Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Tingginya tingkat kriminalitas saat ini menyebabkan tingginya permintaan visum.
Hal ini menjadi perhatian kita sebagai dokter umum karena walaupun permintaan visum
biasanya diajukan kepada rumah sakit besar baik umum maupun swasta, tidak menutup
kemungkinan permintaan visum diajukan kepada kita sebagai dokter umum pada saat
kita melakukan tugas PTT di suatu daerah. Untuk itu sebagai dokter umum kita wajib
dapat melakukan visum dan membuat laporannya melalui Visum et Repertum.
Dalam setiap melakukan visum, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memperjelas dan membuktikan kebenaran suatu kasus. Karena sebenarnya, pada setiap
kejadian kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal, seperti yang
dipergunakan oleh seorang ahli hukum kenamaan Italia yang bernama E. Ferri, 18591927, bahwa ada yang dinamakan saksi diam yang terdiri antara lain atas :
1. Benda atau tubuh manusia yang telah mengalami kekerasan.
2. Senjata atau alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan.
3. Jejak atau bekas yang ditinggalkan oleh si penjahat pada tempat kejadian.
4. Benda-benda yang terbawa oleh si penjahat baik yang berasal dari benda atau tubuh
manusia yang mengalami kekerasan maupun yang berasal dari tempat kejadian.
5. Benda-benda yang tertinggal pada benda atau tubuh manusia yang mengalami
kekerasan atau ditempat kejadian yang berasal dari alat atau senjata yang dipakai
ataupun berasal dari si penjahat sendiri.
Bila saksi diam tersebut diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam ilmu
forensik (forensik sciences) maka tidak mustahil kejahatan tersebut akan dapat
terungkap dan bahkan korban yang sudah membusuk atau hangus pelakunya akan dapat
dikenali. Sebagai contoh, pada kasus infantisida, untuk kepentingan pengadilan perlu
diketahui apakah bayi tersebut lahir hidup kemudian meninggal karena pembunuhan
atau memang lahir mati, dengan mudah dapat kita ketahui dengan melakukan
pemeriksaan hidrostatik, dimana bila jaringan paru yang dicelupkan ke dalam air tawar
tersebut mengapung maka bayi tersebut dilahirkan dalam keadaan hidup.
Oleh sebab itu, pemeriksaan penunjang khususnya pemeriksaan laboratorium
sederhana menjadi sangat dibutuhkan keberadaannya. Dalam membantu kita sebagai si
pembuat visum untuk memperjelas suatu kasus kejadian kejahatan, karena dengan
mengetahui secara pasti pemeriksaan penunjang laboratorium sederhana apa saja yang
1

dapat dilakukan dalam kasus-kasus tertentu, apa yang kita lakukan menjadi tepat guna.
Sehingga dapat membantu terungkapnya kebenaran yang sesungguhnya akan suatu
kasus kejadian kejahatan seperti moto yang berlaku dalam forensik bahwa melalui
visum, barang/ benda yang tidak bernyawa dan tidak bergerak dapat dibuat berbicara
oleh para dokter yang melakukan visum melalui Visum et Repertum.
Darah adalah bahan yang paling penting untuk bukti pada peristiwa kriminal dewasa
ini. Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena
merupakan cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan
manusia tertentu. Tujuan utama pemeriksaan darah forensik sebenarnya adalah untuk
membantu identifikasi pemilik darah tersebut, dengan membandingkan bercak darah
yang ditemukan di TKP (tempat kejadian perkara) pada obyek-obyek tertentu (lantai,
meja, kursi, karpet, senjata, dan sebagainya), manusia dan pakaiannya dengan darah
korban atau darah tersangka pelaku kejahatan.
Darah sangat penting untuk tersangka maupun korban dari suatu kejahatan.
Pewarnaan darah akan dapat menceritakan mengenai posisi dan tindak suatu peristiwa
kejahatan/pembunuhan. Siapa yang membunuh dan siapa yang memulai. Pelaku tindak
kriminal berusaha menutupi dengan jalan menghilangkan tanda bukti yaitu dengan
membersihkan darah dan menghilangkan jejak.
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer pada hampir
semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat
berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminal.
Bercak darah yang terdapat pada objek-objek di sekitar korban sering kali
disamarkan oleh pelaku. Objek yang paling sering adalah baju korban,seringkali pelaku
kejahatan menghilangkan barang bukti berupa darah tersebut dengan berbagai cara
antara lain : membuang baju korban, mencuci baju korban dengan tujuan untuk
menghilangkan bercak darah yang ada, sehingga pada saat dilihat tidak akan diketahui
adanya darah. Oleh karena fakta tersebut kelompok kami ingin mengkaji bagaimana
pengaruh air rendaman sabun pada tetes darah kering yang dilakukan tes Benzidine.
1.2.

1.3.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah didapatkan rumusan masalah antara lain:
1. Bagaimana prosedur untuk melakukan Tes Benzidine?
2. Bagaimana pengaruh bercak darah kering yang dilakukan Tes Benzidine dalam
rendaman air, deterjen bubuk dan deterjen cream?
Tujuan
2

Penyusunan refarat ini bertujuan agar tenaga medis khususnya para dokter umum ,
dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan laboratorium sederhana yang ada pada
ilmu forensik yaitu dapat melakukan tes penyaring (Tes Benzidine) dan dapat
menginterpretasikan hasilnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. FISIOLOGI DARAH


Darah adalah cairan serologis yang terdiri dari beberapa jenis sel disuspensikan
dalam larutan berair asin yang disebut plasma (Jika seseorang menganggap bahwa
organisme hidup seperti manusia telah berevolusi dari spesies awalnya hidup dan
bernapas dalam air laut, maka orang mungkin menduga bahwa larutan garam dari
plasma darah adalah cara tubuh internalisasi air laut dan hidup di tanah kering ).
Warna darah berasal dari sel-sel darah merah (RBC) atau eritrosit (partikel
berbentuk disk ditampilkan di atas). Sel darah merah membuat sekitar 40% dari darah
(berdasarkan volume). Hal ini mudah terlihat dalam tes sentrifugal sederhana. Setiap sel
darah merah diisi dengan hemoglobin, protein yang membawa oksigen ke jaringan dan
membawa karbon dioksida dari jaringan.
Hemoglobin mengangkut oksigen dengan menggunakan heme, sebuah cincin seperti
besar molekul yang memiliki pusatnya atom tunggal dari besi (Fe), yang adalah apa
yang sebenarnya mengikat oksigen untuk membentuk besi (hydr) kompleks
oksida. Properti kimia heme yang memberikan kemampuan ini dalam ikatan kovalen
banyak ganda yang membentuk cincin. Ini ikatan ganda dapat digeser ke dalam banyak
berbeda "resonansi" konfigurasi. Hal ini memungkinkan untuk oksigen lebih banyak
untuk dilakukan dibandingkan jika hanya larut dalam darah.
Ada berbagai sel ditemukan dalam darah. Sel darah putih ('berbulu' partikel
berbentuk bola yang ditampilkan di atas) misalnya, adalah instrumental dalam sistem
kekebalan tubuh dengan memproduksi antibodi untuk membela terhadap perangkat
lunak berbahaya pembawa penyakit bakteri, virus, atau jamur.Trombosit adalah
fragmen sel darah putih (juga ditampilkan di atas) yang membantu pembekuan darah
menjumlahkan dan membentuk serat dalam pembukaan luka yang memerangkap sel-sel
darah merah untuk membentuk keropeng.
Darah sedikit bersifat (alkali) terdiri dari 55% cairan (plasma, serum) dan 45%
padatan (sel, fibrin). Darah mengandung air, sel, enzim protein dan substansi organic
yang bersirkulasi keseluruh system vaskuler (pembuluh drah), membawa bahan mutrisi
dan menyalurkan oksigen serta bahan sisa untuk dibuang. Cairan darah terdiri dari
plasma yang sebagian besar adalah air dan serum yang berwarna kekuningan yang
merupakan cairan mengandung zat beku darah. Bahan padatan terdiri dari sel darah
merah dan sel darah putih. Dimana seorang ilmuwan (imunolog) tertarik untuk
mempelajari sel darah putih, sedangkan seorang ahli forensik tertarik pada sel darah
merah. Pada serum, seorang analisis dapat membedakan antara darah yang segar dan
darah yang sudah beberapa menit kontak dengan udara luar. Dalam serum juga
4

ditemukan antibody, yang penting untuk pemeriksan forensik. Pada sel darah merah,
analis dapat memeriksa suatu substansi yang terdapat pada permukaan sel yaitu antigen
yang sangat penting untuk pemeriksaan forensik.
Pada hukum forensik, darah selalu dijadikan sebagai barang bukti, tetapi kekuatan
barang bukti adalah tipe golongan darah individu. Sampai sekarang serologic forensik
dapat dijadikan barang bukti yang kuat untuk memperkirakan hubungan antara orang
tertentu dengan orang lain. Bahkan pada kembar identik mungkin mempunyai DNA
profil yang sama, tetapi profil antibodinya berbeda.
2.2. PEMERIKSAAN DARAH UNTUK KASUS KRIMINAL
Darah segar mempunyai nilai yang lebih penting daripada darah kering, karena uji
darah segar dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Darah akan mongering setelak
kontak dengan udara luar dalam waktu 3-5 menit. Begitu darah mengering maka darah
akan berubah warna dari merah menjadai coklat kehitaman. Darah pada kasus kriminal
dapat berbentuk genangan darah, tetesan, usapan atau bentuk kerak. Dari genangan
darah akan diperoleh nilai yang lebih baik untuk mendapatkan darah segar..
Pemeriksaan darah pada forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi
pemilik darah tersebut. Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap,
terlebih dahulu kita harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah.
Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan guna menentukan :
a. Bercak tersebut benar darah
b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia

2.3. DETEKSI DAN IDENTIFIKASI BERCAK DARAH


Pemeriksaan noda darah dapat dikerjakan secara :
1. Histological, histolochemical, cytologiccal, untuk menentukan :
a. Butir-butir darah, red cell haemoglobin

b. Butir-butir darah mamalia/nonmamalia, darah mamalia berbentuk circular,


biconcave, tak berinti, kecuali unta, darahnya oval, tidak berinti. Darah non
mamalia oval berinti
c. Sex chromatin dalam leukocytes
d. Kelainan-kelainan patologis dari darah seperti sickle cell
2. Chemical test, dibagi menjadi :
a. Preliminary test :
Terdiri dari colour test : benzidine test, guaiac test dan phenoptaline test
b. Conclusive test
Terdiri dari crystal test: teichman dan takayama
c. Phsyco-chemical test lainnya : spectroscopy, polargraphy, electrophoresis dan
chromatography.

2.4. REAKSI BENZIDINE (Test Adler)


Dulu Benzidine test pada forensik banyak dilakukan oleh Adlers (1904). Tes
Benzidine atau Test Adler lebih sering digunakan dibandingkan dengan tes tunggal pada
identifikasi darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang paling baik yang telah
lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup bermakna. Jika
ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu untuk melakukan pemeriksaan
lainnya.
Diantara colour test, benzidine test adalah yang paling sensitive dan paling umum
dipakai di laboratorium. Rationale= dengan adanya perokside, seperti H2O2 ,
Hemoglobin mengkalis proses oksidasi dari leukobase seperti benzidine, sehingga
terbentuk senyawa yang berwarna.
H2O2 +

H2R

peroksidase

White benzidine

Hb

2H2O +

R
blue benzidine

Sifat dan kepekaan


Test ini tergolong tidak spesifik sebab selain darah juga positif pada:
Direct oxididzing compounds seperti : potassium permanganate, potassium
chromate, coppher sulphate.
Tumbuh-tumbuhan kaya peroksidase seperti bawah putih, jeruk, wortel
Bakteri tertentu : bacillus coli faecalis
Kepekaan test ini kira-kira 1:200.000
Bahan :
Benzidine, glacial acetic acid, hydrogen peroksida(10-30 vols), Pasteur pipets
10% larutan benzidine dalam glacial acetic acid dibuat dalam satu tes tube 20cc. suatu
test tube kedua diisi dengan H2O2
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian
diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
Hasil:
Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap
pada kertas saring.
2.5. DETERJEN
Deterjen adalah sebuah (atau gabungan beberapa) senyawa, yang memudahkan
proses pembersihan (cleaning). Istilah deterjen kini dipakai untuk membedakan antara
sabun dengan surfaktan jenis lainnya. Kelebihan deterjen adalah mampu lebih efektif
membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral dan lebih mudah
dibuat. Derajat keasaman/pH detergen sangat basa, yakni 9,5-12.
2.5.1. Kandungan Detergen
a. Surfaktan merupakan bahan utama deterjen. Surfaktan yang biasa digunakan
dalam deterjen adalah linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat,
etoksilat, senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan betain.

Linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila dilarutkan dalam air
akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif (anionik), memiliki daya
bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan
untuk pencuci kain dan pencuci piring).
7

Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang bermuatan (non-ionik), busa


yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah (air yang kandungan
mineralnya tinggi), dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis
kotoran.

Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi partikel positif


(kationik) ketika terlarut dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan pada
pelembut (softener).

Imidazolin dan betain dapat berubah menjadi partikel positif, netral atau
negatif bergantung pH air yang digunakan (amfoterik). Kedua surfaktan ini
cukup kestabilan dan jumlah buih yang dihasilkannnya, sehingga sering
digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga.

b. Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builder), yang
meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah
dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat
berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan
kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih
baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah
lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat
(sodium tripolyphosphate/STP), natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat
atau zeolit. Penambahan sodium tripolifosfat menaikkan pH menjadi basa (di atas
10). Standar STP di Indonesia adalah 2,18 gr.
c. Kandungan lain dalam detergen adalah anti redeposisi. Redeposisi dimaksudkan
untuk mengikat kotoran yang sudah lepas dari pakaian agar tidak kembali
menempel. Kotoran itu diikat oleh bahan yang dinamai sodium carboxy methyl
cellulose (SCMC). Cara kerja SCMC adalah menyerap kotoran dengan membuat
pembatas ion yang mencegah redeposisi. Kotoran terbungkus ion negatif atau
kation demikian pula lapisan pakaian bermuatan negatif. Akibat dua kutub yang
sama, maka terjadi saling tolak, sehingga kotoran akan larut dalam air saat
pembilasan atau pengeringan.

d. Pada umumnya kotoran yang dapat dihilangkan surfaktan adalah yang berasal dari
debu atau tanah. Bila kotoran lebih berat seperti noda makanan dan noda darah,
perlu ditambahkan enzim tertentu seperti enzim pengurai protein atau lemak.
Namun, jika nodanya sudah lama, akan sukar sekali dihilangkan karena antara
noda dan serat kain dapat terjadi reaksi polimerisasi yang menyatukan noda
dengan kain.
e. Bahan pengisi. Bahan pengisi ini berfungsi menetralisir kesadahan air atau
melunakkan air, mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang dicuci
dan mencegah terbentuknya gumpalan dalam air cucian.

2.5.2. Jenis Deterjen


Berdasarkan bentuk fisiknya detergent dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
a. Detergent cair, secara umum deterjen cair hampir sama dengan deterjen bubuk.
Yang membedakan cuma bentuk fisik. Di indonesia setahu saya deterjen cair ini
belum dikomersilkan, biasanya digunakan untuk laundry modern menggunakan
mesin cuci yang kapasitasnya besar dengan teknologi canggih.
b. Detergent krim, bentuk deterjen krim dengan sabun colek hampir sama tetapi
kandungan formula bahan baku keduanya berbeda.
c. Detergent bubuk, jenis deterjen bubuk ini yang beredar dimasyarakat atau
dipakai sewaktu mencuci pakaian. Berdasarkan keadaan butirannya, detergent
bubuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu detergent bubuk berongga dan detergent
bubuk padat

BAB III
HASIL PRAKTIKUM DAN KESIMPULAN
Praktikum dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya dari tanggal 20 Mei 2015 24 November 2015.
3.1 Alat dan Bahan:
1. Sampel darah vena 5 cc tanpa antikoagulan
2. Kain putih
3. Reagen Benzidine
4. Reagen Hidrogen Peroksida 3% (H2O2)
5. Deterjen (So klin) 5 g dan wings cream sabun
6. Air 250 cc
7. Beaker glass 50 cc dan 500 cc
8. Bengkok
9. Batang pengaduk 14 cm
10. Pipet Pasteur
11. Corong kaca 7,5 cm

10

H2O2 3%

Benzidine

Gelas Kimia Berisi Rendaman Air deterjen


3.2 Hasil Praktikum
Hari 1 jam 15.00 WIB
Perlakuan:
-

Menyiapkan 6 lembar kain putih

Meneteskan 2 tetes darah pada 5 bagian pada masing-masing kain putih

Membiarkan darah kering selama 24 jam dalam suhu kamar (27oC)

Hasil :

Hari 2 Jam 15.00 WIB


Perlakuan:
-

Menyiapkan reagen kontrol, yaitu deterjen 5 g dilarutkan dalam 250 cc air

Menyiapkan 3 buah kain yang telah ditetesi darah untuk percobaan hari pertama

Mencuci kain yang telah ditetesi darah dengan masing-masing, sabun cuci so klin,
sabun wings cream, dengan air putih dan yang tidak dimanipulasi

11

Meneteskan Benzidine 1-2 tetes pada masing-masing bercak darah yang telah
dikeringkan

Meneteskan H2O2 3% 1-2 tetes pada bercak darah yang telah ditetesi Benzidine

Melihat perubahan warna

Hasil :
-

Hasil tes benzidine pada bercak darah: positif dengan warna biru kehijauan. Hal ini

menunjukkan bahwa bercak darah tersebut adalah benar darah.


Kain yang dicuci dengan so klin

Timbul warna biru terang pada kain yang ditetesi bercak darah
Kain yang dicuci dengan wings

12

Timbul warna biru gelap pada kain yang ditetesi bercak darah
-

Kain yang dicuci tanpa sabun

Timbul warna biru kehitaman pada kain yang ditetesi bercak darah
Hari 3 jam 15.00 WIB
Perlakuan:
-

Menyiapkan 3 buah kain yang telah ditetesi bercak darah 2 hari yang lalu

Mencuci masing-masing dengan so klin, wings cream dan air biasa

Meneteskan Benzidine 1-2 tetes pada masing-masing bercak darah yang telah
dikeringkan

Meneteskan H2O2 3% 1-2 tetes pada bercak darah yang telah ditetesi Benzidine

Melihat perubahan warna


13

Hasil:
-

Kain yang di cuci dengan wing cream

Timbul warna biru gelap pada kain yang di tetesin bercak darah
Kain yang di cuci dengan soklin

Timbul warna biru terang pada kain yang di tetesin bercak darah
Kain yang di cuci tanpa sabun

14

Timbul warna biru kehitaman pada kain yang ditetesi bercak darah

3.3 Kesimpulan
-

Setelah bercak darah dikeringkan lalu dilakukan perendaman dengan deterjen bubuk,
kemudian bercak darah dilakukan tes benzidine, timbul perubahan warna menjadi biru
terang. Warna yang sama juga timbul setelah dilakukan tes benzidin lagi pada hari ke

dua..
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan perendaman dengan deterjen cream,
perubahan warna yang timbul menjadi biru gelap dan warna yang sama juga timbul

setelah dilakukan tes benzidin lagi pada hari ke dua.


Kemudian pada hasil penelitian terhadap bercak darah pada kain yang di cuci tanpa
menggunakan sabun, timbul warna biru kehitaman setelah dilakukan tes benzidin. Hal

yang sama juga terjadi pada hari kedua.


Jadi dapat disimpulkan bahwa bercak darah akan mengalami perubahan warna setelah
dilakukan tes benzidin walaupun telah dicuci dengan deterjen/tanpa deterjen namun
tidak dapat ditentukan berdasarkan perubahan warna yang terjadi setelah kain di cuci
pada hari ke dua.
15

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto, Arif, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
2. Idris, Abdul Munim. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama.
Jakarta : Binarupa Aksara.
3. Rustyadi, Dudut. 2009. Laboratorium Kedokteran Forensik Sederhana. Catatan
Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI.
4. Darmono. Serologi Forensik. www. geocities. Ws/kuliah_farm/farmasi_forensik
/Serologi_forensik. doc. Diakses Tanggal 15 Mei 2015
5. Anonymous.

2011.Kandungan

Sabun,

Shampo,

Detergen.

(Online).

http://pretzga.multiply.com/journal/item/3/Kandungan_SabunSampo_Detergen_.
Diakses tanggal 15 Mei 2015.

16

17

Anda mungkin juga menyukai