Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

PENGETAHUAN , SIKAP DAN PERILAKU

Disusun Oleh : KELOMPOK 1

Frisma Indah P.

1102008108

Aan Muthmainnah

1102010001

Etika Septira

1102010090

Ikra Alfata Arza

1102010127

Pratama Aditya B.

1102010217

Pembimbing :
DR. Kholis Ernawati, S.Si, M.Kes
KEPANITRAAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 29 JUNI 31 JULI 2015

PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU

PENDAHULUAN
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman
dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Baron dan Byrne (2004) mengemukakan definisi sikap sebagai penilaian
subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Stricland (2001) menjelaskan bahwa
sikap adalah predisposisi atau kecendrungan untuk memberikan respon secara
kognitif, emosi, dan prilaku yang diarahkan pada suatu obyek, pribadi dan situasi
khusus dalam cara-cara tertentu. Sikap adalah sebuah pola yang menetap berupa
respons evaluative tentang orang, benda, atau isu (colman, 2006).
Menurut Sunaryo (2004), yang disebut perilaku manusia adalah aktivitas yang
timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung.
Derajat kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh pengetahuan sikap dan
perilaku, oleh karena itu, pemahaman mengenai pengetahuan sikap dan perilaku harus
di pahami lebih baik.

PENGETAHUAN
A. PENGERTIAN
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman
dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia
tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan (Ensiklopedia bebas berbahasa
(2011), Budaya .www.

Wikipedia.

Co.Id.(download:3

November

20011)).

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui
dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau
kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Ensiklopedia
bebas

berbahasa

(2011), Pengetahuan .www.

Wikipedia.

Co.Id.(download:3

November 2011)).
B. TINGKAT PENGETAHUAN
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo
(2003) mempunyai 6 tingkat, yakni :
1)

Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh, dapat menyebutkan
tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

2)

Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar. Contoh, menyimpulkan meramalkan, dan sebagainya terhadap

obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan


makanan yang bergizi.
3)

Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan menggunakan rumus statistik dalam menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus pemecahan masalah (problem
solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang
diberikan.

4)

Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis

ini

dapat

menggambarkan

dilihat

dari

(membuat

penggunaan

bagan),

kata-kata

membedakan,

kerja

dapat

memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.


5)

Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,
dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada.

6)

Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.evaluasi dilakukan dengan
menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.

C. PROSES ADOPSI PENGETAHUAN


Dari suatu pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang disadari
pengetahuan mengungkapkan sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku
baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
1) Awarness (Kesadaran)

Dimana orang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap


stimulus (obyek).
2) Interest (Tertarik)
Subyek mulai tertarik pada stimulus atau obyek tersebut, maka disini sikap
obyek sudah timbul.
3) Evaluation (Evaluasi)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus-stimulus bagi
dirinya, hal ini berarti sikap respon sudah lebih baik lagi.
4) Trial (Mencoba)
Dimana subyek mulai mencoba melaksanakan sesuatu hal sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus atau obyek.
5) Adaptation (Adaptasi)
Subyek mencoba melaksanakan sesuatu sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Penerimaan perilaku baru atau adopsi
yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan berlangsung lama, (Notoatmodjo, 2007).
Disebutkan pula bahwa pengetahuan merupakan suatu wahana untuk
mendasari seseorang berperilaku secara alamiah, sedangkan tingkatannya maupun
lingkungan pergaulan melalui pengetahuan yang didapatnya akan mendasari
seseorang dalam mengambil keputusan rasional dan efektif untuk kesehatannya.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang untuk mengadaptasikan dirinya
dalam lingkungan inovasi yang baru maka semakin baik pula penerimaannya,
(Notoatmodjo, 2007).
D. KRITERIA PENGETAHUAN
Pengetahuan dapat dikategorikan menjadi:
Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan
antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi. Menurut Nursalam
2008 kriteria untuk menilai dari tingkatan pengetahuan menggunakan nilai:
a) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100%

b) Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75%


c) Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai 56%
E. CARA MEMPEROLEH PENGETAHUAN
Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1)

Cara tradisional atau non ilmiah


Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode
penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non ilmiah, tanpa
melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara
lain meliputi:
(1) Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh
manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau
dengan kata yang lebih dikenal trial and error. Cara ini telah dipakai orang
sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada
waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya
pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan
dengan menggunakan beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan
apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.
Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba lagi dengan
kemungkinan

ketiga,

dan

apabila

kemungkinan

ketiga

gagal

dicoba

kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat


terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and
error (gagal atau salah) atau metode coba salah (coba-coba), (Notoatmodjo,
2010).
(2) Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja
oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzin urease
oleh Summers pada tahun 1926. Pada suatu hari Summer bekerja dengan
ekstrak acetone, dan karena terburu-buru ingin bermain tennis, maka ekstrak
acetone tersebut disimpan di dalam kulkas. Keesokan harinya ketika ingin
meneruskan percobaanya, ternyata ekstrak acetone yang disimpan didalam

kulkas tersebut timbul kristal-kristal yang kemudian disebut enzim urease,


(Notoatmodjo, 2010).
(3) Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaankebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini
biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya,
(Notoatmodjo, 2010).
(4) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini
mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan,
atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai
upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut
orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan
masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan atau merujuk cara
tersebut. Tetapi bila ia gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak akan
mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga
berhasil memecahkannya, (Notoatmodjo, 2010).
(5)

Cara akal sehat (Common sense)


Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori

atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua
zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya, atau agar anak
disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya
dijewer telinganya atau dicubit, (Notoatmodjo, 2010).
(6)

Kebenaran melalui wahyu


Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari

tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh
pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran
tersebut rasional atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh para Nabi adalah
sebagai wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran atau penyelidikan
manusia, (Notoatmodjo, 2010).

(7)

Kebenaran secara intuitif


Kebenaran secara intuitif diperoleh oleh manusia secara cepat sekali

melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau
berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena
kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang
sistematis.Kebenaran ini diperoleh seseorang hanya berdasarkan intuisi atau
suara hati atau bisikan hati saja, (Notoatmodjo, 2010).
(8)

Melalui jalan pikiran


Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir

manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan


penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam
memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan
pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada
dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya
sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan, (Notoatmodjo, 2010).
(9)

Induksi
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa induksi adalah proses

penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke


pernyataan yang bersifat umum. Hal ini berarti dalam berpikir induksi
pembuatan kesimpulan tersbut berdasarkan pengalaman-pengalaman empiris
yang ditangkap oleh indra. Kemudian disimpulkan ke dalam suatu konsep yang
memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala, (Notoatmodjo, 2010).
(10) Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan
umum ke khusus. Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berpikir
deduksi ini kedalam suatu cara yang disebut silogisme. Silogisme ini merupan
suatu bentuk deduksi yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai
kesimpulan yang lebih baik. Didalam proses berpikir deduksi berlaku bahwa
sesuatu yang dianggap benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga
kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk
dalam kelas itu, (Notoatmodjo, 2010).
2)

Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa


ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian
ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian (research
methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (15611626). Ia adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode berpikir
induktif. Mula-mula ia mengadakan pengamatan langsung tehadap gejalagejala alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya tersebuat
dikumpulkan dan diklasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan umum.
Kemudian metode berpikir induktif yang dikembangkan oleh Bacon ini
dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam
memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung,
dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan
objek yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yakni :
a) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat
dilakukan pengamatan.
b) Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada
saat dilakukan pengamatan.
c) Gejala-gejala yang muncul bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubahubah pada kondisi-kondisi tertentu, (Notoatmodjo, 2010).
F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN
1)

Faktor Internal menurut Notoatmodjo (2003) :


a)

Pendidikan
Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt yang dikutip oleh
Notoatmojo (2003) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak yang
tertuju kepada kedewasaan. Sedangkan GBHN Indonesia mendefinisikan
lain, bahwa pendidikan sebagai suatu usaha dasar untuk menjadi
kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung
seumur hidup.

b) Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang
tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi didukung
minat yang cukup dari seseorang sangatlah mungkin seseorang tersebut
akan berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan.

c)

Pengalaman
Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang (Middle
Brook, 1974) yang dikutip oleh Azwar (2009), Mengatakan bahwa tidak
adanya suatu pengalaman sama sekali. Suatu objek psikologis cenderung
akan bersikap negatif terhadap objek tersebut untuk menjadi dasar
pembentukan sikap pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang
kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman
pribadi tersebut dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan,
pengalaman akan lebih mendalam dan lama membekas.

d) Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada
orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari
pengalaman dan kematangan jiwanya, makin tua seseorang maka makin
kondusif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi
(Azwar, 2009).
2)

Faktor External menurut Notoatmodjo (2003), antara lain :


Dalam memenuhi kebutuahan primer ataupun sekunder, keluarga
dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding dengan keluarga
dengan status ekonomi rendah, hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan
informai termasuk kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.
a)

Informasi
Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai
pemberitahuan seseorang adanya informasi baru mengenai suatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal
tersebut. Pesan-pesan sugestif dibawa oleh informasi tersebut apabila arah
sikap tertentu. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggunakan
kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang berpengaruh perubahan
perilaku, biasanya digunakan melalui media masa.

b)

Kebudayaan/Lingkungan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pengetahuan kita. Apabila dalam suatu wilayah
mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan maka
sangat mungkin berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap
seseorang.

SIKAP
A. PENGERTIAN
Baron dan Byrne (2004) mengemukakan definisi sikap sebagai penilaian
subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Stricland (2001) menjelaskan bahwa
sikap adalah predisposisi atau kecendrungan untuk memberikan respon secara
kognitif, emosi, dan prilaku yang diarahkan pada suatu obyek, pribadi dan situasi
khusus dalam cara-cara tertentu. Sikap adalah sebuah pola yang menetap berupa
respons evaluative tentang orang, benda, atau isu (colman, 2006).
Sikap adalah tendensi untuk bereaksi dalam cara suka atau tidak suka terhadap
suatu obyek. Sikap merupakan emosi atau efek yang diarahkan oleh seseorang kepada
orang lain, benda atau peristiwa sebagai sasaran sikap. Sikap melibatkan
kecendrungan respons yang bersifat prefensial. Dalam konteks itu, seseorang
memiliki kecendrungan untuk puas atau tidak puas, positif atau tidak suka terhadap
suatu obyek sikap (Eagly & Chaiken, 1993).
B. KOMPONEN SIKAP
Terdapat tiga komponen sikap yaitu :
komponen respons evaluatif kognitif adalah gambaran tentang cara seseorang
dalam mempersepsi obyek, peristiwa, atau situasi sebagai sasaran sikap.
Komponen ini adalah pikiran, keyakinan, atau ide seseorang tentang suatu
obyek. Dalam bentuk yang sederhana komponen kognitif adalah kategorikategori yang digunakan dalam berpikir. Misalnya kategori sepeda motor
dalah sepeda motor wanita atau katagori sepeda motor Honda dan Yamaha.

Komponen yang kedua adalah komponen respons evaluatif afektif adalah


perasaan atau emosi yang dihubungkan dengan suatu obyek sikap. Perasaan

atau emosi meliputi kecemasan, kasihan, benci, marah, cemburu, atau suka.
komponen yang ketiga adalah komponen respons evaluatif prilaku adalah
tendensi untuk berprilaku pada cara-cara tertentu terhadap obyek sikap. Dalam
hal ini, tekanan lebih pada tendensi untuk berprilaku dan bukan pada prilaku
secara terbuka. Misalnya, orang memiliki tendensi untuk melakukan tindakan
diskriminatif terhadap anggota dari kelompok etnis tertentu, namun karena
tindakan itu secara social dan legal dilarang, maka ia tidak melakukannya.

C. TINGKATAN SIKAP
Berbagai tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003) tediri dari :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (obyek).
2. Merespon (Responding)
Memberikan

jawaban

apabila

ditanya,

mengerjakan

sesuatu

dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.


3. Menghargai (Valuting)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan/mendiskusikan suatu masalah adalah
suatu indikasi sikap.
4. Bertanggung jawab (Responsile)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
D. FUNGSI SIKAP
D. Katz (Luthans, 1995) menjelaskan empat fungsi sikap, yaitu fungsi penyesuaian
diri, fungsi ekspresi nilai, dan fungsi pengetahuan.
1. Fungsi penyesuaian diri berarti bahwa orang cenderung mengembangkan sikap
yang akan membantu untuk mencapai tujuannya secara maksimal. Contoh:
seseorang cenderung menyukai partai politik yang mampu memenuhi dan
mewakili aspirasi-aspirasinya.
2. Fungsi pertahanan diri mengacu pada pengertian bahwa sikap dapat melimndungi
seseorang dari keharusan untuk mengakui kenyataan tentang dirinya. Contoh:

perilaku proyeksi. Proyeksi adalah atribusi cirri-ciri yang tidak diakui oleh diri
seseorang dalam dirinya kepada orang lain.
3. Fungsi ekspresi nilai berarti bahwa sikap membantu ekspresi positif nilai-nilai
dasar seseorang, memamerkan citra dirinya, dan aktualisasi diri. Contoh: si Fitra
mungkin mempunyai citra diri sebagai orang konservatif yang hal itu akan
mempengaruhi sikapnya tentang demokrasi atau sikapnya tentang perubahan
social.
4. Fungsi pengetahuan berarti bahwa sikap membantu seseorang menetapkan standar
evaluasi terhadap suatu hal. Standar itu menggambarkan keteraturan, kejelasan,
dan stabilitas kerangka acuh pribadi seseorang dalam menghadapi obyek atau
peristiwa disekelilingnya. Contoh: pemilik sepeda motor akan mengubah sikap
positip terhadap sepeda motor seiring dengan peningkatan status sosialnya. Dan
sekarang ia akan memutuskan untuk membeli mobil karena ia yakin bahwa mobil
lebih sesuai dengan status sosialnya yang baru yakni sebagai manager.
E. KARAKTERISTIK SIKAP
Menurut Brigham (1991) ada beberapa cirri sifat (karakteristik) dasar dari sikap,
yaitu:
1. Sikap disumpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
2. Sikap ditujukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal ini
skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengategorisasikan
target objek dimana sikap diarahkan.
3. Sikap dipelajari.
4. Sikap mempengaruhi prilaku,mengakui suatu sikap yang mengarah pada suatu
obyek memberikan satu alasan untuk berprilaku mengarah pada obyek itu dengan
suatu cara tertentu.
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP
1. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komoponen sosial
yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang
yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita,
seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus
bagi kita akan mempengaruhi pembentkan sikap kita terhadap sesuatu. Contoh :
Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.
3. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita.
4. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu
hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam arti individu.
6. Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan
pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
G. TEORI TENTANG SIKAP
1. Teori Keseimbangan
Pada teori ini fokusnya terletak pada upaya individu untuk tetap konsisten
dalam bersikap dalam hidup yang melibatkan hubungan- hubungan antara
seseorang dengan dua objek sikap.
Dan dalam bentuk sederhana, ketiga elemen tersebut dihubungkan dengan :
a. sikap favorable ( baik, suka, positif )
b. sikap Unfavorable ( buruk, tidak suka, negatif )
2. Teori Konsistensi kognitif Afektif
Pada teori ini fokusnya terletak pada bagaimana seseorang berusaha
membuat kognisi mereka konsisiten dengan afeksinya dan penilaian seseorang
terhadap suatu kejadian akan mempengaruhi keyakinannya.

Sebagai contoh: Tidak jadi makan direstoran X karena temannya bilang bahwa
restoran tersebut tidak halal padahal di belum pernah kesana.
3. Teori Ketidaksesuaian
Pada teori ini fokusnya terletak pada bagaimana individu menyelaskan
elemen elemen kognisi, pemikiran atau struktur ( Konsonansi selaras ) dan
disonasi atau kesetimbangan yaitu pikiran yang amat menekan dan memotivasi
seseorang untuk memperbaikinya.dimana terdapat 2 elemen kognitif dimana
disonasi terjadi jika kedua elemen tidak cocok sehingga menganggu logika dan
penghargaan. Sebagai contoh Misalnya: Merokok membahayakan kesehatan
konsonansi dengan saya tidak merokok; tetapi disonansi dengan perokok.
Cara mengurangi Disonansi:
a. Merubah salah satu elemen kognitif, yaitu dengan mengubah sikap agar sesuai
dengan perilakunya. Misalnya : stop merokok
b. Menambahkan satu elemen kognitif baru. Misalnya: tidak percaya rokok
merusak kesehatan
4. Teori Atribusi
Pada teori ini fokusnya terletak paad bagaimana individu mengetahui akan
sikapnya dengan mengambil kesimpulan sendiri dan persepsinya tentang situasi.
Pada teori ini implikasinya adalah perubahan perilaku yang dilakukan seseorang
menimbulkan kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah.
Sebagai contoh memasak setiap kesempatan baru sadar kalu dirinya suka
menyukai/ hobi memasak
H. HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU
Sampai sekarang masih terdapat banyak kontroversi berkenaan dengan
kejelasan hubungan antara sikap dan perilaku seseorang. Sikap akan memiliki
kemampuan prediksi terhadap unjuk perilaku yang memadai apabila memenuhi
syarat: peneliti memiliki alat ukur sikap yang memadai dan peneliti memahami
terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang, teori tindakan
beralasan merupakan salah satu teori yang berhasil menjembatani hubungan antara
sikap dan perilaku (Aronson, Wilson, dan Akert, 1997). Sikap dan perilaku
mempengaruhi perilaku melalui variabel perantara yang disebut sebagai niat untuk
melaksanakan perilaku.

Teori tindakan beralasan sangat sesuai untuk menjelaskan hubungan antara


sikap dan perilaku seseorang dalam konteks perilaku yang memiliki cirri-ciri
sederhana, umum, dan mudah dilakukan dibawah control individu yang bersangkutan
(Eagly, 1992).
I. PERSUASI DAN PERUBAHAN SIKAP
Persuasi adalah suatu usaha secara cermat dari seseorang atau suatu
kelompok untuk mempengaruhi keyakinan, sikap, dan perilaku orang lain atau
kelompok lain pada arah tertentu. Dalam konteks persuasi yang menekankan pada
perubahan sikap, Colman (2006) menjelaskan bahwa: persuasi adalah proses
perubahan sikap yang dilakukan melalui presentasi pesan yang bermuatan argumentargumen yang melemahkan atau menguatkan seseorang, obyek, atau isu tempat
seseorang mengarahkan sikapnya.
Efektifitas proses persuasi sangat bergantung pada keberhasilan proses
komunikasi. Proses komunikasi yang efektif membutuhkan kesatuhan situasi antara
pengirim pesan dan penerima pesan tentang isi suatu pesan. Terdapat tiga faktor
penting yang perlu diperhatikan agar suatu komunikasi dapat berjalan secara efektif.
Ketiga faktor itu adalah komunikator, isi pesan, dan sasaran.
Seorang komunikator harus memenuhi syarat kepercayaan dari penerima
pesan, kepakaran, disukai oleh penerima pesan, memiliki kesamaan dengan penerima
pesan, dan memiliki beraneka sumber dalam memperjelas isi pesan yank ingin
disampaikan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas pesan adalah kemapuan
isi pesan untuk menimbulkan rasa cemas, penarikan secara eksplisit isi pesan oleh
penerima, dan kecenderungan isi pesan untuk mengarahkan kebenaran isi pesan hanya
dari satu sisi.
Dalam diri sasaran persuasi, kita dapat membagi kepribadian mereka menjadi
kelompok yang mudah untuk dipersuasi dan kelompok yang sulit dipersusi. Namun
pembagian itu harus mempertimbangkan sumber persuasi, intensitas persuasi dan
muatan isu-isu yang disampaikan.
J. IDE IDE YANG DAPAT DITERAPKAN

1. Setiap hari, kita dihadapkan pada berbagai usaha untuk mengubah sikap kita.
Salah satunya adalah iklan. Iklan berusaha mengubah sikap kita untuk
membeli suatu produk dan hal itu merupakan bentuk dari persuasi. Agar kita
tidak mudah terpengaruh oleh iklan maka kita bisa menolak persuasi.Dengan
cara

memandang persuasi sebagai suatu hal yang dapat merugikan dan

sebagai penyerangan terhadap kebebasan pribadi. Tidak ada seorang pun yang
suka disuruh melakukan sesuatu, tetapi hal itulah yang dilakukan oleh para
pembuat iklan, politikus, dan lainnya, saat mencoba untuk mengubah sikap
kita. Jadi ketika kita menerima tawaran, ingatkan diri sendiri bahwa kitalah
yang berkuasa atas hidup kita dan tidak ada alasan apapun untuk menerima
apapun yang ditawarkan oleh iklan ataupun perayu itu.
2. Di Indonesia banyak hal yang dapat dilakukan dengan cara persuasi. Misalnya
lapindo, tsunami di aceh, bencana merapi, dan sebagainya. Namun, pemimpin
Indonesia justru abai pada persuasi. Persuasi menekankan pada sikap empatik
mengajak warga untuk mengukuti leader berdasarkan legitimasi moral bukan
semata legitimasi informal. Persuasive bisa ampuh jika para follower merasa
tidak keberatan, ikhlas, dan tulus melakukan apa yang diperintahkan.
3. Seorang guru juga bisa menggunakan persuasi terhadap muridnya. Agar para
murid merasa senang, semangat dan rajin belajar.

PERILAKU
A. PENEGRTIAN
Ada beberapa definisi perilaku manusia yang disampaikan oleh beberapa ahli:
a. Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh
karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori skiner ini disebut teori
S-O-R atau Stimulus Organisme Respons.
Skinner membedakan ada dua macam respon:

Respondent Respons atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh


rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap


Operant Respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut organisme reinforcing stimulation atau reinforcer,
karena memperkuat respon.

b. Robert Kwik (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan
suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak
sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan
tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya
tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap
hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
c. Menurut Sunaryo (2004), yang disebut perilaku manusia adalah aktivitas yang
timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa perilaku manusia
adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang dapat diamati secara
langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

B. PEMEBENTUKAN PERILAKU
a.

Proses pembentukan perilaku


Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan.
Menurut Abraham Harold Maslow(1986), manusia memiliki 5 kebutuhan
dasar, yaitu :
Kebutuhan fisiologis, biologis yang merupakan kebutuhan pokok utama
Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan mencintai dan dicintai
Kebutuhan harga diri
Kebutuhan aktualisasi diri

b.

Prosedur Pembentukan Perilaku


Prosedur pembentukan perilaku menurut Notoamodjo (1997) yang diambil
dari pendapat Skinner sebagai berikut :

Langkah pertama : melakukan pengenalan terhadap sesuatu yang


merupakan penguat berupa hadiah.
Langkah kedua : melakukan analisis, dipergunakan untuk untuk mengenal
bagian-bagian kecil pembentuk perilaku sesuai yang diinginkan.
Selanjutnya bagian-bagian tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk
menuju pada terbentuknya perilaku yang diinginkan.
Langkah ketiga : menggunakan bagian-bagian kecil perilaku, yaitu :
Bagian-bagian perilaku ini disusun secara urut dan dipakai untuk tujuan
sementara, mengenal penguat atau hadiah untuk masing-masing bagian
tadi, membentuk perilaku dengan bagian-bagian yang telah disusun
tersebut, apabila bagian perilaku pertama telah dilakukan hadiahnya akan
diberikan, yang mengakibatkan tindakan tersebut akan sering dialkukan,
akhirnya akan dibentuk perilaku kedua dan seterusnya sampai terbentuk
perilaku yang diharapkan.

C. BENTUK PERILAKU
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis
besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :
Perilaku pasif (respons internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan
tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada
tindakan yang nyata. Contohnya : berpikir, berfantasi, beranganangan,dll.
Perilaku aktif (respon eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat
diamati langsung, berupa tindakan yang nyata. Contohnya mengerjakan
soal ulangan, membaca buku pelajaran, dll.
D. DOMAIN PERILKU
Benyamin Bloom (1980), seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak
mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk
kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah
mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari:
a) ranah kognitif (cognitive domain)
b) ranah afektif (affective domain)
c) ranah psikomotor (psychomotor domain).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada bermain
kognitif, dalam arti subyek tahu terlebih dahulu yang berupa materi atau obyek
diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru terhadap subyek baru, dan
selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek
yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan
disadari sebelumnya akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan
(action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian,
dalam kenyataan stimulus yang diterima oleh subyek dapat langsung menimbulkan
tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui
terlebih dahulu terhadap makna yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan
(practice) seseorang tidak harus didasari oleh sikap atau pengetahuan.
Menurut Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan nasional kita, ketiga kawasan
perilaku ini disebut : Cipta (kognisi), rasa (emosi), dan karsa (konasi). Tokoh
pendidikan kita ini mengajarkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk dan atau
meningkatkan kemmpuan manusia yang mencakup cipta, rasa, dan karsa tersebut.
Ketiga kemampuan tersebut harus dikembangkan bersama-sama secara seimbang,
sehingga terbentuk manusia Indonesia yang seutuhnya (harmonis).

E. TEORI PERILAKU
1. Teori PRECED-PROCEED (1991)
Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green yang dirintis sejak 1980.
Lawrence Green mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni
faktor prilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non-behavior causes).
Perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim
PRECEDE : Predispocing, enabling, dan reinforcing Cause in Educatinal and
evaluation. Precede ini merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan
evaluasi perilaku untuk intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Precede
merupakan fase diagnosis masalah sedangkan PROCEED : Policy, Regulatory,
Organizational Construc in Educational and Environmantal, Development, dan
evaluasi pendidikan kesehatan. Apabila Precede merupakan fase diagnosis masalah
maka proceed merupakan pelaksanaan dan evaluasi promosi kesehatan. Lebih

lanjut Precede model ini dapat diuraikan bahwa perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor, yakni :

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.


Faktor-fakor pemungkin (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidaknya tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarrana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan

sebagainya.
Faktor-faktor pendorong atau penguat (renforcing factors) yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


2. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku
merupakan fungsi dari :

Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior itention).


Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accesebility of information).
Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau

keputusan (personal autonomy).


Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

3. Teori WHO (1984)


WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu
adalah :
Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek

kesehatan).
Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka

apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.


Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan

sebagainya.
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang

lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan
umat manusia (Notoatmodjo, 2011).
4. Teori menurut Robert Kwick (1974)
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati
dan bahkan dapat dipelajari.perilaku tidak sama dengan sikap, sikap adalah hanya
suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan
suatu cara yang menyatakan adanya tanda- tanda untuk menyenangi atau tidak
menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri, faktorfaktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2.
1) Faktor internal, mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi,
dsb yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar
2) Faktor eksternal, meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik
seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dsb.
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsepsi yang tidak
sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian proses- proses
psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan respon
menurut cara tertentu terhadap suatu objek.
5. Teori Menurut Saparinah Sadli (1980)
Setiap Individu sejak lahir terkait dengan suatu kelompok, terutama kelompok
keluarga. Dalam keterkaitannya dalam kelompok ini membuka kemungkinan untuk
mempengaruhi dan dipengaruhi anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap
kelompok senantiasa berlaku aturan aturan dan norma norma sosial tertentu, maka
perilaku tiap individu anggota kelompok berlangsung dalam suatu jaringan
normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap masalah- masalah
kesehatan.

Gambar 2.1 interaksi perilaku kesehatan


Keterangan :
1. Perilaku kesehatan individu, sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya
2.

dengan lingkungan
Lingkungan keluarga : kebiasaan kebiaaan tiap anggota keluarga mengenai

kesehatan
3. Lingkungan terbatas ; tradisi, adat istiadat, dan kepercayaan masyarakat
sehubungan dengan kesehatan
4. Lingkungan umum ; Kebijakan- kebijakan pemerintah dibidang kesehatan,
undang- undang kesehatan, program kesehatan, dsb
6. Theory Health Believe Model (HBM), 1950
Teori kepercayaan kesehatan adalah salah satu teori yang paling sering
digunakan dalam aplikasi ilmu perilaku kesehatan yang dikembangkan pada tahun
1950 oleh sekelompok psikolog untuk membantu menjelaskan mengapa orang
akan menggunakan pelayanan kesehatan. Sejak terbentuk teori HBM telah
digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku kesehatan. yang dihipotesis oleh
teori HBM adalah tindakan-tindakan yang berkaitan dengan kesehatan beberapa
kejadian simulasi yang terdiri dari 3 faktor yaitu :
1. Cukup motivasi (masalah kesehatan) untuk membuat masalah yang ada
menjadi relevan.

2. keyakinan bahwa seseorang rentan atau serius mengalami masalah kesehatan


dari suatu penyakit atau kondisi. hal ini sering dianggap sebagai ancaman yang
dirasakan.
3. Keyakinan bahwa mengikuti rekomendasi tertentu akan bermanfaat dalam
mengurangi ancaman yang dirasakan, pada biaya yang dikeluarkan. biaya
mengacu pada hambatan yang dirasakan harus diatasi dalam rangka untuk
mengikuti rekomendasi kesehatan, tetapi tidak terbatas pada pengeluaran
keuangan (James F. McKenzie,1997).
F. PERILAKU KESEHATAN
1.

Pengertian dan Klasifikasi Perilaku Kesehatan


Skinner mendefinisikan perilaku kesehatan ( Health Behaviour ) adalah
suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta
lingkungan. Dengan perkataan lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas
atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati ( observable ) maupun yang tidak
dapat diamati ( unobservable ) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
peningkatan kesehtan ( Notoatmodjo, 2011).
Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.
a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan ( Health Maintanance), adalah perilaku atau
usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak
sakit dan usaha untuk menyembuhkan bila sakit. Oleh sebab itu, perilaku
pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :
Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,
serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
Perlu dijelaskan disini , bahwa kesehatan itu sangaty dinamis dan dan
relative, maka dari itu orang yang sehat pun perludiupayakan sepaya
mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
Perilaku gizi ( makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat
tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

b. Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behaviour), perilaku ini


menyangkut upaya atau tindakan seseorang pad saat menderita penyakit dan
ataui kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri
(self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.
c. Perilaku Kesehatan Lingkungan, bagaimana seseorang merespon lingkungan,
baik linghkungan fisik maupun lingkungan social budaya, dan sebagainya
sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan
perkataan lain, bagimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak
menggangu kesehatannya sendiri, keluarga, atau ,masyarakatnya. Misalnya
bagaimana mengelola pembuangan tinja , air minum, tempat pembuangan
sampa, pembuangan limbah, dan lainnya.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan
yang berhubungan dengan kesehatan ( health related behavior ) adalah sebagai
berikut:
a. Perilaku Hidup sehat, adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
Perilaku ini mencakup antara lain:

Respon seseorang terhadap makanan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,


persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang
terkandung didalamnya ( zat gizi ), pengelolaan makanan, dan makanan
dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang disini dalam arti
kualitas (mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas
dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Secara
kualitas mungkin di Indonesia dikenal dengan ungkapan empat sehat lima

sempurna.
Olah raga teratur, juga mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti
frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan sendirinya
kedua aspek ini akan tergantung dari usia, dan status kesehatan yang

bersangkutan.
Tidak merokok, yang merupakan kebiasan jelek yang mengakibatkan
berbagai macam penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di
Indonesia seolah-olah sudah membudaya. Hampir 50% penduduk Indonesia

usia dewsa merokok. Bahkan dari hasil studi penelitian , sekitar 15% remaja

kita merokok. Inilah tantangan pendidikan kesehatan kita.


Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasan minum minuman keras
dan mengkonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahay lainnya
juga cenderung meningkat. Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa

diperkirakan sudah mempunyai kebiasan minum miras ini.


Istirahat yang cukup. Dengan meningkatkannya kebutuhan hidup akibat
tuntutan untuk penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan
orang untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga waktu beristirahat

berkurang. Hal ini juga membahayakan kesehatan.


Mengendalikan stress. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya
bermacam-macam bagi kesehatan. Terlebih sebagai akibat .dari tuntutan
hidup yang keras . stre tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar
stress

tidak

menyebabkan

gangguan

kesehatan,

kita

harus

dapat

mengendalikan atau mengelola stres dengan kegiatan-kagiatan yang positif.


perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak
berganti ganti pasangan dalam berhubungan seks, penyesuaian diri kita
dengan lignkungan dan sebagainya.

b. Perilaku sakit (Illness Behaviour), perilaku sakit ini mencangkup respon


seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan
tentang: penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (The Sick Role Behavior), dari segi sosiologi orang sakit
mempunyai peran yang mencakup hak-hak orang (right) dan kewajiban sebagai
orang sakit (obligation) hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit
itu sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut
perilaku peran orang sakit (the sick role) perilaku ini meliputi: Tindakan untuk
memperoleh kesembuhan, mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana
pelayanan penyembuhan penyakit yang layak, mengetahui hak
G. PROSES PERUBAHAN PERILAKU
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau
penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program- program kesehatan yang lainnya.
Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara lain diuraikan sebagai berikut:

a. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR), 1953


Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku
tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas,
kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku
seseorang, kelompok atau masyarakat. Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa
proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses
perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang
terdiri dari :
1) Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak.
Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak
efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus
diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut
efektif.
2) Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia
mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
3) Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan
untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
4) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan
perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula.
Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan
harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor
reinforcement memegang peranan penting.
b. Teori Festinger (Dissonance Theory), 1957
Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini
berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan ketidakseimbangan
psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai
keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu maka
berarti sudah tidak terjadi ketegangan diri lagi dan keadaan ini disebut consonance
(keseimbangan). Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu
terdapat 2 elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi
adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu

stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan
yang berbeda / bertentangan didalam diri individu sendiri maka terjadilah
dissonance.
c. Teori Fungsi (1960)
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu
tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat
dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku
dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa:
1.

Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan


memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak
(berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya
bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya maka ia akan
berperilaku negatif. Misalnya orang mau membuat jamban apabila jamban

tersebut benar-benar menjadi kebutuhannya.


2. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri
dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan
tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang
dari luar. Misalnya orang dapat menghindari penyakit demam berdarah karena
penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
3. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam
peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah
melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang
dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan
tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat. Misalnya bila
seseorang merasa sakit kepala maka secara cepat tanpa berpikir lama ia akan
bertindak untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di warung
dan meminumnya, atau tindakan-tindakan lain.
4. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab
suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan
merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat
merupakan "layar" dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya

orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari
perilaku atau tindakannya.
d. Teori Kurt Lewin (1970)
Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu
keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan
kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila
terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang.
Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang itu,
yakni :
Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat
Kekuatan-kekuatan penahan menurun
Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun

H. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU


Menurut (Sunaryo.2004), perilaku dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor
eksternal, yaitu :
a. Faktor genetik atau faktor endogen

Jenis ras, setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda

satu dengan lainnya.


Jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara
berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Perilaku pada pria disebut

maskulin, sedangkan perilaku wanita disebut feminin.


Sifat fisik, kalau diamati perilaku individu akan berbeda karena sifat fisiknya
misalkan perilaku pada individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan

individu yang memiliki fisik tinggi kurus.


Sifat kepribadian, perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya
perbedaan kepribadian yang dimiliki individu, yang dipengaruhi oleh aspek
kehidupan seperti pengalaman,usia watak, tabiat, sistem norma, nilai dan

kepercayaan yang dianutnya.


Bakat pembawaan, bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan

lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan.


Inteligensi, Ebbinghaus mendefinisikan inteligensi adalah kemampuan untuk
membuat kombinasi. Dari batasan tersebut dapat dikatakan bahwa inteligensi
sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Oleh karena itu,kita kenal ada

individu yang intelegen, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan


dapat bertindak tepat, cepat, dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang
memiliki intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak
lambat.
b. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu

Faktor lingkungan. Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada


disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial. Ternyata lingkungan sangat
berpengaruh terhadap perilaku individu karena lingkungan merupakan lahan

untuk perkembangan perilaku.


Pendidikan. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah
perilaku individu maupun kelompok. Secara luas, pendidikan mencakup seluruh
proses kehidupan individu dengan lingkungannya , baik secara normal atau tidak

normal.
Agama. Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi
kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, beraksi,
dan berperilaku individu. Seseorang yang mengerti dan rajin melaksanakan ajaran
agama dalam kehidupan, akan berperilaku dan berbudi luhur sesuai denagn ajaran

agama.
Sosial ekonomi, telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu lingkungan yang
berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial. Lingkungan

sosial dapat menyangkut sosial ekonomi dan sosial budaya.


Kebudayaan diartikan sebagai adat-istiadat, atau peradaban manusia. Ternyata
hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.

c. Faktor faktor lain

Susunan saraf pusat, memegang peranan penting karena merupakan sarana


untuk memindahkan energi yang berasal dari stimulus melalui neuron ke

simpul saraf tepi yang seterusnya akan berubah menjadi perilaku.


Persepsi, merupakan proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang
didahului oleh perhatian sehingga individu sadar akan sesuatu yang ada di
dalam maupun luar dirinya. Melalui persepsi, dapat diketahui perubahan
perilaku seseorang.

Emosi, menurut Maramis (1999) menyebutkan bahwa emosi adalah


Manifestasi perasaan atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik,
dan biasanya berlangsung tidak lama . Perilaku individu dapat dipengaruhi
oleh emosi. Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat
dengan keadaan jasmani.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
2. Azwar, Saifuddin.2009. Sikap Manusia Teori Dan Pengukuranya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
3. Anonim a. 2008. Faktor Faktor yang mempengaruhi sikap ( Online )
http://www.Sikap.Com, diakses 16 April 2013
4. Ensiklopedia bebas berbahasa 2011, Pengetahuan .www.

Wikipedia.

Co.Id.

download:3 November 2011


5. H. Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
6. http://qorinuristiqomah.blogspot.com/2013/12/konsep-dasar-pengetahuan.html
7. Hanurawan, Fattah. 2012. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.
8. IndonesiaMDG_BI. 2007.pdf. www.google.com. Download 3 november 2011
9. Machfoedz, Eko Suryani. 2009. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi
Kesehatan.Yogyakarta: Firamaya
10. Maulana, D.J Heri. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
11. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
12. Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka
Cipta.
13. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
14. Nursalam,

Siti

Pariani.

2001. Pendekatan

Keperawatan. Jakarta : Infomedika


15. Nursalam.2008. Konsep
dan
Penerapan

Praktis
Metodologi

Metodologi

Riset

Penelitian

Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika


16. Perry, Potter. 2005. Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar. Jakarta : EGC

17. Profil

Kesehatan

Propinsi

Jawa

Timur. 2006. www.google.com.Download

November 2011
18. Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
19. Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
20. Winarto, Joko. 2011. Teori B.F Skinner, (online), diakses 25 November 2011.
(http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/13/teori-bf-skinner).

Anda mungkin juga menyukai