Anda di halaman 1dari 6

166

Jurnal Teknik Pengairan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2014, hlm 166171

MODEL SPASIAL DAN FAKTOR PENGONTROL AKUIFER


AIRTANAH DANGKAL UNTUK PENENTUAN ZONA KONSERVASI
AIRTANAH DI KELURAHAN OEBUFU KOTA KUPANG

Dolly Willy Karels


Mahasiswi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Nusa Cendana
dollykarels@gmail.com

Abstrak: Kelurahan Oebufu secara geologi tersusun oleh batugamping sehingga hidrologi yang berkembang
di daerah ini seharusnya adalah hidrologi karst, tetapi di lokasi ini terdapat airtanah dangkal yang ditemukan
pada sumur gali dengan kedalaman 5,63 m hingga 25,26 m, yang tidak lazim ditemukan di daerah karst. Sebab
itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model spasial airtanah dangkal di lokasi penelitian dan faktor
pengontrolnya. Alat geolistrik digunakan untuk mengetahui keberadaan akuifer, perangkat lunak IPI2WIN
dan RES2DINV digunakan untuk menganalisis hasil geolistrik, serta perangkat lunak Surfer digunakan untuk
membuat model spasial akuifer airtanah dangkal. Hasil penelitian memberikan keluaran berupa model spasial
akuifer airtanah dangkal, faktor pengontrol airtanah dangkalnya yaitu: (a) litologi, berupa batugamping yang
mudah larut dan membentuk porositas sekunder; (b) batuan terekspos, ketebalan batuan terekspos menentukan
kedalaman muka akuifer; (c) sistem hidrologi, merupakan sistem hidrologi yang berbeda antara punggung dan
kaki bukit, serta zona konservasi airtanah yang mencakup seluruh lokasi penelitian. Pembuatan tangki septik
yang kedap air untuk menampung limbah domestik, merupakan upaya pengendalian pencemaran airtanah di
Kelurahan Oebufu yang formasi geologinya berupa batugamping.
Kata kunci: Model spasial, faktor pengontrol, airtanah dangkal, zona konservasi, Kelurahan Oebufu
Abstract: The Oebufu Village geologically composed of limestones that hydrological growing in this area
should be karst hydrology, but at this location, shallow groundwater are found in dig well at 5.63 m to 25.26 m
depth, that are not commonly found in karst area. Therefore, the study aims to determine the spatial model of
shallow groundwater in the study area and its controlling factors. Geoelectric equipment used to determine
the presence of aquifer, IPI2WIN and RES2DINV software used to analyze the results of geoelectric, while the
Surfer software used to create the shallow groundwater aquifer spatial model. The results of the study provide
the output of the spatial model of shallow groundwater; controlling factors of the shallow groundwater are: (a)
lithology, a soluble form of limestone and formed the secondary porosity; (b) the rock exposed, exposed rock
thickness determines the depth of the aquifer; (c) hydrological system, is different hydrological system
between the back and the foothills; and groundwater conservation zones covering the entire study site.
Making watertight septic tank to accommodate domestic waste is a groundwater pollution control efforts in
Oebufu Village, that its geological formation were limestone.
Key word: Spatial model, controlling factor, shallow groundwater, conservation zone, Oebufu Village

Penduduk Kota Kupang yang terus bertambah


jumlahnya menyebabkan kebutuhan akan air bersih
terus meningkat pula. Kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi dari air permukaan saja karena minimnya potensi tersebut, sehingga airtanah menjadi pilihan.
Hampir 90% pelayanan air bersih di Kota Kupang
memanfaatkan airtanah (Dinas Pertambangan dan
Energi Kota Kupang, 2007). Kota Kupang memiliki

enam cekungan airtanah yang dapat dimanfaatkan,


salah satunya cekungan airtanah OebufuOebobo,
(Banunaek, 2002). Airtanah yang dapat dieksplorasi
adalah airtanah yang terakumulasi dalam cekungan
airtanah atau akuifer.
Aliran airtanah dipengaruhi oleh topografi, karakteristik geologi (litologi) seperti jenis tanah dan
batuan, serta struktur dan stratifikasi batuan (Chuang
166

Karels, Model Spasial dan Faktor Pengontrol Akuifer Airtanah Dangkal untuk Penentuan Zona Konservasi Airtanah

dkk. 2003). Dengan demikian maka akan lebih mudah


untuk mendapatkan airtanah di tempat dengan elevasi
yang lebih rendah, kecuali jika terdapat sesar (fault)
sehingga aliran airtanah berubah arah, atau ada perbedaan formasi geologi (Williams dkk, 2001; Manheim dkk, 2004).
Di Kelurahan Oebufu, airtanah lebih mudah diperoleh di bagian puncak dan punggung bukit, dan
sebaliknya airtanah sukar diperoleh di bagian kaki
bukit. Hal ini terlihat dari kedalaman sumur gali di
lokasi tersebut. Belum diketahui apa faktor pengontrolnya, apakah karena formasi geologinya ataukah
karena kondisi geohidrologinya. Sebab itu perlu diketahui stratifikasi bawah permukaan tanah untuk
melihat litologi dan sistem hidrologinya, agar dapat
dibuat model spasial akuifer airtanah dan untuk mengetahui faktor pengontrolnya. Untuk menjawab
fenomena tersebut di atas, maka dilakukan penelitian
ini.
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah
diidentifikasi maka perumusan masalah tersebut
menimbulkan pertanyaan penelitian: (a) Bagaimana
model spasial akuifer airtanah dangkal di Kelurahan
Oebufu. Kota Kupang? (b) Faktor apa yang menjadi
pengontrol akuifer airtanah dangkal di Kelurahan
Oebufu, Kota Kupang? (c) Di mana zona konservasi
airtanah dan tipe konservasi apa yang sesuai untuk
Kelurahan Oebufu, Kota Kupang?

167

sarkan pada tingkatan atau strata topografi. Selain


itu lintasan profiling juga dipilih berdasarkan kriteria:
(a) Panjang lintasan 200 m. (b) Lintasan berbentuk
lurus, tidak berkelok. (c) Lintasan-lintasan profiling
saling sejajar, masing-masing terletak di bagian puncak bukit, punggung bukit dan kaki bukit. Jadi pada
penelitian ini ditentukan 3 lintasan untuk pengukuran
profiling.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Stratifikasi Bawah Permukaan
Hasil pengukuran sounding dianalisis dengan
menggunakan perangkat lunak (software) IPI2WIN,
sedangkan hasil pengukuran profiling dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak (software)
RES2DINV untuk mengetahui stratifikasi bawah permukaan di daerah penelitian.
Stratifikasi bawah permukaan berdasarkan hasil
sounding dapat dilihat pada Gambar 1 sampai dengan
Gambar 12 berikut.

BAHAN DAN METODE

Gambar 1. Stratifikasi tanah Lintasan I.

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian


ini adalah: (a) 1 set alat resistivitimeter (geolistrik);
(b) 1 buah Global Positioning System (GPS); (c) 1
buah meter rol; (d) 8 rol sumbu kompor; (e) 1 buah
pemberat
Pengambilan sampel untuk sounding menggunakan metode stratified purposive sampling, berdasarkan pada tingkatan atau strata topografi. Selain
itu lintasan sounding juga dipilih berdasarkan kriteria
sebagai berikut: (a) Panjang lintasan 410 m. (b)
Lintasan berbentuk lurus, tidak berkelok.
Terdapat 12 lintasan sounding yang pengukuran
parameternya akan menggunakan konfigurasi
Schlumberger, untuk mengetahui variasi resistivitas
bawah permukaan ke arah vertikal. Di masing-masing
lintasan akan dibuat 3 titik sounding untuk pengukuran dengan jarak elektroda arus 20 m, 30 m, 40
m, 50 m, 60 m, 70 m, 80 m, 90 m, 100 m dan 110 m,
sedangkan jarak elektroda potensialnya 10 m.
Pengambilan sampel untuk profiling menggunakan metode stratified purposive sampling, berda-

Gambar 2. Stratifikasi tanah Lintasan II.

Gambar 3. Stratifikasi tanah Lintasan IV.

168

Jurnal Teknik Pengairan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2014, hlm 166171

Gambar 4. Stratifikasi tanah Lintasan V.


Gambar 9. Stratifikasi tanah Lintasan XI.

Gambar 5. Stratifikasi tanah Lintasan VI.


Gambar 10. Stratifikasi tanah Lintasan XII.

Gambar 6. Stratifikasi tanah Lintasan VII.


Gambar 11. Stratifikasi tanah Lintasan XIII.

Gambar 7. Stratifikasi tanah Lintasan VIII.


Gambar 12. Stratifikasi tanah Lintasan XV.

Gambar 1 sampai dengan Gambar 12 menunjukkan keberadaan airtanah dangkal, yang resumenya dapat dilihat pada Tabel 1.
Stratifikasi bawah permukaan berdasarkan hasil
profiling dapat dilihat pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 15 berikut.
Gambar 8. Stratifikasi tanah Lintasan X.

Karels, Model Spasial dan Faktor Pengontrol Akuifer Airtanah Dangkal untuk Penentuan Zona Konservasi Airtanah

Tabel 1. Keberadaan akuifer airtanah.

169

Pada jarak 70 m, 75 m, 90 m, 95 m, 145 m dan


153 m ada struktur yang mengontrol aliran airtanah
di daerah ini, diduga ada struktur kedap air (impermeable) yang mengakibatkan airtanah terkumpul di
dalamnya. Dugaan lainnya terjadi sesar (fault) yang
dapat mengakibatkan berubahnya arah aliran airtanah
tersebut.
Pada jarak 162 m 190 m diduga terdapat rekahan (fracture) yang mengandung airtanah, dengan
lapisan di bawahnya bersifat kedap air (impermeable).

Gambar 14. Stratifikasi tanah Lintasan IX.

Keberadaan airtanah di lintasan IX berdasarkan


nilai resistivitasnya dapat dilihat pada Gambar 14.
Pada jarak 12,5 m sampai 45 m terdapat rekahan
(fracture) yang mengandung airtanah dan berada
pada kedalaman rata-rata 3,75 m. Diduga lapisan di
bawahnya berupa aquitard yang memungkinkan
terjadinya rembesan (diffuse) melalui rekahan (fracture), sehingga ada airtanah yang terjebak di jarak
57 m. Sesar terjadi pada jarak 130 m, 150 m dan 155
m yang membuat berubahnya aliran airtanah.

Gambar 15. Stratifikasi tanah Lintasan XIV.


Gambar 13. Stratifikasi tanah Lintasan III.

Gambar 13 menunjukkan adanya airtanah setempat-setempat, yaitu pada jarak: (a) 55 m 60 m


airtanah ada di kedalaman 1,25 m 4,50 m; (b) 70 m
75 m airtanah ada di kedalaman 1,25 m 7,80 m;
(c) 90 m 95 m airtanah ada di kedalaman 1,25 m
9,25 m; (d) 145 m 153 m airtanah ada di kedalaman
1,25 m 9,25 m; (e) 162 m 190 m airtanah ada di
kedalaman 1,25 m 2,75 m.

Keberadaan airtanah di lintasan XIV berdasarkan nilai resistivitasnya dapat dilihat pada Gambar
15. Cekungan airtanah dapat dijumpai di jarak 60
75 m dan pada jarak 115 155 m. Sesar terjadi di
jarak 60 m dan 170 m. Aliran airtanah tidak menerus
tetapi terhambat oleh struktur yang memisahkannya,
yang diduga merupakan lapisan kedap air.

170

Jurnal Teknik Pengairan, Volume 5, Nomor 2, Desember 2014, hlm 166171

Model Spasial Akuifer Airtanah Dangkal di


Kelurahan Oebufu
Model spasial akuifer airtanah dangkal di
Kelurahan Oebufu yang didapat dari hasil sounding dan profiling bawah permukaan dapat dilihat
pada Gambar 16.

Gambar 16. Model spasial akuifer airtanah dangkal


di Kelurahan Oebufu.

Faktor Pengontrol Akuifer Airtanah Dangkal


di Kelurahan Oebufu
Hasil profiling menggambarkan pola aliran airtanah di daerah ini. Pada awalnya airtanah merembes
melalui rekahan (fracture) atau terdifusi melalui formasi batugamping (diffuse darcian flow) menuju
ke saluran (conduit), kemudian mengalir sebagai aliran saluran (turbulent conduit flow). Adanya sesar
(fault) dan lapisan kedap air dapat merubah arah
aliran.
Hasil sounding menunjukkan adanya perbedaan
stratifikasi bawah permukaan tanah di puncak, punggung dan kaki bukit. Di puncak bukit, keberadaan
akuifer tidak terlalu dalam tetapi cukup tebal lapisannya, sebaliknya di kaki bukit tidak dijumpai akuifer
airtanah dangkal. Kedalaman akuifer airtanah bervariasi, sebagai contoh, pada elevasi 111 m, akuifer
berada di kedalaman 7,42 m; pada elevasi 106 m,
akuifer berada di kedalaman 2,77 m; dan pada elevasi 98 m, akuifer berada di kedalaman 4,11 m.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akuifer airtanah dangkal di Kelurahan Oebufu tidak dikontrol oleh morfologi dan topografinya, melainkan
dikontrol oleh faktor-faktor. (a) Litologi. Formasi geologi Kelurahan Oebufu tersusun oleh batugamping
(limestones) yang mudah dilewati air (permeable)
sehingga dapat berperan sebagai akuifer yang berupa
celahan (fissure) dan rekahan (fracture). Celahan
batugamping (yang tersusun dari karbonat) yang dilewati air akan mengalami proses kimiawi yang

mengakibatkan pelarutan batugamping tersebut.


Celah yang kecil akan membesar menjadi rekahan,
memungkinkan terjadinya porositas sekunder. Dengan demikian maka arah aliran airtanah akan mengikuti pola rekahan (fracture) batugamping. (b) Batuan
terekspos. Makin tebal batuan terekspos, makin
dalam muka akuifernya, sebaliknya makin tipis batuan
terekspos, makin rendah muka akuifernya. Sebab itu,
sumur yang berada di lintasan XII dan lintasan XIII,
yang batuan tereksposnya tebal, muka airnya jauh
lebih dalam dibanding kedalaman muka air sumur di
lintasan III yang batuan tereksposnya lebih tipis. (c)
Sistem hidrologi. Lokasi penelitian mempunyai bentang alam berbukit, yang mana dari hasil penelitian
menunjukkan puncak dan punggung bukit mempunyai
sistem hidrologi yang sama, sedangkan kaki bukit
mempunyai sistem hidrologi yang berbeda. (d) Konservasi Airtanah. Formasi batuan di Kelurahan
Oebufu didominasi oleh batugamping (limestones)
yang mempunyai permeabilitas tinggi, sehingga pada
musim hujan muka airtanah akan cepat naik karena
laju infiltrasi yang tinggi. Tetapi muka airtanah ini
akan cepat turun karena airtanah tersebut mengalir
ke tempat lain melalui celahan (fissure) dan rekahan
(fracture) batugamping. Sebab itu daerah ini kurang
cocok dijadikan sebagai daerah imbuhan (recharge),
karena air yang terinfiltrasi akan cepat mengalir ke
tempat lain, sehigga reservoir airtanah tidak akan bertambah volumenya.
Selain itu, daerah ini akan sangat rentan terhadap
pencemaran airtanah karena Kelurahan Oebufu termasuk dalam BWK (bagian wilayah kota) V Kota
Kupang, yang diperuntukkan bagi kawasan pemukiman kepadatan sedang serta kawasan perdagangan
dan jasa. Dampak yang dapat ditimbulkan antara lain
penurunan muka airtanah dangkal yang disebabkan
karena eksploitasi yang berlebihan serta pencemaran
airtanah oleh limbah domestik dari kawasan ini. Limbah cair dari toilet, dapur, restauran dan tempat usaha
lainnya akan mudah diserap oleh batugamping. Sebab
itu diperlukan upaya konservasi airtanah dengan cara
pengendalian pencemaran airtanah. Masyarakat
disarankan untuk membuat tanki septik kedap air untuk menampung limbah cair dari toilet dan air bekas
cucian, sebagai upaya pencegahan pencemaran airtanah. Zona konservasi adalah seluruh lokasi penelitian ini, karena formasi batuannya sama berupa batugamping. Zona konservasi airtanah dangkal di Kelurahan Oebufu dapat dilihat pada Gambar 17.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini
adalah: (a) Model spasial akuifer airtanah dangkal di

Karels, Model Spasial dan Faktor Pengontrol Akuifer Airtanah Dangkal untuk Penentuan Zona Konservasi Airtanah

171

airtanah dangkal ini sebagai acuan ketika akan membuat sumur gali. (b) Melakukan konservasi airtanah
dengan cara: (1) Memanfaatkan airtanah seefisien
mungkin. (2) Membuat tangki septik kedap air untuk
mengelola limbah domestik sebagai upaya pengendalian pencemaran airtanah.

DAFTAR PUSTAKA

Gambar 17. Zona konservasi airtanah dangkal


di Kelurahan Oebufu.

Kelurahan Oebufu seperti terlihat pada Gambar 16


di atas. (b) Faktor pengontrol akuifer airtanah dangkal
di daerah ini adalah: (1) Litologi, didominasi oleh
formasi batugamping yang mudah larut sehingga
memperbesar nilai porositas dan permeabilitasnya.
Arah aliran airtanah mengikuti pola rekahan (fracture) batugamping. (2) Batuan terekspos, makin tebal
batuan terekspos, makin dalam muka akuifernya, sebaliknya makin tipis batuan terekspos, makin rendah
muka akuifernya. (3) Sistem hidrologi unit, yang berbeda antara punggung dan kaki bukit. (c) Zona konservasi airtanah mencakup seluruh lokasi penelitian,
seperti terlihat pada Gambar 17.
Berdasarkan litologi dan model spasial akuifer
airtanah dangkal di Kelurahan Oebufu, maka disarankan kepada masayarakat dan pelaku usaha di daerah ini agar: (a) Menggunakan model spasial akuifer

Banunaek, Noni. 2002. Potensi dan Dampak Pemanfaatan


Airtanah Terhadap Masyarakat Kota Kupang. Seminar Pengembangan dan pemberdayaan Konsumen
Jasa Konstruksi. Kupang, 3 April 2002. YPPKJI. 32 38
Chuang, Frank C., Edwin H. McKee, and Keith A. Howard.
2003. Hydrogelogic Factors that Influence Ground
Water Movement in the Desert Southwest United
States. Open-file Report 03-294. U.S. Geological Survey: California
Dinas Pertambangan dan Energi Kota Kupang. 2007. Laporan Penelitian: Potensi Pengembangan Pengelolaan
dan Zonasi Air Tanah Kota Kupang. Dinas Pertambangan dan Energi Kota Kupang: Kupang
Manheim, Frank T., David E. Krantz, and John F. Bratton.
2004. Studying Ground Water under Delmarva
Coastal Bays Using Electrical Resistivity. Ground
Water. Vol. 42. No. 7, pp: 1052 - 1068
Williams, Lester J., and Marcel Belaval. 2001. Use of TwoDimensional Direct-Current-Resistivity Profiling to
Detect Fracture Zones in a Crystalline Rock Aquifer
Near Lawrenceville, Georgia. Proceedings of the 2001
Georgia Water Resources Conference at The University of Georgia. March 26 27, 2001. 317 -326.

Anda mungkin juga menyukai