan Aqua Regia.
Untuk menguji kandungan emas dalam biji / batuan sbb. :
Batuan sample dihaluskan hingga #200 mesh, dibutuhkan sample dari pit untuk grade control sebanyak
50 gr sedangkan sample dari process plant yang berupa konsentrat sebanyak 20 gr.
Dengan menggunakan gelas ukur, buat Aqua Regia yaitu campuran 3 bagian HCL ( atau 4 bagian
Muriatic Acid ) ditambah 1 bagian HNO3, sebanyak 4 s/d 5 kali volume batuan sample. ( 4 s/d 5 ml
Aqua Regia per gram material ).
Siapkan aquadest dalam labu erlenmeyer.
Tuang dengan hati-hati Agua Regia ke dalam labu erlenmeyer yang berisi aquadest . Komposisi
aquadest dengan Aqua Regia adalah 1 : 1, tujuannya agar Aqua Regia tidak terlalu bau namun masih
cukup reaktif.
Panaskan Aqua Regia dengan suhu antara 85 s/d 90 0C.
Masukkan sedikit demi sedikit batuan yang telah dihaluskan tadi ke dalam Aqua Regia sambil amati
reaksi yang muncul dan biarkan minimal 30 menit. Reaksi pelarutan emas dengan aqua regia :
Au + 3HNO3 + 4HCl = HAuCl4 + 3NO2 + 3H2O
Setelah didinginkan, saring untuk memisahkan larutan Aqua Regia dengan endapan.
Untuk menguji ada tidaknya kandungan emas, diteteskan Premixed? ( dapat dibuat sendiri dengan
menggunakan 5% Stannous Chloride / Tin Chloride ( SnCl2 ) yang dilarutkan dengan 95% HCL ) pada
endapan hasil penyaringan, bila berwarna ungu ( disebut Purple of Cassius ) berarti ada emasnya.
Stannous Chloride ( SnCl2 ) merupakan reagen untuk mengetes emas yang sangat sensitif, dan mampu
mendeteksi hingga 10 ppb.

Untuk menetralkan residu HNO, tambahkan Urea [ CO(NH2)2 ] ke dalam Aqua Regia yang telah
disaring, reaksinya :
6 HNO3 + 5CO(NH2 ) 2 = 8N2 + 5CO2 + 13H2O
Caranya masukkan Urea sedikit demi sedikit sampai reaksi gelembung putihnya habis. Dari reaksi ini
akan membuat asam nitrat menjadi netral dan kondisi pH berubah dari 0,1 menjadi pH 1,0.
Masukkan Natrium Bisulphite dan amati reaksinya. Secara teori, setiap satu gram emas membutuhkan
1,89 gram Natrium Bisulphite. Namun, harus ditambahkan lebih banyak, sekitar 1,5 kali lagi.
2HAuCl 4 + 2NaHSO3 = 2Au + 4HCl + Na2 SO4 + SO2
Tunggu sekitar 30 menit, bila ada Presipitat ( endapan lumpur ) warna hitam kecoklatan, buang
larutannya hingga tersisa Presipitat saja dengan cara disaring lalu dibilas dengan destilled water.
Reagen alternatif untuk mengganti Natrium Bisulphite adalah Sodium Metabisulfide ( SMB ), Oxalic
Acid, belerang, dan Sulphur Dioxide atau Copperas ( Ferrous Sulphate ).
Selanjutnya tuang larutan amonia ( 30 ml Aqua Amonia dilarutkan dalam 100 ml air ) perlahan-lahan
ke Presipitat sampai pH 8. Anda akan mendapatkan endapan yang disebut Gold Fulminating. Hati-hati
dengan fulminan, jangan sampai kering karena Highly Explosive, Bahaya!
Cuci Presipitat untuk menghilangkan kelebihan amonia. Cuci beberapa kali sampai pH mencapai dekat
7.
Presipitat hasil bilasan tinggal dilebur untuk membentuk bullion emas

KOMINUSI ATAU REDUKSI UKURAN (COMMINUTION)


Kominusi atau pengecilan ukuran merupakan tahap awal dalam proses PBG yang bertujuan untuk :
1. Membebaskan / meliberasi (to liberate) mineral berharga dari material pengotornya.
2. Menghasilkan ukuran dan bentuk partikel yang sesuai dengan kebutuhan pada proses berikutnya.
3. Memperluas permukaan partikel agar dapat mempercepat kontak dengan zat lain, misalnya reagen
flotasi.
Kominusi ada 2 (dua) macam, yaitu :
1. Peremukan / pemecahan (crushing)
2. Penggerusan / penghalusan (grinding)
Disamping itu kominusi, baik peremukan maupun penggerusan, bisa terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

Tahap pertama / primer (primary stage)


Tahap kedua / sekunder (secondary stage)
Tahap ketiga / tersier (tertiary stage)
Kadang-kadang ada tahap keempat / kwarter (quaternary stage)

Peremukan / Pemecahan (Crushing)


Peremukan adalah proses reduksi ukuran dari bahan galian / bijih yang langsung dari tambang (ROM = run of
mine) dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm) menjadi ukuran 20-25 cm bahkan bisa sampai
ukuran 2,5 cm.
Peralatan yang dipakai antara lain adalah :
1. Jaw crusher

jaw crusher

2. Gyratory crusher

Gratory crusher
3. Cone crusher

Cone Crusher
4. Roll crusher

Roller Crusher
5. Impact crusher

Impact Crusher
6. Rotary breaker

rotary breaker
7. Hammer mill

Hammer Mill

Penggerusan / Penghalusan (Grinding)


Penggerusan adalah proses lanjutan pengecilan ukuran dari yang sudah berukuran 2,5 cm menjadi ukuran yang
lebih halus. Pada proses penggerusan dibutuhkan media penggerusan yang antara lain terdiri dari :
1. Bola-bola baja atau keramik (steel or ceramic balls).
2. Batang-batang baja (steel rods).
3. Campuran bola-bola baja dan bahan galian atau bijihnya sendiri yang disebut semi autagenous mill
(SAG).
4. Tanpa media penggerus, hanya bahan galian atau bijihnya yang saling menggerus dan disebut
autogenous mill.

Peralatan penggerusan yang dipergunakan adalah :


1. Ball mill dengan media penggerus berupa bola-bola baja atau keramik.
2. Rod mill dengan media penggerus berupa batang-batang baja.
3. Semi autogenous mill (SAG) bila media penggerusnya sebagian adalah bahan galian atau bijihnya
sendiri.
4. Autogenous mill bila media penggerusnya adalah bahan galian atau bijihnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai