Anda di halaman 1dari 49

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dalam dunia kesehatan dikenal tiga pilar utama dalam meningkatkan

kesehatan masyarakat yaitu preventif atau pencegahan, kuratif atau pengobatan


dan rehabilitatif. Dua puluh tahun terakhir, upaya pencegahan telah membuahkan
hasil yang dapat mengurangi kebutuhan kuratif dan rehabilitatif. Melalui upaya
pencegahan penularan dan transmisi penyakit infeksi yang berbahaya akan
mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak, terutama
kelompok di bawah umur lima tahun. Penyediaan air bersih, nutrisi yang
seimbang, pemberian air susu ibu eksklusif, menghindari pencemaran udara di
dalam rumah, keluarga berencana, dan vaksinasi (atau sering juga disebut
imunisasi) merupakan unsur utama dalam upaya pencegahan. Penyakit infeksi
yang berbahaya berarti penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian dan
kecacatan seumur hidup dan akan menyebabkan beban masyarakat di kemudian
hari.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit
penyakit tersebut diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada
akhirnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang
menyerang tubuh.
Upaya imunisasi di Indonesia dikatakan telah mencapai tingkat yang
memuaskan. Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI)
tahun 2002-2003, Angka Kematian Bayi mencapai 35 per 1.000 kelahiran hidup,
tanpa imunisasi sekitar 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit
campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus dan
200.000 anak, 1 anak akan menderita penyakit polio.
Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2010
menunjukkan cakupan beberapa imunisasi dasar di Indonesia berkurang. Pada

tahun 2008, cakupan DPT3 dan Polio3 adalah 77%. Cakupan Hepatitis B
meningkat ke 78% namun masih belum mencapai target 80%. Cakupan BCG pula
adalah 89%.
Profil epidemiologis di Indonesia pada tahun 2010 sebagai gambaran
tingkat kesehatan di masyarakat masih memerlukan perhatian yang khusus yaitu :
angka kematian bayi 34 per 1000 kelahiran hidup / tahun, angka kematian balita
44 per 1000 kelahiran hidup / tahun.
Dinas Kesehatan Sumatera Utara menargetkan pencapaian imunisasi dasar
untuk bayi usia nol hingga 11 bulan hingga 90 persen atau target sasaran bayi
331.930 pada 2011. Sedangkan untuk tingkat kabupaten / kota harus menjangkau
95 persen serta desa uji imunisasi sebanyak 82 persen. Cakupan imunisasi di
Sumatera Utara pada tahun 2011 : BCG 95%, DPT 64%, Polio 89,7%, Hepatitis
B0 72,8%, Hepatitis B1 96,5%, Hepatitis B2 92,9% dan Campak 92,8%.
Berdasarkan data terakhir, untuk data cakupan imunisasi di Dinas
Kesehatan kota Medan tahun 2008 yakni : BCG sebesar 72,50%, DPT sebesar 70
%, Polio 75,88%, Campak 59,18% dan Hepatitis B 60,47%.
Berdasarkan data dari Puskesmas Kecamatan Bawolato Kabupaten Nias
dari bulan Januari Oktober tahun 2013 data cakupan Imunisasi yakni : BCG
81.4 %, DPT- Hepatitis B 81,6 %, Polio 81,7 %, Campak 75,3 %, dimana target
pencapaian imunisasi di puskesmas ini sebesar 90%.
Dari data imunisasi diatas belum tercapainya target pencapaian imunisasi
Puskesmas Bawolato, dimana data pada tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi
penurunan jumlah persentase bayi yang imunisasi, hal ini dikarenakan tingkat
pengetahuan ibu yang kurang dan kesadaran ibu terhadap imunisasi dan juga hal
yang ditimbulkan akibat imunisasi. Hal ini lah yang menjadi alasan penulis untuk
memilih Puskesmas Terjun sebagai tempat penelitian.
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Hubungan karakteristik ibu terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Kecamatan bawolato
Kabupaten Nias tahun 2014

1.2

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka hal yang menjadi masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana hubungan karakteristik ibu terhadap kelengkapan


imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Kecamatan bawolato Kabupaten Nias
tahun 2014.
1.3

Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada


bayi di Puskesmas Kecamatan bawolato Kabupaten Nias tahun 2014.
1.3.2

Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2. Untuk mengetahui hubungan status pekerjaan ibu terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
3. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
4. Untuk

mengetahui

hubungan

jumlah

anak

terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.


1.4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
a. Peneliti
Hasil

penelitian

ini

diharapkan

dapat

menambah

wawasan

pengetahuan peneliti tentang adanya hubungan karakteristik ibu


terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
b. Puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi programprogram puskesmas terutama program imunisasi dan dikembangkan
sebagai sumber untuk penyuluhan pada masyarakat.
c. Masyarakat
Dalam penelitian ini diharapkan masyarakat khususnya bagi para ibu
untuk berperan aktif dalam kegiatan imunisasi guna mengurangi angka
kematian bayi akibat penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Defenisi Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak di imunisasi

berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau

resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang
lain.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan.
2.2

Faktor faktor yang mempengaruhi kekebalan


Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan, antara lain umur, seks,

kehamilan, gizi, dan trauma.


1. Umur
Untuk beberapa penyakit tertentu, bayi dan orang tua lebih mudah
terserang. Sedangkan pada usia muda atau usia tua lebih rentan, kurang
kebal terhadap penyakit-penyakit menular. Hal ini mungkin disebabkan
karena kedua kelompok umur tersebut daya tubuhnya rendah.
2. Seks
Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan difteri
lebih parah terjadi pada wanita.
3. Kehamilan
Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap
penyakit-penyakit menular tertentu, misalnya penyakit polio, pneumonia,
malaria serta amoebiosis. Sebaliknya penyakit tifoid dan meningitis jarang
terjadi pada wanita hamil.
4. Gizi
Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh
terhadap penyakit-penyakit infeksi, sebaliknya kekurangan gizi berakibat
kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi.
5. Trauma
Stress salah satu bentuk trauma, merupakan penyebab kerentanan
seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu.
2.3

Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat


(populasi) atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada
keberhasilan imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin

terjadi pada jenis penyakit yang hanya ditularkan melalui manusia, sebagai
penyakit difteria dan poliomyelitis.
2.4

Manfaat Imunisasi
Untuk Anak : Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit,

dan kemungkinan cacat atau kematian.


Untuk Keluarga : Menghilangkan

pengobatan bila anak sakit.


Untuk Negara : Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa

kecemasan

dan

psikologi

yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.


2.5

Jenis-Jenis Imunisasi
Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan

efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu :


2.5.1 Imunisasi aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan
(vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan
membentuk suatu antibodi, sehingga melindungi tubuh dari penyakit
tertentu. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio atau campak.
Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin yaitu:
a. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan,
eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada
protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal
dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antibiotik.
Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang
dijadikan vaksin.
b. Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan
agar vaksin tetap dalam keadaan lemah dan menstabilkan antigen dan
mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti
air raksa atau antibiotik yang biasa digunakan.
c. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur
jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya
antigen telur, protein serum, bahan kultur sel.
d. Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan
sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi

tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini


semakin tinggi perlwanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi
tubuh.
2.5.2

Imunisasi Pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara

pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu


proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang
yang mengalami luka kecelakaan.
Imunisasi Pasif diberikan dengan menyuntikan sejumlah antibodi,
sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Walaupun perlindungan
imunisasi pasif yang diberi adalah segera, tetapi kekebalan imunisasinya
hanya bertahan untuk beberapa minggu saja.
2.6

Pelayanan Imunisasi
Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan operasional rutin dan
khusus. Kegiatan tersebut adalah :
1. Kegiatan Imunisasi rutin.
Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara teratur
dan terus menerus harus dilakukan pada periode waktu yang telah
ditentukan.
Kegiatan ini terdiri atas :
a. Imunisasi dasar bayi
Imunisasi ini dilakukan pada bayi umur 0-11 bulan, meliputi BCG,
DPT, Polio, Hepatitis, Campak. Idealnya bayi harus mendapatkan
imunisasi dasar lengkap, terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4
kali, Hepatitis B 3 kali, dan Campak 1 kali. Untuk menilai
kelengkapan status imunisasi dasar lengkap bayi, dapat dilihat dari
cakupan imunisasi campak, karena pemberian imunisasi campak
dilakukan paling akhir, setelah keempat imunisasi dasar pada waktu
bayi yang lain telah diberikan.
b. Imunisasi pada Wanita usia Subur (WUS)
c. Imunisasi pada anak sekolah dasar
2. Imunisasi Tambahan

Merupakan

kegiatan

imunisasi

yang

dilakukan

atas

dasar

ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini


tidak rutin dilakukan, karena hanya ditujukan untuk menanggulangi
penyakit tertentu.
3. Imunisasi dalam penanggulangan kejadian Luar Biasa (KLB)
4. Kegiatan imunisasi khusus, seperti :
a. Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
b. Sub Pekan Imunisasi Nasional
c. Catch-up campaign campak.
Orang orang yang berisiko tinggi terkena suatu penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, perlu diberi imunisasi, yaitu :

Bayi dan anak balita, anak sekolah, remaja.

Orang tua, manula.

Calon jemaah haji/ umroh.

Orang yang akan berpergian ke luar negeri.


Untuk memaksimalkan pelayanan imunisasi, dan mengoptimalkan
keberhasilan program imunisasi, telah disediakan tempat-tempat khusus
yang bisa digunakan untuk pemberian imunisasi. Beberapa tempat
pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan imunisasi yaitu :
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Puskesmas, Rumah Sakit Bersalin, BKIA, atau Rumah Sakit

2.7

Pemerintah.
Praktek Dokter/ Bidan atau Rumah Sakit Swasta.

Jadwal Imunisasi Pada bayi


Jadwal imunisasi adalah informasi mengenai suatu jenis vaksinasi atau

imunisasi harus diberikan kepada anak. Pemberian suntikan imunisasi pada bayi,
tepat pada waktunya merupakan faktor yang sangat penting untuk kesehatan bayi.
Imunisasi diberikan mulai dari lahir sampai awal masa kanak-kanak.

Gambar 2.1 Keterangan Jadwal Imunisasi

2.8

Imunisasi wajib yang diberikan pada bayi


2.8.1 BCG
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberculosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan,
vaksin ini mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang
dilemahkan. Biasanya reaksi yang di ditimbulkan oleh imunisasi ini adalah
4-6 minggu ditempat bekas suntikan akan timbul bisul kecil yang akan
pecah. Namun jika bisulnya dan timbul kelenjar pada ketiak atau lipatan
paha, sebaiknya anak segera dibawa kembali ke dokter.
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi
karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC.
Pemberian imnuisasi BCG sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2
bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian ini
berhasil maka setelah beberapa akan minggu timbul benjolan kecil
ditempat lokasi suntikan.

10

Suntikan sebaiknya dilakukan dilengan kanan atas. Biasanya


setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam. Vaksin
BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M.
tuberculosa 100 %, tetapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih
lanjut.
Cara penyuntikan BCG :
o Bersihkan lengan dengan kapas air
o Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung
jarum yang berlunang menghadap keatas
o Suntikkan 0,05 ml intra kuttan
Reaksi sesudah imunisasi BCG :
o 2 minggu indurasi, eritema, kemudian menjadi pustul
o 3-4 minggu pustul pecah menjadi ulkus
o 8-12 minggu ulkus menjadi scar diameter 3-7 mm
Komplikasi:
o Abses ditempat suntikan
o Limfadenitis supurativa
Kontraindikasi:
o Respon imunologik terganggu : infeksi HIV, defisiensi imun
congenital, leukemia, keganasan.
o Respon imunologik tertekan: kortikosteroid, obat kanker dan radiasi.
2.8.2

Difteri
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang


terutama pada saluran nafas bagian atas dengan gejala demam tinggi,
pembengkakan pada tonsil dan terlihat selaput putih kotor yang semakin
lama semakin membesar dan dapat menutupi jalan napas. Racun difteri
dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan
umumnya melalui udara, selain itu dapat melalui benda atau makanan
yang terkontaminasi.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan
dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua
bulan dengan selang penyuntikan satu-dua bulan.
Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu yang bersamaan. Efek

11

samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak
pada permukaan kulit.
2.8.3

Pertusis
Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan batuk seratus hari

adalah penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh bakteri


Bordetella Pertusis. Gejala khas yaitu batuk yang terus menerus sukar
berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang
bercampuran darah. Batuk ini diakhiri dengan tarikan nafas panjang dan
dalam berbunyi melengking.
Penularannya umumnya terjadi melalui udara. Pencegahan paling
efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan
difteri.
Efek samping lazim DPT, yang terutama disebabkan oleh
komponen pertusis berupa sel utuh, mencakup kemerahan lokal,
pembengkakan dan nyeri di tempat penyuntikan serta reaksi sistemik,
misalnya demam ringan sampai sedang, rewel, mengantuk, muntah dan
anoreksia. Pemakaian vaksin pertusis menyebabkan reaksi sistemik serta
lokal misalnya nyeri lokal, pembengkakan dan demam berkurang secara
bermakna dibandingkan pemakaian produk sel utuh.
2.8.4

Tetanus
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya

karena mempengaruhi sistem syaraf dan otot. Gejalanya diawali dengan


kejang otot rahang (trismus) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan,
rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang kejang
secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani yang
memproduksi toksin tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada syaraf
yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Periode
inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai
timbul dihari ketujuh. Walau tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika
cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar, maka penderita

12

dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu.


Tetanus dapat dicegah dengan imnunisasi DPT.
Cara pemberian imunisasi DPT :
o Melalui injeksi intramuscular
o Suntikan diberikan pada paha tengah luar atau subkutan dengan dosis
0,5 cc.
o Letakkan bayi pada posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh
kaki telanjang.
o Pegang paha bayi dengan ibu jari dan jari telunjuk si ibu.
o Masukkan jarum suntik dengan sudur 90 derajat.2
Pemberian imunisasi DPT dilakukan 3 kali mulai bayi umur 2
bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu.
Efek Samping DPT :
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan
berat seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan
demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat karena kesakitan
selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
ensefalopati dan shock.
Kontraindikasi DPT:
o Kelainan neurologis dan terlambat tumbuh kembang
o Ada riwayat kejang
o Penyakit degeneratif
o Pernah mendapatkan vaksinasi DPT menunjukan anafilaksis, kejang,
ensefalopati, renjatan, hiperpireksia.
2.8.5

Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan

virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit itu menular melalui
darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi. Vaksin ini
diberikan 3 kali hingga usia 3-6 bulan.
o Vaksin berisi HBsAg murni
o Diberikan sedini mungkin setelah lahir
o Suntikan secara intra muscular didaerah deltoid, dosis 0,5 ml
o Penyimpanan vaksin pada suhu 2-80C
o Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan immunoglobulin hepatitis B
12 jam setelah lahir + imunisasi Hepatitis B
o Dosis kedua 1 bulan berikutnya
o Dosis ketiga 5 bulan berikutnya(usia 6 bulan)

13

o Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian


Efek Samping:
o Demam ringan
o Perasaan tidak enak pada pencernaan
o Reaksi nyeri pada tempat suntikan.
Tidak ada kontraindikasi.
2.8.6

Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio

yang disebabkan oleh virus, menyebar melalui tinja/ kotoran orang yang
terinfeksi. Anak yang terkena polio akan menjadi lumpuh.
Vaksin polio ada dua jenis yaitu Inactivated Polio Vaccine (IPV)
dan Oral Polio Vaccine (OPV). Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir,
2, 4, 6, 18 bulan dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi adalah anak mendadak lumpuh pada
salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Pemberian
vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin Hepatitis B,
dan DPT. Imunisasi ulangan dapat diberikan bersamaan dengan imunisasi
ulang DPT. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang
waktu tidak kurang dari satu bulan.
Cara pemberian imunisasi polio :
o Orang tua memegang bayi dengan kepala disangga dan dimiringkan ke
belakang.
o Mulut bayi dibuka hati-hati menggunakan ibu jari atau dengan
menekan pipi bayi dengan jari.
o Teteskan 2 tetes vaksin dari alat tetes kedalam lidah. Jangan biarkan
alat tetes menyentuh bayi.
Efek Samping imunisasi polio :
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa
paralisis yang disebabkan oleh vaksin yang sangat jarang terjadi.
Kontraindikasi imunisasi polio :
Tidak boleh dilakukan pada penderita defisiensi imunitas. Tidak
ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak
yang sedang sakit.
2.8.7

Campak
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat

disebabkan oleh virus campak. Penularan melalui udara ataupun kontak

14

langsung dengan penderita. Gejala yang timbul : demam, batuk, pilek, dan
bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak
menderita demam. Bercak mula-mula timbul dipipi bawah telinga yang
kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya.
Komplikasi dari penyakit campak ini adalah radang paru-paru,
infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi, dan radang
pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.
Cara pemberian dan dosis imunisasi Campak :
Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat
dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 cc. sebelum
disuntikkan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut
steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian
disuntikkan di lengan kiri atas secara subkutan.
o Atur bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh
lengan telanjang.
o Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi, dan gunakan jari-jari tangan
untuk menekan ke atas lengan bayi.
o Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan sudut
derajat usahakan kestabilan posisi jarum.
Efek Samping imunisasi campak :
Hingga 15 % dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
Kontraindikasi imunisasi campak :
Pemberian imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang yang
mengalami immunodefisiensi atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia dan limfoma.
2.9 Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Untuk kepentingan operasional maka Komnas PP KIPI menentukan bahwa
kejadian ikutan pasca imunisasi adalah kejadian medik yang berhubungan dengan
imunisasi baik berupa vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas,
efek farmakologis, atau kesalahan program, reaksi suntikan, atau hubungan kausal
yang tidak dapat ditentukan.
Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42
hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan sampai 6 bulan. Pada

15

umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan simpangan, atau
kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang
vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping interaksi obat,
intoleransi dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan satu
dengan yang lainnya. Efek farmakologi, efek samping serta reaksi idiosinkrasi
umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi
merupakan kepekaan seseorang terhadap unsur vaksin dengan telur (vaksin
campak, gondong, influenza, dan demam kuning) antibiotik, bahan presentatif
atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi
karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, dan distribusi serta penyimpanan
vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi atau semata-mata
kejadian yang timbul secara kebetulan.
Gejala Klinis KIPI :
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat ataupun lambat dan dapat
dibagi menjadi gejala local, sistemik reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi
lainnya.
Baku keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat. Hal ini
disebabkan oleh karena pada umumnya produk farmasi diperuntukkan orang sakit
sedangkan vaksin untuk orang sehat terutama bayi. Karena itu toleransi terhadap
efek samping vaksin harus lebih kecildaripada obat obatan untuk orang sakit.
Untuk menghindarkan keracunan maka gejala klinis yang dianggap sebagi
KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.
Imunisasi pada kelompok beresiko :
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah
resipien termasuk dalam kelompok risiko.
1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
2. Bayi berat lahir rendah
3. Pesien imunokompromais
4. Resipien yang mendapat human immunoglobulin

16

5. Respon terhadap imunisasi tidak optimal atau kurang tetapi kasus HIV
memerlukan imunisasi.

2.10
Peran Karakteristik Ibu
Manusia mempunyai berbagai pola perilaku, berbagai keyakinan dan dapat
dipengaruhi oleh tradisi, budaya, dan harapan sosial sampai ke suatu tingkat yang
dapat menyebabkan kondisi dan kegiatan yang tidak sehat dalam keluarga,
kelompok dan populasi. Penyebaran masalah kesehatan berbeda untuk tiap
individu,

kelompok

dan

masyarakat

yang

dibedakan

atas

ciri-ciri

manusia/karakteristik, tempat dan waktu.


Salah satu faktor yang menentukan terjadinya masalah kesehatan di
masyarakat adalah ciri manusia atau karakteristik manusia. Yang termasuk dalam
unsur karakteristik manusia antara lain: pengetahuan, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, status sosial ekonomi, ras/etnik, agama dan sosial budaya.
Begitu juga halnya dalam masalah status imunisasi juga dipengaruhi oleh
karakteristik ibu dan lingkungan sosial budaya.
2.10.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang

melakukan

penginderaan

terhadap

suatu

objek

tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera


penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior).
Tingkat pengetahuan di dalam Domain Kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

17

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyebutkan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi
juga dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan

(membuat

bagan),

membedakan,

memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.


5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.6
Karena faktor kekurang tahuan serta informasi yang tidak memadai
maka mulai timbul berbagai kekhawatiran serta keengganan orang tua
untuk mengikutkan anaknya dalam program imunisasi. Kekhawatiran
terhadap masalah keamanan vaksin akhirnya tidak saja di tujukan pada
efek samping vaksin yang memang merupakan bagian dari mekanisme

18

kerja vaksin, tetapi telah meluas pada semua morbiditas serta kejadian
yang terjadi pada masa imunisasi yang sangat mungkin sebetulnya tidak
berhubungan dengan vaksin dan tindakan imunisasi. Sehubungan dengan
masalah ini maka sudah selayaknya semua petugas kesehatan dapat
mendudukkan masalah keamanan vaksin pada tempatnya dengan benar
agar jangan sampai terjadi kekhwatiran berlebihan terhadap resiko vaksin,
yang pada gilirannya kelak akan mengalahkan kepentingan vaksin yang
masih sangat kita butuhkan pada saat ini.
2.10.2 Pekerjaan
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.
Kebutuhan itu biasanya bermacam-macam, berkembang dan berubah,
bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena
ada sesuatu yang hendak dicapainya dan orang berharap bahwa aktivitas
kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang
lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya.
Pekerjaan adalah sumber penghasilan. Oleh sebab itu setiap orang
yang ingin memperoleh penghasilan yang lebih besar dan tingkat
penghidupan yang lebih baik, haruslah siap dan bersedia bekerja keras.
2.10.3 Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk memengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Dari batasan ini tersirat unsur unsur pendidikan yakni:
a) Input adalah sasaran pendidikan.
b) Proses (upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain)
c) Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting.
Pemahaman tentang program ini amat diperlukan. Pemahaman ibu atau
pengetahuan ibu terhadap imunisasi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

19

ibu. Ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai pengertian dan kesadaran


lebih baik tentang pencegahan penyakit, yang sedikit banyak telah
diajarkan di sekolah.
2.10.4 Jumlah Anak
Jumlah anak adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh
seorang wanita. Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti
dalam hubungan kesehatan si ibu maupun si anak.
2.11 Karakteristik Bayi
a. Bayi
Masa bayi berlangsung selama dua tahun pertama kehidupan setelah
periode bayi baru lahir selama dua minggu. Masa bayi adalah masa dasar
yang sesungguhnya, banyak ahli berkeyakinan seperti Freud yang percaya
bahwa penyesuaian diri yang kurang baik pada masa dewasa bermula dari
pengalaman-pengalaman masa kanak kanak yang kurang baik.
Seorang bayi selama dalam kandungan telah mengalami proses
tumbuh kembang sedemikian rupa. Tumbuh kembang anak berlangsung
secara teratur, saling berkaitan dan berkesinambungan dimulai sejak
konsepsi sampai dewasa.
b. Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan
1. Masa prenatal
Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8
minggu.
Masa janin / fetus ialah berumur 9 minggu sampai kelahiran.
2. Masa bayi : usia 0-1 tahun
Masa neonatal (0-28 hari) terjadi adaptasi lingkungan dan
terjadi perubahan sikulasi darah, serta mulainya berfungsi

organ-organ tubuh lainnya.


1. Masa neonatal dini
: 0-7 hari
2. Masa neonatal lanjut : 8-28 hari
Masa pasca neonatal, proses yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara kontinu terutama meningkatnya fungsi

system saraf (29 hari-1 tahun)


Masa prasekolah
Masa sekolah
Masa pra remaja : usia 6-10 tahun
1. Masa remaja:

20

a. Masa remaja dini:


1. Wanita
: usia 8-13 tahun
2. Pria
: usia 10-15 tahun
b. Masa remaja lanjut :
1. Wanita
: usia 13-18 tahun
2. Pria
: usia 15-20 tahun.

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.

Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan bagian penelitian yang menyajikan konsep

dalam bentuk kerangka yang mengacu pada masalah yang akan diteliti atau
berhubungan dengan penelitian dan dibuat dalam bentuk diagram. Masalah yang
ingin diteliti dalam penelitian ini adalah hubungan karakteristik ibu terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Kecamatan bawolato
Kabupaten Nias tahun 2014.

Karakteristik Ibu

Pengetahuan Ibu
Pekerjaan Ibu
Pendidikan Ibu
Jumlah Anak yang
Variabel
Hidup independen

Kelengkapan Imunisasi
Dasar pada bayi

Variable dependen

21

3.2.

Definisi Operasional

Variabel

Alat dan

Defenisi
Operasional

Cara
Pengukuran

Pengetahuan

Segala sesuatu Wawancara

Ibu

yang di ketahui
oleh

ibu

Hasil

Skala

Pengukuran

Pengukuran

Dikelompokkan:
Baik
Sedang-

Ordinal

Kurang

tentang
kelengkapan
imunisasi dasar
pada bayi.
Pekerjaan

kondisi dimana Wawancara

Ibu

ibu melakukan
kegiatan

atau

Dikelompokkan : Nominal
Bekerja
Tidak bekerja

pekerjaan
untuk
memenuhi
kebutuhan
hidup
keluarganya
Pendidikan

Pendidikan

Ibu

formal

Wawancara

berijazah yang

Dikelompokkan : Ordinal
SD SMA
Sarjana

pernah diikuti.
Jumlah
Anak

Banyak
yang dalam

Hidup

keluarga.

Kelengkapa

Pemberian

anak Wawancara
satu

Wawancara

Dikelompokkan : Rasio
1-2
3
Dilihat

dari Nominal

22

n Imunisasi Imunisasi dasar

kelengkapan

Dasar

secara lengkap

imunisasi

lengkap

pada

pada bayi.

berumur 12-18

dikelompokkan :
Imunisasi

bulan

bayi
yaitu

terdiri dari :
BCG 1 kali
Hepatitis B

3.3.

3 kali
Polio 4 kali
Campak 3

kali
DPT 3 kali

yang

lengkap
Imunisasi
tidak lengkap

Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan sementara
tentang hubungan antara 2 variabel atau lebih.
1. Tidak adanya hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2. Tidak adanya hubungan antara status pekerjaan ibu terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
3. Tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
4. Tidak adanya hubungan antara jumlah anak yang hidup dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

BAB 4
METODE PENELITIAN

23

4.1 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu penelitian untuk mencari hubungan antara
variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan
melakukan pengukuran sesaat.
Pengukuran faktor risiko dan efek dilakukan sekaligus

Faktor
Resiko

a = efek
b =(+)
efek
(-)

c = efek
(+)
d=
efek peran faktor resiko dalam
Struktur studi cross-sectional untuk
menilai
(-)

terjadinya efek. Faktor resiko dan efek di periksa pada saat yang sama.
Langkah-langkah pada studi cross-sectional, yaitu :
1. Merumuskan pertanyaan penelitian serta hipotesis yang sesuai
2. Mengidentifikasi variabel bebas dan tergantung
3. Menetapkan subyek penelitian
4. Melaksanakan pengukuran
5. Melakukan analisis
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan bawolato


Kabupaten Nias.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juli 2014.
4.3.

Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan
di teliti. Pada penelitian ini akan dilakukan kepada keseluruhan ibu-ibu
yang membawa bayi berumur 12-18 bulan untuk imunisasi di Puskesmas
Kecamatan bawolato Kabupaten Nias.
4.3.2. Sampel Penelitian

24

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diambil sebagai


responden.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total
sampling, dimana total sampling adalah metode pengambilan sampel
dimana jumlah sampel sama dengan populasi.
Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang datang
membawa bayinya berumur 12-18 bulan ke Puskesmas Kecamatan
bawolato Kabupaten Nias yang berjumlah 30 orang.
4.4 Kriteria Inklusi :
Kriteria Inklusi merupakan sampel yang memenuhi kriteria untuk diteliti.
Terdiri dari :
1. Ibu yang bersedia diwawancarai pada saat penelitian.
2. Ibu yang membawa bayi umur 12-18 bulan
4.5 Kriteria Ekslusi :
Kriteria Eksklusi merupakan sampel yang tidak memenuhi kriteria untuk
diteliti. Terdiri dari :
1. Ibu yang tidak bersedia diwawancarai pada saat penelitian.
2. Ibu yang tidak membawa bayi umur 12-18 bulan.
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang menunjang dan melengkapi penelitian ini
dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
4.6.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari wawancara penelitian yang telah
dirancang dan dilakukan oleh peneliti.
4.6.2 Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan didapat dari Kartu Menuju Sehat
yang dibawa ibu pada saat imunisasi di Puskesmas Kecamatan bawolato
Kabupaten Nias.
4.7 Teknik Pengukuran
Teknik penilaian pengetahuan ibu berdasarkan teori dari Hadi Pratomo,
yaitu:

25

a. Baik, jika jawaban benar > 75% dari nilai maksimum.


b. Sedang, jika jawaban benar 40 75% dari nilai maksimum.
c. Buruk, jika jawaban benar < 40% dari nilai maksimum.
Nilai untuk pengetahuan :
1. Untuk responden menjawab 3 jawaban = nilai 2
2. Untuk responden menjawab 2 jawaban = nilai 1
3. Untuk responden menjawab 1 jawaban = nilai 0
4.8 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Editing
Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus
dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Editing adalah
merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir
atau kuisioner tersebut.
b. Coding
Setelah semua kuisioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
dengan peng kodean atau coding, yakni mengubah data bentuk
kalimat atau huruf menjadi dataangka atau bilangan.
c. Memasukkan data (Data Entry) atau Processing
Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang
dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau software komputer. Peneliti menggunakan program
SPSS for Window.
d. Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau respoden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan,
dan sebagainya, kemudian dilakukan pembentulan atau koreksi.

26

4.9 Analisis Data


Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis
bivariat:
a. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada
umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variabel. Analisis univariat bermanfaat untuk
melihat apakah data sudah layak untuk dilakukan analisis, melihat
gambaran data yang dikumpulkan dan apakah data optimal untuk
analisis lebih lanjut.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan diantara dua
variabel. Dalam penelitian ini digunakan analisis berupa suatu uji
hipotesis ataupun analisis untuk memperoleh resiko relatif.
Pada studi cross-sectional, estimasi resiko relatif dinyatakan dengan
rasio prevalens (RP), yakni perbandingan antara jumlah subyek dengan
penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan seluruh subyek yang
ada. RP dihitung dengan cara sederhana, yakni dengan menggunakan
tabel 2x2, yaitu :
Efek

Uji

Ya

Tidak

Jumlah

Ya

a+b

Tidak

c+d

Jumlah

a+c

b+d

a+b+c+d

Tabel 2 x 2 menunjukkan hasil pengamatan studi cross-sectional


a = subyek dengan faktor resiko yang mengalami efek
b = subyek dengan faktor resiko yang tidak mengalami efek
c = subyek tanpa faktor resiko yang mengalami efek
d = subyek tanpa faktor resiko yang tidak mengalami efek

27

Dari skema tersebut, maka rasio prevalens dapat di hitung dengan


formula berikut:

RP = a / (a + b) : c / (c + d)
a / (a + b) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai faktor
resiko yang mengalami efek.
c / (c + d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa faktor resiko yang
mengalami efek.
Rasio prevalens harus selalu disertai dengan nilai interval
kepercayaan (confidence interval) yang di kehendaki, misalnya
interval kepercayaan 95%. Interval kepercayaan menunjukkan rentang
ratio prevalens yang di peroleh pada populasi terjangkau apabila
sampling dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama.

Interpretasi hasil :
1. Bila nilai rasio prevalens = 1 berarti variabel yang di duga sebagai
faktor resiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek, atau
dengan kata lain ia bersifat netral.
2. Bila rasio prevalens > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak
mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan faktor resiko
timbulnya penyakit.
3. Bila nilai rasio prevalens < 1 dan rentang nilai interval kepercayaan
tidak mencakup angka 1, maka berarti faktor yang di teliti merupakan
faktor protektif.
4. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1,
maka berarti pada populasi yang di wakili oleh sampel tersebut
mungkin nilai prevalensinya = 1, sehingga belum dapat disimpulkan
bahwa faktor yang dikaji merupakan faktor resiko atau faktor
protektif.

28

1
1

BAB 5
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sejarah Puskesmas
Puskesmas Bawolato merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas

Kesehatan Kabupaten Nias yang telah mulai menyelenggarakan pelayanan


kesehatan sejak tahun 1999. Puskesmas Bawolato terletak di Kecamatan
Bawolato. Gedung Puskesmas Bawolato tepatnya berada di pinggir jalan raya
Gunungsitoli - Teluk Dalam km.54-55.
2

Data Geografis
Puskesmas Bawolato terletak di di pinggir jalan raya Gunungsitoli - Teluk

Dalam km.54-55., Kabupaten Nias Kode Pos 20256 yang berbatasan dengan :
Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Indonesia
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gomo, Kabupaten Nias

Selatan
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Idanogawo

29

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lahusa Kabupaten


Nias Selatan.

Luas wilayah Kecamatan Bawolato adalah 26.000 km dan bagian wilayah


tersebut terletak pada daratan rendah dan hanya sebagian wilayah pegunungan.
Kecamatan Bawolato terdiri dari 16 Desa dan 1 Desa Persiapan.
Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Bawolato sekaligus sebagai
sasaran pelayanan kesehatan dari Puskesmas Bawolato sampai akhir tahun 2012
adalah 22.965 jiwa. Seluruh penduduk tersebut tersebar di 16 Desa dan 1 Desa
Persiapan. Mata pencaharian penduduk di wilayah Kecamatan Bawolato adalah
sebagian besar Petani dan sebagian kecil yang berprofesi sebagai Guru, Petugas
kesehatan, TNI/POLRI, tukang, buruh bangunan, pedagang dan nelayan. Jumlah
penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:
Tabel 5.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No.

Desa

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Siofabanua
Sifaraoasi Uluhou
Gazamanu
Hiliganoita
Sisarahili Bawolato
Dahana
Hilihoru
Hilialawa
Hiliwarokha
Hilifaosi
Sitolubanua
Orahili
Siofaewali
Sohoya
Tagaule
Botohaenga
Orahua
Banuasibohou Silima Ewali
Siofa Ewali Selatan

Jumlah Penduduk
Laki-laki
Perempua
940
429
474
583
741
589
658
252
557
469
467
204
520
208
281
96
362
638
451

n
938
441
522
625
881
616
682
254
567
473
510
199
541
230
278
111
404
661
459

Jumlah
1.878
870
996
1.208
1.622
1.205
1.340
506
1.124
942
977
403
1.061
438
559
207
766
1.299
910

30

20
21
22
23
24
25

Lagasimahe
Hilihao Cugala
Orahua Faondrato
Hou
Sindrondro
Balale Tobaa

480
387
285
401
450
573
11.495

491
452
261
420
485
581
12.082

971
839
546
821
935
1.154
23.577

Sarana dan Prasarana Puskesmas


Puskesmas Bawolato sebagai Puskesmas Induk di Kecamatan Bawolato

mempunyai Puskesmas Pembantu (Pustu),

Balai Pengobatan Swasta (BPS),

Posyandu Plus dan Poskesdes yang berfungsi untuk memperluas jangkauan


pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Puskesmas Pembantu (Pustu), Balai
Pengobatan

Swasta

(BPS),

Posyandu

Plus

dan

Poskesdes

merupakan

perpanjangan tangan Puskesmas untuk menjangkau desa-desa yang jauh dari


Puskesmas Bawolato. Adapun Puskesmas Pembantu yang ada adalah:
1 Pustu Sifaraoasi Uluhou
2 Pustu Siofabanua
3 Pustu Onolimbu
4 Pustu Banua Sibohou
5 Pustu Hilifaosi
6 Pustu Bawalia
7 Pustu Hiliwarokha
8 Pustu Botohaenga
Tabel 5.2 Sarana Kesehatan di Kecamatan Bawolato
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Sarana Kesehatan
Puskesmas Perawatan
Puskesmas Pembantua
Posyandu Plus
Poskesdes
Balai Pengobatan Swasta

Jumlah
1 Unit
8 Unit
1 Unit
5 Unit
1 Unit

Keterangan
Baik
Baik
Baik
Baik

Ketenagaan
Dalam rangka melaksanakan Upaya kesehatan yang meliputi:
1

Upaya Promosi Kesehatan

31

2
3
4
5
6

Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)
Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Upaya Kesehatan Lingkungan
Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Upaya Pengobatan
Sangat dibutuhkan adanya tenaga kesehatan yang benar-benar mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan mampu merubah perilaku


masyarakat ke arah Perilaku Hidup Sehat.

Misi :
Menggerakkan pembangunan kecamatan yang berwawasan kesehatan
Mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat
Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu merata dan

terjangkau
Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu keluarga dan masyarakat
beserta lingkungan di wilayah kerjanya.

5.2

Data Hasil Penelitian

5.2.1

Analisis Univariat
Responden yang diteliti dalam penelitian ini adalah berjumlah 34 orang

yang berkunjung ke Posyandu, di Puskesmas Terjun Kecamatan MedanMarelan


dan semua responden yang datang ke posyandu. Data gambaran karakteristik
responden yang diamati adalah imunisasi, pekerjaan ibu, pendidikan ibu, anak
yang hidup.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Wawancara tentang


Pengetahuan Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Bayi
Pertanyaan

Kurang

Sedang

Baik

32

Jumlah
16
16

%
53,3%
53,3%

Jumlah
5
6

%
16,7%
20%

Jumlah
9
8

%
30%
26,7%

Imunisasi Dasar
3. Frekuensi Imunisasi

19

63,3%

16,7%

20%

Dasar Lengkap
4. Hal
Yang

19

63,3%

20%

16,7%

Imunisasi BCG
5. Tanda-Tanda

12

40%

10

33,3%

26,7%

Penyakit Polio
6. Cara
Pemberian

20

66,7%

23,3%

10%

Imunisasi Dasar
7. Gejala Klinis Dari

17

56,7%

13,3%

30%

Campak
8. Pelaksanaan

12

40%

26,7%

10

33,3%

Imunisasi
9. Orang Yang Dapat

30%

10

33,3%

11

36,7%

Diberikan Imunisasi
10. Jadwal
Imunisasi

19

63,3%

13,3%

23,3%

Dasar Lengkap
11. Penyakit
Yang

30%

12

40%

30%

Dasar Lengkap
12. Gejala Klinis Dari

20

66,6%

16,7%

16,7%

Tetanus
13. Gejala Klinis Dari

23,3%

30%

14

46,7%

1. Manfaat Imunisasi
2. Jenis-Jenis

Ditimbulkan

Dapat
Dengan

Dari

Dicegah
Imunisasi

TBC

Pada tabel 5.3 tentang distribusi responden berdasarkan wawancara


diketahui bahwa pertanyaan mengenai jenis-jenis imunisasi dasar terdapat 8 orang
(26,7) yang berpengetahuan baik, untuk pertanyaan mengenai tanda-tanda
penyakit polio terdapat 8 orang (26,7%) yang berpengetahuaan baik. Sedangkan

33

untuk pertanyaan mengenai tanda-tanda penyakit polio terdapat 10 orang (33,3%)


yang berpengetahuan sedang, untuk pertanyaan mengenai jenis-jenis imunisasi
dasar terdapat 6 orang (20%) yang berpengetahuan sedang. Untuk pertanyaan
mengenai hal yang ditimbulkan dari BCG terdapat 19 orang dengan persentasi
63,3% yang berpengetahuan kurang dan untuk pertanyaan mengenai jenis-jenis
imunisasi dasar terdapat 16 orang (53,3%) berpengetahuan kurang.
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu
Tingkat

Frekuensi

Pengetahuan Ibu
Baik
Sedang
Kurang
Total

(orang)
6
5
19
30

20%
16,7%
63,3%
100%

Pada tabel 5.4 tentang distribusi responden berdasarkan tingkat


pengetahuan ibu diketahui bahwa responden yang berpengetahuan kurang lebih
banyak yaitu berjumlah 19 orang (63,3%) dan responden yang berpengetahuan
sedang lebih sedikit berjumlah 5 orang (16,7%).

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Ibu


Pekerjaan Ibu
Bekerja
Tidak Bekerja
Total

Frekuensi (orang)
25
5
30

%
83,3%
16,67%
100%

Dari tabel 5.5 tentang distribusi responden berdasarkan status pekerjaan


ibu diketahui bahwa responden bekerja

34

dengan jumlah 5 orang (16,67%), dan responden yang tidak bekerja


dengan jumlah 25 orang (83,3%).
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan Ibu
Sarjana
Tidak Sarjana
Total

Frekuensi (orang)
3
27
30

%
10%
90%
100%

Dari tabel 5.6 tentang distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan


ibu diketahui bahwa jumlah responden yang tamatan SD-SMA lebih banyak yaitu
25 orang (83,3%) dibandingkan jumlah responden Sarjana 5 orang (16,67%).
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak yang Hidup
Jumlah Anak yang Hidup
1-2
3
Total

Frekuensi (orang)
9
21
30

%
30%
70%
100%

Pada tabel 5.7 tentang distribusi responden berdasarkan jumlah anak yang
hidup diketahui bahwa responden memiliki anak 3 lebih banyak yaitu berjumlah
21 orang (70%) dan responden yang memiliki anak 1-2 lebih sedikit berjumlah 9
orang (30%).
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kelengkapan Imunisasi
Kelengkapan Imunisasi
Lengkap

Frekuensi (orang)
10

%
33,3%

Tidak Lengkap

20

66,7%

Total

30

100%

35

Dari tabel 5.8 tentang distribusi responden berdasarkan kelengkapan


imunisasi diketahui bahwa sampel yang diteliti sebanyak 30 orang dengan
imunisasi tidak lengkap berjumlah 20 orang (66,7%) dan untuk imunisasi lengkap
berjumlah 10 orang (33,3%).
5.2.2

Analisis Bivariat

A. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi


Dasar pada Bayi
Pada tabel 5-9, dapat dilihat bahwa terdapat 6 ibu dengan tingkat pengetahuan
baik, 5 ibu di antaranya memiliki imunisasi dasar yang lengkap pada bayinya
(prevalens imunisasi dasar lengkap pada bayi dengan pengetahuan ibu baik =
5/6 = 0,83). Terdapat 24 ibu dengan tingkat pengetahuan sedang-kurang, 5 ibu
di antaranya memiliki imunisasi dasar lengkap pada bayinya (prevalens
imunisasi dasar lengkap pada dengan pengetahuan ibu sedang-kurang = 5/24 =
0,2). Maka rasio prevalens = 0,83/0,2 = 4,15.

Imunisasi
Variabel

Lengkap

Tidak Lengkap

Jumlah

Baik

19

24

10

20

30

Pengetahuan Sedang-Kurang
Jumlah

Tabel 5-9 . Hasil pengamatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara


pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Ratio Prevalens
= 5/6 : 5/24 = 4,15

Interpretasi hasil Rasio Prevalens (RP) > 1 pada variabel pengetahuan ibu
merupakan faktor resiko terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Ini
berarti bahwa ibu yang memiliki pengetahuan baik merupakan risiko terhadap

36

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi 4 kali lebih besar daripada ibu yang
memiliki pengetahuan sedang-kurang.
B.

Hubungan Status Pekerjaan Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar


pada Bayi
Pada tabel 5-10, terdapat 5 ibu yang tidak bekerja, 4 ibu diantaranya memiliki
imunisasi dasar yang lengkap pada bayinya (prevalens imunisasi dasar pada
bayi dengan ibu yang bekerja = 4/5 = 0,24). Terdapat 25 orang ibu yang
bekerja, 6 ibu diantaranya memiliki imunisasi dasar yang lengkap pada
bayinya (prevalens imunisasi dasar pada bayi dengan ibu yang tidak bekerja =
6/25 = 0,8). Maka rasio prevalens = 4/5 : 6/25 = 3,33
Imunisasi
Variabel

Lengkap

Tidak Lengkap

Jumlah

Tidak Bekerja

Bekerja

19

25

Jumlah

10

20

30

Pekerjaan

Tabel 5-10. Hasil pengamatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara


pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Ratio Prevalens =
4/5 : 6/25 = 3,33

Interpretasi hasil Rasio Prevalens (RP) > 1 pada variabel pekerjaan


merupakan faktor resiko terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Ini
berarti bahwa ibu yang tidak bekerja merupakan faktor resiko terhadap
lengkapnya imunisasi dasar bayi 3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang
bekerja.
C. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi
Dasar pada Bayi
Pada tabel 5-11, dapat di lihat bahwa terdapat 3 ibu dengan pendidikan
sarjana, 3 ibu di antaranya memiliki imunisasi dasar yang lengkap pada
bayinya (prevalens imunisasi dasar pada bayi dengan tingkat pendidikan Ibu

37

sarjana = 3/3 = 1). Terdapat 27 ibu dengan pendidikan SD SMA, 7 ibu di


antaranya memiliki imunisasi dasar yang lengkap pada bayinya (prevalens
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dengan tingkat pendidikan ibu SDSMA = 7/27 = 0,25). Maka rasio prevalens = 1/0,25 = 4

Pendidikan

Variabel

Lengkap

Tidak Lengkap

Jumlah

Sarjana

7 Imunisasi
10

20

27

20

34

SD SMA
Jumlah

Tabel 5-11. Hasil pengamatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara


tingkat pendidikan ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Ratio
Prevalens = 3/3 : 7/27 = 4

Berdasarkan tabel di atas, Interpretasi hasil Rasio Prevalens (RP) > 1 pada
variabel tingkat pendidikan ibu merupakan faktor resiko terhadap kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi. Ini berarti bahwa ibu yang memiliki tingkat
pendidikan sarjana merupakan risiko terhadap kelengkapan imunisasi dasar

pada bayi 4 kali lebih besar daripada ibu yang memiliki tingkat pendidikan SD
SMA.

D. Hubungan Jumlah Anak terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar pada


Bayi.
Pada tabel 5-12. terdapat 9 ibu yang memiliki jumlah anak 1-2 orang, 5 ibu
diantaranya memiliki imunisasi dasar yang lengkap pada bayinya (prevalens
imunisasi dasar pada pada ibu dengan jumlah anak 1-2 orang = 5/9 = 0,5).
Terdapat 21 ibu yang memiliki jumlah anak 3 , 5 ibu diantaranya memiliki
imunisasi dasar yang lengkap pada bayinya (prevalens imunisasi pada ibu
dengan jumlah anak 3 = 5/21 = 0,4). Maka rasio prevalens = 0,5 / 0,4 =
1,25.
Imunisasi

38

Jumlah
Anak

Variabel

Lengkap

Tidak Lengkap

Jumlah

1-2

16

21

Jumlah

10

20

30

Gambar 5-12. Hasil pengamatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan


jumlah anak terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Ratio Prevalens =
5/9 : 5/21 = 1,25

Interpretasi hasil Rasio Prevalens (RP) = 1. Rasio prevalens jumlah anak


untuk kelengkapan imunisasi dasar bayi adalah 0,9. Ini berarti bahwa ibu
yang memiliki jumlah anak 1-2 orang merupakan bukan faktor resiko
terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

BAB 6
PEMBAHASAN
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan.
Profil epidemiologis di Indonesia pada tahun 2010 sebagai gambaran
tingkat kesehatan di masyarakat masih memerlukan perhatian yang khusus yaitu :
angka kematian bayi 34 per 1000 kelahiran hidup / tahun, angka kematian balita
44 per 1000 kelahiran hidup / tahun.

39

Pengetahuan ibu tentang imunisasi akan membentuk sikap positif terhadap


kegiatan imunisasi. Hal ini juga merupakan faktor dominan dalam keberhasilan
imunisasi dengan pengetahuan yang baik keinginan ibu untuk mengimunisasi bayi
akan meningkat, pengatahuan ibu tersebut akan menimbulkan kepercayaan ibu
tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi.
Pengetahuan ibu terhadap imunisasi juga dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan ibu. Ibu yang berpendidikan tinggi mempunyai pengertian dan
kesadaran lebih baik tentang pencegahan penyakit yang sedikit banyak telah di
ajarkan di sekolah.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bertujuan untuk mencari
hubungan antara karakteristik ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi,
khususnya pada target populasi yaitu ibu yang memiliki bayi yang berumur 9-18
bulan di Puskesmas Kecamatan bawolato Kabupaten Nias.
6.1

Pengetahuan Ibu
Berdasarkan data hasil penelitian bahwa tingkat pengetahuan ibu yang

baik 20%, sedang 16,7% dan kurang 63,3%.

Dari hasil penelitian dengan

menggunakan ratio prevalens menunjukkan bahwa ibu yang memiliki


pengetahuan baik merupakan resiko terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada
bayi 4 kali lebih besar daripada ibu yang memiliki pengetahuan sedang-kurang.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu
terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dan ada perbedaan proporsi
responden yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap antara responden yang
berpengetahuan baik dengan responden yang berpengetahuan kurang. Hal ini
berarti responden yang berpengetahuan baik mempunyai peluang 4,5 kali lebih
besar untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap dibandingkan dengan
responden yang berpengetahuan kurang.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ridho Ladifre yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara status imunisasi
dasar lengkap dengan ibu yang pengetahuannya tinggi, yang artinya ibu yang

40

pengetahuannya tinggi mempunyai peluang 10,621 kali status imunisasi dasar


anaknya lengkap di banding ibu yang pengetahuannya rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu berhubungan
terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Dimana seorang ibu akan
mengimunisasi bayinya apabila ibu mengetahui manfaat pemberian imunisasi dan
seorang ibu juga tahu jadwal pemberian imunisasi dasar pada bayi serta
mengetahui efek setelah pemberian imunisasi.
Peningkatan pengetahuan kesehatan akan menentukan seseorang untuk
berprilaku baik dalam memelihara kesehatan dan mencegah penyakit. Adanya
pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar seperti mengetahui jadwal imunisasi,
efek yang dapat ditimbulkan dari imunisasi serta manfaat dari imunisasi dapat
menumbuhkan kesadaran dan prilaku positif dalam pelaksanaan program
imunisasi dan akan tercapai kelengkapan imunisasi dasar pada bayi .
6.2

Pekerjaan Ibu
Berdasarkan data hasil penelitian bahwa status pekerjaan ibu yang tidak

bekerja

sebesar 16,67%, dan ibu yang bekerja sebesar 83,3%.

Dari hasil

penelitian dengan menggunakan ratio prevalens menunjukkan bahwa ibu yang


tidak bekerja merupakan faktor resiko terhadap lengkapnya imunisasi dasar pada
bayi.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Mawaddah
yang menyatakan bahwa pekerjaan memiliki pengaruh terhadap kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi, dimana nilai Rasio prevalennya adalah 3. Ini berarti
bahwa pekerjaan ibu merupakan faktor resiko terhadap kelengkapan imunisasi
dasar pada bayi.
Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gunawan yang menyatakan bahwa pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi, dimana nilai RP = 1 maka dapat
disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena
jumlah sampel yang berbeda.

41

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pekerjaan ibu berhubungan


dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi, dikarenakan ibu yang tidak
bekerja mempunyai waktu luang yang lebih banyak untuk membawa anaknya
melakukan imunisasi sesuai dengan jadwal dibandingkan dengan ibu yang
bekerja. Akan tetapi ibu yang bekerja mungkin memiliki tingkat kesadaran yang
lebih tinggi dan lebih banyaknya informasi yang didapatkan oleh para ibu yang
bekerja sehingga akan memberi peluang yang lebih besar untuk membawakan
anaknya untuk imunisasi, serta dengan ibu yang bekerja memiliki penghasilan
yang lebih banyak sehingga dapat membawakan anaknya ke rumah sakit untuk
mendapatkan imunisasi dasar.
6.3

Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang dalam

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran


dan pelatihan. Selanjutnya pendidikan kesehatan menurut Notoadmodjo adalah
suatu penerapan konsep pendidikan di bidang kesehatan atau dengan kata lain
konsep pendidikan di bidang kesehatan dimaksudkan untuk menerapkan
pendidikan dalam bidang kesehatan yang meliputi proses pembelajaran.
Berdasarkan data hasil penelitian bahwa tingkat pendidikan ibu Sarjana
sebesar 10%, SD SMA sebesar 90%. Dari hasil penelitian dengan menggunakan
ratio prevalens menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sarjana merupakan faktor
resiko terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi 3 kali lebih besar daripada
ibu yang memiliki tingkat pendidikan SD-SMA.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Saryono yang menyatakan
bahwa tingkat pendidikan ibu merupakan faktor resiko terhadap kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi dimana nilai RP 95% CI = 2,01 (2,19 5,9), ini berarti
bahwa kelengkapan imunisasi dasar pada bayi beresiko 2,01 kali pada ibu yang
berpendidikan tinggi dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah.
Pendidikan ibu berkaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar bukan
menjadi suatu masalah yang menjadi perhatian khusus dan tidak merupakan faktor
risiko dalam pelaksanaan imunisasi dasar lengkap pada bayi. Hal ini sejalan

42

dengan pendapat dari UNESCO, yang dikutip dari Lunardi, pendidikan orang
dewasa apaupun isinya, tingkatan ataupun metodenya, baik formal maupun tidak,
merupakan lanjutan adalah pengganti pendidikan di sekolah ataupun universitas
belum merupakan jaminan perubahan perilaku, sebab perilaku baru memerlukan
dukungan dukungan tertentu. Pendidikan bukanlah satu satunya cara untuk
mengubah perilaku individu/ kelompok. Banyak cara yang dapat diperoleh ibu
untuk mendapatkan informasi mengenai imunisasi. Informasi yang di dapatkan
tentang imunisasi bisa di dapatkan bukan hanya dari pendidikan formal atau
bukan dari sekolah, tetapi bisa saja informasi tentang imunisasi di dapat melalui
media massa, media elektronik atau dari lingkungan sekitar.
6.4

Jumlah Anak
Berdasarkan data hasil penelitian bahwa jumlah anak 1-2 yang memiliki

kelengkapan imunisasi dasar sebesar 30%, jumlah anak 3 sebesar 70%. Dari
hasil penelitian dengan menggunakan ratio prevalens menunjukkan bahwa ibu
yang memiliki jumlah anak 1-2 orang bukam merupakan faktor resiko terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi 0,9 kali dibandingkan dengan ibu yang
memiliki jumlah anak 3.
Menurut Dombkowski menyebutkan makin banyak jumlah anak dalam
keluarga semakin besar kesibukan ibu dalam mengurus anaknya sehingga
memungkinkan ketidaktepatan pemberian imunisasi pada anaknya. Dari hasil
penelitian ini didapatkan justru ibu yang memiliki anak 3 memiliki imunisasi
dasar yang lengkap dibandingkan ibu yang memiliki 1-2 anak. Hal ini terjadi
mungkin oleh beberapa faktor, diantaranya karena jumlah sampel yang masuk
dalam kriteria inklusi sangat sedikit pada saat penelitian berlangsung yaitu hanya
34 orang ibu. Serta mungkin pengetahuan dan kesadaran ibu mengenai imunisasi
yang rendah sehingga menyebabkan ketidaklengkapan imunisasi pada anaknya.

43

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai hubungan

karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas


Kecamatan bawolato Kabupaten Nias tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa :
1) Tingkat

pengetahuan

ibu

merupakan

faktor

resiko

terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.


2) Status pekerjaan ibu merupakan faktor protektif terhadap kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi.

44

3) Tingkat

pendidikan

ibu

merupakam

faktor

resiko

terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.


4) Tidak adanya hubungan jumlah anak terhadap kelengkapan imunisasi
dasar pada bayi.
7.2

Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan dan pembahasan maka untuk dapat

meningkatkan pemenuhan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi beberapa saran


yang perlu diberikan sebagai berikut :
1) Perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
memanfaatkan fasilitas dan tenaga kesehatan dalam pemberian
imunisasi dasar pada bayi, petugas puskesmas sebagai tenaga
kesehatan yang terdepan dan paling dekat dengan masyarakat,
memberikan penyuluhan tentang manfaat pemberian imunisasi tidak
hanya kepada para ibu tetapi juga kepada masyarakat secara umum.
Hal ini diharapkan mampu meningkatkan dukungan keluarga terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
2) Perlu adanya kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dengan
tokoh masyarakat dan agama dalam rangka pemenuhan kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi.
3) Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang bersifat kualitatif untuk
mengetahui lebih mendalam faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.

45

DAFTAR PUSTAKA

1. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro S et al. Dasar-Dasar Imunisasi. In :


Pedoman Imunisasi Di Indonesia. 4 th ed; Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011.
2. Marindi H. Imunisasi Dasar Pada Balita. In : Tumbuh Kembang Status
Gizi dan Imunisasi Dasar pada Balita. Yogyakarta: Nuha Mediaka, 2010.
3. Rosita R. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Available
from

http://www.depkes.go.id/downloads/Booklet/Data%20&

%20Informasi%20untuk%20Pimpinan.pdf Accessed Juli 2012.


4. Soepardi J. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Available from
http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDO
NESIA_TAHUN_2011.pdf Accessed Mei 2012

46

5. Profil

Sumatera

Utara

2008.

Available

from

http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20sumut%202008.pdf
Accessed Oktober 2009.
6. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. In : Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
7. Rudolph AM. Imunisasi. In : Buku Ajar Pediatri Rudolph. Vol. 1; Jakarta:
EGC, 2006.
8. Proverawati A, Andhini C. Imunisasi. In : Imunisasi dan Vaksinasi.
Yogyakarta: Nuha Medika, 2010.
9. Timmreck T. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2. EGC: Jakarta, 2004.
10. Trihono P, Syarif D, Hegar B,et al. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. In :
Hot Topic in Pediatrics II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2002.
11. Anoraga P. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
12. Notoatmojdo S. Metode Penelitian. In : Metodologi Penelitian kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
13. Sastroasmoro S, Ismail S. Pengukuran dan Penelitian. In : Dasar-dasar
Metodologi Penelitian. Jakarta: Sagung Seto, 2008.
LAMPIRAN
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama

Tempat tanggal lahir

Pendidikan terakhir

Alamat Rumah

Pekerjaan

Memberikan persetujuan untuk mengisi angket yang diberikan peneliti.


Saya telah diberitahu peneliti, bahwa jawaban angket ini bersifat sukarela dan

47

hanya dipergunakan untuk keperluan peneliti. Oleh karena itu secara sukarela
saya ikut berperan dalam penelitian ini.
Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini yang
bertujuan

untuk

mengetahui

Hubungan

Karakteristik

Ibu

terhadap

Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Bayi di Puskesmas Kecamatan bawolato


Kabupaten Nias tahun 2014.
Bawolato, juni 2014
responden
(

KUESIONER
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan benar.
Pilihlah salah satu jawaban dari jawaban yang diberikan.Beri
tanda X pada jawaban pilihan anda.

Identitas Responden
1.Nama
2.Alamat

:
:

3.Umur

4.Pendidikan Terakhir

5.Pekerjaan

48

6.Pekerjaan Suami :
7.Jumlah anak

8.Usia anak terakhir

1. Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan


tubuh balita.
a. Ya
b. Tidak
2. Apa manfaat pemberiaan imunisasi ?
a. Menjadikan anak agar terhindar dari segala jenis penyakit
b. Menjadikan anak agar terhindar dari penyakit tertentu
c. Menjadikan anak agar sehat dan cerdas
3. Imunisasi dasar lengkap yang diberikan pada bayi adalah ?
a. BCG, DPT, Campak.
b. BCG
c. BCG, Hepatitis B, Polio, Dpt, Campak
4. Imunisasi DPT dapat digunakan untuk mencegah penyakit?
a. Tetanus, hepatitis
b. Difteri, batuk rejan,tetanus
c. TB, campak, polio

5. Berapa kali BCG diberikan ?


a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
6. Dengan cara apa polio diberikan?
a. Disuntik lengan
b. Ditetes
c. Disuntik di paha
7. Penyakit apa yang akan muncul jika anak tidak diberikan
imunisasi?
a. Hepatitis b, HIV
b. TBC, Campak, Polio
c. TBC, polio, Campak, hepatitis B, difteri, pertusis, tetanus
8. Berapa kali dpt diberikan ?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
9. Hal apa yang timbul setelah diimunisasi ?
a. Demam, kejang
b. Mual, muntah
c. Batuk

49

10.Kapan terakhir diberikan imunisasi dasar lengkap diberikan ?


a. 11 bulan
b. 10 bulan
c. 9 bulan

Anda mungkin juga menyukai