Anda di halaman 1dari 85

1.

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA


1. Pengertian
Pembelajaran bahasa pada dasarnya adalah proses mempelajari bahasa. Dalam
mempelajari bahasa tentu tidak luput dari kesalahan. Corder (1990:62) menyatakan bahwa semua
orang yang belajar bahasa pasti tidak luput dari kesalahan. Ingatlah bahwa kesalahan itu sumber
inspirasi untuk menjadi benar.
Studi mengenai kesalahan dan hubungannya dengan pengajaran bahasa perlu digalakkan
sebab melalui kegiatan kajian kesalahan itu dapat diungkapkan berbagai hal berkaitan dengan
kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa atau pembelajar. Apabila kesalahan-kesalahan itu
telah diketahui, dapat dugunakan sebagai umpan balik dalam penyempurnaan pengajaran bahasa.
Hubungan antara pengajaran bahasa dengan kesalahan berbahasa itu sangat erat. Bahkan
Tarigan (1990: 67) mengatakan bahwa hubungan keduanya ibarat air dengan ikan. Sebagaimana
ikan hanya dapat hidup dan berada di dalam air, begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi
dalam pembelajaran bahasa.
Para pakar linguistik dan para guru bahasa Indonesia sependapat bahwa kesalahan
berbahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh sebab itu, kesalahan
berbahasa yang sering dibuat siswa harus dikurangi dan dihapuskan.
Kesalahan berbahasa merupakan suatu proses yang didasarkan pada analisis kesalahan
siswa atau seseorang yang sedang mempelajari sesuatu, misalnya, bahasa. Bahasa itu bisa bahasa
daerah, bahasa Indonesia, bisa juga bahasa asing.
Kemampuan menguasai bahasa secara baik dapat dilakukan seseorang dengan cara
mempelajarinya, yaitu berlatih berulang-ulang dengan pembetulan di sana-sini. Proses
pembelajaran ini tentunya menggunakan strategi yang tepat agar dapat memperoleh hasil yang
positif.
Analisis kesalahan berbahasa, ditujukan kepada bahasa yang sedang dipelajari atau
ditargetkan sebab analisis kesalahan dapat membantu dan bahkan sangat berguna sebagai
kelancaran program pengajaran yang sedang dilaksanakan. Maksudnya, dengan analisis
kesalahan para guru dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa.
Kesalahan itu biasanya ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan yang berlaku dalam
bahasa yang sedang dipelajari. Jika kata atau kalimat yang digunakan siswa atau pembelajar

tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku, maka pembelajar bahasa dikatakan membuat
kesalahan.
Dalam kaitannya dengan pengertian analisis kesalahan, Crystal (dalam Pateda,1989:32)
mengatakan bahwa analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan,
mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat
siswa yang sedang belajar bahasa kedua atau bahasa asing dengan menggunakan teori-teori dan
prosedur-prosedur berdasarkan linguistik.
Tarigan (1990:68) juga mengatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu
proses kerja yang digunakan oleh para guru dan peneliti bahasa dengan langkah-langkah
pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di dalam data, penjelasan
kesalahan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta
pengevaluasian taraf keseriusan kesalahan itu.
Kesalahan berbahasa itu bisa terjadi disebabkan oleh kemampuan pemahaman siswa atau
pembelajar bahasa. Artinya, siswa memang belum memahami sistem bahasa yang digunakan.
Kesalahan biasanya terjadi secara sistematis. Kesalahan jenis ini dapat berlangsung lama bila
tidak diperbaiki. Perbaikannya biasanya dilakukan oleh guru. Misalnya, melalui pengajaran
remidial, pelatihan, praktik, dan sebagainya. Kadangkala sering dikatakan bahwa kesalahan
merupakan gambaran terhadap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang sedang dipelajari.
Bila tahap pemahaman siswa akan sistem bahasa yang dipelajari ternyata kurang, kesalahan akan
sering terjadi. Kesalahan akan berkurang bila tahap pemahamannya semakin baik.

2. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Bahasa Indonesia yang Baik


Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan
norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung
kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa
Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi,
seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah
digunakan bahasa Indonesia yang resmi, yang selalu memperhatikan norma bahasa.
Bahasa Indonesia yang Benar
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan
kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah
ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan
kaidah penataan penalaran. Jika ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata
diperhatikan dengan saksama, dan penataan penalaran ditaati dengan konsisten, pemakaian
bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati,
pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar.
Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan
sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
yang berlaku. Pemakaian lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Batak dalam
berbahasa Indonesia pada situasi resmi sebaiknya dikurangi. Kata memuaskan yang diucapkan
memuasken bukanlah lafal bahasa Indonesia.
Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian lafal daerah. Ada orang
yang sudah biasa mengucapkan kata logis dan sosiologi menjadi lohis dan sosiolohi. Jika
demikian, bagaiman dengan kata gigi? Apa dilafalkan hihi?

3. KESALAHAN PENERAPAN KAIDAH EJAAN

Pada bagian ini dibahas tentang kesalahan-kesalahan penerapan kaidah Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang sering kita jumpai dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Setelah disajikan bentuk-bentuk yang salah (nonbaku), disajikan pula bentuk-bentuk yang benar
(baku) sebagai perbaikanya. Mudah-mudahan bentuk-bentuk perbaikan itu akan mengingatkan
kita semua, pemakai bahasa, selalu berhati-hati dalam menerapkan kaidah ejaan ini. Hal ini
disajikan secara rinci di bawah ini.
1. Pelafalan
1. Memuaskan
Dalam bahadasa Indonesia terdapat akhiran kan, bukan ken. Sesuai dengan tulisannya,
akhiran itu tetap dilafalkan dengan [-kan], bukan [-ken]. Sementara ini memang ada orang yang
melafalkan kata seperti memuaskan dengan [memuasken], diharapkan dengan [diharapken],
diperhatikan dengan [diperhatiken]. Akan tetapi, pelafalan seperti itu jelas tidak tepat karena
dalam bahasa Indonesia apa yang ditulis itulah yang dilafalkan.
Timbulnya pelafalan yang tidak tepat itu di samping dipengaruhi oleh idiolek seseorang,
juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah. Sungguhpun demikian, pemakai
bahasa yang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia tentu tidak akan mengikuti cara
pelafalan yang tidak tepat. Sebaliknya akan terus berusaha meningkatkan kemampuannya dalam
berbahasa Indonesia, termasuk dalam pelafalannya.
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar memang tidak semudah yang diduga orang. Kendati
demikian, dalam berbahasa, terutama dalam situasi yang resmi, lazimnya orang selalu berusaha
menggunakan bahasa sebaik-baiknya, baik dalam penggunaan kaidah tata bahasa maupun
pelafalannya.
Masyarakat kita yang berlatar belakang bahasa pertama bahasa daerah tampaknya
memang sering mengalami kesulitan dalam menghilangkan pengaruh bahasa daerahnya ketika
berbahasa Indonesia. Pengaruh itu terutama terlihat jelas dalam pelafalannya. Penyakit itu
agaknya tidak hanya terjadi pada masyarakat awam, tetapi juga pada orang tertentu yang
kebetulan menjadi pejabat pemerintah. Contohnya tidak hanya pada kata tersebut di atas, tetapi
juga pada kata lain, seperti makin, malam, kedudukan. Menurut aturan lafal bahasa Indonesia,
kata-kata itu seharusnya dilafalkan dengan [makin],

[malam], [kedudukan], bukan dengan

[mangkin], [malem], [keduduan]. Lafal yang terpengaruh bahasa daerah itu dalam penggunaan

bahasa Indonesia yang baik harus kita hindari karena lafal bahasa Indonesia yang baik adalah
lafal yang tidak menampakkan pengaruh atau atau ciri-ciri lafal daerah atau dialek tertentu.
2. Energi
Kata energi sering dilafalkan dengan [energi], [enerkhi], dan [enerji]. Kata energi dalam
bahasa Indonesia diserap dari kata asing energie (Belanda) atau energy (Inggris). Sesuai dengan
nama huruf di dalam abjad bahasa Indonesia, huruf g tetap dilafalkan dengan [g], bukan [kh]
atau [j], begitu pula halnya dengan huruf g yang terdapat pada kata energi. Oleh karena itu,
pelafalan yang baku untuk kata energi adalah [energi], bukan [enerkhi] atau [enerji].
Pelafalan g dengan [kh] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Belanda,
sedangkan dengan [j] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Inggris. Dalam berbahasa
Indonesia yang baik, pelafalan yang terpengaruh bahasa asing itu patut kita hindari karena lafal
bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan pengaruh dari bahasa lain,
baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat diperhatikan di bawah ini.
Kata

Lafal Baku

Lafal Tidak Baku

biologi

[biologi]

[biolokhi], [bioloji]

teknologi

[teknologi]

[tehnolokhi], [tehnoloji], [teknoloji]

filologi

[filologi]

[filolokhi], [filoloji]

sosiologi

[sosiologi]

[sosiolokhi], [sosioloji]

fonologi

[fonologi]

[fonolokhi], [fonoloji]

3. Huruf e
Huruf e dalam bahasa Indonesia mempunyai tiga macam bunyi, yaitu [e], [ ], dan [ ].
Ktiga bunyi itu penulisannya tidak dibdakan dan dilambangkan dengan satu huruf, yaitu e. Oleh
sebab itu, kemungkinan para pemakai bahasa melafalkan huruf itu secara tidak tepat sudah
merupakan suatu hal yang dapat diduga.
Kesalahan yang banyak kita dengar dewasa ini adalah bercampuraduknya bunyi e pepet
[ ] dan e benar [e] . Kata-kata yang seharusnya dilafalkan dengan e pepet dilafalkan orang
dengan e benar, demikian juga sebaliknya.

Pada kata teras huruf e dapat dilafalkan dengan e benar/taling) [e] atau e pepet [ ]
dengan makna yang berbeda. Jika dilafalkan dengan dengan e taling, kata teras berarti serambi
atau emper, sedangkan jika dilafalkan dengan e pepet kata teras berarti inti, misalnya pejabat
teras berarti pejabat inti.
Kata-kata seperti pegang, kemana, mengapa yang seharusnya dilafalkan dengan e pepet,
sering dilafalkan dengan e keras/taling. Sebaliknya, kata-kata seperti lengah, ide yang
semestinya dilafalkan dengan e keras, dilafalkan dengan e pepet.
Kata esa pada Tuhan Yang Maha Esa sering dilafalkan dengan orang dengan e benar.
Lafal yang benar adalah dengan bunyi e pepet karena e pada awal kata itu lemah bunyinya.
Bunyi e itu lama kelamaan hilang lalu esa menjadi sa. Dalam bahasa Indonesia sa itu berubah
menjadi se dan karena terdiri atas satu suka kata, dittuliskan sebagai awalan seperti kita lihat
pada kata-kata sebatang, sebuah, semalam, sehari; artinya satu.
4. Pasca dan Civitas academika
Kata pasca dan civitas academica berasal dari bahasa yang berbeda. Kata pasca berasal
dari bahasa Sansekerta, sedangkan civitas academica dari bahasaLatin. Oleh karena asalnya
berbeda, cara melafalkannya pun tidak sama.
Huruf c pada kata pasca, sesuai dengan bahasa asalnya, dilafalkan [c], bukan [k]. Sejalan
dengan itu, kata pasca pun dalam bahasa kita dilafalkan dengan [pasca], bukan [paska], misalnya
pada pascapanen [pascapanen] dan pascasarjana [pascasarjana]. Di dalam kamus pun tidak ada
keterangan yang memberi petunjuk bahwa pasca harus dibaca dengan [paska]. Oleh karena itu,
pascapanen dan pascasarjana tidak dilafalkan dengan [paskapanen] dan [paskasarjana], tetapi
dilafalkan dengan [pascapanen] dan [pascasarjana]. Bandingkan pelafalan pasca dengan panca,
yang juga merupakan unsur serapan dari bahasa yang sama, yaitu Sansekerta. Dalam hal ini
panca pun dilafalkan dengan [panca], bukan [panka], misalnya pada kata pancasila dan
pancakrida.
Huruf c dari bahasa Latin, seperti halnya dari bahasa Inggris, tidak dolafalkan dengan
{c], tetapi di satu pihak huruf itu dapat dilafalkan dengan [s], dan di pihak lain dapat pula
dilafalkan dengan [k]. Huruf c asing, sesuai dengan penyerapannya, dilafalkan dengan [s] jika
huruf itu terdapat di muka e, i, oe, dan y.
Misalnya:

cent

------

sen

central --------

sentral

circulation -----

sirkulasi

coelom--------

selom

cylinder--------

silinder

Adapun c asing dilafalkan dengan [k] jika huruf itu terletak di muka a, u, o dan konsonan.
corelation

----------

korelasi

calculation

----------

kalkulasi

cubic

----------

kubik

construction

----------

konstruksi

classification ----------

klasifikasi

Sejalan dengan keterangan itu, huruf c pada civitas pun dilafalkan dengan [s] karena terletak di
muka i, tetapi pada academica c dilafalkan dengan [k] karena terletak di muka a. Dengan
demikian, civitas academica dilafalkan dengan [sivitas akademika], bukan [civitas academica].

5. Singkatan cm dan ca
Cm dan ca merupakan singkatan dari centimeter dan calcium. Kedua istilah itu telah
diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi sentimeter dan kalsium. Sungguhpun demikian,
singkatannya tetap dipertahankan sesuai dengan singkatan asingnya karena pemakaian singkatan
itu sudah bersifat internasional. Jadi, dalam bahasa Indonesia pun bentuk singkatan itu tetap cm
dan ca, tidak diubah menjadi sm dan ka.
Dalam kaitannya dengan pelafalan perlu diketahui bahwa singkatan lazimnya dilafalkan
dengan dua cara, yaitu ada yang dilafalkan denga huruf demi huruf, misal SD dengan [es-de],
dan ada pula yang dilafalkan dengan mengikuti bentuk lengkapnya, misalnya, dsb., dan a.n. Yang
dilafalkan dengan [dan sebagainya] dan [atas nama], bukan [de-es,be] dan [a-en]. Sejalan dengan
itu, cm dan ca termasuk singkatan yang dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya. Oleh
karena itu, cm dan ca tidak dilafalkan dengan [ce-em] dan [ce-a], tetapi dengan mengikuti bentuk
lengkapnya yang telah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia, yaitu [sentimeter] dan
[kalsium].
Singkatan lain, yang dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya seperti di bawah ini.

Singkatan

Pelafalannya

Sdr.

[saudara]

dst.

[dan seterusnya]

ybs.

[yang bersangkutan]

tsb.

[tersebut]

d.a.

[dengan alamat]

dll.

[dan lain-lain]

6. Singkatan dan Akronim Asing


Singkatan dan akronim asing pelafalannya diperlakukan agak berbeda dengan singkatan
dan akronin bahasa Indonesia. Sebagai singkatan, huruf dari bahasa mana pun dilafalkan
menurut abjad bahasa Indonesia. Oleh karena itu, singkatan asing pun dilafalkan seperti halnya
lafal bahasa Indonesia.
Misalnya:
Singkatan

Lafal Baku

Lafal Tidak Baku

FAO

[ef-a-o]

[ef-ey-ow]

IGGI

[i-ge-ge-i]

[ay-ji-ji-ay]

DO

[de-o]

[di-ow]

BBC

[be-be-ce]

[bi-bi-si], [be-be-se]

AC

[a-ce]

[ey-si], [a-se]

WC

[we-ce]

[we-se], [dablyu-si]

TV

[te-ve]

[ti-vi]

TVRI

[te-ve-er-i]

[ti-vi-er-i]

Dahulu, ketika bahasa Indonesia masih menggunakan ejaan lama, singkatan BBC, AC,
dan WC, pelafalannya [be-be-se], [a-se], dan [we-se] karena pelafalan itu sesuai dengan nama
huruf c dalam ejaan lama, yaitu se. Akan tetapi, sejak EYD diresmikan dan nama huruf c diubah
menjadi [ce]. Dengan demikian, BBC, AC, dan WC, pelafalannya yang baku adalah [be-be-ce].
[a-ce], dan [we-ce] karena disesuaikan dengan nama hurf c yaitu ce, sedangkan [be-be-se], [ase], dan [we-se] dipandang sebagai lafal yang tidak baku.

Dalam hubungan itu, singkatan asing tidak dilafalkan dengan lafal asingnya karena dapat
menyulitkan para pemakai bahasa Indonesia. Jika singkatan dari bahasa Inggris harus dilafalkan
menurut huruf dalam bahasa Inggris, misalnya, bagaimana kalau kita dihadapkan pada singkatan
dari bahasa asing yang lain, seperti Prancis, Rusia, Jerman, dan Jepang? Berapa banyak
masyarakat kita yang mengenal nama huruf di dalam bahasa-bahasa itu? Bagaimana pula
melafalkan huruf dalam bahasa-bahasa itu, tentu tidak banyak yang tahu.
Dengan pertimbangan bahwa orang Indonesia yang paham bahasa Indonesia dengan
abjadnya lebih banyak daripada jumlah orang yang mengenal bahasa asing dengan abjadnya,
sebaiknyalah singkatan dari bahasa mana pun, demi kejelasan informasi yang akan disampaikan
kepada masyarakat luas, dilafalkan menurut nama huruf yang terdapat dalam abjad bahasa
Indonesia. Jadi, singkatan asing yang terdapat dalam bahasa Indonesia tetap dilafalkan sesuai
dengan lafal bahasa Indonesia.
Berbeda halnya dengan singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti kata biasa. Dalam
hal ini, akronim asing pun dipandang identik dengan kata asing. Kalau kata asing dilafalkan
mengikuti lafal aslinya, akronim asing pun dilafalkan sesuai dengan lafal akronim itu dalam
bahasa asalnya. Dengan demikian, akronim asing yang digunakan dalam bahasa Indonesia,
terutama yang pemakaiannya sudah bersifat internasional, dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa
aslinya.
Misalnya
Akronim

Lafal Baku

Lafal Tidak Baku

Unesco

[yunesko]

[unesko]

Unicep

[yunisyep]

[unicep]

Di samping akronim dan kata asing, unsur serapan yang belum sepenuhnya terserap ke
dalam bahasa Indonesia, yang masih ditulis dengan ejaan asing pelafalannya pun disesuaikan
dengan lafal bahasa asingnya.
Misalnya:
reshufle tetap dilafalkan [riesafel]
shuttlecock tetap dilafalkan [syatelkak]
7. Angka Tahun dan Angka 0

Sampai saat ini pelafalan angka tahun dan angka memang cukup bervariasi. Tahun 1989,
misalnya, ada yang melafalkan dengan [satu-sembilan-delapan-sembilan] atau angka demi
angka, tetapi ada pula yang melafalkannya dengan [sembilan belas-delapan sembilan]. Di
samping itu, juga tidak sedikit yang melafalkannya dengan [seribu sembilan ratus delapan puluh
sembilan]. Dari berbagai variasi itu, pelafalan yang dipandang resmi adalah yang terakhir, yaitu
seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan. Pelafalan itu pulalah yang sebaiknya digunakan,
sedangkan dua pelafalan lainnya dipandang tidak baku.
Angka 0 berarti kosong atau tidak ada apa-apanya. Dalam bahasa kita pelafalan angka
itu yang sebaiknya digunakan adalah [nol], bukan [kosong]. Misalnya, nomor telepon 306039
dilafalkan dengan [tiga-nol-enam-nol-tiga-sembilan], bukan [tiga-kosong-enam-kosong-tigasembilan].
Pelafalan angka 0 dengan [kosong] kemungkinan dipengaruhi oleh bahasa Inggris zero,
yang dalam bahasa kita memang sering diterjemahkan dengan kosong.
8. Bank
Kata bank

termasuk kata atau istilah asing yang telah diserap ke dalanm bahasa

Indonesia. Namun ejaan asingnya masih dipertahankan untuk membedakannya dnegan kata
Indonesia bang atau abang yang merupakan kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai
sebagai sapaan.
Kata bank dilafalkan dengan [bang] atau [bangk]. Bunyi [k] pada akhir kata itu sering
tidak begitu jelas. Akan tetapi, apabila kata itu mendapat imbuhan per-an, bunyi [k] akan muncul
kembali sehingga menjadi [perbangkan].
9. Masalah
Kata masalah diserap dari bahasa Arab, Dalam bahasa Indonesia konsonan yang diapit
oleh vokal, dilafalkan mengikuti vokal berikutnya. Oleh sebab itu, pelafalan kata masalah yang
sesuai dengan lafal bahasa Indonesia adalah [ma-sa-lah], sedangkan [mas-a-lah] merupakan lafal
dipengaruhi oleh bahasa asalnya, yaitu Arab.

2. Penulisan

10

1. Sudahkah anda membayar PBB?


Penulisan kata anda di atas tidak sesuai dengan kaidah penulisan huruf kapital. Menurut
aturan yang berlaku, kata tersebut mesti diawali dengan huruf kapital A sehingga menjadi Anda
karena kata tersebut termasuk kata sapaan. Beberapa kaidah penulisan huruf kapital adalah
sebagai berikut.
a. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kalimat yang berupa petikan
langsung. Marilah kita lihat dahulu contoh yang salah.
Bentuk Salah
(1) Adik bertanya, kapan kakak pulang?
(2) Guru mereka menasihatkan,rajin-rajinlah kamu belajar agar lulus dalam ujian.
Huruf-huruf yang dicetak miring di atas (k pada kapan, r pada rajin) jelas tidak sesuai
dengan kaidah ejaan karena huruf-huruf itu mengawali petikan langsunb. Perbaikannya
adalah seperti di bawah ini.
Bentuk Benar
(1a) Adik bertanya, Kapan Kakak pulang?
(2a) Guru mereka menasihatkan, rajin-rajinlah kamu belajar agar lulus dalam ujian.
Catatan:
Tanda baca sebelum tanda petik awal adalah tanda koma(,) bukan titik dua (:)

4. BENTUK BAKU DAN TIDAK BAKU

11

Bahasa yang mantap mengenal satu kata untuk konsep tertentu. Artinya, satu pengertian
dinyatakan oleh satu kata atau satu bentuk tertentu, tidak boleh beberapa bentuk yang mirip.
Haruslah ditentukan mana bentuk yang baku dan mana bentuk yang nonbaku, sehingga di dalam
tuturan resmi, hanya bentuk baku itulah yang digunakan. Beberapa bentuk kembar disajikan
sebagai berikut.
1. analisa dan analisis
Dewasa ini masih tetap dipertanyakan orang tentang bentuk kata yang berbunyi akhir a
atau is seperti analisa dan analisis. Sampai sekarang ini masih tetap kita lihat dua bentuk itu
dipakai orang secara bergantian. Ada orang yang menggunakan bentuk analisa, tetapi ada juga
orang yang menggunakan analisis.
Secara historis, kata itu dahulu diserap dari bahasa Belanda: analyse. Karena dalam
bahasa Indonesia tidak terdapat kata yang berakhir dengan bunyi /e/, maka /e/ pada akhir kata
itu diganti dengan bunyi /a/, lalu kedua patah kata itu dijadikan analisa.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, sebuah lembaga di bawah Direktorat
Jenderal Kebudayaan Depetemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang mengurus bahasa dan
pekerjaannya antara lain membentuk istilah, menetapkan : 1) sebaiknya dalam membentuk istilah
yang mengambil dari bahasa asing, kita mendahulukan bahasa Inggris karena bahasa Inggris
adalah bahasa asing pertama dalam pendidikan di Indonesia; 2) sebaiknya dalam
mengindonesiakan kata asing (bila tidak ditemukan padanannya yang tepat dalam bahasa
Indonesia atau bahasa daerah) diusahakan agar ejaannya dekat dengan ejaan bahasa asalnya,
artinya, yang diganti hanyalah yang perlu saja. Pada saat ini ditetapkan bahwa yang digunakan
sebagai acuan adalah bahasa bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris terdapat bentuk analysis.
Oleh karena itu, bentuk analysis-lah yang diserap dan dindonesiakan menjadi analisis.
Alasan mengacu kepada bahasa Inggris ini didasarkan kepada pendirian bahwa bahasa
Inggris adalah bahasa yang sifatnya internasional dan dekat kepada generasi seakarang maupun
generasi yang akan datang. Bahasa Belanda tidak lagi dikenal oleh generasi muda dan agar
pembentukan kata-kata Indonesia nanti tidak menjadi bersifat mendua, lebih baik kita mengacu
kepada satu bahasa saja, yaitu bahasa Inggris. Pendirian ini memang tidak selalu bertaat asas
secara ketat sebab dalam kenyataannya banyak kata yang berasal dari bahasa Belanda tidak

12

diubah lagi karena kata-kata itu sudah melembaga dalam bahasa Indonesia. Hanya sebagian kecil
saja yang diubah.
Mengubah sesuatu yang sudah melembaga dan sudah sangat biasa digunakan oleh
pemakai bahasa memang tidak mudah. Buktinya dapat kita lihat pada kedua patah kata yang
sudah kita bicarakan itu. Bentuk analisis sudah tinggi kekerapan pemakaiannya di kalangan
perguruan tinggi, tetapi di luar itu masih lebih banyak digunakan bentuk analisa. Jika bentuk
analisis yang kita gunakan sebagai bentuk dasarnya, maka kata bentukannya dengan imbuhan
bahasa Indonesia (awalan, akhiran) harus pula sejalan dengan bentuk dasar itu. Jadi,
menganalisis, dianalisis, penganalisisan, bukan menganalisa, dianalisa, penganalisaan.
Penggunaan bentuk baru yang sudah ditetapkan ini tentu perlu dipatuhi dan melalui pembiasaan,
lama kelamaan kita akan terbiasa menggunakan bentuk yang baru itu.
2. anarkis dan anakistis
Dalam berbahasa, kata anarkis tampaknya lebih banyak digunakan daripada anarkistis.
Kedua kata itu sering digunakan dalam pengertian yang tertukar. Sebagai contoh, perhatikan
kalimat berikut.
1. Para demonstran diharapkan tidak melakukan tindakan yang anarkis.
Kata anarkis pada kalimat itu tidak tepat. Untuk mengetahui hal itu, kita perlu memahami
pengertian kata anarkis.
Kata anarkis (anarchist) berkelas nomina dan bermaknapenganjur (penganut) paham
anarkisme atau orang yang melakukan tindakan anarki. Dari pengertian tersebut ternyata
anarkis bermakna pelaku, bukan sifat anarki. Padahal, kata yang diperlukan dalam kalimat
tersebut adalah kata sifat untuk melambangkan konsep bersifat anarki. Dalam hal ini, kata yang
menyatakan sifat anarki adalah anarkistis, bukan anarkis. Kata anarkis sejalan dengan linguis
ahli bahasa atau pianis pemain piano, sedangkan anarkistis sejalan dengan optimistis bersifat
optimis dan pesimistis bersifat pesimis Dengan demikian, kata anarkis pada kalimat tersebut
lebih baik diganti dengan anarkistis sehingga kalimatnya menjadi sebagai berikut.
1a. Para demonstran diharapkan tidak melakukan tindakan yang anarkistis.

3. antri dan antre

13

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), kata yang baku adalah antre (dengan e)
yang berarti berdiri berderet-deret menunggu giliran. Penulisan antri (dengan i) adalah bentuk
yang tidak baku.
4. anutan dan panutan
Akhiran an yang melekat pada kata kerja mengandung arti antara lain, hasil atau yang
di, seperti tampak pada kata tulisan hasil menulis atau yang ditulis; karangan hasil
mengarang atau yang dikarang; rangkuman hasil merangkum atau yang dirangkum;
simpulan hasil menyimpulkan atau yang disimpulkan. Kata anutan, bukan panutan sebab
berasal dari kata anut yang mendapat akhiran an, yang berarti hasil menganut atau yang
dianut. Dengan demikian, bentukan panutan merupakan bentukan yang salah kaprah.
5. ahli dan akhli
Kata ahli merupakan serapan dari kata bahasa Arab. Kata akhli tidak baku karena
mengandung konsonan k. Padahal dalam kata sumbernya tidak berhuruf konsonan k. Kata ahli
berrati orang yang mahir atau paham sekali dalam suatu ilmu.
6. akta dan akte
Kata akta merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu act. Penyerapannya dengan
cara mengganti huruf konsonan c dengan huruf konsonan k dan membubuhkan huruf vokal a
pada akhir kata itu sehingga terbentuklah akta. Hal itu mengingatkan kita pada proses
pembakuan sejumlah kata yang setipe, misalnya kata legenda sebagai kata baku merupakan
serapan dari kata legend (Inggris), kata norma sebagai kata baku merupakan serapan dari kata
norm (Inggris), sketsa sebagai kata baku merupakan serapan dari kata scats (Inggris).
Kita ketahui bahwa kata akte merupakan serapan dari kata bahasa Belanda, yaitu akte.
Dalam hal ini, yang dikembangkan pemakaiannya adalah akta, seperti halnya kata legenda.
Padahal, dalam bahasa Belanda ditemukan kata legende. Atas dasar pertimbangan itu, diketahui
bahwa kata yang baku ialah akta, sedangkan kata yang tidak baku adalah akte. Kata akta berrati
surat tanda bukti berisi pernyataan resmi yang dibuat menurut peraturan yang berlaku.
7. cedera dan cidera

14

Bentuk cedera merupakan kata bahasa Indonesia dan pemakaiannya sangat lazim. Oleh
karena itu, kata yang baku ialah cedera. Kata cidera termasuk kata yang tidak baku karena
tingkat kelazimannya di bawah kata cedera. Kata cedera berarti cacat sedikit.
8. colok pada menyolok dan mencolok
Fonem /c/ pada kata dasar banyak yang menjadi luluh apabila mendapat awalan meN-,
seperti pada bentuk menyolok. Padahal, fonem ini tidak luluh apabila mendapat awalan meN-,
seperti kita juga tidak pernah mengatakan menyukur atau menyari, tetapi mencukur atau
mencari.
Dalam bahasa lisan yang tidak resmi memang sering digunakan bentuk-bentuk seperti itu.
Akan tetapi, dalam ragam tulis baku, bentuk bentuk itu mencolok,mencuci, mencicil.
9. darma dan dharma
Kata darma merupakan kata yang diserap dari bahasa Sansekerta dharma. Kata ini
disesuaikan ejaannya dengan kaidah ejaan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, bentuk yang baku
ialah darma. Sebaliknya, kata dharma tidak baku karena ejaannya belum sesuai dengan kaidah
ejaan bahasa Indonesia. Kata darma mengandung arti kewajiban, tugas hidup, dan
kebajikan.
10. darmabakti, darma bakti, dan dharma bhakti
Kebakuan dan ketidakbakuan pasangan kata itu terletak pada ejaannya. Karena
merupakan sebuah kata, bentuk darma harus digabungkan dengan bentuk bakti. Oleh krena itu,
kata yang baku ialah darmabakti. Sedikitnya ada dua alasan yang menyebabkan bentuk dharma
bhakti bukan merupakan bentuk baku, yaitu (1) ejaannya belum benar dan (2) bentuk dharma
dipisahkan dengan bentuk bhakti. Kata darmabakti mengandung arti perbuatan untuk berbakti
(kepada negara, agama).
Dengan beranalogi pada hal di atas, dapat diketahui bahwa darmasiswa, darmawisata,
merupakan kata baku, sedangkan darma siswa, darma wisata ialah kata tidak baku. Kata
darmasiswa mengandung arti uang yang disediakan untuk mebiayai pelajar atau mahasiswa.
Kata darmawisata mengandung arti perjalanan singkat dengan tujuan bersenang-senang.

15

11. daya guna dan dayaguna


Bentuk daya guna merupakan kata gabung. Oleh karena itu, penulisan bentuk daya harus
dipisahkan dengan bentuk guna. Kata itu setipe dengan kata-kata hasil guna, tanda tangan,
tepuk tangan, tumpang tindih, dan tanggung jawab (dalam arti sebagai gabungan yang unsurunsurnya harus dipisahkan penulisannya). Dengan demikian, kata yang baku ialah daya guna.
Jika dua bentuk itu mendapatkan awalan dan akhiran, maka penulisannya digabungkan.
Misalnya mendayagunakan, didayagunakan. Kata dayaguna (digabungkan) merupakan kata
yang tidak baku. Kata daya guna mengandung arti kemampuan yang mendatangkan hasil dan
manfaat, efisien, dan tepat guna.
12. deskriptip dan deskriptif
Anda mungkin bertanya? Manakah bentuk yang betul atau bentuk yang baku di antara
kedua bentuk di atas. Bentuk dengan akhir /p/ atau /f/? Mari kita teliti bunyi ketentuan yang
terdapat dalam buku Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan.
ive, ief menjadi if
deskriptif

descriptive,

descriptief

demonstrative,

demonstratief demonstratif

maksudnya, kata dari bahasa Inggris yang berakhir ive, yang semakna dan mirip bentuknya
dengan kata bahasa Belanda yang berakhir dengan ief, dalam bahasa Indonesia menjadi kata
dengan akhir if. Jadi, v dan f yang dilafalkan dengan /f/. Itu ditulis dalam bahasa Indonesia
dengan huruf f. Jangan dijadikan atau diganti dengan p. Bentuk-bentuk aktip, positip,
demonstratip, produktip, eksekutip, legislatip bukanlah bentuk-bentuk yang baku. Semua kata
yang sudah disebutkan itu haruslah berakhir dengan if, bukan ip. Jadi, yang baku ialah aktif,
positif, demonstratif, produktif, eksekutif, legislatif.
13. dukacita dan duka cita
Kata dukacita merupakan sebuah kata. Oleh karena merupakan sebuah kata, penulisan
bentuk duka harus digabungkan dengan bentuk cita. Dengan demikian, kata yang baku ialah
dukacita. Bentuk duka yang dipisahkan penulisannya dengan bentuk cita merupakan bentuk
yang tidak baku. Kata dukacita mengandung arti kesedihan atau kesusahan
14. efektif dan efektip

16

Kata efektif merupakan serapan dari kata bahasa Belanda effectief atau dari kata bahasa
Inggris effective. Di samping perubahan yang lain, yang perlu diperhatikan ialah bahwa bunyi
-ief atau -ive pada kata asing itu menjadi if setelah kata itu diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, kata yang baku ialah efektif, sedangkan kata efektip merupakan kata yang tidak
baku. Kata efektif mengandung arti ada efeknya, manjur tau mujarab, dan berhasil guna.
15. eksklusif dan exclusif
Kata eksklusif merupakan serapan dari kata kata bahasa Inggris exclusive. Penyerapan
dengan cara mengganti huruf konsonan x dengan gabungan huruf ks, huruf konsona c dengan
huruf konsonan k, dan mengganti bunyi ive dengan bunyi if. Karena ejaannya sudah benar,
bentuk eksklusif merupakan kata baku, sedangkan exclusif merupakan kata yang tidak baku
karena ejaannya masih salah. Kata eksklisif berarti terpisah dari yang lain atau tidak termasuk.
16. ekspor dan eksport
Kata ekspor merupakan serapan dari kata bahasa Inggris export. Penyerapannya dengan
cara mengganti huruf konsonan x dengan gabunagn huruf konsonan ks dan menghilangkan
konsonan t pada akhir kata itu. Benrtuk ekspor merupakan kata baku karena ejaannya sudah
benar. Oleh karena pada kata eksport masih mengandung huruf konsonan t, maka kata eksport
tidak baku. Kata ekspor berarti pengiriman barang ke luar negeri.
17. eksporter dan eksportir
Kata eksporter merupakan serapan dari kata exporter (Inggris). Penyerapannya dengan
cara mengganti huruf konsonan x dengan gabungan huruf ks. Oleh karena itu, bentuk ekporter
merupakan kata baku. Kata eksportir merupakan serapan dari kata exporteur (Belanda). Kita
ketahui bahwa kata yang dikembangkan pemakaiannya ialah kata yang diserap dari bahasa
Inggris, yaitu exporter. Dengan demikian, kata yang baku ialah eksporter, sedangkan kata
eksportir merupakan kata yang tidak baku. Kata eksporter mengandung arti pengekspor.

18. ekstrem dan ekstrim

17

Kata ekstrem merupakan serapan dari kata extreem (Belanda) atau serapan dari kata
extreme (inggris). Di samping perubahan yang lain (misalnya huruf konsonan x berubah menjadi
bagungan huruf konsonan ks), yang perlu diperhatikan bahwa deret huruf vokan ee atau vokal e
yang mengikuti huruf konsonan r tetap menjadi e (bukan i) setelah kata itu diserap ke dalam
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kata yang baku ialah ekstrem, sedangkan ekstrim merupakan
kata yang tidak baku. Kata ekstrem mengandung arti fanatik, atau sangat keras dan teguh.
19. hipotesa dan hipotesis
Secara historis, kata-kata itu dahulu diserap dari bahasa Belanda: hypothese. Karena
dalam bahasa Indonesia tidak terdapat kata yang berakhir dengan bunyi /e/, maka /e/ pada akhir
kata itu diganti dengan bunyi /a/, lalu kedua patah kata itu dijadikan hipotesa.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, sebuah lembaga di bawah Direktorat
Jenderal Kebudayaan Depetemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang mengurus bahasa dan
pekerjaannya antara lain membentuk istilah, menetapkan : 1) sebaiknya dalam membentuk istilah
yang mengambil dari bahasa asing, kita mendahulukan bahasa Inggris karena bahasa Inggris
adalah bahasa asing pertama dalam pendidikan di Indonesia; 2) sebaiknya dalam
mengindonesiakan kata asing (bila tidak ditemukan padanannya yang tepat dalam bahasa
Indonesia atau bahasa daerah) diusahakan agar ejaannya dekat dengan ejaan bahasa asalnya,
artinya, yang diganti hanyalah yang perlu saja. Demikian juga halnya dengan kata hypothesis.
Kata itu lalu diindonesiakan menjadi hipotesis.
Alasan mengacu kepada bahasa Inggris ini didasarkan kepada pendirian bahwa bahasa
Inggris adalah bahasa yang sifatnya internasional dan dekat kepada generasi seakarang maupun
generasi yang akan datang. Bahasa Belanda tidak lagi dikenal oleh generasi muda dan agar
pembentukan kata-kata Indonesia nanti tidak menjadi bersifat mendua, lebih baik kita mengacu
kepada satu bahasa saja, yaitu bahasa Inggris. Pendirian ini memang tidak selalu bertaat asas
secara ketat sebab dalam kenyataannya banyak kata yang berasal dari bahasa Belanda tidak
diubah lagi karena kata-kata itu sudah melembaga dalam bahasa Indonesia. Hanya sebagian kecil
saja yang diubah.
Mengubah sesuatu yang sudah melembaga dan sudah sangat biasa digunakan oleh
pemakai bahasa memang tidak mudah. Buktinya dapat kita lihat pada kedua patah kata yang
sudah kita bicarakan itu. Bentuk hipotesis dan analisis sudah tinggi kekerapan pemakaiannya di

18

kalangan perguruan tinggi, tetapi di luar itu masih lebih banyak digunakan bentuk hipotesa dan
analisa. Jika bentuk analisis yang kita gunakan sebagai bentuk dasarnya, maka kata bentukannya
dengan imbuhan bahasa Indonesia (awalan, akhiran) harus pula sejalan dengan bentuk dasar itu.
Jadi, menganalisis, dianalisis, penganalisisan, bukan menganalisa, dianalisa, penganalisaan.
Penggunaan bentuk baru yang sudah ditetapkan ini tentu perlu dipatuhi dan melalui pembiasaan,
lama kelamaan kita akan terbiasa menggunakan bentuk yang baru itu.
20. izin dan ijin
Di dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari kita sering menemukan tulisan kata
tertrtentu secara berbeda. Ambillah contoh kata izin I dan ijin. Kita tentu bertanya tulisan man
yang baku di atara keduanya itu. Untuk menjawab pertanyaanitu, kita harus kembali pada aturan
pengindonesiaan kata asing.
Di dalam Buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dinyatakan bahwa ejaan kata yang erasal dari bahasa asing hanya diubah seperlunya agar
ejaannya dalam bahasa Indonesia masih dapat dibandingkan dengan ejaan bahasa asalnya. Kata
itu di dalam bahasa asalnya, yaitu Arab dituliss dengan huruf <zal>

yang diindonesiakan

menjadi <z> . Dengan demikian, penulisan yang benar adalah izin bukan ijin.
21. jadual dan jadwal
Ada orang beranggapan bahwa yang baku adalah kata jadual karena mereka beranalogi
pada kualitas atau pada kuitansi. Jalan pikiran seperti itu sepintas lalu benar, tetapi sayang sekali
analogi itu tidak tepat. Kata kualitas dan kuitansi berasal dari bahasa Inggris yang memang
menggunakan u bukan w, yakni quality dan quitance, sedangkan jadwal tidak dapat disejajarkan
dengan kedua kata itu karena tidak seasal. Jadwal berasal dari bahasa Arab. Perhatikan
pemakaian yang salah berikut ini.
Bentuk salah
1. Sesuai dengan jadual, perkuliahan semester ganjil akan dimulai tanggal 10 Oktober 1998.
2. Bersama ini kami kirimkan jadual kuliah semester ganjil tahun akademik 1998/1999.

Bentuk Baku

19

1. Sesuai dengan jadwal, perkuliahan semester ganjil akan dimulai tanggal 10 Oktober
1998.
2. Bersama ini kami kirimkan jadwal kuliah semester ganjil tahun akademik 1998/1999.
22. komoditas dan komoditi
Kata komoditas merupakan serapan dari bahasa Inggris comodity. Penyerapannya dengan
mengganti huruf konsonan c dengan huruf konsonan k, menyederhanakan gugus konsonan mm
memjadi m, mengubah bunyi ty menjadi tas, sehingga terbentuklah kata komoditas. Kata itu
dapat mengingatkan kita pada beberapa kata yang setipe, misalnya universitas merupakan
serapan dari kata university, kapasitas merupakan serapan dari kata kapacity, dan loyalitas
merupakan serapan dari kata loyality. Oleh karena itu, kata yang baku ialah komoditas,
sedangkan kata yang tidak baku ialah komoditi. Kata komoditas berarti barang dagangan utama,
benda niaga.
23. kompleks dan komplek
Kata kompleks merupakan serapan dari kata bahasa Belanda complex atau dari bahasa
Inggris complex. Penyerapannya dengan cara mengganti konsonan c dengan k dan konsonan x
dengan gabungan huruf konsonan ks, sehingga terbentuklah kompleks. Oleh karena itu, kata yang
baku ialah kompleks. Kata kompleks berarti mengandung beberapa unsur yang pelik, rumit,
sulit, dan saling berhubungan.
24. konkret, kongkret, konkrit, dan kongkrit
Kata konkret merupakan serapan dari bahasa Inggris concrete. Di samping perubahan
konsonan c menjadi k, yang perlu diperhatikan juga adalah huruf konsonan n pada kata asing itu
tetap n atau tidak menjadi ng setelah kata itu diserap ke dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
kata yang baku ialah konkret. Kata koncret berati nyata, benar, dan benar ada.
25. kontroversial dan kontraversial
Kata kontroversial merupakan serapan dari kata bahasa Inggris contovercial.
Penyeranannya dengan mengganti huruf konsonan c dengan huruf huruf konsonan k, sehingga
terbentuklah kata kontroversial. Dengan demikian, kata yang baku ialah kontroversial. Kata

20

kontraversial merupakan kata yang tidak baku. Kata kontroversial berarti bersifat menimbulkan
pertentangan.
26. kualitas dan kwalitas
Kata kualitas merupakan serapan dari kata bahasa Inggris quality. Penyerapan dengan
cara mungubah qua menjadi kua dan ty menjadi tas, sehingga terbentuklah kualitas. Oleh
karena itu, bentuk yang baku ialah kualitas. Bentuk kwalitas ialah bentuk yang tidak baku. Kata
kualitas berarti tingkat baik buruknya sesuatu.
27. linguis dan lingguis
Kata linguis merupakan serapan dari kata bahasa Belanda linguist atau dari bahasa
Inggris linguist. Di samping penghilangan huruf konsonan t pada akhir kata itu, yang perlu
diperhatikan ialah bahwa gusus huruf konsonan ngg tidak terkandung pada kata asing itu. Oleh
karena itu, kata yang baku ialah linguis, sedangkan kata lingguis tidak baku. Kata linguis berarti
ahli ilmu bahasa.
28. linguistik dan lingguistik
Kata linguistik merupakan serapan dari kata bahasa Belanda linguistie atau dari kata
bahasa Inggris linguistic. Oleh karena itu, kata yang baku ialah linguistik, sedangkan lingguistik
merupakan kata yang tidak baku. Kata linguistik berarti ilmu tentang bahasa atau telaah bahasa
secara ilmiah.
29. lokakarya dan loka karya
Kata lokakarya merupakan sebuah kata. Oleh karena itu, penulisan bentuk loka harus
digabungkan dengan karya. Dengan demikian, kata yang baku ialah lokakarya. Karena penulisan
bentuk loka dipisahkan dengan bentuk karya, kata loka karya tidak baku. Kata lokakarya berarti
pertemuan antarpara ahli untuk membahas suatu masalah dalam bidang keahliannya, sanggar
kerja.

30. mancanegara dan manca negara

21

Bentuk mancanegara merupakan sebuah kata. Oleh sebab itu, bentuk manca harus
digabungkan dengan bentuk negara. Dengan demikian, kata yang baku ialah mencanegara.
Bentuk manca negara merupakan bentuk yang tidak baku karena ejaannya salah. Kata
mencanegara berarti negara asing
31. multibahasa dan multi bahasa
Satuan multi merupakan bentuk terikat. Oleh kerena bentuk multi merupakan bentuk
terikat, maka penulisannya harus digabungkan dengan bentuk yang mengikutinya, yaitu bahasa.
Dengan demikian multibahasa merupakan bentuk yang baku. Bentuk multi bahasa merupakan
bentuk yang tidak baku karena penulisannya salah. Kata multibahasa berarti mengandung lebih
dari satu bahasa atau mampu menggunakan lebih dari satu bahasa.
32. pascasarjana, pasca sarjana dan paskasarjana
Bentuk pasca- merupakan awalan yang artinya ialah sesudah. Ucapannya ialah /pasca/,
bukan /paska/ karena diserap dari bahasa Sanskerta. Oleh karena itu kata yang baku ialah
pascasarjana. Pascasarjan berarti pengetahuan sesudah sarjana.
33. penatar dan petatar
Penatar ialah orang yang menatar; kata tatar menatar diserap dari bahasa daerah. Kata
bahasa Inggrisnya up grading yang dipadankan dengan penataran, yaitu kata kerjanya menatar.
Petatar artinya orang yang ditatar. Bentuk ini beranalogi kepada bentuk yang sudah ada.
Dalam bahasa Indonesia dikenal bentuk penyuruh dan pesuruh. Penyuruh ialah orang yang
menyuruh, sedangkan pesuruh ialah orang yang disuruh.Berdasarkan bentuk itulah dibentuk
kata penatar dan petatar yang berarti orang yang menatardan orang yang ditatar. Dewasa ini
dijumpai pula bentukbentuk yang beranalogi kepada bentuk-bentuk itu, yaitu penyuluh dan
pesuluh. Penyuluh ialah orang yang menyuluhi, sedangkan pesuluh ialah orang yang disuluhi.
34. perajin dan pengrajin
Kata dasar berfonem awal /r/ jika diberi awalan pe-, bentuk awalan itu tetap pe-, seperti
pada kata perawat, peramal. Bila kata dasar berupa kata sifat diberi awalan pe- maka awalan pemengandung makna orang yang sifatnya seperti yang disebutkan kata dasar itu.; Misalnya,

22

pemalas orang yang sifatnya malas, pemarah orang yang sifatnya suka marah. Beranalogi
kepada bentukan itu maka perajin ialah orang yang sifatnya rajin, (walaupun kata ini jarang
dipakai dalam tuturan).
Kata pengrajin tidak berarti orang yang sifatnya rajin, tetapi orang yang mengerjakan
pekerjaan industri rumah seperti membuat keranjang, membuat tikar, membuat sepatu, dan
sebagainya.
35. pimpinan dan pemimpin
Sekarang ini kata pemimpin dan pimpinan digunakan seolah-olah dengan fungsi yang
sama . Misalnya dalam frase pimpinan proyek dan pemimpin proyek. Singkatan yang biasa
digunakan di departemen dewasa ini ialah pimpro (pimpinan proyek). Yang ditanyakan sebagian
orang ialah Benarkah makna pimpinan proyek sama dengan pemimpin proyek?
Mari kita bahas makna kedua bentukan itu dengan menentukan arti imbuhan awalan pemdengan akhiran an pada bentuk dasar pimpin. Kita tahu bahwa awalan pe-, pem, pen-, peng-,
atau peny- seperti pada kata perawat, pembeli, penjual, penggali ialah 1) orang yang meng-;
dan 2) alat untuk meng-. Jadi, perawat orang yang merawat, pembeli orang yang membeli,
penggali orang yang menggali atau alat untuk menggali. Berdasarkan analogi bentukan itu, kita
dapat mengatakan bahwa pemimpin artinya orang yang memimpin.
Akhiran an pada bentuk dasar kata kerja seperti kata tulisan mempunyai arti hasil
menulis atau yang ditulis, karangan hasil mengarang, atau yang dikarang.
Agar bahasa Indonesia yang kita gunakan dapat memberikan makna yang lebih tepat,
sebaiknya kita membedakan kedua bentuk itu. Jadi, pemimpin ialah orang yang memimpin,
sedangkan pimpinan ialah hasil kerja memimpin. Dalam kalimat:
1. Sudah dua tahun beliau memimpin partai itu.
2. Pemimpin yang jujur sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa dan negara.
3. Karana pimpinannya yang baik, perusahaan itu maju.
Pimpinan proyek yang teratur dimungkinkan berkat rencana yang matang.
36. pirsawan dan pemirsa
Sekarang ini kita dengar dua bentuk yang digunakan orang. Mana di antara kedua bentuk
itu yang betul?

23

Kita menyerap akhiran darai bahasa sanskerta wan dan man. Mulanya dipakai pada
ata-kata seperti hartawan , bangsawan, yang mengandung arti yang memiliki. Jadi, hartawan
berarti yang memiliki harta.
Dalam bahasa Indonesia, makna akhiran itu meluas. Dapat berarti orang yang ahli
tentang misalnya ilmuwan sastrawan; dapat berarti orang yang pekerjaannya atau orang yang
sering melakukan pekerjaan itu, misalnya wartawan. Umumnya bentuk dasar kata-kata yang
berakhiran wan itu ialah kata benda. Tetapi ada juga beberapa kata sifat seperti setiawan yang
memiliki sifat setia, sukarelawan yang memiliki sifat sukarela.
Kita kembali pada pertanyaan di atas. Bentuk dasarnya adalah pirsa yang dipungut dari
bahasa Jawa dan kata itu adalah kata kerja. Bentuk aktifnya dalam bahasa Jawa mirsa (baca:
mirso). Jika kata itu kita bentuk menurut aturan bahasa Indonesia, maka kata kerja bentuk
aktifnya ialah memirsa yang artinya melihat serta memperhatikan. Jadi, orang yang memirsa
itu mengikuti dengan aktif dengan jiwanya apa yang dilihatnya, lebih besar perhatiannya
daripada orang yang menonton.
Kalau kata kerjanya memirasa seperti keterangan di atas, maka orang yang memirsa ialah
pemirsa, bukan pirsawan. Berdasarkan makna akhiran - wan seperti yang dijelaskan di atas tadi,
maka pirsawan

dapat berarti orang yang ahli pirsa) atau yang memiliki pirsa (tidak

mungkin). Dengan alasan itu, maka bentuk pirsawan yang sering

digunakan orang itu bentuk

yang kurang tepat.


37. proklamsi dan proklamir
Kata diproklamasikan merupakan bentukan dari kata dasar proklamasi dan imbuhan dikan. Kata prokalmasi merupakan serapan dari bahasa Belanda proclamtie atau dari bahasa
Inggris proclamation. Kata diprokalmirkan merupakan bentukan dari kata dasar proklamir dan
imbuhan di-kan. Kata proklamir merupakan serapan dari kata bahasa Belanda poclameren yang
berarti mengumumkan. Oleh karena proklamir sudah berkategori verba (kata kerja), maka
pembubuhan imbuhan dikan pada kata itu tidak tepat karena artinya dimengumumkan Bentuk
ini merupakan merupakan bentuk yang tidak logis. Atas dasar itu, dapat diketahui bahwa kata
yang baku ialah diprokalmasikan dan diprokalmirkan merupakan kata yang tidak baku. Kata
diproklamsikan berarti diumumkan.

24

38. prosen dan persen


Kata persen berasal dari bahasa Inggris percent. Seperti unsur serapan yang lain, kata
percent atau percentage ini hanya diubah seperlunya agar bentuk serapannya masih bisa
dibandingkan dengan bentuk aslinya. Serapan yanmg dimaksud adalah persen atau persentase.
Jadi, yang diubah hanyalah /c/ menjadi /s/ dan huruf /t/ di akhir kata dibuang, dan age diubah
menjadi ase.
39. rohaniwan dan rohaniawan
Kata rohani dan rohaniah semuanya diserap dari bahasa Arab. Rohani ialah kata benda
lawan jasmani dan rohaniah berarti yang bersifat rohani. Demikian juga dapat dibandingkan
dengann ilmu dan ilmiah. Ilmu bersinonim dengan kata pengetahuan, sedangkan ilmiah berarti
yang bersifat ilmu. Rohaniwan berarti orang yang ahli tentang (ilmu) rohani, atau ilmu
agama. Itu sebabnya pendeta, pastur, nabi dan penghulu disebut rohaniwan.
Kalau bentuk rohaniawan itu diterima, itu berarti bahwa bentuk itu diambil dari rohaniah
yang

ditambah

dengan

akhiran

wan.

Dari

segi

makna,

bentuk

itu

tak

dapat

dipertangungjawabkan sebab rohaniah dalam bahasa Arab (diserap juga dalam bahasa Indonesia)
yang berarti yang bersifat rohani. Oleh karena kata itu berarti seperti itu, maka tak dapat kita
tambahkan akhiran wan di belakangnya sebab arti kata bentukan itu tidak tepat; rohaniawan
berarti orang yang memiliki bersifat rohani. Apa maksudnya itu? Berdasarkan alasan inilah,
maka bentukan rohaniawan bukanlan bentuk yang dapat dipertanggungjawabkan.
40 relawan dan sukarelawan
Dalam pemakaian bahasa Indonesia sering kita temukan penggunaan kata relawan dan
sukarelawan.

Penggunaan kedua kata itu menyebabkan sebagian pemakai bahasa

mempertanyakan bentuk manakah yang benar dari kedua kata itu?


Dalam hal ini, kita perlu memahami bahwa imbuhan wan itu berasal dari bahasa
Sankerta. Imbuhan itu digunakan bersama kata benda (nomina) seperti pada kata
bangsa + -wan -----

bangsaawan

harta

+ -wan -----

hartawan

rupa

+ -wan -----

rupawan

25

Imbuhan itu menyatakan tentang orang yang memiliki seperti yang disebukan pada kata dasar.
Jadi, bangsawan berrati orang yang memiliki bangsa atau keturunan raja dan atau kerabatnya;
hartawan oarng yang memiliki harta; rupawan orang yang memiliki rupa yang elok atau
orang yang elok rupa.
Dalam perkembangannya, arti imbuhan meluas. Pada kata ilmuwan, negarawan,
sastrawan, misalnya, imbuhan wan menyatakan orang yang ahli dalam bidang yang disebutkan
pada kata dasarnya. Dengan demikian, ilmuwan berarti orang yang ahli dalam bidang ilmu
tertentu; negarawan orang yang ahli dalam bidang kenegaraan; sastrawan orang yang ahli
dalam bidang sastra.
Pada kata seperti olahragawan, usahawan, imbuhan wan berarti orang yang berprofesi
dalam bidang yang disebutkan pada kata dasar. Jadi, olahragawan berarti orang yang memiliki
profesi dalam bidang olah raga, usahawan orang yang berprofesi dalam bidang usaha
(tertentu).
Pada contoh itu terlihat bahwa imbuhan wan pada umumnya dilekatkan pada kata benda
(nomina), seperti bangsa, harta, ilmu, olah raga, dan usaha. Imbuhan-wan tidak pernah
dilekatkan pada kata kerja (verba).
Berdasarkan kenyataan itu, penggunaan imbuhan wan pada kata relawan dipandang tidak tepat.
Hal ini sama kasusnya dengan penambahan wan pada kata kerja pirsa yang menjadi pirsawan.
Dalam hal ini pilihan bentuk kata yang benar adalah pemirsa, yaitu orang yang melihat dan
memperhatikan atau menonton siaran televisi.
Kata sukarelawan mengandung pengertian orang yang dengan sukacita melakukan
sesuatu tanpa rasa terpaksa. Kata sukarela ini berasal dari kata dasar sukarela dan imbuhan wan.
Dalam kamus Besar bahasa Indonesia (1996;070) pun, bentukan kata yang ada adalah
sukarelawan, sedangkan kata relawan tidak ada. Oleh karena itu, kata yang sebaiknya kita
gunakan adalah sukarelawan, bukan relawan.

41. semena-mena dan tidak semena-mena


Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta dicantumkan sebagai
berikut.

26

mena, tidak semena-mena: tidak dengan kira-kira, semau-maunya, sewenang-wenang, tidak


beralasan yang patut.
Melihat yang tercetak di dalam kamus itu, Anda tahu bahwa ungkapan yang benar bukan
semena-mena, melainkan tidak semena-mena. Kata tidak di depan kata semena-mena sama
sekali tidak boleh dihilangkan, seperti pemakaiannya dalam kalimat kutipan dari surat kabar:
Semua tamu sama di mata kami, kata karyawati yang telah berpengalaman tadi. Ada yang baik
dan sopan, ada pula yang seme-mena dan kurang ajar, baik tamu domestik maupun tamu asing.
Ungkapan yang sama artinya dengan sewenang-wenang ialah tidak semena-mena bukan semenamena. Berbuat sewenang-wenang terhadap seseorang sama artinya denganberbuat tidak
semena-mena terhadap seseorang. Kata tidak dalam ungkapan itu berfungsi menentukan arti
ungkapan itu. Oleh karena itu kata tidak jangan dihilangkan. Tentu saja tidak pandai tidak sama
dengan pandai saja tanpa tidak; tidak berwibawa tidak sama artinya dengan berwibawa. Yang
pertama bersifat ingkar, sedangkan yang ke dua justru sebaliknya.
Sengaja ungkapan tidak semena-mena ini dibicarakan di sini karena pemakaiannya
kacau. Kadang-kadang orang mengatakan atau menulis tidak semena-mena, tetapi kadangkadang juga hanya semena-mena. Ungkapan yang benar ialah yang menggunakan kata tidak
dengan arti yang sama dengan sewenang-wenang, yaitu tidak semena-mena.
42. sistim dan sistem
Kata systeem (Belanda) dan system (Inggris). Dahulu, kata Indonesianya sistim karena
kita mengindonesiakan kata bahasa Belanda systeem. Bunyi teem dekat dengan bunyi tim. Itu
sebabnya kata itu dijadikan sistim. Pada saat ini ditetapkan bahwa yang digunakan sebagai acuan
adalah bahasa bahasa Inggris. Oleh karena itu, kata system-lah yang diambil dan diindonesiakan
menjadi sistem.
43. standard dan standar
Katakata di atas berasal dari bahasa asing bahasa Inggris. Ada dua pendirian yang kita
pegang dalam mengindonesiakan kata asing: 1) bentuk yang dipungut itu disesuaikan dengan
bentuk bahasa Indonesia (sistem fonologi dan morfologinya); 2) sedapat-dapatnya ejaannya
dekat dengan ejaan aslinya (visual). Mari kita teliti kata yang ditanyakan di atas?

27

Dalam bahasa Inggris ada kata standard. Kata itu diserap dan diindonesiakan menjadi
standar. Mungkin Anda bertanya, Mengapa /d/ pada akhir kata itu dihilangkan? jawabnya<
Bunyi itu tidak berfungsi dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dibuang saja. Contoh seperti
itu dapat dilihat pada kata lain seperti impor dan ekspor yang berasal dari bahasa Inggris import
dan export (sama dengan bahasa Belanda). Bunyi /t/ pada akhir kata dihilangkan karena tidak
berfungsi . Kalau bunyi akhir yang tidak berfungsi itu diambil, maka akan timbul kesulitan bila
memberi akhiran pada kata itu. Misalnya, kata standard yang diserap, bila diberi imbuhan penan, maka hasilnya ialah penstandardan, padahal bila bentuk standar yang diambil, maka hasilnya
ialah penstandaran. Bentuk ini lebih sesuai karena sama dengan bentuk lain dalam bahasa
Indonesia: penggambaran, pelemparan. Bentuk menstandarkan lebih mudah diucapkan
dibandingkan dengan menstandardkan karena terdapat tiga konsonan berurutan /rdk/.
44. standardisasi dan standarisasi
Sekarang kita beralih pada bentuk standardisasi dan standarisasi. Mana yang betul atau
baku? Kata itu diserap dari bahasa Inggris standardization. Dalam bahasa Indonesia, bunyi ion
pada akhir kata Inggris dijadikan si. Hal ini terjadi karena banyak kata yang telah diserap
dahulu dari bahasa Belanda yang berakhir tie (ucapannya /si/ dan sama dengan tion dalam
bahasa Inggris itu). Bahasa Belanda untuk kata itu standardsatie. Bunyi /z/ dalam bahasa Inggris
yang dalam bahasa Belanda /s/ dijadikan /s/ dalam bahasa Indonesia. Yang lain tidak diubah
karena prinsip yang dipegang sedekat mungkin dengan ejaan bahasa asalnya. Hasilnya
standardisasi.
45.Ubah pada Merubah dan Mengubah
Kata mengubah kata dasarnya adalah ubah. Jadi, bila kata dasarnya ubah, maka bentuk
awalan yang muncul ialah meng-, bukan mer-, sehingga bentukan yang betul ialah mengubah,
bukan merubah..
Hasil pekerjaan mengubah ialah pengubahan. Kata merubah mungkin timbul karena
orang mengacaukannya dengan bentuk dengan berawalan ber- yaitu berubah. Bentuk berubah
dibentuk dari kata dasar ubah yang mendapat awalam ber-, bukan kata dasar rubah dengan
awalan be-. Hal, hasil atau cara berubah ialah perubahan.

28

46. zaman dan jaman


Kata zaman merupakan serapan dari bahasa Arab. Kata ini ini diserap secara utuh. Kata
zaman berarti jangka waktu yang panjang atau pendek yang menandai sesuatu atau masa dan
kala atau waktu. Kata jaman termasuk kata yang tidak baku.

6. KONTAMINASI

29

Kontaminasi berasal dari bahasa Inggris contamination

yang dapat diberi arti

pencemaran. Dalam bidang bahasa, kontaminasi dipadankan dengan kerancuan. Kata


kerancuan diturunkan dari kata dasar rancu yang mendapat simulfiks ke-an; rancu bersinonim
dengan kacau. Jadi, kerancuan berarti kekacauan . Bentuk-bentuk yang rancu atau kacau
dianggap sebagai bentuk yang salah.
Apa yang rancu atau dirancukan itu? Yang dirancukan orang adalah susunan dua unsur
bahasa, entah unsur itu imbuhan, kata, atau kalimat. Oleh sebab itu, kontaminasi bahasa dapat
dibedakan atas:
1. kontaminasi bentuk kata
2. kontaminasi bentuk frase
3. kontaminasi bentuk kalimat
Dalam kontaminasi, selalu terjadi paduan dua unsur yang kacau, artinya kedua unsur itu
tidak seharusnya berpasangan. Misalnya, unsur A pasangannya unsur B, sedangkan unsur C
pasangannnya unsur D. Jadi, A B dan C D. Apabila yang muncul bukan pasangan yang
seharusnya, misalnya A D atau C B, maka gabungan ini disebut rancu atau kacau. Bentuk
gabungan yang rancu atau kacau itulah yang disebut kontaminasi dan bentuk kontaminasi di
dalam bahasa dianggap sebahgai bentuk yang salah.
1. Kontaminasi Bentuk Kata
Dalam sebuah pameran pernah ditulis orang pada kain rentang sebagai berikut.
DI SEKOLAH KAMI DIPELAJARKAN BERBAGAI KEPANDAIAN WANITA
Dengan memperhatikan tulisan itu, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mungkin
ada bentuk dipelajarkan?
Dalam deretan bentuk dengan kata dasar ajar terdapat bentuk-bentuk :
mengajar - mengajarkan - mengajari
diajar

- diajarkan

- diajari

belajar

- mempelajari - dipelajari

pelajar

- pelajaran

- terpelajar

terajar

-terajarkan

- terajari

ajaran

- pengajaran

30

Tidak terdapat bentuk dipelajarkan. Jika diperhatikan baik-baik, akan terungkap bahwa
bentuk dipelajarkan merupakan bentuk

kontaminasi dari dua bentuk asal: dipelajari dan

diajarkan. Kalimat yang rancu di atas kain rentang itu dapat dikembalikan pada dua bentuk
asalnya yang betul.
a. Di sekolah kami diajarkan berbagai kepandaian wanita.
b. Di sekolah kami dapat dipelajari berbagai kepandaian wanita.
Gejala kontaminasi pada kata bentukan lainnya, yaitu bentuk mengenyampingkan . Mari
kita tinjau bagaimana proses pembentukannya. Kalau diambil bentuk dasarnya samping,
kemudian kata ini diberi imbuhan di - kan, maka bentuknya disampingkan. Bila bentuk ini
diubah menjadi bentuk me-, maka hasilnya ialah menyampingkan. Kata dasar yang dimulai
dengan /s/ memunculkan bentuk meny- dan fonem /s/ itu sendiri luluh di dalam bunyi nasal /ny/
itu. Bila bentuk dasar ke samping yang diambil, kemudian diberi imbuhan di- kan, hasilnya
dikesampingkan (ditulis serangkai karena diapit oleh di- dan kan sekaligus). Bila bentuk
dikesampingkan diubah menjadi bentuk dengan imbuhan me kan, maka hasilnya
mengesampingkan, bukan mengenyampingkan karena bentuk dasarnya dimulai dengan /k/. Bila
bentuk dasar berfonem awal /k/ diberi awalan me-, maka muncullah bentuk meng; sedangkan /k/
luluh di dalam bunyi nasal /ng/ itu. Fonem /s/ pada bentuk dasar ke samping terletak di tengah
kata. Oleh karena itu, tidak terpengaruh dengan pemberian awalan me-.
Bandingkan dengan contoh-contoh berikut.
kosong

mengosongkan

kotor

mengotorkan

Perhatikan bentuk-bentuk di atas. Yang mengalami peluluhan hanyalah fonem awal


bentuk dasar, yaitu /k/. Fonem yang terletak di tengah kata

/s/, dan /t/ tidak mengalami

peluluhan. Tetapi, bila fonem-fonem ini terletak di depan bentuk dasar, pastilah fonem itu
mengalami peluluhan. Misalnya.
tangkap - menangkap

( /t/ ---/n/ )

potong

- memotong

(/p/ ---/m/ )

susul

- menyusul

( /s/ --- /ny/ )

Bandingkan bentukan kata mengesampingkan dengan kata-kata bentukan di bawah ini.


Cara pembentukannya sejalan.
tengah

- ke tengah

- mengetengahkan

31

tepi
bumi

- ke tepi
- ke bumi

- mengetepikan
- mengebumikan

Imbuhan me kan seperti pada kata-kata itu mengandung makna membawa ke...;
misalnya mengetengahkan artinya membawa ke tengah; arti kiasannya mengemukakan,
mengutarakan, menyampaikan (pendapat, pikiran, saran, usul).
Bentuk mengenyampingkan yang rancu dapat dikembalikan pada dua bentuk asalnya
yang betul, yaitu menyampingkan dan mengesampingkan.
2. Kontaminasi Bentuk Frase
Kontaminasi bentuk frase sering juga terjadi dalam pemakaian bahasa Indonesia seperti
bentuk berulang kali. Dilihat dari segi penggabungan kata, ungkapan itu memperlihatkan bentuk
yang rancu. Bentuk asalnya ialah berulang-ulang dan berkali-kali. Kedua ungkapan tu dijadikan
orang menjadi satu ungkapan baru dengan mengambil berulang dari ungkapan pertama dan kali
dari ungkapan ke dua, sehingga lahirlah gabungan yang rancu itu. Berulang-ulang sama artinya
dengan berkali-kali.
Di samping itu, orang sering mengatakan mengajar bahasa Inggris, mengajar ilmu
pengetahuan alam, dsb. Kalau dikatakan Saya mengajar bahasa Inggris, tentu dapat dikatakan
Bahasa Inggris saya ajar. Benarkah itu? Jawabnya, tidak, karena bahasa Inggris tidak bisa diajar.
Yang bisa diajar hanyalah orang, binatang, ikan (misalnya ikan lumba-lumba). Mata pelajaran,
mata kuliah tidak dapat diajar tetapi diajarkan. Jadi, seharusnya dikatakan Saya mengajarkan
bahasa Inggris di sekolah itu. Kebalikannya ialah Bahasa Inggris saya ajarkan di sekolah itu.
Perhatikan penggunaan kata mengajar, mengajari, diajarkan, diajari, dalam kalimatkalimat berikut.
Guru Zain mengajar murid-murid bernyanyi.
Guru Zain mengajari murid-murid bernyanyi.
Murid-murid diajar bernyanyi oleh Guru Zain.
Murid-murid diajari bernyanyi oleh Guru Zain.
Guru Zain mengajarkan nyanyian kerpada murid-murid.
Nyanyian diajarkan oleh Guru Zain kepada murid-murid.

32

Seorang Ibu Guru memimpin sekelompok anak dalam sebuah acara siaran di TVRI. Ibu
Guru itu berkata kepada anak-anak asuhannya, Anak-anak, tentu di sekolah engkau telah
diajarkan mendeklamasikan sajak.
Kacau benar kalimat Ibu Guru itu. Ini sebuah kontaminasi pula, hasil gabungan dua buah
frase yaitu 1) engkau telah diajar atau diajari; dan 2) kepadamu telah diajarkan.
Dalam kalimat lengkap:
a. Anak-anak, di sekolah engkau tentu telah diajar (i) cara mendeklamasikan sajak.
b. Anak-anak,

di

sekolah,

kepadamu

tentu

telah

diajarkan

bagaimana

cara

mendeklamasikan sajak.
Jika dibalikkan susunan kata-katanya, kalimat( b) itu tentu menjadi:
c. Bagaimana cara mendeklamasikan sajak, tentu telah diajarkan guru kepadamu di sekolah.
Jelas kepada kita yang telah dirancukan dalam kalimat di atas ialah susunan kata-kata
engkau telah diajar dan kepadamu telah diajarkan.
Dalam salah satu harian ibu kota ditulis tentang kasus perampokan di Bali sebagai
berikut.
Terus terang saja perampokan itu dilakukan oleh lima orang tak dikenal dengan terlebih
dahulu melempari batu, kemudian menyerbu dua rumah yang berdampingan itu.
Susunan kata melempari batu

dalam kalimat di atas jelas tidak tepat karena yang

dilempari oleh lima orang itu bukan batu, melainkan rumah. Rumah yang berdampingan itu
mula-mula dilempari mereka dengan batu, kemudian diserbunya. Jadi, yang dirancukan di dalam
kalimat itu ialah melempari rumah dengan batu dan melemparkan batu ke rumah itu. Dengan
demikian, kalimat yang rancu di atas dapat dikembalikan ke dalam dua kalimat yang betul
sebagai berikut.
1. Terus terang saja perampokan itu dilakukan oleh lima orang tak dikenal dengan terlebih
dahulu melempari rumah dengan batu, kemudian menyerbu dua rumah yang
berdampingan itu.
2. Terus terang saja perampokan itu dilakukan oleh lima orang tak dikenal dengan terlebih
dahulu melemparkan batu ke rumah itu, kemudian menyerbu dua rumah yang
berdampingan itu.
3. Kontaminasi Kalimat

33

Dalam penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini, sangat sering dijumpai kontaminasi
dalam bentuk kalimat. Perhatikan contoh-contoh berikut.
Bantuan itu diharapkan dapat meringankan para korban bencana alam.
Dalam kalimat di atas telah terjadi kerancuan pengertian. Sepintas lalu terasa kalimat di
atas itu susunannya betul. Namun, kalau diperhatikan secara teliti akan diketahui bahwa bantuan
itu akan meringankan para korban bukanlah ungkapan yang tepat. Kalau dikatakan para korban
yang diringankan, maka yang berat itu adalah para korban. Padahal, yang dimaksud untuk
diringankan ialah penderitaan para korban. Penderitaan mereka berat karena itu perlu
diringankan. Bukan mereka sendiri yang mau diringankan . Jadi, telah terjadi kerancuan antara:
menolong para korban yang tertimpa bencana, dengan meringankan beban penderitaan
para korban.
Bandingkan dengan kalimat Untuk meringankan kapal itu, sebagian muatannya dibuang
ke laut. Kapal itu dibuat menjadi ringan dengan membuang sebagian muatannya ke laut karena
ombak besar. Kalau kapal tidak diringankan ada kemungkinan kapal itu tenggelam.
Kalimat yang rancu di atas dapat dikembalikan pada kalimat yang betul sebagai berikut.
a) Bantuan itu diharapkan dapat menolong para korban yang ditimpa bencana alam.
b) Bantuan itu diharapkan dapat meringankan beban penderitaan para korban yang ditimpa
bencana alam.
Kalau kedua kalimat itu disatukan, maka hasilnya sebagai berikut.
c) Bantuan itu diharapkan dapat menolong meringankan beban penderitaan para korban
yang ditimpa bencana alam.
Contoh lain:
Di seluruh jalan-jalan yang dipagari oleh gedung-gedung bertingkat itu bermandikan
cahaya lampu-lampu neon.
Orang yang pernah mempelajari tata bahasa pasti tahu yang disebut dengan pokok
kalimat (subjek) dan sebutan kalimat (predikat). Tiap-tiap kalimat tentu mempunyai subjek (S)
dan predikat (P) sebab tak ada kalimat tanpa kedua unsur bahasa tersebut. Bila kita bertutur, kita
mengetengahkan sesuatu kepada lawan bicara kita. Yang kita ketengahkan itulah yang disebut
dengan subjek kalimat dan keterangan tentang subjek itu disebut dengan predikat.
Susunan kata-kata anak yang sakit tidak bisa disebut kalimat karena tidak mengandung
unsur subjek dan predikat. Susunan kata-kata anak itu sakit sudah merupakan kalimat karena

34

Anak itu sebagai subjek kalimat (sesuatu yang diterangkan/ diketengahkan) dan sakit sebagai
predikat (keterangan tentang subjek anak itu).
Bila penutur hanya mengucapkan anak itu, kemudian ia berhenti berbicara, tentu
pendengar akan bertanya, Mengapa anak itu? atau Diapakan anak itu? atau Bagaimana
anak itu? Jawaban atas pertanyaan itulah predikat kalimat yang dimaksud. Jika hanya dikatakan
sakit, orang akan bertanya, Siapa yang sakit? atau Apa yang sakit? Jawaban atas pertanyaan
itulah yang disebut subjek.
Sekarang mari kta kembali pada kalimat contoh tadi. Jika kita bertanya,Apakah yang
bermadikan cahaya lampu-lampu neon? Jawabnya tentu tidak mungkin di seluruh jalan-jalan
yang dipagari oleh lampu-lampu neon itu sebab bagian kalimat yang dimulai dengan kata
depan di menunjuk pada keterangan tempat. Pertanyaan untuk jawaban itu haruslah di mana.
Misalnya:
Di mana kaubeli buku itu? Jawabnya: di toko Guna Agung.
Di mana kendaraan hilir mudik ? jawabnya : di jalan-jalan di kota itu.
Jawaban yang tepat untuk pertanyaan Apakah yang bermadikan cahaya lampu-lampu
neon? ialah jalan-jalan yang dipagari oleh gedung-gedung bertingkat itu. Jawaban ini
merupakan subjek kalimat itu dan bermadikan cahaya lampu-lampu neon adalah predikatnya.
Kalimat di atas jelas sebuah kalimat yang rancu. Kalimat yang betul sebagai berikut.
a. Jalan-jalan yang dipagari oleh gedung-gedung bertingkat itu bermandikan cahaya lampulampu neon.
b. Di seluruh jalan-jalan yang dipagari oleh gedung-gedung bertingkat itu tampak
berpancaran cahaya lampu-lampu neon.
Jadi, di sini terlihat bahwa kalimat yang rancu, selalu dapat dikembalikan pada bentuknya
yang betul, yaitu dua kalimat asalnya.
Mungkin Anda bertanya, Mengapa timbul kalimat-kalimat yang rancu sepertii itu?
Jawabnya ialah sebagai berikut.
a) Pemakai bahasa tidak menguasai benar struktur bahasa Indonesia yang baku, yang baik
dan benar.
b) Pemakai bahasa tidak memiliki cita rasa bahasa yang baik, sehingga tidak dapat
merasakan kesalahan bahasa yang dibuatnya.

35

c) Dapat juga kesalahan itu terjadi tidak dengan sengaja karena ketika ia akan menuturkan
suatu kalimat tertentu, muncul dalam pikirannya kalimat yang hampir sama struktur dan
maknanya dengan kalimat yang akan dituturkan itu.

36

6. PLEONASME
Gejala bahasa pleonasme kita jumpai dalam pemakaian bahasa sehari-hari dalam
berbagai bentuk. Kata itu berasal dari bahasa Latin pleonasmus yang berarti kata yang berlebihlebihan. Gejala bahasa ini memperlihatkan pemakaian kata yang berlebihan yang sebenarnya
tidak diperlukan. Pleonasme ada beberapa macam, yaitu:
1. Dua kata atau lebih yang sama maknanya dipakai sekaligus dalam suatu ungkapan.
2. Dalam suatu ungkapan yang terdiri tas dua patah kata, kata kedua sebenarnya tidak
diperlukan lagi sebab maknanya sudah terkandung dalam kata yang pertama.
3. Bentuk kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan kata lain yang dipakai
bersama-sama dalam ungkapan itu.
Supaya jelas, marilah kita bicarakan satu per satu. Kita mulai dengan bentuk yang
pertama.
Dalam buku cerita terutama dalam satra klasik, sering sebuah cerita atau dongeng dimulai
dengan ungkapan pada zaman dahulu kala. Mungkin, karena sudah terlalu biasa membacanya
atau menggunakannya, tidak terasa lagi kepada kita bahwa ungkapan itu mengandung pernyataan
yang berlebihan.
Perhatikanlah! Kata zaman

yang dipungut dari bahasa Arab sama maknanya dengan

kata kala yang berasal dari bahasa Sanskerta. Kata-kata itu bersinonim pula dengan masa
(Sanskerta) dan waktu (Arab). Kalau kita alihkan ungkapan pada zaman dahulu kala dengan
memakai dua kata yang sama bentuk dan maknanya, maka ungkapan itu akan berubah menjadi
pada masa dahulu masa

atau pada waktu dahulu waktu

atau pada kala dahulu kala.

Penggunaan seperti itu belebih-lebihan , bukan?


Kalimat dengan menggunakan salah satu ungkapan yang tepat sebagai berikut.
a. Pada zaman dahulu, dalam sebuah kerajaan, memerintah seorang ratu yang sangat arif.
b. Dahulu kala, dalam sebuah kerajaan, memerintah seorang ratu yang sangat arif.
Ungkapan pada zaman dahulu = pada waktu dahulu = zaman purba = dahulu kala. Tiga
ungkapan yang disebut mula-mula susunannya menurut Hukum DM, yaitu kata yang diterangkan
terletak di depan kata yang menerangkan, sedangkan ungkapan dahulu kala susunannya MD
karena kata kala terletak di belakang kata yang menerangkannya. Sama dengan ungkapan pada
zaman dahulu kala, ungkapan pada zaman purba kala pun memperlihatkan gejala pleonasme.
Contoh lain:

37

Mulai sejak waktu itu, kelakuannya berubah.


Penggunaan kata mulai sekaligus dengan kata sejak memperlihatkan pula gejala bahasa
pleonasme karena kata mulai sama artinya dengan sejak. Cukuplah dikatakan:
Mulai waktu itu, kelakuannya berubah.
Sejak waktu itu, kelakuannya berubah.
Adakalanya orang menggunakan juga ungkapan dari sejak waktu itu. Di sini pun terlihat
gejala bahasa pleonasme karena sejak waktu itu = dari waktu itu.
Ungkapan yang sering juga kita jumpai adalah sebagai berikut: saling pukul-memuukul
atau saling berpukul-pukuanl. Bentuik pukul-memukul

dan berpukul-pukulan sudah

mengandung pengertian bahwa pekerjaan itu dilakukan timbal balik atau secara berbalasan oleh
kedua belah pihak. Walaupun begitu, kata bentukan itu masih juga didahului oleh kata saling
yang artinya juga menyatakan pekerjaan itu dilakukan oleh dua belah pihak. Oleh sebab itu, di
sini telah terjadi gejala bahasa pleonasme. Seharusnya dipilih saja satu, pukul-memukul,
berpukul-pukulan ,atau saling memmukul Jadi, janganlah mengatakan saling pukul-memukul
atau saling berpukul-pukulan, melainkan

pukul-memukul, berpukul-pukulan, atau saling

memukul. Demikian juga dengan bentuk : saling saing-menyaingi atau saling bersaing-saingan,
melainkan saling menyaingi. Supaya tidak terjadi pleonasme, kita pilih salah satu bentuk, yaitu
dengan kata dasar + me + kata dasar (+ i ) (saling menyaingi), ber + kata ulang + an
(bersaing-saingan), atau dengan kata saling + me + kata dasar (+ i ) (saling menyaingi).
Dengan demikian, bentuk yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
tuduh-menuduh

lempar-melempari

bertuduh-tuduhan

berlempar lemparan

saling menuduh

saling melempar

Yang menarik juga dalam pemakaian bahasa Indonseia dewasa ini adalah kata baku/.
Kata baku maknanya sama dengan saling. Kata baku diambil dari bahasa Melayu dialek
Manado . Kata baku itu diikuti kata kerja yang tidak berawalan seperti baku hantam, baku pukul,
baku tuduh, baku marah, baku sayang, dsb. Baku hantam sejajar dengan saling menghantam.
Kesalahan yang sering juga dijumpai dalam koran atau majalah dewasa ini ialah
pemakaian kata baku sekaligus dengan kata saling, seperti saling baku hantam. Di sini telah
terjadi pula gejala pleonasme. Perhatikan: baku sayang artinya saling menyayangi atau saling
mengasihi; baku marah artinya saling memarahi arti kiasannya bermusuhan.

38

Dengan demikian, ada dua patah kata baku dalam bahasa Indonesia dewasa ini. Yang
pertama ialah kata baku yang berasal dari bahasa Melayu dialek Manado yang berarti saling
dan yang ke dua ialah kata baku yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya pokok atau
standar. Bahasa Indonesia baku ialah bahasa Indonesia standar, yaitu bahasa Indonesia
seperti yang diajarkan di sekolah sekolah dan yang dipakai dalam situasi resmi.
Pemakaian kata agar supaya

juga merupakan gejala pleonasme karena agar sama

maknanya dengan supaya. Contoh lain seperti itu ialah oleh karena atau oleh sebab; salah satu
makna kata oleh ialah karena. Misalnya, Bajuku basah oleh hujan, artinya bajuku basah
karena ( kena) hujan.
Kita pindah sekarang ke gejala bahasa pleonasme jenis ke dua, yaitu penggunaan kata ke
dua yang tidak diperlukan lagi karena makna yang dikandung oleh kata itu sudah terkandung
dalam kata yang pertama. Sering orang mengatakan turun ke bawah, naik ke atas, mundur ke
belakang, maju ke depan, atau tampil ke depan, dsb. Ungkapan seperti itu sudah dianggap
sebagai suatu gaya bahasa saja walaupun sebenarnya kalau kita pikirkan, penggunaan kata ke
dua itu tidak diperlukan lagi. Sudah jelas bahwa orang turun selalu ke bawah, orang naik selalu
ke atas, orang mundur selalu ke belakang, dan orang maju selalu ke depan. Oleh karena itu, kata
ke bawah, ke atas, ke belakang, ke depan, sebenarnya tidak usah dipergunakan lagi. Namun,
sebagai saya katakan tadi, ungkapan seperti itu sering kita denganr diucapkan orang,
Kita sering juga mendengar orang mengatakan atau menulis menegadah ke atas,
menundukkan kepala, melihat dengan mata kepala sendiri. Bukankah menengadah itu selalu ke
atas, yang ditundukkan itu selalu kepala; dan orang melihat tentu dengan menggunakan mata,
mata yang melekat di kepala, dengan mata sendiri dan bukan melihat dengan meminjam mata
orang lain?
Dalam kalimat:
Bagaimana mungkin aku berbohong, peristiwa itu aku lihat dengan mata kepalaku
sendiri.
Sebenarnya cukup bila dikatakan peristiwa itu aku lihat sendiri, bukan aku dengar dari
cerita orang lain. Tetapi, untuk menegaskan pernyataannya itu ditambahkannya kata-kata
dengan mata kepalaku sendiri.
Anda tentu sering juga mendengar orang mengatakan, penyakitnya kambuh kembali, atau
kesehatanya telah pulih kembali.

39

Dalam kata kambuh dan pulih sudah terkandung pengertian kembali atau sekali lagi,
atau seperti sedia kala. Jika dikatakan penyakitnya kambuh, artinya penyakitnya berulang
lagi. Mulanya dia sehat, kemudian jatuh sakit, sembuh, kemudian sakit lagi atau sakit kembali.
Jadi, ungkapan kambuh kembali mengandung pengertian yang berlebihan.
Begitu juga dengan kata pulih. Kesehatannya pulih artinya kesehatannya kembali seperti
sediakala sebelum dia sakit. Orang itu sehat, kemudian jatuh sakit, kemudian sembuh dan
kesehatannya kembali seperti sediakala. Itu arti kata pulih. Jadi, ungkapan pulih kembali
mengandung makna yang berlebih-lebihan.
Di samping itu Anda tentu sering juga mendengar orang mengatakan namun demikian.
Bentuk namun demikian merupakan bentuk yang pleonastis. Mungkin orang itu mengira, kata
namun bersinonim dengan walaupun. Padahal yang benar tidak sperti itu. Kata namun
bersinonim dengan tetapi, sedangkan walaupun bersinonim dengan meskipun. Jika orang
menganggap bentuk yang benar adalah namun demikian, itu berarti ia juga harus berani
menggunakan tetapi demikian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata namun sudah
mengandung arti walaupun demikian atau meskipun demikian. Jadi, kata namun sama dengan
walaupun demikian atau meskipun demikian .
Pleonasme jenis ke tiga dinyatakan oleh bentuk kata yang mengandung makna gramatikal
seperti kata yang membentuk ungkapan itu. Misalnya dikatakan:
a. Para tamu-tamu berdiri ketika kedua mempelai memasuki ruangan.
b. Dalam perjalanan ke luar negeri itu Menteri Luar Negeri mengunjungi beberapa negaranegara sahabat.
Perhatikan bentuk para tamu-tamu dalam kalimat pertama. Kata para mengacu kepada
pengertian jamak, perulangan kata benda tamu-tamu juga menunjukkan penegertian jamak. Jadi,
pengertian jamak dinyatakan dua kali. Berlebih-lebihan, bukan? Oleh karena itu, cukup bila
dikatakan para tamu, atau dengan bentuk perulangan tamu-tamu.
Ungkapan beberapa negara-negara dalam kalimat ke dua tidak sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia tidak terdapat gejala concord (persesuaian) seperti
dalam bahasa Inggris dan Belanda misalnya, bila kata bilangannya satu, kata bendanya pun
berbentuk tunggal; bila kata bilangannya dua atau lebih, maka kata bendanya pun dalam bentuk
jamak. Itu disebut dengan concord atau agreement. Misalnya one child seorang anak, tetapi
five children lima anak. Dalam bahasa Belanda pun demikian : een kind dan vif kindren.

40

Dalam bahasa Indonesia, dikatakan seorang anak dan lima orang anak. Tidak perlu
dikatakan lima orang anak-anak. Oleh karena itu, beberapa negara-negara juga tidak tepat;
terlihat adanya gejala pleonasme dan bentukan seperti itu sebenarnya dipengaruhi oleh gejala
concord dalam bahasa asing.
Gejala concord seperti itu tidak terdapat dalam bahasa Indonesia karena memang bahasa
Indonesia lain strukturnya daripada bahasa-bahasa yang sudah disebutkan itu. Oleh sebab itu,
dalam salah satu harian ditulis dipamerkan 200 buah lukisan-lukisan, pengungkapan itu jelas
tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Bilangan 200 sudah melukiskan jumlah banyak.
Oleh sebab itu, kata benda yang di belakangnya tidak perlu di ulang.
Dalam bahasa Indonesia, jika kata di depan kata benda itu sudah menyatakan jamak,
maka kata bendanya tidak perlu dijamakkan dengan mengulangnya. Kita tidak perlu meniru
bahasa asing. Tiap bahasa mempunyai kaidahnya sendiri-sendiri, bahasa yang satu tidak perlu
sama dengan bahasa yang lain.
Bahasa yang hidup memang menerima pengaruh yang masuk dari bahasa asing. Tetapi,
yang masuk selalu harus diseleksi. Yang perlu, yang dapat menambah kekayaan kosa kata
bahasa Indonesia patut diterima dan yang tidak, karena tidak ada keperluannya, tak perlu
diterima. Pemakai bahasa Indonesia tidak perlu mengatakan, semua pejabat-pejabat, banyak
gedung-gedung karena dalam bahasa Indonesia, kata benda tidak perlu diulang untuk
menyatakan jamak apabila kata yang di depan kata benda itu sudah menyatakan jamak seperti
semua, segala, banyak, beberapa, bentukan seperti contoh di atas menyalahi kaidah bahasa
Indonesia. Cukup bila dikatakan: semua pejabat, banyak gedung, beberapa negara, para tamu.
Ada persoalan mengenai kata-kata yang mengandung makna jamak, yaitu kata-kata
pungut atau serapan dari bahasa asing. Dalam bahasa Indonesia ada ulama, anasir, arwah, yang
diserap dari dari bahasa Arab. Kata ulama merupakan bentuk jamak kata alim; arwah merupakan
bentuk jamak kata roh. Dalam bahasa Indonesia, telah terjadi pergeseran makna. Kata-kata yang
dalam bahasa asalnya mengandung arti jamak, dalam bahasa Indonesia mengandung arti tunggal.
Perhatikan pemakaiannya dalam kalimat berikut.
a. Prof. Dr. Riza Anwar adalah seorang ulama yang disegani di negerinya.
b. Gubernur Jawa Barat mengadakan pertemuan dari hati ke hati dengan ulama-ulama
seluruh Jawa Barat.
Gejala bahasa pleonasme timbul karena beberapa kemungkinan:

41

1. Pembicara tak sadar bahwa apa yang diucapkannya itu mengandung sifat berlebih-lebihan.
Jadi, dibuatnya tidak dengan sengaja.
2. Dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena tak tahu bahwa kata-kata yang
digunakannya mengungungkapkan pengertian yang berlebih-lebihan.
3. Dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk memberikan tekanan pada
arti (intensitas).

42

7. SALAH KAPRAH
Kata salah kaprah mungkin sering Anda dengar. Kata salah kaprah terdiri atas dua patah
kata yaitu salah dan kaprah (dari bahasa Jawa). Salah kaprah dalam kebahasaan diartikan salah
atau kesalahan yang sudah sangat umum sehingga karena sudah terbiasa dengan yang salah
seperti itu, orang tidak lagi merasakan bahwa itu salah. Bahasa Indonesia pada waktu akhir-akhir
ini sangat cepat berkembang. Bermacam-macam unsur baru muncul, baik kata, istilah, maupun
bentukan baru. Ada yang dimunculkan dengan sengaja karena dibuat, misalnya oleh ahli bahasa
karena keperluannya. Ada juga yang muncul dari pemakai bahasa sebagai sumbangan spontan
masyarakat bagi pemerkayaan bahasa kita.
Bentuk baru juga muncul sebagai analogi bentuk lama, tetapi sering karena pembentukan
itu kurang disadari oleh pengetahuan yang cukup tentang kaidah bahasa, terjadilah kesalahan.
Kadang-kadang lahir susunan kalimat yang kacau karena pentur atau penulis yang melahirkan
tuturan itu kurang menguasai aturan penyusunan kalimat yang baik. Kesalahan yang disebutkan
itu sering terjadi bukan hanya sekali, melainkan berulang-ulang, sehingga yang salah itu seolaholah sudah benar dan karena itu dipakai terus-menerus. Kesalahan seperti inilah yang disebut
salah kaprah itu. Marilah kita lihat contoh yang sudah sangat dikenal.
1. Waktu dan tempat kami persilakan.
Dalam sebuah pertemuan pembawa acara berkata, Sekarang kita tiba pada acara berikut,
yaitu sambutan dari Bapak X. Waktu dan tempat kami persilakan. Ketika itu, bapak X itu tetap
duduk di kursinya, tidak juga memperlihatkan sikap akan meninggalkan tempat duduknya.
Pembawa acara mengulang kembali permintaannya, Bapak X, kami persilakan tampil .
Barulah Bapak X itu meninggalkan tempat duduknya, berjalan ke arah podium, berdiri di sana,
dan sejenak kemudian memulai pembicaraannya.
Kata bapak itu, Saya tadi tidak berdiri dan melakukan apa yang diminta oleh Saudara
pembawa acara karena tadi saya dengar bukan saya yang dipersilakan. Tetapi, yang dipersilakan
itu adalah waktu dan tempat. Hadirin tertawa, Gerrr,,,
Ini bukan sebuah lelucon, tetapi benar-benar terjadi. Nah, Anda melihat bahwa apa yang
dikatakan oleh pembawa acara itu juga diucapkan oleh sebagian besar orang yang ditugasi
menjadi pembawa acara dalam pertemuan-pertemuan. Mereka tidak lagi berpikir bahwa kalimat
itu salah, tidak logis. Di mana ada waktu dan tempat yang dapat dipersilakan.

43

2. Bapak gubernur berkenan meninggalkan pertemuan ini karena tugas yang menanti
beliau di tempat lain.
Contoh lain penggunaan kata yang tidak tepat dan salah kaprah pula. Dalam sebuah
perayaan hari raya tertentu. Bapak gubernur di wilayah itu diundang untuk memberikan
sambutan. Setelah selesai memberikan kata sambutannya, beliau mohon diri kepada panitia agar
dapat meninggalkan perayaan yang masih berlangsung itu. Gubernur itu meminta izin kepada
panitia untuk meninggalkan perayaan itu. Tetapi, apa yang kita dengar dari pembawa acara
melalui pengeras suara?
Saudara-saudara hadirin kami persilakan berdiri karena Bapak gubernur berkenan
meninggalkan pertemuan ini karena tugas yang menanti beliau di tempat lain.
Penggunaan kata berkenan dalam kalimat pembawa acara itu benar-benar salah kaprah .
Bekenan artinya setuju, mau, bersedia dengan hati yang tulus tidak berkeberatan, dalam hal
yang baru saja dibicarakan itu, bapak gubernur yang bersangkutan tidak dimintai persetujuannya.
Beliau sendiri malah yang meminta izin atau pekenan panitia untuk meninggalkan tempat itu
karena tugas lain menanti beliau di tempat lain. Terlihat ada keinginan pada pembawa acara
untuk memperhalus bahasanya tetapi ia salah dalam memilih kata. Kata berkenan pada kalimat
di atas tidak tepat penggunaannya. Upaya memperhalus bahasa di sini tidak mengena. Kata akan
yang seharusnya dipakai, dan kata ini tidak mengungkapkan ketidaksopanan.
3. Atas bantuan Bapak, kami menghaturkan terima kasih.
Contoh lain yang dikemukakan di sini, yaitu mengenai penghalusan bahasa dengan
mengganti kata dengan kata yang tidak tepat. Biasanya, kalau kita menulis surat, setelah surat
itu selesai, kita menutup surat itu dengan kalimat penutup misalnya sebagai berikut. Atas
bantuan Bapak, kami mengucapkan terima kasih kata mengucapakan itu dianggap oleh sebagian
orang kurang halus. Karena tu, kata itu diganti dengan menghaturkan, sehingga menjadi Atas
bantuan Bapak, kami menghaturkan terima kasih. Kata hatur bukan kata bahasa Indonesia
melainkan bahasa daerah. Dalam kamus bahasa Indonesia tidak terdapat kata hatur,
menghaturkan yang seperti itu maknanya. Kata itu dipinjam dari bahasa daerah, kemudian
dipergunakan dalam surat karena orang itu ingin menyatakan kehomatannya kepada orang yang
dikrimi surat.

44

Dalam bahasa Indonesia ada kata atur tetapi artinya lain sekali. Oleh karen itu,
gunakanlah kata mengucapkan yang dapat berarti 1) mengatakan;2) menyampaikan. Jadi, katakata itu tidak terbatas pemakaiannya pada bahasa lisan saja. Bila berbahasa Indonesia perasaan
bahasa Indonesialah yang dipakai.
4. Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan perhatiannya.
Sering juga kita melihat orang yang mengakhiri surat dengan kalimat sebagai berikut,
Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan perhatiannya. Dikatakan perhatiannya.
Perhatian siapa? Kalau yang dimaksud itu ialah orang yang menerima surat, maka bukan nya
yang seharusnya dipakai, melainkan Bapak, atau Ibu atau Saudara, atau Anda, dan sebagainya.
Jadi, katakanlah.
Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Bapak.
Kami ucapka terima kasih atas perhatian Ibu.
Atas perhatian Saudara, saya ucapkan terima kasih.
Orang yang disurati ialah Bapak, Ibu, Saudara atau Anda (orang ke dua) bukan nya = ia
atau dia (orang ke tiga). Oleh karena itu, dalam konteks itu bukan nya yang dipakai.
5. Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.
Kata memenangkan dalam pemakaian bahasa dewasa ini perlu mendapat perhatian kita
karena yang menarik dari penggunaan kata ini ditinjau dari bentuk dan artinya. Mari kita bahas
bentuk itu dengan makna yang dikandung oleh imbuhan yang melekat pada kata itu, yaitu mekan.
Contoh:
Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.
Kalimat di atas mempunyai arti bahwa saya telah membuat dia, menjadikan dia, atau
menyebabkan dia menang dalam pertandingan itu, misalnya, dengan sengaja mengalah karena
tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Kalau seperti di atas ini kata memenangkan itu digunakan dalam kalimat, maka
penggunaannya betul-betul tepat dilihat dari segi makna. Tetapi sering kita melihat bahwa kata
atau bentuk memenangkan itu digunakan dalam kalimat secara salah karena tidak memberikan
makna seperti yang sudah dijelaskan di atas. Mari kita lihat contoh penggunaan yang salah.

45

1. Suharyadi memenangkan pertandingan itu.


2. Elyas Pikal memenangkan hadiah Rp100 juta.
Coba perhatikan penggunaan kata memenangkan dalam kedua kalimat di atas baik-baik.
Tadi sudah dijelaskan di atas bahwa memenangkan artinya menjadikan menang.
Perhatikan kalimat 1: Suharyadi memenangkan pertandingan itu artinya Suharyadi
menjadikan pertandingan itu menang. Mungkinkah pertandingan menang? Mungkinkah benda
mati itu menang? Jelas tidak mungkin. Kalau begitu, penggunaan kata memenangkan dalam
kalimat itu salah. Begitu juga dengan penggunaannya dalam kalimat 2 , sama saja salahnya:
memenangkan hadiah berarti hadiah yang dibuat menang.
Menilik makna kata bentukan itu dengan penjelasan makna imbuhan pada kata itu, Anda
dapat mengambil kesimpulan bahwa kata itu selama ini sudah salah dipakai orang. Bukan hanya
dalam bahasa tulisseperti pada contoh kalimat 1 dan 2 di atas. Cobalah Anda denganrkan
komentar olahraga di TVRI. Komentator olah raga itu juga menggunakan kata memenangkan itu
secara salah. Saya katakan salah kaprah karena kesalahan itu tidak lagi disadari oleh para
pemakaianya dan bentuk yang salah itu diapakai terus seperti itu. Tentu sukar meluruskan
kembali yang sudah bengkok. Usaha yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kesalahankesalahan seperti itu ialah melalui pengajaran bahasa di sekolah-sekolah. Kita mengharapkan
(hanya dapat mengharap) semoga generasi muda yang sudah mendapat pendidikan yang baik di
sekolah akan dapat menghindari kesalahan umum yang disebut salah kaprah, yang dewasa ini
banyak kita temukan dalam bahasa Indonesia.
Kalimat di atas dapat diubah dengan beberapa cara sebagai berikut.
Kalimat 1:
1a. Suharyadi menang dalam pertandingan itu.
1b. Suharyadi menjuarai pertandingan itu.
1c. Suharyadi menjadi juara dalam pertandingan itu.
1d. Suharyadi meraih juara pertama dalam pertandingan itu.
Kalimat 2:
2a. Elyas Pikal mendapat hadiah Rp 100 juta.
2b. Elyas Pikal menerima hadiah Rp 100 juta.
2c. Elyas Pikal meraih hadiah Rp 100 juta.

46

6. Dirgahayu RI atau Dirgahahayu HUT RI?


Kita bicarakan kali ini tentang penggunaan kata dengan makna yang tepat dalam kalimat.
Sering kita membaca sebuah kalimat yang di dalamnya digunakan sepatah kata dengan makna
yang kurang tepat. Hal itu tentu saja disebabkan oleh kurangnya pemahaman pemakai bahasa
terhadap arti kata tersebut.
Saya ingin membicarakan pemakaian kata dirgahayu yang tiap tahun dipakai oleh bangsa
Indonesia dalam menghias gedung pemerintah atau menulisi kain rentang atau spanduk dsb. Tiap
tahun dalam menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17
Agustus.
Kita baca kalimat-kalimat berikut:
DIRGAHAYU HUT RI KE-XXXVI
DIRGAHAYU HUT KE XXXVI RI
Penggunaan kata dirgahayu pada kalimat di atas ini jelas salah karena kata dirgahayu
ditempatkan di depan kata hari ulang tahun (HUT). Jika Anda buka Kamus Umum Bahasa
Indonesia susunan Poerwadarminta, akan Anda temukan di dalamnya kata- kepala dirgahayu. Di
belakang kata itu ada singkatan sl. Artinya, kata itu terdapat dalam sastra lama; arti kata itu
(mudah-mudahan) berumur panjang; hidup.
Kalau kita alihkan kalimat di atas, maka kalimat itu dapat kita ganti menjadi:
MUDAH-MUDAHAN BERUMUR PANJANG HUT RI KE-XXXVI
atau
HIDUPLAH HUT RI KE-XXXVI
Pada kalimat ini dapat dilihat bahwa yang didoakan panjang usianya bukan negara
Republik Indonesia, melainkan hari ulang tahunnya. Padahal, hari ulang tahun itu hanya berumur
sehari. Yang diserukan agar hidup itu bukan negara RI, melainkan hari ulang tahun yang ke-36.
Jelas, penggunaan kata dirgahayu seperti di atas tidak tepat.
Sebenarnya mengenai kesalahan penggunaan kata dirgahayu, sudah sering

diulang

kembali oleh pembawa acara Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI Stasiun Pusat. Dijelaskan
dan diberikan contoh bagaimana menggunakan kata itu secara tepat sesuai dengan makna yang
terkandung pada kata itu. Namun, setiap tahun pula kita membaca tulisan yang salah karena
orang tidak memperhatikan arti kata itu.
Dengan demikian, Anda dapat membuat kalimat sebagai berikut:

47

DIRGAHAYU RI BER-HUT XXXVI


atau
DIRGAHAYU RI BER-HUT KE-36
atau
HUT RI KE-36
DIRGAHAYU KEMERDEKAAN KITA
Jadi, yang didoakan agar panjang usianya itu ialah negara Republik Indonesia yang
berhari ulang tahun ke- 36. Atau, yang didoakan itu ialah kemerdekaan yang telah kita miliki itu
panjang usianya, berlanjut sampai akhir zaman karena kita tidak mau penjajajhan oleh bangsa
lain berulang lagi.
Kesalahan yang kita lihat pada contoh di depan ialah penulisan bilangan yang
menyatakan tingkat. Bukan ke-XXXVI, melainkan ke-36, atau memakai angka Romawi saja tanpa
ke- di depannya. Selain itu, kalau itu memakai ke- di depan angka, haruslah dipakai pula garis
tanda hubung antara ke- dan angka Arab itu. Kalau angka Romawi yang digunakan, tak perlu
dipakai ke- di depannya. Perhatikan contoh di atas.
Mudah-mudahan kesalahan seperti di atas tidak terjadi lagi pada tahun-tahun yang akan
datang.
7. Sampai jumpa di lain kesempatan
Kalau anda seorang pemirsa yang setia, artinya tiap malam duduk di depan layar televisi,
anda tentu akan tidak asing lagi dengan kalimat: Sampai jumpa di lain kesempatan. Kelihatannya
kalimat itu sangat pendek, tetapi kalau kita teliti dari segi bahasa ragam resmi baku, berpegang
pada kaidah bahasa Indonesia, maka kita dapat mengatakan bahwa di dalam kalimat yang pendek
itu terdapat tiga kesalahan.
Pertama, frase sampai jumpa. Kata jumpa bersinonim dengan temu, sua; berjumpa =
bertemu = bersua. Dapatkah kita mengatakan sampai temu lagi, atau sampai sua lagi? Tidak
dapat karena terdengarnya janggal, bukan? Seharusnya kita mengatakan Sampai bersua lagi.
Nah, begitu juga dengan kalimat sapaan yang tertera pada judul di atas. Bukan sampai jumpa,
melainkan sampai berjumpa.

48

Kalau kita mengamati pemakaian bahasa Indonesia dewasa ini, kita akan segera dapat
melihat bahwa ada gejala penghilangan awalan ber- pada beberapa kata kerja yang sebenarnya
harus berawalan ber-.
Misalnya:
1. Para pemain sudah kumpul di lapangan
2. Setahu saya Amat dan Tina sudah cerai.
Semua kata yang bercetak miring dalam kalimat di atas ini hendaknya berawalan ber-:
berkumpul, bercerai. Epai, mungkin karena kemalasan orang atau karena pengaruh bentukan
kata bahasa daerah, awalan ber- itu ditanggalkan orang sehinga menjadi kata yang tidak
berawalan ber-.
Kedua, frase di lain kesempatan. Di sini terdapat dua kesalahan. Kesalahan pertama,
tentang susunan lain kesempatan. Kita tahu bahwa salah satu aturan bahasa Indonesia ialah
bahwa kata yang diterangkan selalu terletak di depan, sedangkan kata yang berfungsi
menerangkan terletak di belakang kata yang diterangkan itu. Jadi, susunannya diterangkan (D)
menerangkan (M). Kata yang diterangkan pada frase itu ialah kesempatan, sedangkan kata lain
berfungsi menerangkan. Jadi, susunannya bukan lain kesempatan, melainkan kesempatan lain
atau kesempatan yang lain. Unsur yang pada frase ini bersifat fakultatif artinya boleh digunakan
dan boleh juga tidak karena tidak mengubah arti. Kesalahan kedua, pada frase itu ialah
penggunaan kata depan di. Di depan kata keterangan waktu hendaknya digunakan kata depan
pada. Kata depan di hendaknya digunakan di depan kata benda yang menyatakan tempat,
misalnya di kantor, di sekolah, di pasar, dan lain-lain. Jadi, kalau kalimat di atas dikembalikan
pada kalimat yang sesuai dengan ragam baku, maka kalimat itu seperti di bawah ini.
1. Sampai berjumpa pada kesempatan lain.
2. Sampai berjumpa lagi pada kesempatan lain.
3. sampai bersua lagi pada kesempatan lain.
4. sampai bertemu lagi pada kesempatan lain.

49

8. PENGHILANGAN UNSUR BAHASA


Dalam pemakaian bahasa tampak dua hal yang bertentangan sering dilakukan oleh
pemakaia bahasa. Kadang-kadang orang dengan sengaja menghilangkan unsur-unsur bahasa
tertentu, padahal unsur bahasa itu perlu digunakan. Sebaliknya, kadang-kadang orang juga
menambahkan unsur-unsur bahasa yang justru sebenarnya tidak diperlukan. Kedua hal itu akan
dibicarakan sebagai berikut.
Penghilangan Kata
Akhir-akhir ini dalam pemakaian bahasa Indonesia sering kita jumpai penghilangan unsur
kata depan dalam frase atau kalimat: dengan, atas, oleh, kepada, bagi.
1. Dengan
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa ungkapan yang terdidi atas frase dengan kata
depan dengan. Frase yang dibentuk dengan kata depan dengan adalah sebagai berikut.
a. berhubung dengan
b. berhubungan dengan
c. bertalian dengan
d. berkenaan dengan
e. bertepatan dengan
f. berkaitan dengan
g. berelasi dengan
h. berbeda dengan
i. berlainan dengan
j. selaras dengan
k. sesuai dengan
l. seiring dengan
m. seirama dengan
n. sejalan dengan
o. bertentangan dengan
Frase itu sudah merupakan ungkapan tetap sehingga kata depan pada frase-frase itu tidak
boleh dihilangkan begitu saja.

50

Contoh:
1. Berhubung saya sakit, saya tidak masuk kantor hari ini.
Dalam kalimat (1) di atas orang mengatakan berhubung saya sakit .......; kata depan
dengan

di belakang kata berhubung dihilangkannya. Ini tidak tepat. Kata berhubung

disamakannya dengan dengan kata karena, padahal kedua kata itu tidak sama Kata berhubung
dengan digunakan bila peristiwa yang pertama ada hubungannya dengan peristiwa ke dua,
sedangkan kata karena digunakan bila peristiwa yang disebutkan pada klausa pertama
menyatakan sebab peristiwa yang disebutkan pada klausa yang satu lagi.
Kalimat tadi haruslah diubah menjadi:
1a. Karena saya sakit, saya tak dapat masuk kantor hari ini.
1b. Berhubung dengan kesehatan saya agak terganggu, saya tak dapat masuk kantor hari ini
2. Sesuai keputusan rapat....
Sering juga orang mengatakan sesuai keputusan rapat; seharusnya dikatakan sesuai
dengan keputusan rapat; Kata dengan mengeksplisitkan hubungan antara sesuai dan
keputusan; jangan dihilangkan. Jadi, haruslah dikatakan, sesuai dengan keputusan rapat.
1. Sesuai tujuan pembicaraan, dalam makalah ini hanya dibicarakan peranan koperasi dalam
pembangunan.
2. Hargailah orang lain sesuai kodratnya.
Dalam kalmat (2) dan (3) itu terdapat penghilangan kata depan dengan. Penghilangan itu
sesungguhnya salah sebab sesuai dengan itu merupakan ungkapan tetap. Oleh karena itu, kata
depan dengan tidak boleh dihilangkan, sehingga kedua kalimat tersebut harus diubah menjadi:
2a. Sesuai dengan tujuan pembicaraan, dalam makalah ini hanya dibicarakan peranan koperasi
dalam pembangunan.
3a. Hargailah orang lain sesuai dengan kodratnya.
2. Atas
Akhir-akhir ini kita lihat kecenderungan orang menghilangkan kata depan atas pada frase
terdiri atas. Frase ini biasa pula dijadikan orang terdiri dari. Jadi, alih-alih menggunakan kata
depan atas, dan lebih sering orang sekarang menggunakan kada depan dari di belakang kata

51

terdiri. Seperti sudah dikatakan di atas, frase itu sudah merupakan ungkapan tetap. Oleh karena
itu, jangan dihilangkan atau dibuang kata depan atas yang menyertai kata itu.
Perhatikan : Rumah itu terdiri tiga kamar tidur; penggunaan kata terdiri seperti itu tidak
tepat. Seharusnya dikatakan Rumah itu terdiri atas tiga kamar tidur.
3. Bagi
Sering kita dengar kata depan bagi dalam frase diperuntukkan bagi dihilangkan orang
saja. Misalnya dalam kalimat Zakat fitrah itu diperuntukkan bagi fakir miskin. Kata bagi di
depan fakir miskin dihilangkan sehingga kalimat menjadi Zakat fitrah itu diperuntukkan fakir
miskin. Hubungan gatra diperuntukkan dengan fakir miskin dalam kalimat itu seolah-olah
menjadi lepas. Frase diperuntukkan bagi merupakan ungkapan tetap (frase berkata depan bagi).
Oleh karena itu, jangan dihilangkan begitu saja kata depan bagi dalam frase itu.
Kalimat Saya kurang jelas yang sering juga diucapka orang jika ingin meminta agar
keterangan yang diberikan orang lain diulangi sekali lagi. Kalau dikatakan demikian, berarti
bahwa yang belum jelas itu saya . Padahal, yang belum jelas itu ialah keterangan yang diberikan
orang itu. Mengapa hal ini bisa terjadi? Penyebabnya adalah kata depan bagi di depan kalimat itu
dihilangkan, sehingga makna kalimat menjadi lain. Seharusnya dikatakan Bagi saya kurang
jelas. Lengkapnya kalimat itu Keterangan itu bagi saya kurang jelas. Kata depan bagi dalam
kalimat itu sama sekali tidak boleh dihilangkan.
Penghilangan Imbuhan
1. Awalan berSelain penghilangan kata dalam frase, kita juga sering melihat penghilangan imbuhan
pada kata-kata bentukan yang seharusnya tidak boleh terjadi seperti pada kata-kata berikut ini.
Kata jumpa seperti pada sampai jumpa lagi, seharusnya ditambah ber- sehingga menjadi
berjumpa seperti pada sampai berjumpa lagi.
Kata jumpa merupakan bentuk prakategorial, sama halnya dengan temu, sua, yang tidak
pernah berdiri sendiri, seperti dalam sampai temu lagi atau sampai sua lagi. Kalau bentuk
sampai temu lagi tidak pernah digunakan, maka penggunaan sampai jumpa lagi dalam bahasa
tulis atau bahasa lisan ragam resmi termasuk bentuk yang tidak benar. Perhatikan contoh berikut.

52

Kesalahan Umum
1. Sampai jumpa lagi di ibu kota tercinta.
2. Ketika saya datang, mereka sudah kumpul di rumah.
3. Silakan Saudara bicara dengan terus terang di depan petugas.
4. Keluarga kami akan musyawarah lagi tentang harta peninggalan kakek.
5. Saya akan cerita tentang pengalaman saya ketika bertugas di Amerika.
6. Kita harus rela korban jiwa untuk mempertahankan kedaulatan negara kita dari ganguan
musuh
Kata-kata jumpa, kumpul, bicara, musyawarah, cerita dan korban di atas merupakan
kata dasar yang dijadikan predikat kalimat. Sementara itu, semua kalimat di atas termasuk
kalimat aktif transitif. Seharusnya bentuk kata kerja intransitif dalam kalimat itu adalah
berjumpa, bekumpul, berbicara, bermusyawarah, bercerita, berkorban, sehingga perbaikan
kalimatnya menjadi sebagai berikut.
Bentuk yang Dianjurkan
1a. Sampai berjumpa lagi di ibu kota tercinta.
2a. Ketika saya datang, mereka sudah berkumpul di rumah.
3a. Silakan Anda berbicara dengan terus terang di depan petugas
4a. Keluarga kami akan bermusyawarah lagi tentang harta peninggalan kakek.
5a. Saya akan bercerita tentang pengalaman saya ketika bertugas di Amerika.
6a. Kita harus rela berkorban jiwa untuk mempertahankan kedaulatan Negara kita dari gangguan
musuh
2. Awalan meNAda juga gejala penghilangan awalan meN- dalam pemakaian bahasa Indonesia.
Penghilangan awalan meN- ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis.
Akhirnya, terjadilah pencampuradukan ragam lisan dan ragam tulisan yang menghasilkan suatu
bentuk kata yang salah. Kita sering menemukan penggunaan kata-kata: nyuap, nabrak, nyubit,
nangis, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku, kita harus menggunakan awalam meN- secara
eksplisit, sehingga kata-kata itu menjadi: menyuap, menabrak, mencubit, menangis, dan
mencari. Perhatikan contoh di bawah ini.

53

Kesalahan Umum
1. Penyelundup itu berusaha nyuap petugas, tetapi petugas menolaknya.
2. Pengendara motor itu nabrak pejalan kaki.
3. Ibu itu nyubit anaknya yang nakal.
4. Anak itu menganggu temannya sampai nangis.
Bentuk baku
1. Penyelundup itu berusaha menyuap petugas, tetapi petugas menolaknya.
2. Pengendara motor itu menabrak pejalkan kaki.
3. Ibu itu mencubit anaknya yang nakal.
4. Anak itu mengganggu temannya sampai menangis.
Konsep awalan me- dan meNDahulu kita mengenal awalan me-, dengan penjelasan sebagai berikut:
Awalan me- memperoleh /m/ di depan kata-kata yang berawal dengan /p/ dan /b/;
memperoleh /n/ di depan kata-kata yang berawal dengan /d/, /t/; memperoleh /ng/ di depan
kat-kata yang berawal dengan /k/, /g/, /h/; memperoleh /ny/ di depan kata-kata yang berawal
dengan /c/, /j/, dan /s/. Di depan /y/, /r/., /l/, /w/ me tetap saja me.
Konsep ini sekarang berubah. Kita melihat tadi bahwa me- itu tidak berubah atau tidak
memperoleh apa-apa hanya di depan empat fonem saja, yaitu /y/, /r/, /l/, dan /w/. Di depan
semua vokal dan sisa konsonan yang lain ternyata bahwa me- itu memperoleh /m/, /n/, /ng/, /ny/,
semuanya adalah fonem Nasal. Karena penambahan ini terasa lebih banyak jumlahnya
dibandingkan dengan yang tidak memperoleh apa-apa tadi, maka lebih demokratis kalau
jumlahnya banyak ini dipakai sebagai pegangan dan yang jumlahnya sedikit tadi dianggap
sebagai kekecualian. Berdasarkan konsep ini, maka kita sekarang tidak lagi mengatakan
adanya awalam me-, melainkan awalan meN- (dengan catatan bahwa N- ini adalah singkatan dari
Nasal, rangkuman dari semua bunyi nasal atau sengau yang empat tadi).
Kalau dengan me- kita bertolak dari tidak ada menjadi ada (yaitu memperoleh nasal),
maka dengan meN- kita bertolak dari ada (yaitu ada nasal di situ). Karena yang ada di situ tadi

54

merupakan abstraksi (yaitu N) dari empat fonem, maka kita mengatakan bahwa meN- ini berubah
menjadi wujud (realisasi) yang sebenarnya dari N itu, yaitu /m/, /n/, /ng/, /ny/.
Tentang me-, sekarang kita mengatakan demikian. Di dalam ilmu pengetahuan kita
memerlukan sistem yang ajeg. Karena terhadap yang nasal-nasal tadi kita mengatakan N
berubah menjadi ..., maka untuk me- kita harus mengatakan begitu, supaya tetap bersistem,
tetap ajeg. Karena itu, kita berkata meN- berubah menjadi me0 (baca me- kosong atau zero), di
mana kosong (yang ditandai dengan 0) itu berarti juga memperoleh N tetapi tidak
memperoleh apa-apa.
Akhir-akhir ini kita mengenal kata-kata bersuku satu, seperti tes, bom, pak, cek, yang
kalau diberi awalan me- menjadi mengetes, mengebom, mengepak, mengecek. Dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa sekarang meN bisa berubah menjadi menge- di depan kata-kata bersuku
satu.
Sejalan dengan perubahan yang terjadi pada meN-, awalan peN- pun mengubah konsep
pe-. Sekarang kita bisa mengatakan awalan peN- berubah menajadi pem-, pen, peng, peny dan
penge- (pengetesan, pengeboman, pengepakan, pengecekan).
Karena kedua awalan ini bersangkutan dengan berubahnya nasal, dari abstraksi menjadi
realisasi, maka kita bisa berbicara tentang proses nasal atau nasalisasi.
Sampai sekian jauh kita masih berbicara tentang kata dasar dan imbuhan, khususnuya
awalan dan akhiran, dan itu pun tidak kita bicarakan semua imbuhan.
Konfiks dan Simulfiks
Di samping itu, terdapat juga

konfiks dan simulfiks. Kedua istilah ini sering

membingungkan karena keduanya sering dikacaukan. Saya ingin kembali kepada istilah dalam
bahasa Inggris saja.
Dalam bahasa Inggris ada istilah simultaneous afixes, disingkat menjadi simulfix yang
kemudian diindonesiakan menjadi simulfiks. Sesuai dengan namanya yang simultaneous itu,
maka di sana harus ada unsur simultan atau sekaligus. Artinya, yang disebut simulfiks itu adalah
dua buah afiks (imbuhan ) yang hadir secara simultan atau sekaligus. Contohnya adalah ke-an
(dalam misalnya kedudukan, kebiasaan). Dalam kata-kata ini tidak ada bentuk keduduk atau
dudukan, kebiasa atau biasaan; per-an (dalam misalnya, perkebunan, perikanan). Tidak ada
bentuk perkebun atau kebunan, perikan atau ikanan; se-nya (dalam misalnya sesungguhnya).

55

Tidak ada sesungguh atau sungguhnya. Afiks-afiks

(imbuhan-imbuhan itu melekat secara

simultan atau sekaligus. Dengan demikian, afiks itu disebut dengan simulfiks. Kata-kata tersebut
terdiri atas dua morfem, yaitu morfem (ke-an) + duduk; (ke-an) + biasa; (per-an) + kebun, (peran) + ikan; (se-nya) + sungguh.
Di samping itu, ada istilah combination afixes (afiks kombinasi atau gabungan afiks),
atau continuous afixes (afiks besinambung). Keduanya (continuous afixes) disingkat menjadi
confix atau diindonesiakan menjadi konfiks. Sesuai dengan namanya itu, maka istilah konfiks itu
mengacu kepada dua atau tiga afiks yang datangnya tidak simultan atau tidak sekaligus,
melainkan berturut-turut, satu demi satu. Contohnya adalah ber-an (dalam misalnya
berpakaian). Pada kata ini pada mulanya ada kata dasar pakai, kemudian melekat akhiran an,
sehingga terdapat bentuk dasar pakaian. Selanjutnya dari bentuk dasar pakaian mendapat awalan
ber- sehingga menjadi berpakaian. Dengan demikian, kata tersebut terdiri atas tiga morfem,
yaitu ber+ pakai+ an. Kata padu dibubuhi ter-, menjadi terpadu, kemudian diibuhi lagi ke-an
sehingga menjadi keterpaduan.
Dari adanya contoh-contoh tentang konfiks inilah muncul konsep tentang kata dasar dan
bentuk dasar serta konsep tentang bagian langsung atau unsur langsung.
Kita lihat bahwa dari kata dasar padu bisa dijadikan terpadu; dan dari terpadu dijadikan
keterpaduan. Kita mengatakan terpadu adalah bentuk dasar dari bentukan keterpaduan. Kata
padu di samping kata dasar juga bentuk dasar dari bentukan terpadu. Jelasnya: bentuk dasar
adalah bentuk yang menjadi dasar bagi bentuk yang lebih besar.
Berdasarkan proses itu, maka kalau kita menganalisis atau memecah-mecah bentukan
yang lebih besar tadi menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang lebih kecil, maka
prosesnya kita balik, sehingga akan ditemukan analisis seperti:
padu --- > terpadu --- > keterpaduan
menjadi:
keterpaduan --- > terpadu + (ke an) --- > (ter + padu ) + (ke-an)
atau begini:
keterpaduan
ke-an

terpadu
ter-

56

padu

9. KATA DAN AKHIRAN ASING


Kata Asing
Pemakai bahasa Indonesia yang memiliki kemahiran menggunakan bahasa asing tertentu
sering menyelipkan kata-kata asing yang dikuasainya dalam pembicaraan atau tulisannya.
Kemungkinannya adalah pemakai bahasa itu ingin memperagakan kebolehannya atau bahkan
ingin meperlihatkan keintelekannnya kepada khalayak . Dia tidak sadar tindakannya itu kurang
terpuji. Dalam hubungan ini, ada kaidah yang menyatakan bahwa jika kita berbahasa Indonesia,
berbahasa Indonesialah dengan baik. Jika kita berbahasa asing , berbahasa asinglah dengan baik.
Dengan kata lain, kita tidak boleh mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing
sekaligus dalam suatu kesempatan.
Misalnya
Kesalahan Umum
1. Dalam work shop ini akan dibahas working paper agar diperoleh input bagi kta semua.
2. Kita harus segera menuyusun project proposal dan sekaligus butgeting-nya.
3. At last, semacam task force perlu dibentuk dahulu untuk job ini
4. Coba you kemukakan planning pementasan drama tersebut.
5. Kita harus segera mengadakan cross check dengan dinas terkait.
6. Pimpinan dan karyawan harus mengadakan approach untuk membicarakan masalah
kepegawaian.
Memang kalimat-kalimat itu terasa hebat karena sudah dibumbui bahasa asing. Hanya
sayang pembicara tersebut tuna harga diri terhadap bahasanya sendiri. Ia merasa lebih bangga
menggunakan kata-kata asing daripada menggunakan kata-kata bahasanya yang sebenarnya
harus lebih dibanggakan. Kalimat-kalimat seperti itu hanya dapat dipahami oleh segelintir orang
yang sudah beruntung mengikuti pendidikan yang memadai, tetapi belum tentu dapat dipahami
oleh orang-orang yang berpendidikan rendah, bahkan tidak mustahil bagi mereka yang tidak
mengerti kata-kata asing tersebut. Akan lain kesan mereka jika kalimat itu diucapkan sebagai
berikut.

57

Bentuk Yang Dianjurkan


1. Dalam sanggar kerja ini akan dibahasa beberapa kertas kerja agar diperoleh masukan
bagi kita semua.
2. Kita harus segera menyusun rancangan kerja dan sekaligus rancangan biayanya.
3. Akhirnya, semacam satuan tugas perlu dibentuk dahulu untuk pekerjaan ini
4. Coba Anda /Saudara kemukakan rencana pementasan drama tersebut.
5. Kita harus sering mengadakan saling koreksi dinas terkait
6. Pimpinan dan karyawan harus mengadakan pendekatan untuk membicarakan masalah
kepegawaian.
Ada gejala lain
Di setiap jalan raya di kota-kota banyak terpampang papan nama yang menggunakan kata
asing, bahkan di desa terpencil pun terpampang papan nama yang mengunakan kata asing.
Padahal, selama ini belum pernah seorang turis asing yang berkunjung ke desa itu. Alasan
penggunaannya mungkin sama, yakni ingin agar papan nama itu bergengsi, atau sekadar gagahgagahan, yang belum tentu pemasangnya sendiri mengerti betul arti tulisan yang
dipampangkannya. Padahal, jika kita ingin menggunakan bahasa Indonesia dengan baik,
penggunaan kata-kat asing yang sudah ada padanannya itu dalam bahasa Indonesia tidak perlu.
Kata asing hanya dapat digunakan jika memang betul-betul diperlukan dan tidak ada padanannya
dalam bahasa Indonesia. Perhatikan kata-kata asing di bawah ini.
Bentuk Tidak Baku

Bentuk Baku
1. Sederhana Taylor

2. Barber Shop

2. Pemangkas Rambut

3. Supermarket

3. Pasar Swalayan

4. Coffe Shop

4. Kedai Kopi

5. Video Rental

5. Penyewaan Video

6. Agung Shop

6 . Toko Agung

7. Garuda Theater

7. Bioskop Garuda

8. Royal Furniture

8. (Toko) Mebel Royal

9. Computer Center

9. Pusat Komputer

Contoh lain:

58

1. Penjahit Sejahtera

1. Ranking
Adik ranking berapa?
Kata ranking (Inggris) berarti pemeringkatan yang berasal dari kata dasar rank yang
berarti peringkat. Jika kata ranking yang digunakan dalam pengertian peringkat , seperti dalam
kalimat pertanyaan Adik ranking berapa? Pemakaian kata ranking itu tidak tepat. Ranking yang
berarti pemeringkatan atau berarti hal atau perbuatan, cara menyusun urutan berdasarkan tolok
ukur tertentu, seperti juimlah nilai mata pelajaran dalam rapor seorang anak. Kedudukan anak
tersebut dalam kelasnya disebut peringkat atau rank. Kalimat Adik ranking berapa?, harus
diubah menjadi Adik peringkat berapa?
2. Free parking
Di halaman apotek, tempat praktek dokter, atau pasar swalayan terpampang tulisan free
parking diartikan dengan bebas parkir.
Kurang tepat jika free parking dipadankan dengan kata bebas parkir.
Yang benar untuk free parking adalah parkir gratis, parkir tanpa bayar.
Bebas parkir seharusnya diartikan dengan dilarang parkir atau no parking. Dalam
bentuk ekplisit bebas dari parkir.
Akhiran Asing
Ada beberapa akhiran asing yang perlu kita bicarakan karena bentuk-bentuk kata bahasa
Indonesia hasil pengindonesiaan kata-kata asing itu yang pemakaiannya masih belum mantap.
Perubahan bentuk lama ke bentuk baru berdasarkan buku Pedomam Umum Ejaan yang
Disempurnakan dan buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah belum ditaati oleh pemakai
bahasa Indonesia secara menyeluruh, sehingga sampai saat ini kita masih melihat adanya bentuk
kembar atau bersaing antara bentuk lama dengan bentuk baru. Secara rinci akhiran asing itu akan
dpaparkan berikut ini.
1. Akhiran sasi atau -isasi
Akhiran isasi kita jumpai pada kata-kata bentukan seperti spesialisasi, modernisasi,
liberalisasi, netralisasi. Bandingkan dengan bahasa Belanda : socialisatie, modrenisatie,
liberalaisatie, netralisatie, dan bahasa Inggris specialization, modernization, neutralaization.

59

Dalam buku Pedomamn Pembentukan Istilah dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan ditentukan sebagai berikut: -(a)tie, (a) tion menjadi -asi, si
actie, action menjadi aksi
publicatie, publication menjadi publikasi
Dalam pemakaian bahasa, selalu tampak bahwa pemakai bahasa Indonesia sering lebih
senang menggunakan kata asing walaupun dalam bahasa Indonesia telah ada kata Indonesia
yang searti dengan kata asing itu. Atau menggunakan bentukan yang meniru bentukan asing
walaupun dalam bahasa Indonesia ada cara membentuk kata dengan pengertian seperti itu.
Misalnya, orang lebih senang menggunakan bentuk modernisasi daripada pemodernan,
netralisasi daripada penetralan; indonesianisasi daripada pengindonesiaan. Oleh karena itu,
muncul bentuk-bentuk seperti turinisasi penghijauan dengan menanam pohon turi,
pompanisasi pemakaian pompa untuk mengairi sawah.
Analogi bentukan semacam itu sebaiknya dibatasi. Kalau bisa, gunakanlah cara asli dalam
bentuk kata-kata Indonesia. Misalnya, dalam hal seperti itu, bila dapat gunakan imbuhan pe-an
dan

tidak menggunakan bentukan dengan sasi. Pengindonesiaan tidak usah dikatakan

Indonesianisasi, dan sebagainya.


2. Akhiran ir
Pemakaian akhiran ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini.
Dalam bahasa Indonesia baku akhiran yang tepat untuk padanan akhiran ir adalah asi atau
isasi. Jadi bentuk yang baku adalah dilegalisasi, bukan dilegalisir. Mengapa dalam bahasa
Indonesia dipilih dilegalisasi, bukan dilegalisir. Penjelasannya sebagai berikut.
Kata benda legalisasi diserap dari kata legalisatie (Belanda) atau dari kata benda
legalization (Inggris). Jika kata benda legalisasi ini dijadikan kata kerja dengan ditambah
imbuhan me atau di-, hasilnya menjadi melegalisasi atau dilegalisasi.
Banyak orang menganggap bahwa legalisir yang benar karena katanya, kata tersebut
diserap berdasarkan bunyinya legaliseren (Belanda). Memang dalam bahasa Belanda terdapat
kata legaliseren, tetapi kelas katanya kata kerja yang artinya mengesahkan . Jika kata kerja
legalisir yang sudah berarti mengesahkan itu ditambah lagi dengan imbuhan me- hasilnya
menjadi melegalisir. Ini sama dengan me + mengesahkan, sehingga hasilnya menjadi

60

memengesahkan. Demikian juga, jika legalisir yang sudah berarti mengesahkan ditambah
imbuhan di sehingga hasilnya menjadi dimengesahkan. Ini merupakan bentuk tidak benar.
Sebagai bandingan, ikutilah penjelasan berikut tentang kata proklamasi dan proklamir.
Kata yang baku ialah proklamasi, bukan proklamir. Kata proklamasi diserap dari kata benda
proclamatie (Belanda) atau dari kata benda proclamation (Inggris). Jika kata proklamasi diberi
imbuhan me- atau di-, hasilnya menjadi memproklamasikan atau diproklamasikan. Kata
proclameren (Belanda) tidak diserap menjadi proklamir karena kata tersebut dalam bahasa
aslinya diperlakukan sebagai kata kerja yang berarti mengumumkan. Jadi, jika kata proklamir
yang sudah berarti mengumumkan ditambah imbuhan me- yang hasilnya menjadi
memproklamirkan, arti yang dikandungnya sangat tidak mungkin, yaitu memengumumkan, atau
jika ditambah awalan di-, menjadi diproklamirkan, artinya tidak logis dimengumumkan. Itulah
sebabnya kita menyerap dari proclamatie (Belanda) atau proclamation (Inggris) yang tergolong
kata benda. Jika proklamasi ditambah me- atau di-, hasilnya menjadi memprokalmasikan atau
diprokalmasikan yang berarti mengumumkan

atau diumumkan. Akhiran ir yang sering

dijumpai terdapat pada kata-kata berikut.


Bentuk salah
1. Ijazah Saudara harus dilegalisir dahulu oleh Dekan Fakultas Ekonomi.
2. Perbuatan maksiat sebaiknya tidak usah dilokalisir.
3. Saya sanggup mengkoodinir kegiatan itu.
4. Sukarno Hatta memproklamirkan negara Republik Indonesia.
Bentuk yang benar
1. Ijazah Saudara harus dilegalisasi dahulu oleh Dekan fakultas Ekonomi.
2. Perbuatan maksiat sebaiknya tidak usah dilokalisasi.
3. Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu.
4. Sukarno-Hatta memprokalmasikan negara Republik Indonesia.
Contoh lain yang sering digunakan dalam bentuk yang salah: terealisir, teroganisir, mendominir,
mengakomodir, dinetralisir. Bentuk tersebut haruslah diungkapkan: terealisasi, terorganisasi,
mendominasi, mengakomodasikan, dinetralisasi

61

3. Akhiran is
Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal kata-kata ekonomis, praktis, logis. Kata-kata itu
diserap dari dari bahasa Belanda : economisch, practisch, logisch. Jadi, akhiran bahasa Belanda
isch dijadikan is dalam bahasa Indonesia. Kata-kata dengan akhiran ish seperti di atas dalam
bahasa Belanda merupakan merupakan kata sifat, demikian juga kata-kata Indonesianya.
Ekonomis artinya bersifat ekonomi, maksudnya mempertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi,
praktis artinya mudah diterapkan di dalam praktek.
Kata-kata di atas dalam bahasa Inggris: economical, practical, logical. Kalau kata-kata
Inggris itu yang diserap, tentulah dalam bahasa Indonesia bentuknya ekonomikal, praktikal,
logikal. Tetapi, bentuk-bentuk dengan akhiran ikal seperti itu, pada umumnya, tidak ditemukan
dalam bahasa Indonesia . Dalam buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah, dikatakan bahwa
kata-kata Inggris yang berakhir ical, dalam bahasa Indonesia dijadikan kata dengan akhir -is.
Yang perlu diperhatikan ialah bahwa akhiran is dalam bahasa Indonesia tidak diambil
dari isch saja (Belanda) sebab kita mengambil kata asing itu secara utuh, artinya kata itu diserap
sekaligus dengan akhirannya. Kemudian ejaannya (cara penulisannya) disesuaikan dengan cara
penulisan dalam bahasa Indonesia. Kebanyakana kata-kata dengan akhiran is dalam bahasa
Indonesia berasal; dari bahasa Belanda. Namun, dalam pekembangannya bahasa Indonesia akhirakhir ini, kita melihat bahwa akhiran -is itu mulai melampaui batas asalnya. Maksudnya, akhiran
is mulai dipakai pada bentuk-bentuk dasar yang bukan bahasa Belanda saja, melainkan pada
bentuk dasar dari bahasa lain.
Contohnya, dalam bahasa Indonesia, kita jumpai sekarang kata-kata seperti: Pancasilais
yaitu (orang-orang) yang menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dalam tindak-tanduknya, tingkah
lakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau akhiran is itu menjadi lebih produktif sehingga banyak kata Indonesia yang diberi
akhiran is dengan maksud menyatakan sifat, maka akhiran is itu pastilah dapat dimasukkan
dalam kelompok akhiran (sufiks) bahasa Indonesia; dengan perkataan lain, akan kita akui
sebagai akhiran bahasa Indonesia seperti juga akhiran wan dari bahasa Sanskerta.
Ada lagi akhiran -is yang dalam bahasa Indonesia seperti yang kita jumpai pada katakata: idealis, egois. Kata-kata itu pun diserap dari bahasa Belanda secara utuh yang ejaannya
disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. Kata-kata itu berasal dari: idealist, egoist. Jadi,
akhiran is pada kata-kata itu bukan kata sifat. Kata benda: idealis ialah seseorang yang

62

mementingkan cita-cita, seorang yang tinggi cita-cita; tidak mendasarkan pekerjaannya atas
imbalan materi, tetapi atas suatu tujuan yang mulia. Seorang dikatakan egois apabila ia terlalu
mementingkan ego nya, dirinya sendiri, keinginan dan kepentingan sendiri.
4. Akhiran al
Di dalam buku Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan dikatakan sebagai berikut:
-eel, -aal, -al, menjadi al
structureel,

structural

struktural

formeel

formal

formal

rationeel

rational

rasional

ideaal

ideal

ideal

normaal

normal

normal

Kata-akata asing di atas dalam lajur sebelah kiri ialah kata-kata yang berasal dari bahasa
Belanda dan yang pada lajur kanan berasal dari bahasa Inggris. Jadi, kata-kata dengan bentuk
akhir eel atau aal dari bahasa Belanda sama maknanya dengan kata-kata Inggris yang berakhir
al. Sebelum EYD, kata-kata seperti itu yang berakhir eel (Belanda) diindonesiakan menjadi
kata dengan akhir il karena bunyi akhiran bahasa Belanda cenderung ke bunyi il. Jadi, katakata di atas menjadi strukturil, formil, rasionil. Berdasarkan ketentuan baru seperti yang
tercantum dalam buku Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan dan buku Pedoman Pembentukan
Istilah, maka kata-kata itu menjadi struktural, formal, rasional.
Dengan mengambil bentuk al bukan il, kita melihat kesejajaran bentuk antara kata-kata
bentukan yang seasal morfem dasarnya; bentuknya lebih mirip. Misalnya, formal dan formalitas.
Anda mungkin bertanya. Apakah semua kata yang dahulu dibentuk dengan il itu harus
diubah menjadi kata dengan bentuk al? Jawabannya, kata-kata yang dahulu berakhir il seperti
kata-kata yang dicontohkan di atas, harus diubah bentuknya menjadi kata dengan bentuk akhir
al. Namun ada juga kecualinya.
Kalau ada dua bentuk yang berbeda karena yang satu berakhir il dan yang satu lagi
berakhir al, mengandung arti yang berbeda, maka kedua bentuk tu tetap dibiarkan seperti itu,
artinya kata dengan bentuk akhir il tidak usah diubah menjadi kata dengan bentuk al.

63

Misalnya, kata moril dalam bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Belanda moreel
dan kata moral yang diserap dari bahasa Belanda moraal dan bahasa Inggris moral memiliki
makna yang berbeda. Bantuan moril misalnya, tidak bisa diubah menjadi bantuan moral.
Pendidikan moral (=pendidikan akhlak) tidak bisa diubah menjadi pendidikan moril. Tiap bentuk
itu memiliki maknanya sendiri. Oleh karena itu, kedua bentuk itu tetap dipertahankan.
Demiakian juga kata idiil (dari bahasa Belanda ideeel) tidak dapat diubah menjadi ideal
(dari bahasa Belanda ideaal; bahasa Inggrisnya ideal) . Oleh karena masing-masing bentuk itu
memiliki makna sendiri, maka kedua bentuk itu tetap dipertahankan. Misalnya, suami yang
ideal (yang sangat diidam-idamkan oleh setiap wanita), tentu tidak dapat dikatakan seorang
suami yang idiil. Demikian juga, landasan idiil negara kita ialah Pancasila, tidak dapat diubah
dengan mengatakan landasan ideal negara kita ialah Pancasila.
5. Akhiran i atau wi
Dalam bahasa Indonesia, dikenal kata-kata dengan akhiran i atau wi seperti badani,
insani, alami, duniawi. Di samping itu, dikenal juga kata-kata badan, insan, alam, dunia. Jadi,
ada dua macam bentuk yang diserap dari bahasa Arab yaitu bentuk dasar dan bentuk dengan
akhiran i atau wi.
Akhiran i atau wi dari bahasa Arab itu bukan dua akhiran atau dua macam akhiran,
melainkan satu akhiran karena keduanya mewakili satu morfem atau merupakan alomorf.
Perbedaan bentuknya itu timbul karena lingkungan yang dimasukinya berbeda. Bila kata dasar
berakhir dengan konsonan, seperti dalam contoh kata di atas, yaitu /n/ dan /m/, maka akhiran
yang muncul ialah /i/, sedangkan bila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/, maka akhiran
yang muncul ialah wi. Bandingkan dengan awalan me- yang dapat mengalami variasi bentuk :
mem-, men-. meng-, meny-, me-, dan menge-.
Melihat penggunaan akhiran i atau wi dalam bahasa Indonesia dewasa ini, kita dapat
mengatakan bahwa akhiran itu sudah menjadi akhiran bahasa Indonesia karena akhiran iu sudah
dilekatkan pada bentuk-bentuk dasar yang tidak berasal dari bahasa Arab. Kita mengenal bentuk
bahasa Indonesia manusiawi. Bentuk dasar kata itu bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan
kata Indonesia yang berasal dari bahasa Sanskerta. Akhiran i atau wi ini mempunyai arti
mempunyai sifat. Manusiawi artinya mempunyai sifat manusia.

64

10. PEMAKAIAN BENTUK-BENTUK DI MANA, DALAM MANA,


DI DALAM MANA, DARI MANA, DAN YANG MANA SEBAGAI PENGHUBUNG
Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian bentuk-bentuk di mana, dalam
mana, di dalam mana, dari mana, dan yang mana sebagai penghubung. Contoh-contohnya
sebagai berikut:
(1) Rumah di mana ia tinggal sangat luas.
(2) Karmila membuka-buka album dalam mana ia menyimpan foto-foto barunya.
(3) Ia membuka almari di dalam mana ia meletakkan kunci sepeda motornya.
(4) Bila saya tidak bersekolah, saya tinggal di gedung kecil dari mana suara gamelan yang
lembut dapat terdengar.
(5) Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung perekonomian negara harus
senantiasa ditingkatkan.
Penggunaan bentuk-bentuk tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh bahasa asing,
khususnya bahasa Inggris. Bentuk di mana sejajar dengan penggunaan where,
dalam mana dan di dalam mana sejajar dengan penggunaan in which, dari mana sejajajr dengan
from which, dan yang mana sejajar dengan pemakaian which. Dikatakan dipengaruhi oleh bahasa
Inggris karena dalam bahasa Ingris bentuk-bentuk itu lazim digunakan sebagai penghubung.
Misalnya:
(6) The house where he lives is very large
(7) Karmila opened the album in which she had kept her new photographs.
(8) He opened the cupboard in which he put the key of his motorbike.
(9) If I have no class, I stay at the small building from which the sounds of gamelan can be
listened smootly.
(10) The tourism sector which is the economoical back bone of the country must always be
intensified.
Dalam bahasa Indonesia karena sudah ada penghubung yang lebih tepat, yaitu kata tempat
dan yang sehingga contoh (!) (5) di atas seharusnya diubah menjadi:
(1a) Rumah tempat ia tinggal sangat luas.
(2a) Karmila membuka-buka album tempat ia menyimpan foto-foto barunya.
(3a) Ia membuka almari tempat ia menaruh kunci sepeda motornya.

65

(4a) Bila saya tidak bersekolah, saya tinggal di gedung kecil tempat suara gamelan yang lembut
dapat terdengar.
(5a) Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung perekonimian negara harus senantiasa
ditingkatkan.
Dalam bahasa Indonesia memang terdapat bentuk di mana, dari mana, dan yang mana,
tetapi tidak lazim digunakan sebagai penghubung. Bentuk-bentuk itu lazimnya dipakai untuk
menandai kalimat tanya. Bentuk di mana dan dari mana dipakai untuk menyatakan tempat,
yaitu tempat berada dan tempat asal, sedangkan yang mana untuk menanyakan pilihan.
Misalnya:
(11) Saudara bekerja di mana?
(12) Di antara dua mesin tik ini menurut Anda yang mana yang terbaik?

66

11. KESALAHAN BAHASA DALAM SURAT RESMI


1. Pendahuluan
Dalam pergaulan antarmasyarakat, kita tidak terlepas dari saling memberikan informasi
atau saling berkomunikasi. Infomasi itu dapat berupa pemberitahuan, pertanyaan-pertanyaan,
laporan, permintaan, dan lain-lain. Informasi itu dapat disampaikan kepada pihak lain dengan
lisan atau tertulis.
Informasi dapat disampaikan dengan lisan, jika pemberi informasi berhadap-hadapan atau
bersemuka dengan penerima informasi. Menyampaikan informasi lewat telepon, radio, dan
televisi dapat digolongkan ke dalam penyampaian informasi secara lisan, sedangkan
menyampaikan informasi kepada orang lain dengan menggunakan surat digolongkan ke dalam
penyampaian informasi secara tertulis.
Surat sebagai sarana komunikasi tertulis mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan sarana komunikasi lisan karena surat merupakan bukti hitam di atas putih. Di samping
itu, kelebihan lainnya adalah pembaca dapat membacanya berulang-ulang apabila pembaca
belum paham dengan isi surat itu dan biaya yang diperlukan relatif murah bila dibandingkan
dengan biaya yang diperlukan dengan mempergunakan sarana komunikasi yang lain, seperti
telepon atau telegraf.
Selain sebagai sarana komunikasi, surat juga mempunyai fungsi lain, yaitu sebagai duta
atau wakil penulis untuk berhadapan dengan lawan bicaranya. Oleh karena itu, sangat tepat jika
dikatakan orang bahwa isi surat merupakan gambaran mentalitas pengirimnya.
2. Format Surat
Salah satu yang ikut juga menentukan baik atau kurang baiknya surat adalah formatnya.
Yang dimaksud dengan format surat adalah tata letak atau posisi bagian-bagian surat. Dalam
kegiatan surat-menyurat sehari-hari, kita melihat adanya berbagai bacam format surat yang
digunakan oleh organisasi atau instansi. Hal ini menunjukkan bahwa dewasa ini belum ada
pedoman yang baku. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dikemukakan beberapa format surat
yang dianggap memadai dalam menulis surat resmi.
Format surat resmi pada instansi-instansi di Indonesia ada tiga macam variasi, yaitu

67

(1) Format resmi Indonesia variasi I (setengah lurus).


(2) Format resmi Indonesia variasi II (setengah lurus), dan
(3) Format resmi Indonesia variasi III (lurus).
Perlu juga dikemukakan di sini bahwa format resmi variasi I tergolong format resmi
Indonesia yang lama. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

dalam kegiatan surat-

menyuratnya melazimkan penggunaan format resmi variasi II, yaitu format resmi Indonesia yang
baru.
Perhatikan gambar berikut

68

FORMAT SURAT RESMI INDONESIA VARIASI I


( Format surat resmi Indonesia lama)
Kepala Surat

Nomor

Tanggal

Lampiran :
Hal

:
Yth. ...................
.......................... Alamat
...........................

Salam pembuka,
.......................................................................................................
...................................................................................................................

Paragraf
Pembuka

...................................................................................................................
.......................................................................................................

Paragraf

...................................................................................................................

Isi Surat

....................................................................................................................
....................................................................................................................
........................................................................................................

Paragraf

....................................................................................................................

Penutup

...................................................................................................................
Tembusan:

Salam penutup

.......................

Jabatan

.......................

tanda tangan

.......................
Inisial

Nama jelas

69

Format setengah lurus


FORMAT SURAT RESMI INDONESIA VARIASI II
( Format surat resmi Indonesia Baru)
Kepala Surat

Nomor

Tanggal

Lampiran :
Hal

Yth. ...................
..........................

Alamat

...........................
Salam pembuka,
.......................................................................................................
...................................................................................................................

Paragraf
Pembuka

...................................................................................................................
.......................................................................................................

Paragraf

...................................................................................................................

Isi Surat

....................................................................................................................
........................................................................................................

Paragraf

....................................................................................................................

Penutup

....................................................................................................................
Tembusan

Salam penutup,

........................

Jabatan

........................

Tanda tangan

Inisial
Nama jelas
Format setengah lurus (format yang lazim digunakan oleh Pusat Bahasa)

70

FORMAT SURAT RESMI INDONESIA VARIASI III


( Format surat resmi Indonesia Baru)
Kepala Surat

Nomor

Tanggal

Lampiran :
Hal

Yth. ...................
..........................

Alamat

...........................
Salam pembuka,
...................................................................................................................

Paragraf

...................................................................................................................

Pembuka

...................................................................................................................
...................................................................................................................

Paragraf

...................................................................................................................

Isi Surat

....................................................................................................................

Paragraf

....................................................................................................................

Penutup

....................................................................................................................
Salam penutup,
Jabatan
Tanda tangan
Nama jelas
Tembusan:
......................................
......................................
Inisial
Format lurus

71

3. Kesalahan Penulisan Kepala Surat


Sebaiknya, kepala surat disusun dan dicetak dalam bentuk yang menarik. Dalam kepala
surat tercantum nama kantor, alamat, nomor telepon (apabila ada), nomor kotak pos (apabila
ada); nama kantor cabang, nama bankir, bidang usaha, dan lambang instansi yang bersangkutan.
Beberapa kesalahan bahasa dalam kepala surat terlihat dalam contoh berikut.
Misalnya:
Bentuk Salah
(1) P.T. ASRI JAYA
Jln. Tanah Datar 5 Ciledug Tangerang Jawa Barat
PO. Box 519/K.B.Y. Telp. 5.864.238
Kesalahan pertama dalam kepala surat di atas adalah penulisan P.T., yang menggunakan
tanda titik. Singkatan itu merupakan singkatan nama badan atau organisasi yang terdiri atas
huruf awal kata . Oleh karena itu, singkatan itu ditulis PT tidak diikuti tanda titik. Kesalahan
berikutnya adalah penulisan Jln., yang mestinya dituliskan lengkap Jalan. Pembatas unsur-unsur
alamat haruslah tanda koma, bukan tanda hubung seperti di atas Yang benar adalah Jalan Tanah
Datar 5, Cledug, Tangerang, Jawa Barat. PO Box merupakan kata asing yang berpadanan
dengan bahasa Indonesia Kotak Pos. KBY juga harus ditulis tanpa titik. Kata Telepon. harus
ditulis lengkap, bukan Telp. Dengan nomor telepon tanpa diberi tanda titik atau spasi, seperti
5.864.238 atau 5 864 238 karena bukan suatu jumlah, tetapi yang benar adalah 58624238. Kepala
surat di atas disarankan dicetak sebagai berikut.
Seharusnya (Bentuk Baku)
(1a) PT ASRI JAYA
Jalan Tanah Datar 5, Ciledug, Tangerang, Jawa Barat
Kotak Pos 519/KBY Telepon 5864239

72

4. Kesalahan Penulisan Nomor Surat


Nomor surat sering disebut identitas surat sebab dalam penyimpanan atau pengarsipan
surat cukup dengan disebut nomornya.
Pada surat-surat dinas nomor surat sering dituliskan sebagai berikut.
Misalnya:
Bentuk Salah
1. Nomor: 456 / MKDU / 87.Kesalahan penulisan nomor surat itu adalah penyingkatan angka dengan penggunaan
tanda koma di atas 87 dan pencantuman titik dan tanda hubung setelah angka tahun. Kesalahan
lain yang tampak dalam nomor surat itu adalah tanda garis miring yang didahului dan diikuti
spasi. Menurut aturan yang berlaku, tanda garis mirng tidak didahului dan diikuti spasi.
Perhatikan perbaikan yang disarankan.
Seharusnya (Bentuk Baku)
(1a) Nomor: 456/MKDU/1987
5. Kesalahan Penulisan Lampiran
Bagian lampiran tidak selamanya harus dicantumkan apabila misalnya, surat itu tidak
melampirkan sesuatu. Jika bersama surat itu ada sesuatu yang dilampirkan, apa yang dilampirkan
itu hendaknya dituliskan dengan lengkap. Akan tetapi, jika surat tersebut tidak melampirkan
barang yang lain, seperti brosur, fotokopi, atau buku, kata lampiran tidak perlu dicantumkan
dalam surat.
Miasalnya:
Bentuk Salah
(1) Nomor

: 221/U/1987

Lampiran : - ,, Perihal: Rapat Penilaian


Seperti tampak di atas, kata lampiran dicantumkan tanpa memiliki fungsi yang jelas
karena memang surat itu tidak melampirkan sesuatu. Pencantuman tanda hubung, tanda
petik,atau mungkin angka nol (o) terasa sangat dipaksakan karena secara sekedar mengisi

73

kekosongan tanpa tujuan yang jelas. Karena tanpa sesuatu yang dilampirkan, kata lampiran
tidak harus dicantumkan, seperti perbaikan berikut.
Bentuk Baku
(1a) Nomor: 221/U/1987
Perihal: Rapat Penilaian
6. Kesalahan Penulisan Hal Surat
Hal atau perihal adalah bagian surat yang memuat pokok surat atau inti persoalan yang
akan disampaikan dalam surat itu. Bagian ini berguna untuk memudahkan pembaca untuk
mengetahui persoalan. Bagian ini tidak perlu ditulis panjang-panjang, tetapi singkat. Walaupun
demikian pokok persoalan itu harus dapat mewakili keseluruhan maksud surat.
Misalnya:
Bentuk salah
(1) Perihal: Penentuan tentang Petugas Pameran dalam Dies
Natalis yang akan diadakan 23 Mei 1987.
Penerima surat akan banyak tersita waktunya hanya untuk membaca perihal surat yang
ditulis panjang lebar dan lengkap. Padahal, informasi itu akan diulang lagi di dalam isi surat.
Perhatikan perbaikannya.
Bentuk Baku
(1a) Perihal: Penentuan Petugas Pameran
7. Kesalahan Penulisan Tanggal Surat
Dalam surat-surat dinas dan surat niaga, sebelum tanggal surat tidak perlu dicantumkan
nama kota sebab nama kota itu sudah tercantum pada kepala surat.
Dalam surat-surat pribadi atau surat dinas yang tidak menggunakan kepala surat, nama
kota harus dicantumkan sebelum tangal surat. Selanjutnya, penulisan tanggal surat hendaknya,
tanggal, bulan, dan tahun ditulis secra lengkap. Tanggal 28 Oktber 1985 tidak disingkat menjadi
28 Okt. 1985 atau diganti dengan lambang bilangan menurut urutannya, seperti (5) 28 -10 85,
(6) 10 11 1985, tetapi harus ditulis lengkap (5a) 28 Oktober 1985 dan (6a) 10 November
1985.

74

8. Kesalahan Penulisan Alamat Surat


Selain dicantumkan pada sampul surat, alamat surat juga perlu dicantumkan pada lembar
surat. Alamat surat hendaknya ditulis dengan jelas, singkat, dan lengkap.
Penulisan alamat surat yang efisien dan efektif dapat dilakukan dengan aturan-aturan
sebagai berikut.
(1) Alamat tidak diawali dengan kata kepada sebab siapa pun sudah mengetahui bahwa alamat
yang ditulis itu adalah alamat yang dituju. Selain itu, kata kepada

berfungsi sebagai kata

penghubung intrakalimat yang menyatakan tujuan, sedangkan alamat surat bukan berupa
kalimat, sama halnya dengan alamat pengirim yang tidak perlu menggunakan kata dari.
2) Alamat pada lembar surat ditulis di sebelah kiri di antara perihal dan salam pembuka dengan
tidak diikuti tanda baca apa pun.
(3) Kata sapaan seperti Bapak, Ibu, Saudara, dan Tuan tidak perlu ditulis di depan gelar,
pangkat, dan jabatan. Kata sapaan digunakan jika diikuti langsung oleh nama orang yang
dituju.
Bentuk Salah
(1) Kepada Yth.
Bapak Direktur CV Kencana
Jln. Wonosobo No, 40
SURABAYA
(2) Kepada Yth.
Bapak Kepala Kantor Wilatah Ditjen Binaguna
Propinsi Jawa Barat
Jln. Taman Sari No. 32
BANDUNG
(3) Kepada Yth.
Bapak Drs. Edy Sanjaya
Manjer Personalia PT Dahana
Jln. Gajah Mada No. 127
UJUNG PANDANG

75

(4) Kepada Yth.


Bapak Kolonel Sumengkar
Jl. Hasanudin IV/12
Kebon Kangkung
BANDUNG
(5)Yth. Ibu Ir. Sulistiani
Staf Bagian Perencanaan
Direktorat Jalan Raya
Depertemen Pekerjaan Umum
Jalan Sutisna 15
Jakarta
Kesalahan pada (1) adalah penggunaan kata kepada dan Bapak. Selain itu, kata jalan
hendaknya ditulis lengkap, tidak disingkat Jln. Nama kota Surabaya tidak perlu ditulis dengan
kapital seluruhnya, tetapi awalnya saja yang kapital, yaitu Surabaya.
Kesalahan pada (2) sama seperti pada (1). Garis bawah dan segala tanda baca pada nama
kota Bandung merupakan tanda yang tidak akan menambah informasi.
Kesalahan pada (3) sama seperti (1). Gelar akademik Drs. Tidak perlu didahului kata
Bapak. Kesalahan (4) adalah pengunaan kata kepada dan pemakaian kata sapaan Bapak yang
berimpit dengan pangkat, kolonel.
Kesalahan pada (5) adalah penggunaan kata Ibu dan gelar akademik Ir. Yang berimpit.
Perhatikan perbaikannya.
Seharusnya (Bentuk Baku)
(1a)

Yth. Direktur CV Kencana Wungu


Jalan Wonosobo No. 40
Surabaya

(2a)

Yth. Kepala Kantor Wilayah Ditjen Binaguna


Propinsi Jawa Barat

76

Jalan Taman Sari No. 32


Bandung
(3a)

Yth. Drs. Edy Sanjaya


Manajer Personalia PT Dahana
Jalan Gajah Mada No. 127
Ujung Pandang

(4a)

Yth. Kolonel Sumengkar


Jalan Husada IV/12
Kebon Kangkung
Bandung

(5a)

Yth. Ir. Sulistiani


Staf Bagian Perencanaan
Direktorat Jalan Raya
Depertemen Pekerjaan Umum
Jalan Sutisna 15
Jakarta

9. Kesalahan Penulisan Salam Pembuka


Ungkapan salam pembuka yang lazim digunakan adalah Dengan hormat (dengan d
kapital, h kecil), diikuti tanda koma. Akan tetapi, dalam kenyataannya, penulisan salam pembuka
tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Mungkin Anda bertanya Mengapa diakhiri dengan
tanda koma, padahal kalimat berikutnya dimulai dengan huruf kapital? Bukankah lebih tepat
dengan tanda titik?
Memang apa yang dikemukakan itu beralasan, tetapi dalam hal ini ada kesepakatan
bahwa salam pembuka surat dan salam penutup dituliskan dengan tanda koma di belakangnya.
Misalnya:
Bentuk Salah
(1) Dengan hormat

Bentuk Baku
(1a) Dengan hormat,

Yang perlu juga dingatkan di sini ialah agar kita tidak menyingkatkan kata sapaan
dengan hormat, itu menjadi DH. Atau Dh., dan sebagainya. Kita ingin menghomati orang

77

dengan kata sapaan itu, tetapi dengan menyingkatkannya kita seolah-olah menarik kembali
penghormatan kita itu karena penyingkatan seperti itu rasanya kurang sopan, kurang adab.
10. Kesalahan Penulisan Paragraf Pembuka
Kalimat-kalimat yang lazim dipakai oleh penulis surat sebagai paragraf pembuka sangat
bervariasi. Marilah kita amati satu per satu.
Bentuk Salah
1. Bersama ini kami beritahukan bahwa ...
2. Kami mohon bantuan daripada Tuan ...
3. Bersama ini kami mengundang ...
4. Dengan ini kami mengirimkan satu karung beras Cianjur untuk contoh.
Kesalahan pada (1) adalah penggunaan bersama ini, padahal surat tersebut hanya
memberitahukan sesuatu, tidak melampirkan atau mengirimkan barang lain. Ungkapan bersama
ini artinya bersama-sama dengan ini atau seiring dengan ini. Jadi tidak dapat dikatakan seiring
dengan surat ini kami beritahuka ... sebab pemberitahuan itu ridak diseiringkan dengan surat,
melainkan dituliskan di dalam surat itu. Ungkapan bersama ini digunakan untuk surat pengantar
sebab dalam surat pengantar, dituliskan apa yang dirimkan seiring dengan surat pengantar itu.
Kebiasaan menulis ungkapan bersama ini, kemudian ditiru orang bila menulis surat biasa yang
bukan surat pengantar.
Kesalahan pada (2) adalah penggunaan bantuan daripada Tuan. Sebenarnya, cukup
dituliskan bantuan Tuan karena kata depan daripada digunakan untuk membandingkan dua hal
atau masalah.
Kesalahan pada (3) adalah penggunaan kata bersama ini karena surat tersebut hanya
mengundang.
Kesalahan pada (4) adalah penggunaan dengan ini, yang seharusnya diganti dengan
bersama ini karena surat tersebut mengirimkan sesuatu.
Seharusnya (Bentu Baku)
(1a) Dengan ini kami beritahukan
(2a) Kami mohon bantuan Tuan
(3a) Dengan ini kami mengundang
(4a) Bersama surat ini kami krimkan

78

Isi Surat Sesungguhnya


Isi atau pokok surat sesungguhnya memuat sesuatu yang diberitahukan, dilaporkan,
ditanyakan, diminta, dan lain-lain. Untuk menghindari salah tafsir dan demi efisiensi, isi surat
hendaknya singkat dan jelas. Hindari penulisan kalimat yang bertele-tele.
11. Kesalahan Penulisan Paragraf Penutup
Dalam paragraf penutup surat dijumpai pemakaian kalimat sebagai berikut.
Bentuk Salah
(1) Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan perhatiannya.
(2) Atas bantuan dan perhatian Bapak, kami menghaturkan banyak terima kasih.
(3) Demikian surat ini, atas perhatian bapak/ibu kami sampaikan terima kasih.
Kesalahan pada (1) adalah penggunaan bentuk perhatiannya. Perhatian siapa? Perhatian
penerima surat yang dimintai batuan? Kalau ia yang dimaksud, maka bukan nya

yang

seharusnya dipakai, melainkan Bapak atau Ibu, atau Saudara, atau Anda karena orang yang
disurati itu adalah Bapak, Ibu, Saudara, atau Anda (orang ke dua) bukan nya = dia atau ia
(orang ke tiga).
Kesalahan pada (2) adalah penggunaan kata menghaturkan. Kata menghaturkan bukan
kata bahasa Indonesia. Dalam kamus tidak ada kata

hatur, menghaturkan yang seperti itu

maknanya. Kata itu dipinjam dari bahasa daerah (Sunda, Bali) dipergunakan dalam surat karena
orang ingin menyatakan kehormatannya kepada orang yang menerima surat. Kata mengucapkan
menurut anggapannya mungkin tidak halus, atau kurang hormat, sehingga dipakainya kata
bahasa daerah itu.
Kesalahan pada (3) adalah penggunaan kata bapak/ibu. Kata bapak/ibu pada kalimat ini
digunakan sebagai kata sapaan. Oleh karena itu, kata bapak/ ibu semestinya ditulis dengan huruf
kapital. Jadi, ditulis Bapak/Ibu. Kesalahan berikutnya adalah penghilangan tanda baca koma di
antara bapak/ibu dan kami. Semestinya pada kalimat ini dibubuhi tanda baca koma untuk
menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

79

Dalam bahasa Indonesia tidak ada kata hatur. Ada kata atur, tetapi artinya lain sekali.
Oleh karena itu, gunakanlah kata mengucapkan yang dapat berarti 1) mengatakan, 2)
menyampaikan. Jadi, kata itu tidak terbatas pemakaiannya pada pada bahasa lisan saja. Kalau
barbahasa Indonesia, perasaan bahasa Indonesialah yang dipakai. Bila perasaaan dalam
berbahasa daerah yang dibawa ke dalam bahasa Indonesia, maka ada kecenderungan untuk
menggantikan kata-kata Indonesia dengan kata bahasa daerah.
Ada yang menanyakan, kata anda dalam surat ditulis dengan A kapital (Anda) atau
dengan huruf kecil (anda)? Pusat Bahasa telah mengambil keputusan bahwa kata anda yang
dipakai dalam surat untuk menyapa orang yang menerima surat sebaiknya dituliskan dengan A
kapital, Jadi, Anda, walaupun kata anda itu sejajar dengan kata engkau (dalam makna yang lebih
halus, hormat).
Pertimbangan mengunakan huruf kapital pada kata anda adalah jika kita menyapa
seseorang yang lebih rendah kedudukannya dengan kita atau orang yang setara derajatnya
dengan kita digunakan kata Saudara,(dengan S kapital), maka kurang pada tempatnya bila kita
menyapa orang yang lebih tinggi kedudukannya daripada kita dengan kata anda (huruf a
pertama huruf kecil). Oleh karena itu, diputuskan menuliskan kata itu dengan A kapital, yaitu
Anda.
Perhatikan perbaikannya sebagai berikut.
Seharusnya (Bentuk baku)
(1a) Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan perhatian Bapak/ Ibu/ Saudara.
(2a) Atas bantuan dan perhatian Bapak, kami mengucapkan banyak terima kasih.
(3a) Demikian surat ini , atas perhatian Bapak/ Ibu, kami sampaikan terima kasih.
12. Kesalahan Penulisan Salam Penutup
Salam penutup yang sering dipakai sebagai berikut.
Bentuk Tidak Baku

Bentuk Baku

(1) Hormat kami

(1a) Hormat kami,

(2) Wasalam

(2a) Wasalam,

Kesalahan pada (1) dan (2) adalah tidak menggunakan tanda baca koma, yang seharusnya
menggunakan tanda baca koma (,).
13 Kesalahan Penulisan Tembusan

80

Penulisan kata Tembusan: (dengan tidak digarisbawahi) cukup efektif bila dibandingkan
dengan ditulis Tembusan: yang digarisbawahi atau Tembusan disampaikan kepada: Selain itu,
dalam rincian tembusan orang mencantumkan sebagai laporan, sebagai undangan, untuk
diketahui, harap dilaksanakan, dan arsip. Semua tambahan itu tidak diperlukan karena tanpa
embel-embel tersebut, yang ditembusi surat serta merta mengetahui apa yang harus
dikerjakannya. Rincian terakhir dalam tembusan, arsip juga tidak perlu karena setiap surat dinas
sudah lazim memiliki arsip.
Mari kita bandingkan bentuk salah dan bentuk benar berikut.
Bentuk salah
Tembusan: disampaikan kepada:
1. Direktur Bank Indonesia Pusat (sebagai laporan)
2. Kepala Pusdiklat Bank Indonsia (sebagai undangan)
3. Drs. Mahaban, S.H. (harap dilaksanakan)
4. Arsip.
Bentuk yang dianjurkan sebagai berikut.
Seharusnya (Bentuk Baku)
Tembusan:
1. Direktur Bank Indonesia
2. Kepala Pusdiklat bank Indonesia
3. Drs. Marhaban, S.H.
Dalam surat resmi harus dicantumkan inisial.
Inisial adalah tanda pengenal nama penyusun konsep surat dan pengetik surat tersebut.
Inisial ini biasanya diambil dari huruf terdepan nama yang bersangkutan.
Misalnya:
RK/YP
RK singkatan dari Rudi Kurniawan (pengonsep)
YP singkatan dari Yuni Parwati (pengetik)

81

KATA DAN PEMAKAIANNYA


Sering kata digunakan secara tidak tepat dalam kalimat baik karena artinya yang tidak
tepat atau tidak tepat benar, atau karena penggabungan kata itu dengan kata lain dalam sebuah
frase, atau kalimat. Kita perhatikan contoh-contoh beserta keterangannya di bawah ini.
1. hadirin
Kata hadirin dipungut dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, artinya semua yang hadir
laki-laki. Untuk perempuan, dalam bahasa Arab digunakan hadirat ( dengan lafal a panjang
pada suku -rat). Dalam pemakaiannya bahwa kata hadirin yang berasal dari bahasa Arab itu
mengalami pergeseran makna dalam bahasa Indonesia. Kata hadirin dalam bahasa Indonesia
dipakai baik untuk laki-laki maupun perempuan. Orang yang berpidato menyapa orang yang
hadir dalam pertemuan itu dengan kata : Hadirin yang saya hormati, atau Hadirin yang saya
muliakan.
Seperti yang diklatakan di atas, kata hadirin berartisemua yang hadir. Karena itu, tidak
perlu diletakkan kata para di depannya seperti kebiasaan sekarang ini. Sangat umum kita
mendengar pembawa acara atau orang yang berpidato mengucapkan kata sapaannnya : Para
hadirin yang saya hormati. Penggunaan kata para di depan kata hadirin itu sifatnya pleonastic
(berlebih-lebihan).
Bentuk hadirat sebagai pasangan hadirin tidak dipakai dalam bahasa Indonesia. Namun,
kadang-kadang orang yang biasa menggunakan bahasa Arab menggunakan juga kata itu dalam
berpidato
2. suatu dan sesuatu
Kata suatu dipakai untuk menyatakan benda yang belum tentu; dapat dibandingkan dengan
one dalam bahasa Inggris seperti dalam pemakaian berikut: one day (Inggris) = pada suatu hari
(Indonesia).

82

Kata sesuatu dipakai untuk menggantikan benda yang belum tentu baik dalam fungsi
sebagai subjek maupun sebagai objek kata kerja transitif; dapat dibandingkan dengan something
dalam bahasa Inggris. Kata sesuatu dipakai sebagai kata yang berdiri sendiri dalam kalimat.
Jadi, sebenarnya tidak dipakai di daam frase demgan kata benda di belakangnya seperti yang
sering dijumpai dalam pemakaian bahasa dewasa ini.
Contoh pemakain suatu:
Guru bercerita tentang suatu peristiwa yang menarik.
Pada suatu kesempatan yang baik, akan kuceritakan hal itu kepadamu.
Suatu kesalahan yang terjadi tanpa disengaja masih dapat dimaafkan.
Contoh pemakaian sesuatu:
Kalu pekerjaanmu sudah selesai, aku akan menceritakan sesuatu yang menarik kepadamu.
Ia seperti sedang memikirkan sesuatu.
Saya tak mengharapkan sesuatu dari Saudara.
Perhatikan perbedaan pemakaiannya dalam kalimat-kalimat di atas. Ada dua kesalahan
yang sering kita jumpai dewasa ini. Alih-alih mengatakan suatu hal, suatu peristiwa, suatu
kesalahan. Dewasa ini orang sring mengatakan sesuatu hal, sesuatu peristiwa, sesuatu kesalahan.
Seperti sudah dukatakan di atas, dengan contoh pemakaiannya dalam kalimat, awalan se- tidak
perlu dilekatkan pada kata suatu bila kata itu diikuti langsung oleh kata benda.
3. masing-masing dan tiap-tiap
Kata masing-masing dewasa ini dipakai tidak seperti yang tercantum di dalam kamus.
Kalau kita periksa Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta. Akan kita
lihat keterangan sebagai berikut.
masing-masing, tiap-tiap orang; seorang-seorang; sendiri-sendiri; mis. Masing-

masing

mengemukakan keberatannya; pulang ke ruimah masing-masing.


Jelas dalam contoh di atas bahwa kata masing-masing tidak dipakai di depan kata benda,
melainkan dipakai sebagai kata yang berduri sendiri seperti tampak pada contoh pertama.
Sekarang sudah umum orang mengatakan atau menulis masing-masing anak, masingmasing peserta, masing-masing negra alih-alih mengatakan atau menulis tiap-tiap anak, tiap-tiap

83

peserta, tiap-tiap negara. Jadi, kata tiap-tiaplah yang seaharusnya dipakai bila di belakngnya
diletakkan kata benda, bukan kata masing-masing.
Bandingkan kalimat-kalimat yang berpasangan di bawah.
1) a. Tiap-tiap murid diberi oleh gurunya sebuah buku.
b. Murid-murid itu masing-masing diberi oleh gurunya sebuah buku.
2)

a. Dalam konferensi itu , tiap-tiap negara diwakili oleh menteri luar negerinya.
b. Dalam konferensi itu, negara-negara itu masing-masing diwakili oleh menteri
luar negerinya.
Dalam contoh-contoh di atas dapat kita lihat bagaimana seharusnya kata masing-masing

dan tiap-tiap digunakan. Kedua kata itu memang mengandung makna yang sama, tetapi
pemakainnya tidak sama. Kalu diikuti oleh kata benda, maka kata tiap-tiaplah yang digunakan,
sedangkan jika menggantikan kata benda yang sudah disebutkan sebelumnya, maka kata masingmasinglah yang digunakan.
Kesalahan penggunaan kata masing-masing seperti yang telah dikemukakan itu mula-mula
merupakan sebuah salah kaprah; lama kelamaan karena sering digunakan seperti itu, berubah
pemakaiannya dari yang seharusnya. Kalau kita ingin menggunakan bahasa secara cermat,
hendaklah kita gunakan kata itu masing-masing seperti yang dicontohkan di atas.
4. nyaris dan hampir
Kata nyaris bersinonim dengan kata hampir, tetapi pemakainnya tidak sama. Artinya tidak
selalu kata hampir dalam sebuah kalimat dapat diganti dengan kata nyaris.
Kata nyaris dipakai dalam pengertian hampir, tetapi dal;am arti yang kurang menguntungkan.
Perhatikan contoh pemakaiannya dalam kalimat-kalimat di bawah.
Karena kurang pandai berenang, anak itu nyaris tenggelam.
Orang itu nyaris tertabrak mobil karena kurang hati-hati.
Kata nyaris tak boleh dugunakan dalam pengertian yang menguntungkan seperti nyaris
menang, nyaris mendapat keuntungan.

84

5. takdir dan nasib


Kedua kata itu biasanya dikacaukan orang saja pemakainnya. Mungkin hal itu timbul
karena di dalam kamus biasanya diberikan arti bolak-balik : takdir=nasib, dan nasib=takdir,
sehingga seolah-olah kedua patah kata itu sama saja artinya.
Takdir adalah suatu ketetapan Tuhan, tidak dapat berubah dan tidak dapat diubah oleh
manusia di luar kekuasaannya. Bahwa saya lahir sebagai laki-laki, sebagai orang Indonesia,
berkulit sawo matang, sebagai anak pertama dalam keluarga, itu merupakan takdir. Tuhan
memang sudah menetapkan demikian. Demikian juga hari kematian saya sudah ditetapkan oleh
Tuhan saatnya, tidak akan bergeser sedetik ke depan atau ke belakang. Saat itu suatu rahasia
yang tidak kita ketahui.
Nasib dapat berubah. Tuhan berfirman tidak akan berubah nasib suatu kaum kalau mereka
sendiri tidak mau mengubahnya. Orang selalu ingin lebih baik, tetapi hidup yang lebih baik itu
tidak akan terwujud bila tiidak ada usaha ke arah itu. Kalau kita tetap miskin, tidak dapat kita
mengatakan memang beginilah nasib saya ditentukan oleh Tuhan padahal tidak ada usaha untuk
memperbaiki nasib itu; misalnya dengan bekerja keras, dengan menambah ilu. dsb.

85

Anda mungkin juga menyukai