Anda di halaman 1dari 11

Tambahan Parasit - PADI November

PENJELASAN BERBAGAI PARASIT


Tabel 1. Parasit Penyebab Kelainan Gastrointestinal.
Jenis Parasit
Helminth
Nematoda
Trichuris trichiura
Trematoda
Fasciolopsis buski
Schistosoma japonicum
Cestoda
Taenia saginata
Echinococcus granulosus
Protozoa
Entamoeba histolytica
Cyclospora cayetanensis

Small Intestine

Colon

Extraintestinal

Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)


a. Hospes dan nama penyakit
Hospes definitif: manusia
Nama penyakit: trikuriasis
b. Distribusi geografik
Bersifat kosmopolit terutama di daerah panas, seperti di Indonesia
c. Morfologi dan daur hidup
Cacing jantan panjangnya 4 cm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor
melingkar, terdapat satu spikulum
Cacing betina panjangnya 5 cm, bagian anterior halus seperti cambuk, bagian ekor lurus
berujung tumpul
Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum, dengan bagian anterior masuk ke dalam
mukosa usus
Telur berukuran 50 x 22 mikron, bentuk seperti tempayan dengan kedua ujung menonjol,
berdinding tebal dan berisi larva. Warna telur kuning tengguli dengan kedua ujung jernih
Telur yang dibuahi keluar dari hospes bersama tinja, menjadi matang dalam waktu 3-6
minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu tanah yang lembab dan tempat yang teduh
Bentuk infektif: telur matang (berisi larva)
Cara infeksi: hospes menelan telur matang larva keluar melalui dinding telur masuk ke
dalam usus halus setelah dewasa, turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon, terutama
sekum. Jadi, tidak mempunyai siklus paru
Lama penelanan telur sampai telur di tinja: 60-70 hari
d. Patologi dan gejala klinis
Pada infeksi ringan: asimtomatis

Pada infeksi berat, terutama anak-anak, cacing tersebar di seluruh kolon dan rektum, kadang
terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolaps akibat penderita mengejan pada saat
defekasi
Karena cacing memasukkan kepalanya ke mukosa usus iritasi dan peradangan di mukosa
usus perdarahan. Selain itu, cacing ini menghisap darah anemia
Gejala klinis: diare dengan sindrom disentri, anemia, BB turun, kadang disertai prolaps
rektum
e. Diagnosis
Menemukan telur di feses, menemukan cacing dewasa dengan kolonoskopi

Gambar 1. Telur Trichuris trichiura (bentuk seperti tempayan, warna kulit kuning tengguli
dengan kedua ujung jernih, berisi larva).

Fasciolopsis buski
a. Hospes dan nama penyakit
Hospes definitif: manusia, kelinci, babi, anjing
Nama penyakit: fasiolopsiasis
b. Distribusi geografik
China, Taiwan, Vietnam, India, dan Indonesia
c. Morfologi dan daur hidup
Fasciolopsis buski merupakan jenis trematoda terbesar, bentuknya agak lonjong dan tebal,
batil isap kepala dan batil isap perut berdekatan, memiliki dua sekum yang tidak bercabang,
uterus berisi telur, ovarium bercabang, dua testis bercabang-cabang letak atas bawah
Telur berbentuk agak lonjong, berdinding tipis transparan, dengan sebuah operkulum yang
nyaris terlihat pada sebuah kutubnya. Telur tersebut dalam air bersuhu 270-320 C, menetas
setelah 3-7 minggu mirasidum keluar masuk ke dalam tubuh hospes perantara I (keong
air tawar seperti Segmentina, Hippeutis, dan Gyraulus) dalam keong tumbuh menjadi
sporokista lalu menjadi serkaria serkaria berenang dan hidup pada tumbuhan air
menjadi metaserkaria metaserkaria termakan manusia 25-30 hari metaserkaria tumbuh
mejadi cacing dewasa dan dalam waktu 3 bulan ditemukan telur-telurnya dalam tinja
Bentuk infektif: metaserkaria
d. Patologi dan gejala klinis
Fasciolopsis buski melekat dengan batil isap perutnya pada mukosa duodenum dan jejunum.
Cacing ini memakan isi usus maupun permukaan mukosa usus peradangan, tukak (ulkus),
abses; jika terjadi erosi di daerah tempat melekat cacing tersebut perdarahan
Cacing dalam jumlah besar sumbatan yang menimbulkan gejala ileus akut

Pada infeksi berat gejala intoksikasi dan sensitisasi karena metabolit cacing edema pada
muka, dinding perut, dan tungkai bawah
Gejala klinis: nyeri epigastrium, mual, diare
e. Diagnosis
Menemukan telur dalam feses, bisa juga menemukan cacing dewasa dalam feses

Gambar 2. Cacing dewasa Fasciolopsis buski.

Schistosoma japonicum
a. Hospes dan nama penyakit
Hospes definitif: manusia
Nama penyakit: skistosomiasis (snail fever, oriental schistosomiasis, katayama fever)
b. Morfologi dan daur hidup

Bentuk infektif: serkaria (dengan cara penetrasi melalui kulit)


c. Patologi dan gejala klinis
Gejala klinis:
Stadium I gatal, urtikaria, manifestasi intoksikasi (demam, hepatomegali, eosinofilia)
Stadium II disentri
Stadium III sirosis, splenomegali, hipertensi porta, malaise, gangguan neurologis,
kelainan paru
d. Diagnosis
Menemukan telur di feses
Pemeriksaan serologi: deteksi antigen dan antibodi (circumoval precipitin test, indirect
hemaglutinin test, complement fixation test, fluorescent antibody test, dan ELISA)

Gambar 3. Telur Schistosoma japonicum.

Taenia saginata
a. Hospes dan nama penyakit
Hospes definitif: manusia
Hospes perantara: sapi, kerbau
Nama penyakit: taeniasis saginata
b. Distribusi geografik
Kosmopolit; didapatkan di Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia, Amerika Utara, Amerika
Latin, Rusia, dan di Indonesia terutama Bali dan Jakarta
c. Morfologi dan daur hidup
Cacing dewasa panjangnya 4-12 m terdiri atas 1000-2000 proglotid
Skoleks berdiameter 1-2 mm, bentuk piriform, batil isap 4 buah, setengah bulat atau
menonjol, tanpa rostelum
Strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur) dan dewasa (matur) serta
yang mengandung telur atau disebut gravid. Pada proglotid yang belum dewasa, belum
terlihat struktur alat kelamin yang jelas. Uterus tumbuh dari bagian anterior ootip dan
menjulur ke bagian anterior proglotid. Setelah uterus ini penuh dengan telur, cabangcabangnya akan tumbuh. Proglotid yang sudah gravid letaknya terminal dan sering lepas dari
strobila. Proglotid ini dapat bergerak aktif, keluar dengan tinja, atau keluar sendiri dari lubang
dubur (spontan), waktu proglotid terlepas dari rangkaiannya dan menjadi koyak; cairan putih

susu yang mengandung banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior proglotid, terutama
proglotid berkontraksi saat bergerak.
Telur-telur akan melekat pada rumput bersama tinja (apabila orang berdefekasi di padang
rumput, atau karena tinja yang hanyut di sungai) tertelan binatang dalam tubuh
binatang, embrio heksakan menetas heksakan di saluran pencernaan ternak menembus
dinding usus masuk ke saluran getah bening atau darah ikut aliran darah ke jaringan
ikat di sela-sela otot untuk tumbuh menjadi sistiserkus bovis. Peristiwa ini terjadi setelah 1215 minggu. Bagian tubuh hewan ternak yang sering dihinggapi larva tersebut adalah otot
maseter, paha belakang, dan punggung. Otot di bagian lain juga dapat dihinggapi. Bila larva
ini termakan manusia skoleks keluar dari sisiserkus bovis dengan cara evaginasi dan
melekat pada mukosa usus halus seperti jejunum, dan dalam waktu 8-10 minggu menjadi
dewasa
Bentuk infektif: sistiserkus bovis
Biasanya di rongga usus hospes, terdapat seekor cacing
d. Patologi dan gejala klinis
Gejala pada sistem GI: indigestion, mual, diare, konstipasi, ketidaknyaman di perut
Gejala sistemik: lelah, anoreksia, pusing, BB turun
Gejala yang jarang ditemukan: obstruksi usus karena strobila cacing, gejala yang lebih berat
dapat terjadi apabila proglotid sampai di apendiks
e. Diagnosis
Telur dalam tinja dan usap anus, proglotid yang aktif bergerak dalam tinja. Proglotid
kemudian dapat diidentifikasi dengan merendamnya di dalam laktofenol sampai jernih.
Setelah uterus dan cabang-cabangnya terlihat jelas, jumlah cabang dapat dihitung

Gambar 4. Telur Taenia sp. dimana telur T. saginata dan T. Solium tidak dapat dibedakan (bentuk
bulat, dinding tebal dengan struktur radial, berisi embrio heksakan atau onkosfer).

Echinococcus granulosus
a. Hospes
Hospes definitif: anjing dan hewan karnivora lainnya
Hospes perantara: manusia, domba, kambing, babi, unta, dan lainnya
b. Distribusi geografik
New Zealand, Australia, Argentina, Chili, Cina, dan lain-lain

c. Morfologi dan daur hidup


Cara infeksi: penularan tidak sengaja melalui telur yang ada di feses anjing atau karnivora
lain masuk ke dalam saluran cerna manusia
Bentuk infektif pada manusia: telur. Bentuk infektif pada anjing: kista
Telur yang masuk ke saluran cerna manusia akan menuju usus halus (dimana ia berubah
menjadi onkosfer) bermetastasis ke berbagai organ, seperti otak, paru-paru, jantung, hati,
limpa, dan tulang. Bentuk dari E. granulosus di berbagai organ ini adalah kista hidatid
d. Patologi dan gejala klinis
Kista hidatid akan menginduksi terjadinya reaksi granulomatosus diikuti dengan
pembentukan jaringan fibrosa dan lapisan jaringan ikat
Kista pada hati (kista hepatikum) rasa nyeri di perut bagian atas, hepatomegali, kolestasis,
sirosis biliaris, hipertensi portal, dan asites. Sementara itu, cyst fluid menimbulkan reaksi
alergi
Ruptur pada kista syok anafilaktif, nyeri kolik, dan jaundice
e. Diagnosis
Serodiagnosis: untuk melihat hydatid fluid antigen
Teknik imaging: USG, X-Ray
Skolek dari cyst fluid
Tes Castoni intradermal

Gambar 5. Kista hidatid Echinococcus granulosus.

Entamoeba histolytica
a. Hospes dan nama penyakit
Hospes definitif: manusia
Nama penyakit: amebiasis
b. Distribusi geografik
Bersifat kosmopolit di seluruh dunia, terutama di daerah subtropis dan tropis
c. Morfologi dan daur hidup
Hampir semua amoeba memiliki dua bentuk, yakni trofozoit dan kista
Trofozoid: bentuk yang aktif bergerak, makan, dan bereproduksi, tetapi tidak mampu
bertahan di luar tubuh hospes

Kista: bentuk yang dorman, tahan tanpa makan, bertanggung jawab terhadap penularan
penyakit
Bentuk infektif: kista
Kista tertelan kista tereksitasi dii ileum bagian bawah menjadi trofozoit kembali
trofozoit memperbanyak diri (membelah diri) trofozoit mengalami enkistasi (mengubah
diri menjadi bentuk kista) kista akan dikeluarkan bersama tinja (trofozoit juga bisa
ditemukan pada tinja yang cair)
E. histolytica bersifat invasif trofozoit dapat menembus dinding usus dan kemudian
beredar di dalam sirkulasi darah (hematogen)
d. Patologi dan gejala klinis
Masa inkubasi: beberapa hari hingga beberapa bulan
Amebiasis bisa berlangsung tanpa gejala (asimtomatik) karena penderita kronis mungkin
memiliki toleransi terhadap parasit sehingga tidak menderita gejala penyakit lagi
(symptomless carrier)
Gejala yang dapat muncul, antara lain:
abdominal discomfort hingga diare
gejala khas : disentri + tenesmus
lesi primer: ulkus di sekum, appendiks, dan bagian-bagian di sekitar kolon asenden.
Ulkus biasanya terjadi di submukosa hingga lamina muskularis dari usus. Ulkus yang
lebih dalam dapat melibatkan lamina serosa sehingga dapat terjadi perforasi hingga
rongga peritoneum
lesi sekunder: amebic liver abscess; amebiasis di paru, kulit, limpa, dan otak
e. Diagnosis
Pada pemeriksaan tinja, menemukan trofozoit (tinja cair) atau kista (tinja padat)
Stool antigen detection spesifik untuk E. histolytica
PCR menentukan spesies yang menyerang
Ab detection untuk amebiasis ekstraintestinal

Gambar 6. Trofozoit Entamoeba histolytica (terdapat satu nukleus dan beberapa eritrosit di
dalamnya yang disebut eritrofagositosis; pada kista, seharusnya ditemukan lebih dari satu nukleus).

Cyclospora cayetanensis
a. Hospes
Hospes definitif: manusia
b. Distribusi geografik
Dapat ditemukan di seluruh dunia

c. Morfologi dan daur hidup


Ookista yang belum matang dikeluarkan dengan tinja dan akan terjadi sporulasi dalam satu
sampai beberapa minggu pada suhu yang tinggi dan lembab. Ookista yang matang berisi dua
sporokista yang masing-masing mengandung dua sporozoit
Bentuk infektif: ookista matang
d. Patologi dan gejala klinis
Cyclospora ditemukan intraselular dalam enterosit jejunum
Gejala klinis timbul kira-kira seminggu setelah infeksi (masa inkubasi) berupa diare,
anoreksia, muntah, nyeri otot, demam ringan, dan rasa lelah. Bila tidak diobati, penyakit dapat
sering kambuh
Kadang-kadang infeksi Cyclospora berlangsung asimtomatik
e. Diagnosis
Menemukan ookista dalam feses

Gambar 7. Ookista Cyclospora cayetanensis.

Lain-lain

Gambar 8. Telur Ascaris lumbricoides (telur berdinding tiga lapis, yaitu albuminoid, hialin, vitelin).

Gambar 9. Telur cacing tambang (hookworms Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
dengan karakteristik telur berdinding tipis).

Gambar 10. Telur cacing kremi, Oxyuris vermicularis (asimetris, berdinding pipih di satu sisi).

PENGOBATAN INFESTASI CACING


Tabel 2. Obat-obat untuk Infestasi Cacing.
(Diambil dari Syarif A, Elysabeth. Antelmintik. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editor.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2007. hal. 549-50.)

No.
1

Jenis Infeksi
Askaris

Obat Pilihan I
Pirantel pamoat
Mebendazol

Obat Pilihan II
Piperazin sitrat
Albendazol

Cacing kremi

Mebendazol
Pirantel pamoat

Albendazol

Cacing tambang

Mebendazol
Pirantel pamoat

Albendazol

T. trichiura

Mebendazol

Albendazol

S. stercolaris

Ivermektin

Albendazol
Tiabendazol

T. solium

Prazikuantel
Niklosamid

T. saginata

Prazikuantel
Niklosamid

Filaria

Dietilkarbamazin
(DEC)

Mebendazol

Dosis
Pirantel pamoat: dosis tunggal 10
mg/kgBB basa
Mebendazol: 2 x 100 mg sehari selama
3 hari
Piperazin: dewasa 3,5 g sebagai dosis
tunggal selama 2 hari; anak 75
mg/kgBB sebagai dosis tunggal selama
2 hari
Albendazol: dosis tunggal 400 mg
Mebendazol: dosis tunggal 100 mg
Pirantel pamoat: dosis tunggal 10
mg/kgBB (maksimum 1 g) sebagai
pirantel basa
Albendazol: dosis tunggal 400 mg
Mebendazol: 2 x 100 mg selama 3 hari
Pirantel pamoat: untuk A. duodenale,
dosis tunggal pirantel basa 10 mg/kgBB
(maksimum 1g); untuk N. americanus,
selama 3 hari
Albendazol: dosis tunggal 400 mg
Mebendazol: 2 x 100 mg selama 3-4
hari
Albendazol: dosis tunggal 400 mg
Ivermektin: dosis tunggal 200
g/kgBB
Albendazol: 2 x 400 mg/hari selama 714 hari
Tiabendazol: 2 x 25 mg/kgBB per hari
selama 2-3 hari berturut
Prazikuantel: dosis tunggal 10
mg/kgBB (khusus untuk T. solium,
dianjurkan pencahar 2 jam sesudah
terapi)
Niklosamid: untuk orang dewasa dan
anak di atas 8 tahun, diberikan 2 dosis
@ 1 g selang waktu 1 jam; untuk anakanak dosis dewasa
Prazikuantel: seperti untuk T. solium
Niklosamid: seperti untuk T. solium
Mebendazol: 2 x 300 mg/hari selama 3
hari
Untuk W. brancofti, B. malayi, dan Loa
loa: 3 kali sehari 2 mg/kgBB bersama

makan selama 10-30 hari*


O. volvulus
Ivermektin
Dosis 150 g/kgBB diminum dengan
9
air pada saat perut kosong, diulang
setiap 3 bulan selama 12 bulan, dan
selanjutnya diulang setiap tahun sampai
cacing dewasa mati (dapat berlangsung
sampai 10 tahun atau lebih)
S. haematobium Prazikuantel
Metrifonat
Prazikuantel: dosis tunggal sebanyak
10
40 mg/kgBB atau dosis tunggal 20
mg/kgBB yang diulangi lagi sesudah 46 jam
Metrifonat: dosis tunggal 7,5-10
mg/kgBB diberikan per oral sebanyak 3
x dengan interval 14 hari
S. mansoni
Prazikuantel
Oksamnikuin
Prazikuantel: dosis tunggal sebanyak
11
40 mg/kgBB atau 3 kali 20 mg/kgBB
selang 4-6 jam
Oksamnikuin: dewasa, dosis tunggal
15 mg/kgBB; anak, 20 mg/kgBB dibagi
dua dosis selang 2-8 jam
S. japonicum
Prazikuantel
Prazikuantel: 2 kali 30 mg/kgBB
12
selang 4-6 jam
*) Pada pengobatan massal: DEC 6 mg/kgBB/hari dan albendazol 400 mg dosis tunggal (anjuran WHO)

Anda mungkin juga menyukai