Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
gejala
kejang
yang
menyertainya,
status
epileptikus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Status epileptikus menurut Epilepsy Foundation of Americas Working
Group on Stastus Epileptic adalah sebagai bangkitan yang berlangsung lebih dari
30 menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana diantara dua bangkitan tidak
terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang harus dimulai dalam 10 menit
setelah awitan suatu kejang.5
EPIDEMIOLOGI
Jumlah kasus status epileptikus di Amerika Serikat berdasarkan studi
ETIOLOGI
Etiologi status epileptikus tergantung usia dan menentukan prognosis.
PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktifitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan
yang berlebihan tersebut. Lesi di mesensefalon, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebelum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang.3
Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut: 3
-
pengaktifan;
Neuron-neuron hipersensitif, ambang untuk melepaskan muatan menurun,
apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan;
pada
depolarisasi
neuron.
Gangguan
keseimbangan
ini
menghasilkan
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis status epileptikus berbeda tergantung pada masing-
sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi
bentuk yang lain dapat juga terjadi.7
A.
dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonikklonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum.
Pada status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonikklonik umum tanpa pemulihan kesadaran di antara serangan dan peningkatan
frekuensi.7
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang
melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien
menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hiperpnea dengan retensi
karbondioksida. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hiperpireksia
mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang
mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.
Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak
tertangani.7
B.
mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.8
C.
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan
kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjadi pada ensefalopati kronik dan
merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.7
D.
pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status
presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat
seperti menyerupai slow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu
periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens
pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus
(monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Status epileptikus memberikan
respon yang baik terhadap Benzodiazepin intravena.7
F.
kompleks karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-
konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai
perubahan kepribadian dengan paranoid, delusional, cepat marah, halusinasi,
tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada
beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike
wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.7
G.
H.
temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh.
Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit
memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus nonkonvulsif pada beberapa kasus.7
7
DIAGNOSIS
2.7.1 ANAMNESIS
Epilepsi adalah sebuah penyakit yang sangat sulit untuk didiagnosa, dan
kesalahan-kesalahan dalam mendiagnosis seringkali terjadi. Ketepatan diagnosis
pada pasien dengan epilepsi bergantung terutama pada penegakan terhadap
gambaran yang jelas baik dari pasien maupun dari saksi. Hal ini mengarahkan
pada diagnosis gangguan kesadaran. Seseorang harus menelusuri secara teliti
tentang bagaimana perasaan pasien sebelum gangguan, selama (apabila pasien
sadar) dan setelah serangan, dan juga memperoleh penjelasan yang jelas tentang
apa yang dilakukan pasien setiap tahap kejang dari seorang saksi. Seseorang tidak
dapat langsung menegakkan diagnosa hanya dengan gejala klinis yang ada
melalui penilaian serangan. Pemeriksaan, seperti EEG, sebaiknya digunakan
untuk menunjang perkiraan diagnostik yang didasarkan pada informasi klinis.
Diagnostik secara tepat selalu jauh lebih sulit dilakukan pada pasien yang
mengalami kehilangan kesadaran tanpa adanya saksi mata.10
Gejala klinis yang dapat dilihat secara nyata adalah kejang dengan tonik,
klonik, atau tonik-klonik pada gerakan tungkai. Pasien mungkin hanya
menunjukkan gerakan kejang dengan amplitudo yang kecil pada wajahnya,
tangan, kaki dan sentakan nistagmoid pada kedua matanya. Jika kejang ini
berhenti, pasien akan tetap dalam kondisi tidak sadar dan tidak memberikan
respon atau kemungkinan pasien bingung kemudian kejang kembali terjadi.8
Pada pemeriksaan neurologis, pasien tidak akan memberikan respon
terhadap komando verbal. Dia akan meningkatkan atau menurunkan tonus otot,
dengan gerakan yang tidak perlu pada tungkai, dan akan memperlihatkan refleks
Babinski positif. Umumnya, tanda neurologis yang ditemukan bersifat simetris.8
Kadang-kadang terdapat pasien dengan kebingungan yang menetap,
gangguan kesadaran, dan mampu menggerakkan kaki dan berjalan yang dimiliki
oleh pasien status epileptikus yang disebut juga status epileptikus non-konvulsif
(complex partial epilepticus). Pada pasien seperti ini, gambaran hasil EEG yang
abnormal dan terjadi secara persisten dan spesifik, menegakkan diagnosis.8
Uraian di bawah ini dapat menjelaskan tentang diagnosis diferensial pada
epilepsi bentuk lain.10
1
3
4
10
Kejang lobus frontal dapat diburamkan oleh dystonia. Penyakit ini sendiri
menunjukkan perubahan perilaku yang aneh akibat fungsi lobus frontal
yang terganggu.
Kejang lobus temporal harus dibedakan dengan ansietas dan serangan
panik. Serangan yang diprovokasi oleh berbagai penyebab, atau yang lebih
dari beberapa menit, sepertinya tidak disebabkan oleh epilepsi lobus
temporal.
Serangan
yang
melibatkan
tingkah
laku
aneh
yang
sub arachnoid;
Hasil dari trauma bedah yang tak terhindarkan.
Kadang-kadang epilepsi dicetuskan oleh gangguan biokimia di otak
seperti:
Selama putus konsumsi obat dan alkohol;
Selama koma hepatik, uremik, dan hipoglikemik;
Sementara mengonsumsi obat penenang atau antidepresan.
11
kesimpulan
yang
perlu
12
PENATALAKSANAAN11
1
2
3
4
Prinsip:
Stabilisasi pasien dengan prinsip kegawadaruratan umum (ABC)
Menghentikan bangkitan dan mencari etiologi simultan
Mecegah bangkitan ulang atau mengatasi penyulit
Mengatasi factor pencetus
13
Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio-respirasi
Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen,
hematologi
Pemeriksaan EKG
Memasangi infus pada pembuluh darah besar
dengan NaCl 0,9%. Bila akan digunakan 2
setelah 5 menit
Berilah 50 cc glukosa 50% pada keadaan
hipoglikemia
Pemberian tiamin 250 mg intervena pada pasien
alkoholisme
Menangani asidosis dengan bikarbonat
Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus setelah
pemberian
lorazepam
diazepam,
beri
14
bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60
menit, pasien dipindah ke ICU, diberi Propofol
(2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau
Thiopenton (100-250 mg bolus iv pemberian
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50
mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24
jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan
EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off.
Iviemonitor bangkitan dan EEG, tekanan
intracranial, memulai pemberian OAE dosis
rumatan
Terapi Pilihan
Benzodiazepin IV/Oral
Klobazam Oral
Terapi Lain
Valproate IV
Lorazepam / Fenintoin /
SE Lena Atipikal
Valproat Oral
Fenobarbital IV
Benzodiazepin,
Lamotrigin,
SE Tonik
Lamotrigine Oral
SE Non-konvulsif pada Fenitoin
IV
pasien koma
Fenobarbital
Topiramat,
Penobarbital,
Indikasi
Bangkitan Lena
Bangkitan Parsial Kompleks
Bangkitan Parsial/Bangkitan Umum
Bangkitan Parsial/Bangkitan Umum
PROGNOSIS
Prognosis status epileptikus bergantung pada respon terhadap pengobatan.
2.10. KOMPLIKASI
Komplikasi status epileptikus bervariasi. Komplikasi sistemik meliputi
hipertermia, asidosis, hipotensi, kegagalan pernapasan , rabdomiolisis, serta
aspirasi. 7
16
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1.
Deshpande LS, Lou JK, Mian A, Blair RE, Sombati S, Attkisson E, et al.
Time course and mechanism of hippocampal neuronal death in an in vitro
model of status epilepticus: Role of NMDA receptor. Eur J Pharmacol
2008;583(1):73-83.
17
2.
Medscape
Emedicine.
Apr
11,
2014.
Status
Epileptic
3.
4.
5.
6.
Neurology 2012;4(17):78-84.
Standar Pelayanan Medik (SPM) Perdossi. Jakarta: Perdossi 2008
Hughes R. Neurological emergencies. 4 ed. London: BMJ Publishing
Group; 2003.
7.
Medscape
Reference.
May
26,
2011.
Status
Epileptikus.
9.
10.
Group; 2003.
Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4 ed. Victoria, Australia:
11.
18