Anda di halaman 1dari 6

SALPHINGITIS (3A)

A. Definisi

Salpingitis adalah terjadinya inflamasi pada tuba fallopi. Tuba fallopi perpanjangan dari
uterus, salpingitis adalah salah satu penyebab umum terjadinya infertilitas pada wanita. Apabila
salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan kerusakan pada tuba
fallopi secara permanen sehingga sel telur yang dikeluarkan dari ovarium tidak dapat bertemu dengan
sperma. Tanpa penanganan yang cepat infeksi bisa terjadi secara permanen merusak tuba fallopi
sehingga sel telur yang dikeluarkan pada proses menstruasi tidak bisa bertemu dengan sperma
(Prawirohardjo,
2007).
Ada dua jenis salpingitis:
1. Salpingitis akut : pada salpingitis akut, tuba fallopi menjadi merah dan bengkak, dan keluar cairan
berlebih sehingga bagian dalam dinding tuba sering menempel secara menyeluruh. Tuba bisa juga
menempel padabagian intestinal yang terdekat.Kadang-kadang tuba fallopi penuh dengan pus. Hal
yang jarang terjadi, tuba rupture dan menyebabkan infeksi yang sangat berbahaya pada kavum
abdominal (Peritonitis).
2. Salpingitis Kronis : Biasa nyamengikuti gejala akut. Infeksi terjadi ringan, dalam waktu yang
panjang dantidak menunjukan banyak tanda dan gejala.
Salpingitis atau radang tuba fallopi merupakan bagian dari penyakit radang panggul atau pelviksitis.
Sejarah salpingitis (radang tuba fallopi) adalah yang tertinggi terkait dengan relatif risiko
ketidaksuburan. Kira-kira satu sampai tiga perempuan menunjukkan hasil evaluasi ketidaksuburan
yang memperlihatkan tanda-tanda dan gejala bahwa masalah itu disebabkan berkenaan dgn
kandungan atau tuba fallopi yang abnormal. Tuba fallopi yang mengalami penyumbatan atau menjadi
rusak dapat mengurangi kesuburan dengan mencegah sperma mencapai telur atau mencegah telur
mencapai rahim.
Ketidaksuburan pada tuba fallopi juga dapat timbul setelah terjadinya infeksi keguguran, infeksi pada
saat melahirkan anak, radang selaput perut atau operasi. Kemandulan yang disebabkan oleh beberapa
faktor-faktor ini sebagian dapat dicegah. Ketidaksuburan pada tuba fallopi kadang-kadang dapat
ditindak dengan melakukan operasi, tetapi jika hal ini tidak memungkinkan, atau jika operasi ini
gagal, IVF (In Vitro Fertilisation) atau program bayi tabung mungkin merupakan sebuah solusi.
Operasi tuba fallopi merupakan prosedur yang melibatkan anestesi secara umum dan seringkali
berlangsung selama beberapa jam. Operasi biasanya dilakukan dengan bantuan mikroskop.
Keberhasilan dari operasi sekitar 45% kalau masalahnya ada pada akhir saluran tuba, tetapi hanya 2025% bila masalahnya pada penyumbatan fimbrial di ujung saluran tuba fallopi, dekat dengan ovaries.
Salpingitis akut dapat segera didiagnosis jika semua tanda dan gejala objektif terdapat dan sesuai.
Tetapi, sejumlah keadaan lain dapat menyerupai keseluruhan atau sebagian spektrum manifestasi yang
biasa ditemui. Adalah kesalahan serius mendiagnosis selpingitis pada wanita yang sebenarnya tidak
menderitanya. Hal ini tidak hanya menempatkan wanita pada regimen terapi antibiotik yang lama
dengan resiko dan biayanya, terapi memperlambat penemuan diagnosis yang sebenarnya dan
penatalaksanaanya. Selain itu, dokter cenderung menganggap tiap gangguan pelvis di masa
mendatang disebabkan karena infeksi ini. Carilah riwayat pemaparan penyakit menular seksual yang
terjadi sekarang atau di masa lampau terutama infeksi gonokokus atau klamidia, penyakit peradangan
pelvis yang tercatat baik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim atau infeksi pasca abortus atau
pasca persalinan.
B. Insiden

Lebih dari satu juta kasus salpingitis akut dilaporkan setiap tahun di AS, namun jumlah insiden ini
mungkin lebih besar, karena metode pelaporan tidak lengkap dan terlalu dini dan bahwa banyak kasus
dilaporkan pertama ketika penyakit itu telah pergi begitu jauh bahwa mereka telah mengembangkan
kronis komplikasi. Bagi wanita berusia 16-25, salpingitis adalah infeksi serius yang paling umum.Ini
mempengaruhi sekitar 11% dari wanita usia reproduktif. Salpingitis memiliki insiden yang lebih

tinggi di antara anggota kelas-kelas sosial ekonomi rendah. Namun, hal ini dianggap sebagai akibat
dari debut seks sebelumnya, beberapa mitra dan kemampuan rendah untuk menerima perawatan
kesehatan yang layak bukan karena faktor resiko independen untuk salpingitis. Sebagai akibat dari
peningkatan risiko karena beberapa mitra, prevalensi salpingitis tertinggi untuk orang yang berusia
15-24 tahun. Penurunan kesadaran gejala dan kurang kemauan untuk menggunakan alat kontrasepsi
juga umum dalam kelompok ini, meningkatkan terjadinya salpingitis.
Organisasi Kesehatan Dunia telah menerbitkan data tentang jumlah kasus tentang gonore dan
klamidia di seluruh dunia tahun 1995. Pada tahun itu, sekitar 31 juta kasus infeksi gonore dan 22,5
juta kasus infeksi clamydia, merupakan organism penyebab utama salpingitis dan terjadi pada wanita
di seluruh dunia. Secara geografis sebagian besar kasus ini berada di Negara berkembang. Prevalensi
tertinggi berada di sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara, dengan terendah di Asia Timur dan Pasifik.
Selain itu, komplikasi penyakit menular seksual, termasuk salpingitis lebih umum di Negara-negara
dengan sumber daya yang lebih miskin.
C. Etiologi

Kondisi ini tidak diketahui, kemungkinan penyebabnya adalah karena seperti proses pasca-inflamasi
distorsi dan adenomiosis (Green, 1989). Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan nodul tersebar
kelenjar epitel tuba dikelilingi oleh area - area muskularis (Benjamin, 1989). Pada
hysterosalpingography, diagnosis mungkin bingung dengan endometriosis tuba, bagaimanapun,
adanya epitel tuba yang melapisi kelenjar pada aturan pemeriksaan histopatologi yang keluar adalah
endometriosis (McComb, 1989). Majumdar (1983) mengatakan hiperplasia endometrium kompleks
terlihat pada kasus dapat yang dikaitkan dengan pengobatan hormonal yang digunakanuntuk
infertilitas. Komplikasi salpingitis isthmica nodosa adalah infertilitas dan berulang kehamilan ektopik
dan karenanya, salpingitis isthmica nodosa merupakan penyebab penting untuk dikesampingkan
dalam kasus tersebut (Chawla, 2009).
Salpingitis disebabkan oleh bakteri penginfeksi. Jenis-jenis bakteri yang biasanya menyebabkan
Salpingitis : Mycoplasma, staphylococcus, dan steptococus.
Selain itu salpingitis bisa juga disebabkan penyakit menular seksual seperti gonorrhea, Chlamydia,
infeksi puerperal dan postabortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh tuberculosis. Selanjutnya
biasa timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (keroksn, laparatomi, pemasangan IUD, dan
sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
D. Faktor Resiko

1. Usia
Angka usia spesifik lebih tinggi pada remaja wanita anatar usia 15 sampai 19 tahun.
2. Jumlah pasanan seksual
Wanita dengan banyak pasangan 4,6 kali cenderung lebih banyak terkena PID.
3. Pasien PID sebelumnya
Pasien dengan PID 2,5 kali cenderung lebih banyak memiliki riwayat PID sebelumnya dari pasien
tanpa PID.
4. Remaja
Melakukan hubungan seksual pada usia muda
5. Gonore pria
Pria yang tidak diobati merupakan sumber infeksi berulang dan infeksi baru.
6. Faktor sosioekonomi yang rendah
E. Komplikasi
Di antara sebab-sebab yang paling banyak terdapat ialah infeksi gonorea dan infeksi puerperal dan
post abortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh teberkulosis. Selanjutnya bias timbul radang
adneksa sebagai akibat tindakan (kerokan, laparatomi, pemasangan IUD, dan sebagainya) dan
perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
Penanganan yang tidak serius, salpingitis bisa menyebabkan beberapa komplikasi meliputi :

1. Kehamilan ektopik.
2. Infeksi yang terjadi didaerah terdekat dengan tuba fallopi, seperti ovarium atau uterus.
3. Infertilitas.
4. Menginfeksi orang yang diajak berhubungan seksual.
E. Patofisiologi

Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke bagian tuba fallopi. Infeksi dapat
menyebar melalui pembuluh getah bening, infeksi pada salah satu tuba fallopi biasanya menyebabkan
infeksi yang lain. Pada beberapa kasus, salpingitis disebabkan oleh infeksi bakteri seperti
Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus. Selain itu salpingitis dapat disebabkan oleh
penyakit menular seksual seperti gonore dan kalmidia (Prawirohardjo, 2007).
F.

Tanda dan Gejala


Ada pun tanda dan gejala dari salpingitis adalah :
1. Nyeri pada kedua sisi perut
2. Demam
3. Mual muntah
4. Kelainan pada vagina seperti perubahan warna yang tidak seperti orang normal atau berbau.
5. Nyeri selama ovulasi.
6. Sering kencing
7. Lower back pain.
8. Disminorhoe
9. Nyeri Abdomen : nyeri andomen bagian bawah merupakan gejala yang paling dapat dipercaya dari
infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri unilateral, bilateral, atau suprapubik, dan sering
berkembang sewaktu atau segera setelah suatu periode menstruasi. Keparahan meningkat secara
bertahap setelah beberapa jam sampai beberapa hari, rasa nyeri cenderung menetap, bilateral pada
abdomen bagian bawah, dan semakin berat dengan adanya pergerakan
10. Perdarahan pervaginam atau sekret vagina : perdarahan antar menstruasi atau meningkatnya aliran
menstruasi atau kedua-duanya dapat merupakan akibat langsung dari endometritis atau pengaruh tidak
langsung dari perubahan perubahan hormonal yang berkaitan dengan ooforitis. Sekret vagina dapat
disebabkan oleh servitis.
11. Gejala gejala penyerta : menggigil dan demam lazim ditemukan. Anoreksia, nausea dan vomitus
berkaitan dengan iritasi peritoneum. Disuria dan sering kencing menunjukkan adanya keterkaitan
dengan uretritis dan sistitis. Nyeri bahu atau nyeri kuadrak kanan atas mungkin merupakan gejala dari
peripheral gonokokus.
12. Riwayat menstruasi : menstruasi dapat meningkat dalam jumlah dan lamanya, salpingitis dapat
menjadi simptomatik pada hari keempat atau kelima dari siklus menstruasi.

G. Tes Diagnostik

1. Pemeriksaan umum
a. Suhu biasanya meningkat
b. Tekanan darah normal
c. Denyut nadi cepat
2. Pemeriksaan abdomen
a. Nyeri perut bawah
b. Nyeri lepas
c. Rigiditas otot
d. Bising usus menurun
e. Distensi abdomen
3. Pemeriksaan inspekulo
Tampak sekret purulen di ostium serviks

4. Pemeriksaan laboratorium
Leukosit cenderung meningkat.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara cermat untuk membantu membedakan diantara beberapa
keadaan yang berbeda yang diwakili oleh gambaran klinis. Tentukan dengan pemeriksaan abdomen
apakah terdapat tanda-tanda peritonitis, termasuk difans muskular (infoluntary guarding), nyeri
langsung, nyeri alih, dan nyeri lepas, tanda psoas yang positif, dan nyeri pada sudut kostovertebral.
Lakukan pemeriksaan pelvis yang cermat dan hati-hati, termasuk pemeriksaan bimanual palpasi rektal
dan vaginal, carilah informasi untuk mendapatkan lokasi yang tepat dan sifat proses penyakit, catatlah
adanya rasa sakit pada palpasi juga dengan menggerakkam serviks ke satu sisi atau sisi lainnya.
Tentukan adanya massa atau penebalan adneksa. Jika ditemukan massa dan konfirmasikan melalui
pemeriksaan ultrasonografi, pasien harus diperiksa untuk abses tubo-ovarium dan ditangani dengan
tepat.
Lakukan usaha untuk menunjukkan penyebab nyeri pelvis tentukan apakah polanya rekuren, progresif
dan berhubungan dengan menstruasi, misalnya, sebagai kemungkinan tanda endometriosis, atau akut,
intermiten dan disertai dengan nyeri pinggang dan disuria, yang menggambarkan pielitis, atau
urolitiasis. Mungkin sulit untuk membedakan pielonefritis dari salpingitis karena dapat terjadi iritasi
uriter jika tuba yang mengalami inflamasi terletak (atau menempel) pada tepi posterior ligamentum
latum dimana menyilang uriter. Carilah penjelasan laboratories dengan melakukan sekurangnya
hitung darah lengkap, hitung diferensial, laju endap darah, dan urinalisis. Ingatlah bahwa beberapa
proses peradangan noninfeksius, seperti nekrosis jaringan avaskular yang berhubungan dengan torsio
atau infark adneksa, dapat menyebabkan efek sistemik yang diketahui dari likositosis, pergeseran
hitung diferensial, dan peningkatan laju endap darah. Ingatlah juga bahwa petanda laboratorium untuk
infeksi dapat timbul lebih lambat pada kasus salpingitis; petanda tersebut dapat timbul beberapa jam
setelah gejala klinis (bahkan beberapa hari), sehingga memberikan banyak keraguan. Konsentrasi
serum C-protein fase akut seringkali sangat menolong dalam keadaan ini. Perubahan menstruasi,
tanda-tanda yang mengarahkan pada kehamilan, nyeri bahu, atau tenesmus memerlukan pertimbangan
yang serius adanya kehamilan ektopik. Lakukan tes kehamilan, lebih disukai pengukuran human
chronic gonadotropin (hCG) subunit-beta, dan pemeriksaan ultrasonografi jelas diperlukan pada
keadaan ini.
H. Pengobatan

Perawatan penyakit salpingitis dilakukan dengan pemberian antibiotic (sesering mungkin sampai
beberapa minggu).Antibiotik dipilih sesuai dengan mikroorganismenya yang menginfeksi. Pasangan
yang diajak hubungan seksual harusdievaluasi, disekrining dan bila perlu dirawat, untuk mencegah
komplikasi sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual selama masih menjalani perawatan untuk
mencegah terjadinya infeksi kembali.
Perawatan dapat dilakukan dengan beberapacara yaitu :
1. Antibiotik untuk menghilangkan infeksi, dengan tingkat keberhasilan 85% dari kasus.
2. Perawatan di rumah sakit memberikan obat antibiotic melalui intravena (infuse).
3. Pembedahan dilakukan jika pengobatan dengan antibiotic menyebabkan terjadinya resistan pada
bakteri.
4. Berobat jalan
Jika keadaan umum baik, tidak demam. Berikan antibiotic : Cefotaksitim 2 gr IM atau amoksisilin 3
gr peroral atau ampisilin 3,5 per os atau prokain ampisilin G dalam aqua 4,8 juta unit IM pada 2
tempat. Masing-masing disertai dengan pemberian probenesid 1gr per os, diikuti dengan dekoksisiklin
100 mg per os dua kali sehari selama 10-14 hari serta tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari
(dekoksisilin dan tetrasiklin tidak digunakan untuk ibu hamil).
5. Tirah baring
Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk.
6. Rawat inap : Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu.
Untuk menekan kerusakan permanen pada anatomi dan fungsi tuba, pasien dengan salpingitis akut

harus diterapi secepat mungkin dan agresif dengan regimen antibiotika yang sesuai. Lakukan kultur
terlebih dahulu, tetapi ketahuilah terdapat korelasi yang buruk antara organisme yang ditemukan dari
kultur serviks dan yang terdapat serta aktif di dalam tuba. Salpingitis seringkali ditemukan berkaitan
dengan organisme polimikroba aerobik dan anaerobik, kemungkinan sebagai patogen sekunder.
Pemilihan antibiotik harus melihat hal tersebut. Diskusikan kemungkinan masalah yang terjadi di
masa mendatang seperti infertilitas, kehamilan ektopik, nyeri pelvis kronis, rekurensi, dan
pembentukan abses dengan tujuan memberitahukan pasien bahwa ia sangat berperan mengenai
keadaannya dan prognosisnya. Dengan cara ini, pasien dapat melakukan tindakan untuk
menghindarkan infeksi ulang dan mengetahui serta sadar tentang kemungkinan komplikasi.
Pasien yang menderita salpingitis periodik akhirnya akan timbul kerusakan juga yang tidak dapat
diperbaiki lagi dengan penutupan bagian distal dan proksimalnya, sehingga menyebabkan
hidrosalping, piosalping, atau abses tubo-ovarium. Pasien perlu diberitahu mengenai keuntungan
abstinensia seksual sebagai cara untuk membantu mengoptimalkan penyembuhan atau penggunaan
kontrasepsi barier untuk menekan resiko infeksi ulang. Nyeri pelvis yang kronis terutama jika disertai
dengan piosalping rekuren, memerlukan intervensi bedah untuk mengangkat organ yang rusak. Waktu
yang terbaik untuk pembedahan adalah saat proses inflamasi menghilang secara maksimal di antara
rekurensi.

Anda mungkin juga menyukai