Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENYULUHAN

DETEKSI DINI GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN


HIPERAKTIFITAS PADA ANAK USIA PRASEKOLAH
Penyaji :
HANDAN RIZKY
NIM : 110100025

Supervisor :
dr. Sri Sofiyani, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
dr. Monalisa Elisabeth, M.Ked(Ped), Sp.A
dr. Ika Citra Dewi Tanjung, M.Ked(Ped), Sp.A
dr. Lily, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN. . 1
1.1 Latar Belakang.... 1
1.2 Tujuan. . 2
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA.. 3
2.1 Defenisi

2.2 Etiologi . 4
2.3 Faktor Risiko... 7
2.4 Gejala Klinis.... 7
2.5 Diagnosis.. 10
2.6 Deteksi Dini . 14
2.7 Penanganan Dini. 16
2.8 Stimulasi DDini.. . 17
BAB 3 PENUTUP. . 19
DAFTAR PUSTAKA.

20

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesibukan orangtua yang bekerja berdampak pada kurang diperhatikannya
aspek perkembangan anak-anak mereka karena mereka lebih memfokuskan pada
pekerjaan. Sehingga banyak anak yang tidak mendapatkan perhatian yang
seharusnya salah satunya dari segi perkembangan mental dan emosional anak.
Tidak diperhatikannya perkembangan mental dan emosional anak tersebut
berakibat sering ditemui anak yang mengalami gangguan perilaku seperti
gangguan hiperaktifitas. Dalam tahun terakhir ini gangguan hiperaktif menjadi
masalah yang menjadi sorotan dan menjadi perhatian utama di kalangan medis
ataupun di masyarakat umum
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas sering disebut sebagai
ADHD (Attention Deficit and Hyperactive Disorders) ditandai dengan adanya
ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang
dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan
anak lain yang seusia dan biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah
laku yang impulsif. Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam
hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi.
Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi
kejadian ADHD pada anak usia sekolah berkisar antara 3 hingga 5 persen. Di
indonesia angka kejadiannya masih belum angka yang pasti, meskipun tampaknya
kelainan ini tampak cukup banyak terjadi. Terkadang seorang anak hanya
dianggap 'nakal' atau 'bandel' dan 'bodoh', sehingga seringkali tidak ditangani
secara benar, seperti dengan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dan guru
akibat dari kurangnya pengertian dan pemahaman tentang ADHD. Terdapat
kecenderungan lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
Secara epidemiologis rasio kejadian dengan perbandingan 4:1. Sering dijumpai
pada anak usia pra sekolah dan usia sekolah, terdapat kecenderungan keluhan ini

akan berkurang setelah usia Sekolah Dasar. Meskipun tak jarang beberapa
manifestasi klinis tersebut dijumpai pada remaja atau orang dewasa.
ADHD mempunyai onset gejala sebelum usia 7 tahun. Sebagian akan
menetap saat remaja atau dewasa. Diperkirakan penderita ADHD akan menetap
sekitar 15-20% saat dewasa. Sekitar 65% akan mengalami gejala sisa saat usia
dewasa atau kadang secara perlahan menghilang. Angka kejadian ADHD saat usia
dewasa sekitar 2-7%. Predisposisi kelainan ini adalah 25 persen pada keluarga
dengan orang tua yang membakat.
Deteksi dini gangguan ini sangat penting dilakukan untuk meminimalkan
gejala dan akibat yang ditimbulkannya dikemudian hari. Hal ini harus melibatkan
beberapa lapisan masyarakat. Baik di kalangan medis maupun nonmedis. Dokter
umum, dokter spesialis anak dan klinisi lainnya yang berkaitan dengan kesehatan
anak harus bisa mendeteksi sejak dini faktor resiko dan gejala yang terjadi.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan penyuluhan
kepada orangtua mengenai cara mendeteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktifitas (ADHD) pada anak usia prasekolah.

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Definisi hiperaktifitas adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga
pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi,
setidaknya pada dua tempat dan suasana yang berbeda. Aktifitas anak yang tidak
lazim dan cenderung berlebihan yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah,
selalu menggerak-gerakkan jari-jari tangan, kaki, pensil, tidak dapat duduk
dengan tenang dan selalu meninggalkan tempat duduknya meskipun pada saat
dimana dia seharusnya duduk dengan tenang.. Terminologi lain yang dipakai
mencakup beberapa kelainan perilaku meliputi : perasaan yang meletup-letup,
aktifitas yang berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif
yang menetap.
Pada anak normal seringkali menunjukkan tanda-tanda: kurang perhatian,
mudah teralihkan perhatiannya, emosi yang meledak-ledak bahkan aktifitas yang
berlebihan. Hanya saja pada anak dengan kelainan ADHD, gejala-gejala ini lebih
sering muncul dan lebih berat kualitasnya dibandingkan anak normal seusianya.
Pola perhatian anak terhadap suatu hal terbagi menjadi beberapa
klasifikasi. Kelompok yang paling berat adalah over ekslusif dimana seorang anak
hanya terfokus pada sesuatu yang menarik perhatiannya tanpa mempedulikan hal
lain secara ekstrem (misalnya pada bayi yang sedang memperhatikan kancing
bajunya dan tidak mempedulikan rangsangan lain) pola ini disebut autisme.
Kelompok dengan derajat sedang terjadi fokus perhatian anak mudah teralihkan.
Perhatian hanya mampu bertahan beberapa saat saja oleh suatu rangsangan lain
yang mungkin tidak adekuat. Hal ini dinamakan kesulitan perhatian (attention
deficit hyperactivity disorder). Kondisi normal adalah pola yang paling baik
karena anak mampu memperhatikan sesuatu dan mengalihkannya terhadap yang
lain pada saat yang tepat tanpa kehilangan daya konsentrasi, pola ini merupakan
pola normal perkembangan mental anak secara matang.

Temperamen seorang anak adalah suatu karakteristik yang hidup dan


dinamis, meski terkadang pada seorang anak lebih dinamis dibandingkan anak
lain. Bila terjadi peningkatan aktifitas motorik yang berlebihan pada seorang anak
dibandingkan anak lain sebayanya, maka sering kali 'si-anak' dikeluhkan sebagai
hiperaktif oleh orang tuanya. Penilaian semacam ini sangat subyektif dan
tergantung dari standar yang dipakai oleh orang tua dalam menilai tingkat aktifitas
normal seorang anak. Anggapan bahwa si-anak 'hiperaktif' mungkin tidak tepat
jika hanya karena si-anak menunjukkan tanda-tanda 'nakal' dan 'bikin ribut' pada
saat tertentu tetapi secara keseluruhan menunjukkan aktifitas yang normal. Dalam
hal 'anak-ini' justru kepada orang tuanya yang harus diberikan pengertian dan
pengetahuan tentang bagaimana membimbing dan mengarahkan secara benar
seorang anak dengan pola perilaku yang 'menurut orang tua' berlebihan
2.2 Etiologi
Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas.
Seperti halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat
multifaktorial. Banyak faktor yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini,
diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan,
perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi
metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola
pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di
sekitarnya.
Banyak

penelitian

menunjukkan

efektifitas

pengobatan

dengan

psychostimulants, yang memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic


tricyclics. Kondisi ini mengungatkan sepukalsi adanya gangguan area otak yang
dikaitkan dengan kekuirangan neurotransmitter. Sehingga neurotransmitters
dopamine and norepinephrine sering diokaitkan dengan ADHD..
Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya
gangguan perilaku ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa
hiperaktifitas yang terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat
gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu orang dalam keluarga dekat.

Didapatkan juga sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita gangguan


yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan saudara penderita ADHD
mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi ADHD, kembar monozygotic lebih
mudah terjadi ADHD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan
keterlibatan fator genetik di dalam gangguan ADHD. Keterlibatan genetik dan
kromosom memang masih belum diketahui secara pasti. Beberapa gen yang
berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk
DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan
ADHD.
Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang
menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi
neurotransmitter utama yang berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis.
Sehingga

dopaminergic

dan

noradrenergic

neurotransmission

tampaknya

merupakan target utama dalam pengobatan ADHD.


Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di
otak yang dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan
dan sebagai kontrol aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang
menyebabkan terjadinya hambatan pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan MRI didapatkan
gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan striae subcortical
yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang tidak
relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan
aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang
berkaitan dengan pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik
terhadap rangsangan sensoris.
Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu
kelambanan dalam proses perkembangan anak-anak dengan ADHD. Menurut
teori ini, penderita akhirnya dapat mengejar keterlambatannya dan keadaan ini
dipostulasikan akan terjadi sekitar usia pubertas. Sehingga gejala ini tidak
menetap tetapi hanya sementara sebelum keterlambatan yang terjadi dapat dikejar.

Banyak peneliti mengungkapkan penderita ADHD dengan gangguan


saluran cerna sering berkaitan dengan penerimaan reaksi makanan tertentu. Teori
tentang alergi terhadap makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat
mempunyai efek kurang baik terhadap tingkah laku anak, serta teori bahwa gula
merupakan substansi yang merangsang hiperaktifitas pada anak. Disebutkan
antara lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular sebagai terapinya
Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma
primer dan trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak
dipertimbangkan sebagai penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh
penulis dibagi dalam tiga kelompok. Dalam gangguan ini terjadinya
penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena sebab yang bermacammacam selain oleh karena trauma. Gangguan lain berupa kerusakan susunan saraf
pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi,
perdarahan dan hipoksia.
Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan
struktur dan anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya
hambatan stimulus atau justru timbulnya stimulus yang berlebihan yang
menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam perkembangan hubungan
anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan
ADHD dan anak normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana
pada anak dengan ADHD memiliki gambaran otak yang lebih simetris
dibandingkan anak normal yang pada umumnya otak kanan lebih besar
dibandingkan otak kiri.
Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography)
didapatkan gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan
hiperaktif yang lebih dominan didapatkan aktifitas otak yang berlebihan
dibandingkan anak yang normal dengan mengukur kadar gula (sebagai sumber
energi utama aktifitas otak) yang didapatkan perbedaan yang signifikan antara
penderita hiperaktif dan anak normal.

2.3 Faktor Risiko


Dalam melakukan deteksi dini gangguan perilaku ini maka perlu diketahui
faktor resiko yang bisa mengakibatkan gangguan ADHD. Banyak bukti penelitian
yang menunjukkan peranan disfungsi Susunan saraf pusat (SSP). Sehingga
beberapa kelainan dan gangguan yang terjadi sejak kehamilan, persalinan dan
masa kanak-kanak harus dicermati sebagai faktor resiko.
Selama periode kehamilan, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan
metabolik, genetik, infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, alkohol
dan faktor psikogenik. Penyakit diabetes dan penyakit preeklamsia juga harus
dicermati.
Pada masa persalinan, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan
persalinan, induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping
terapi, depresi sistem immun dan trauma saat kelahiran normal.
Sedangkan periode kanak-kanak harus dicermati gangguan saluran cerna
kronis, infeksi, trauma, terapi medikasi, keracunan, gangguan metabolik,
gangguan vaskuler, faktor kejiwaan, keganasan dan terjadinya kejang. Riwayat
kecelakaan hingga harus dirawat di rumah sakit,kekerasan secara fisik, verbal,
emosi atau merasa diterlantarkan. Trauma yang serius, menerima perlakuan kasar
atau merasa kehilangan sesuatu selama masa kanak-kanak, tidak sadar diri atau
pingsan.
2.4 Gejala Klinis
Untuk dapat disebut memiliki gangguan ADHD, harus ada tiga gejala
utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan
impulsif. Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari
kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap
sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu,
sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.
Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam.
Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit

dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping


itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik.
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon.
Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak
terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan
tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar.
Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak
akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai
diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya.
Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas
yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif
masih ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan,
dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul
setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah.
Manifestasi klinis yang terjadi sangat luas, mulai dari yang ringan hingga
berat atau bisa terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih banyak gejala.
Tampilan klinis ADHD tampaknuya sudah bisa dideteksi sejak dini Sejas usia
bayi. Gejala yang harus lebih dicermati pada usia bayi adalah bayi yang sangat
sensitive terhadap suara dan cahaya, menangis, menjerit, sulit untuk diam, waktu
tidur sangat kurang dan sering terbangun, kolik, sulit makan atau minum susu baik
ASI atau susu botol., tidak bisa ditenangkan atau digendong, menolak untuk
disayang, berlebihan air liur, kadang seperti kehausan sering minta minum, Head
banging

(membenturkan

kepala,

memukul

kepala,

menjatuhkan

kepala

kebelakang) dan sering marah berlebihan.


Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak Clumsy (canggung),
impulsif, sering mengalami kecelakaan atau jatuh, perilaku aneh/berubah-ubah
yang mengganggu, gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak
lainnya. Agresif, Intelektual (IQ) normal atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk,
Bila di sekolah kurang konsentrasi, aktifitas berlebihan dan tidak bisa diam,
mudah marah dan meledak kemarahannya, nafsu makan buruk. Koordinasi mata

dan tangan jelek., sulit bekerjasama, suka menentang dan tidak menurut, suka
menyakiti diri sendiri (menarik rambut, menyakiti kulit, membentur kepala dll)
dan gangguan tidur.
Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya
terfokus pada satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung,
lupa pelajaran sekolah dan tugas di rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah
maupun di rumah, kesulitan dalam menyimak, kesulitan dalam menjalankan
beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak sabaran, gaduh dan bicara
berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru, banyak omong dan
suka membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut campur
pembicaraan orang lain
Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada
2 atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai
adanya hambatan yang secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi
akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul
bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan
psikotik lainnya.
Tampilan lainnya pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif,
penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata.

Mereka

biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela
pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan,
tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu
serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi
tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit
bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan
kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi
tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik
mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering menunjukkan tidakan anti
sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya
memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan


perilaku penyerta lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar,
restless-legs syndrome, ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan
kecemasan, kepribadian antisosia, substance abuse, gangguan konduksi dan
perilaku obsesif-kompulsif.
Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan
aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan
impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan
orang lain.

Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan

sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari


pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan
mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai
teman sebayanya.

Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya

gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak


yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan
minder. Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan
sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat
dan tidak menyelesaikan masalah.
Resiko terjadi ADHD semakina meningkat bila salah satu saudara atau
orang tua mengalami ADHD atau gangguan psikologis lainnya. Gangguan
posikologis dan perilaku tersebut meliputi gangguan bipolar, gangguan konduksi,
depresi, gangguan disosiatif, gangguan kecemasan, gangguan belajar, gangguan
mood, gangguan panic, obsesif-kompulsif, gangguan panic disertai goraphobia.
Juga kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan perkembangan perfasif
termasuk gangguan Asperger, Posttraumatic stress disorder (PTSD), Psychotic,
Social phobia, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.
2.5 Diagnosis
Diagnosa hiperaktifitas tidak dapat dibuat hanya berdasarkan informasi
sepihak dari orang tua penderita saja tetapi setidaknya informasi dari sekolah,
serta penderita harus dilakukan pemeriksaan meskipun saat pemeriksaan penderita

10

tidak menunjukkan tanda-tanda hiperaktif, dengan mempertimbangkan situasi dan


kondisi saat pemeriksaan dan kemungkinan hal lain yang mungkin mejadi pemicu
terjadinya hiperaktifitas. Pada beberapa kasus bahkan membutuhkan pemeriksaan
psikometrik dan evaluasi pendidikan. Hingga saat ini belum ada suatu standard
pemeriksaan fisik dan psikologis untuk hiperaktifitas. Ini berarti pemeriksaan
klinis haruslah dilakukan dengan sangat teliti meskipun belum ditemukan
hubungan yang jelas antara jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan proses
terjadinya hiperaktifitas.

Beragam kuesioner dapat disusun untuk membantu

mendiagnosa, namun yang terpenting adalah perhatian yang besar dan


pemeriksaan yang terus-menerus, karena tidak mungkin diagnosa ditegakkan
hanya dalam satu kali pemeriksaan.
Bila didapatkan seorang anak dengan usia 6 hingga 12 tahun yang
menunjukkan tanda-tanda hiperaktif dengan prestasi akademik yang rendah dan
kelainan perilaku, hendaknya dilakukan evaluasi awal kemungkinan
Untuk mendiagnosis ADHD digunakan kriteria DSM IV yang juga
digunakan, harus terdapat 3 gejala : hiperaktif, masalah perhatian (inattention) dan
masalah konduksi (impulsif).
KRITERIA A masing-masing (1) atau (2)
(1)

Enam atau lebih gejala dari kurang perhatian atau konsentrasi yang tampak

paling sedikit 6 bulan terakhir pada tingkat maladaptive dan tidak konsisten
dalam perkembangan.
INATTENTION
a. Sering gagal dalam memberi perhatian secara erat secara jelas atau membuat
kesalahan yang tidak terkontrol dalam :
1. sekolah
2. bekerja
3. aktifitas lainnya
b. Sering mengalami kesulitan menjaga perhatian/ konsentrasi dalam menerima
tugas atau aktifitas bermain.
c. Sering kelihatan tidak mendengarkan ketika berbicara secara langsung

11

1. Menyelesaikan pekerjaan rumah


2. Pekerjaan atau tugas
3. Mengerjakan perkerjaan rumah (bukan karena perilaku melawan)
4. Gagal untuk mengerti perintah
d. Sering kesulitan mengatur tugas dan kegiatan
e. Sering menghindar, tidak senang atau enggan mengerjakan tugas yang
membutuhkan usaha (seperti pekerjaan sekolah atau perkerjaan rumah)
f. Sering kehilangan suatu yang dibutuhkan untuk tugas atau kegiatan (
permainan, tugas sekolah, pensil, buku dan alat sekolah lainnya ))
g. Sering mudah mengalihkan perhatian dari rangsangan dari luar yang tidak
berkaitan
h. Sering melupakan tugas atau kegiatan segari-hari
(2) Enam atau lebih gejala dari hiperaktivitas/impulsifitas yang menetap dalam
6 bulan terakhir
HIPERAKTIFITAS
a.

Sering merasa gelisah tampak pada tangan, kaki dan menggeliat dalam
tempat duduk

b.

Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelas atau situasi lain yang
mengharuskan tetap duduk.

c.

Sering berlari dari sesuatu atau memanjat secara berlebihan dalam situasi
yang tidak seharusnya (pada dewasa atau remaja biasanya terbatas dalam
keadaan perasaan tertentu atau kelelahan )

d.

Sering kesulitan bermain atau sulit mengisi waktu luangnya dengan


tenang.

e.

isering berperilaku seperti mengendarai motor

f.

Sering berbicara berlebihan

IMPULSIF

12

a. Sering mengeluarkan perkataan tanpa berpikir, menjawab pertanyaan sebelum


pertanyaannya selesai.
b. Sering sulit menunggu giliran atau antrian
c. Sering menyela atau memaksakan terhadap orang lain (misalnya dalam
percakapan atau permainan).
KRITERIA B:

Gejala hiperaktif-impulsif yang disebabkan gangguan sebelum


usia 7 tahun.

KRITERIA C:

Beberapa gangguan yang menimbulkan gejala tampak dalam


sedikitnya 2 atau lebih situasi ( misalnya di kelas, di permainan
atau di rumah )

KRITERIA D:

Harus terdapat pengalaman manifestasi bermakna secara jelas


mengganggu kehidupan sosial, akademik, atau pekerjaan )

KRITERIA E:

Gejala tidak terjadi sendiri selama perjalanan penyakit dari


Pervasive

Developmental

gangguan

psikotik

(Gangguian

dan

Perasaan,

Disorder,
dari

Schizophrenia,

gangguan

Gangguan

mental

kecemasan,

atau

lainnya

Gangguan

Disosiatif atau gangguan kepribadian)


Diagnosis ADHD, Tipe kombinasi jika terdapat pada A1 dan A2 yang
didaptkan dalam 6 bulan terakhir. ADHD tipe Inatentif redominan jika dalam
kriteria didapatkan A1, tetapi tidak didapatkan gejala pada A2 dalam 6 bulan
terakhir. ADHD Hiperaktif Predominan -Tipe Impulsif): jika kriteria didapatkan
A2 tapi tidak dijumpai kriteria A1 dalam 6 bulan terakhir.
Kriteria diagnostik hiperaktifitas adalah ditemukannya 6 gejala atau lebih yang
menetap setidaknya selama 6 bulan. Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum
umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di
rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang secara signifikan dalam
kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu,
serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan perkembangan,
skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya.

13

2.6 Deteksi Dini


Deteksi dini ADHD dilakukan jika ada indikasi atau bila ada keluhan dari
orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan,
BKB, petugas PADU, pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berupa
salah satu atau lebih keadaan di bawah ini:
-

Anak tidak bisa duduk tenang, begerak tanpa tujuan, tidak mengenal lelah

Perubahan suasana hati yang mendadak/impulsif


Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan

Perhatian dan Hiperaktivitas /GPPH yang merupakan terjemahan dari Abbreviated


Corners Rating Scale. Formulir terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan pada
orang tua/pengasuh anak/guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan
pemeriksa.
Kegiatan yang diamati
1.
2.
3.
4.

0 1 2 3

Tidak kenal lelah, atau aktivitas yang berlebihan


Mudah menjadi gembira, impulsive.
Mengganggu anak-anak lain
Gagal menyelesaikan kegiatan yang sudah di mulai, rentang

perhatian pendek
5. Menggerak-gerakkan anggota badan atau kepala secara
terus menerus
6. Kurang perhatian, mudah teralihkan
7. Permintaannya harus segera dipenuhi, mudah menjadi
frustrasi
8. Sering dan mudah menangis
9. Suasana hatinya mudah beruba dengan cepat dan drastis
10. Ledakkan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan tak terduga.
Jumlah
Nilai Total :
Tabel 1 Abbreviated Corners Rating Scale
Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH:
14

Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku
yang tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan pada orang
tua/pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.

Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan kemampuan anak


sesuai dengan pertanyaan pada formulir deteksi dini GPPH.

Keadaan yang ditanyakan/diamati pada anak dimanapun anak berada,


misal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko dll); setiap saat dan ketika anak
dengan siapa saja.

Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama dilakukan


pemeriksaan. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
Interpretasi:
Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan bobot nilai

berikut ini dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban menjadi nilai total
Nilai 0: jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak.
Nilai 1: jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak.
Nilai 2: jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak.
Nilai 3: jika keadaan tersebut selalu ada pada anak.
Bila nilai total 13 atau lebih, kemungkinan anak mengalami GPPH.
Intervensi:
-

Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke Rumah Sakit yang


memiliki fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang anak untuk konsultasi
dan pemeriksaan lebih lanjut.

Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan


pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan pada orangorang terdekat dengan anak (orang tua, pengasuh, nenek, guru, dsb).

2.7 Penanganan Dini

15

Melihat penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan adanya


beberapa teori penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara
dalam penanganannya sesuai dengan landasan teori penyebabnya.
Terapi

medikasi

atau

farmakologi

adalah

penanganan

dengan

menggunakan obat-obatan. Terapi ini hendaknya hanya sebagai penunjang dan


sebagai kontrol terhadap kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang
tidak terkendali. Sebelum digunakannya obat-obat ini, diagnosa ADHD haruslah
ditegakkan lebih dulu dan pendekatan terapi okupasi lainnya secara simultan juga
harus dilaksanakan, sebab bila penanganan hanya diutamakan obat maka tidak
akan efektif secara jangka panjang.
Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita.
Diantaranya adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan
pencernaan (Intestinal Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan
alergi makanan atau reaksi simpang makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai
sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup efektif. Suatu substansi asam
amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil yang cukup
memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu
mensitesa (memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat
ditingkatkan produksinya dengan menggunakan golongan amphetamine.
Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi,
defisiensi mineral, essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino dan
toksisitas Logam berat. Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita
ADHD adalah terapi EEG Biofeed back, terapi herbal, pengobatan homeopatik
dan pengobatan tradisional Cina seperti akupuntur.
Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat
holistik dan menyeluruh. Penanganan ini hendaknya melibatkan multi disiplin
ilmu yang dilakukan antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang
berpengaruh terhadap penderita secara bersama-sama. Penanganan ideal harus
dilakukan terapi stimulasi dan terapi perilaku secara terpadu guna menjamin
keberhasilan terapi.

16

Untuk mengatasi gejala gangguan perkembangan dan perilaku pada


penderita ADHD yang sudah ada dapat dilakukan dengan terapi okupasi. Ada
beberapa terapi okupasi untuk memperbaiki gangguan perkembangan dan perilaku
pada anak yang mulai dikenalkan oleh beberapa ahli perkembangan dan perilaku
anak di dunia, diantaranya adalah sensory Integration (AYRES), snoezelen,
neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifukasi Perilaku, terapi bermain
dan terapi okupasi lainnya
2.8 Stimulasi Dini
Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara
langsung, dengan lebih memfokuskan pada perunahan secara spesifik. Pendekatan
ini cukup berhasil dalam mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi
sosial, bahasa dan perawatan diri sendiri. Selain itu juga akan mengurangi
perilaku yang tidak diinginkan, seperti agrsif, emosi labil, self injury dan
sebagainya. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif
dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi,
marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.
Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan,
kemampuan gerak, minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif
dalam melakukan kegiatan kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana
persiapan untuk beraktifitas dan bekerja saat usia dewasa. Terapi bermain
digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana tersebut
dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan
terapi.
Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa
tanggung jawab dan kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka
agar mau belajar mengontrol diri dan mengendalikan aktifitasnya serta
kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu yang harus dikuasai, dengan
menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang
akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk
didalamnya kegiatan yang cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam

17

dirinya tidak tertimbun kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh


kegiatan yang harus dilakukan. Nasehat untuk orangtua, sebaiknya orang tua
selalu mendampingi dan mengarahkan kegiatan yang seharusnya dilakukan sianak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang menarik minat,
sehingga lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola
pengasuhan di rumah, anak diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang
benar tentang segala sesuatu yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak
boleh dikerjakan serta memberi kesempatan mereka untuk secara psikis menerima
petunjuk-petunjuk yang diberikan.
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok
dari upaya perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak
bersedia melakukan sesuatu dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan
keyakinan bahwa dia mampu mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu
mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan penghargaan yang tulus baik
berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif. Bila hal ini tidak
berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus
segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai.
Strategi di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya
di tempat-tempat umum, dalam hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik
berupa suasana ataupun suatu benda tertantu yang dapat membangkitkan perilaku
hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan dicegah, untuk itu orang tua dan
guru harus mengetahui hal-hal apa yang yang dapat memicu perilaku tersebut.
Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan
pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah,
dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

18

BAB 3
PENUTUP
ADHD atau Attention Deficite Hyperactivity Disorder pada anak yang
merupakan gangguan perilaku yang semakin sering ditemukan. Seringkali karena
kurang pemahaman dari orangtua dan guru serta orang-orang disekitarnya anak
diperlakukan tidak tepat sehingga cenderung memparah keadaan. Terdapat
beberapa pegangan dalam mendiagnosa ADHD, gejala hiperaktifitas harus dapat
dilihat pada setidaknya di dua tempat yang berbeda dengan kondisi (setting) yang
berbeda pula. Maka dari itu, perlu adanya deteksi dini terhadap gejala
hiperaktifitas yang terjadi pada anak untuk menentukan apakah termasuk ADHD
ataupun tidak.
Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat
holistik dan menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu
yang dikoordinasikan antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang
berpengaruh terhadap penderita.

19

DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Pediatrics. Clinical Practice Guideline: Treatment of the
School-Aged Child With Attention Deficit Hyperactivity Disorder.
Pediatrics Vol. 108 No. 4. USA . 2001;1033-44
American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM-IV-TR). 4th ed. Washington , DC : American Psychiatric
Association; 2000. 78-85.
APA: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Washington,
DC : American Psychiatric Association Press; 1994: 78-85.
Baving L, Laucht M, Schmidt MH: Atypical frontal brain activation in ADHD:
preschool and elementary school boys and girls. J Am Acad Child Adolesc
Psychiatry 1999 Nov; 38(11): 1363-71
Biederman J, Faraone SV, Milberger S: Is childhood oppositional defiant disorder
a precursor to adolescent conduct disorder? Findings from a four-year
follow-up study of children with ADHD. J Am Acad Child Adolesc
Psychiatry 1996 Sep; 35(9): 1193-204
Brown TE: Brown ADD Scales. San Antonio, TX: Psychological Corp; 1996: 5-6.
Bush G, Frazier JA, Rauch SL: Anterior cingulate cortex dysfunction in attentiondeficit/hyperactivity disorder revealed by fMRI and the Counting Stroop.
Biol Psychiatry 1999 Jun 15; 45(12): 1542-52
Casey BJ, Castellanos FX, Giedd JN: Implication of right frontostriatal circuitry
in response inhibition and attention-deficit/hyperactivity disorder. J Am
Acad Child Adolesc Psychiatry - Sarfatti SE; 36(3): 374-83
Child development institute. About Attention Deficit Hyperactivity Disorder
ADD/ADHD.

Child

Development

Institute

2003:

ttp://www.childdevelopmentinfo.com/disorders/adhd.shtml.
Daruna JH, Dalton R, Forman MA. Attention deficit hyperactifity disorder.
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics.
16th ed. WB Saunders Co. USA . 2000;29.2:100-3.

20

Dulcan M: Practice parameters for the assessment and treatment of children,


adolescents, and adults with attention-deficit/hyperactivity disorder.
American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. J Am Acad Child
Adolesc Psychiatry 1997 Oct; 36(10 Suppl): 85S-121S
Elia J, Ambrosini PJ, Rapoport JL: Treatment of attention-deficit-hyperactivity
disorder. N Engl J Med 1999 Mar 11; 340(10): 780-8
Faraone SV, Sergeant J, Gillberg C, Biederman J: The Worldwide Prevalence of
ADHD: Is it an American Condition? World Psychiatry 2003;2:104-113.
Faraone SV, Perlis RH, Doyle AE, et al: Molecular genetics of attentiondeficit/hyperactivity disorder. Biol Psychiatry 2005 Jun 1; 57(11): 1313-23
Green WH: Child and Adolescent Clinical Psychopharmacology. Baltimore , Md :
Williams & Wilkins; 1995: 56-77.
Greenhill LL: Diagnosing attention-deficit/hyperactivity disorder in children. J
Clin Psychiatry 1998; 59 Suppl 7: 31-41
Hunt RD , Paguin A, Payton K: An update on assessment and treatment of
complex attention-deficit hyperactivity disorder. Pediatr Ann 2001 Mar;
30(3): 162-72. Jensen PS: Fact versus fancy concerning the multimodal
treatment study for attention-deficit hyperactivity disorder. Can J
Psychiatry 1999 Dec; 44(10): 975-80
IMH. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. NIMH Public Inquiries Bethesda,
U.S.A

dapat dilihat di: http://www.nimh.nih.gov/publicat/ adhd.cfm

diakses pada: 27 April 2003.


Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Kaplan and Sadock's Synposis of Psychiatry.
7th ed. Baltimore , Md : Williams & Wilkins; 1994: 1063-8.
Laufer MW. Brain disorder. Ed. Freedman AM, Kaplan HI. Dalam:
Comprehensive textbook of psychiatry. The Williams and Wilkins Co.
Maryland , USA.1973;42:1142-52.
MTA Cooperative Group: A 14-month randomized clinical trial of treatment
strategies

for

attention-deficit/hyperactivity

disorder.

The

MTA

Cooperative Group. Multimodal Treatment Study of Children with ADHD.


Arch Gen Psychiatry 1999 Dec; 56(12): 1073-86

21

Multimodal Treatment Study: Moderators and mediators of treatment response for


children with attention-deficit/hyperactivity disorder: the Multimodal
Treatment Study of children with Attention-deficit/hyperactivity disorder.
Arch Gen Psychiatry 1999 Dec; 56(12): 1088-96
Ramchandani P, Joughin C, Zwi M: Attention deficit hyperactivity disorder in
children. Clin Evid 2002 Jun; 262-71.
Reeves G, Schweitzer J: Pharmacological management of attention-deficit
hyperactivity disorder. Expert Opin Pharmacother 2004 Jun; 5(6): 1313-20
Rugino TA, Samsock TC: Modafinil in children with attention-deficit
hyperactivity disorder. Pediatr Neurol 2003 Aug; 29(2): 136-42
Rutter M, Taylor E, Hersov L: Child and Adolescent Psychiatry: Modern
Approaches. 3rd ed. Oxford , UK : Blackwell Science; 1994: 285-307.
Spencer T, Biederman J, Wilens T: Nonstimulant treatment of adult attentiondeficit/hyperactivity disorder. Psychiatr Clin North Am 2004 Jun; 27(2):
373-83
Vaidya CJ, Austin G, Kirkorian G: Selective effects of methylphenidate in
attention deficit hyperactivity disorder: a functional magnetic resonance
study. Proc Natl Acad Sci U S A 1998 Nov 24; 95(24): 14494-9
Wilens TE: Straight Talk about Psychiatric Medications for Kids. New York ,
NY : Guilford Press; 2002.

22

Anda mungkin juga menyukai