bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area infark (kematian
jaringan).
Berdasarkan Price SA dan Wilson Lorraine M (perdarahan intraksional) biasanya disebabkan
oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar pendarahan, spasme ini dapat
menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang semua lunak akhirnya akan larut dan
mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami
nekrosis.
E. Pemeriksaan Penunjang CVA (Stroke)
1. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
2. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem
3. MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark
4. Penilaian kekuatan otot
5. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak.
F. Penatalaksanaan CVA (Stroke)
Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas
melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia,
selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa
prinsip.
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
1. Penanganan suportif imun
1. Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
2. Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
3. Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2. Meningkatkan darah cerebral
1. Elevasi tekanan darah
2. Intervensi bedah
3. Ekspansi volume intra vaskuler
4. Anti koagulan
5. Pengontrolan tekanan intrakranial
6. Obat anti edema serebri steroid
7. Proteksi cerebral (barbitura)
Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang digunakan :
1. Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
2. Obat anti koagulasi : heparin
3. Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus)
1. Intervensi :
1. Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan.
2. Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara
atau papan baku sesuai indikasi.
3. Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam.
4. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal.
5. Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas
setiap 2 jam sampai 4 jam.
6. Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki.
7. Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi.
8. Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan
sehari-hari.
9. Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi
seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk
mencapai keseimbangan.
10. Konsulkan dengan dokter dan bagian terapi (Tucker, 1998).
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer
proses kognitif.
1. Intervensi :
1. Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri
(mandi, makan, toile training).
2. Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang
mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap
hari untuk mengetahui adanya kerusakan.
3. Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams
setiap minggu sesuai indikasi.
4. Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran
mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan
bersih.
1. Intervensi:
1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuan.
2. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi perubahan pada pasien.
3. Anjurkan kepada pasien untuk mengeskpresikan perasaannya termasuk
rasa bermusuhan dan perasaan marah.
4. Catat apakah pasien menunjukkan daerah yang sakit atau pasien
mengingkari daerah tersebut dan mengatakan hal tersebut telah mati.
5. Akui pernyataan perasaa pasien tentang pengingkaran terhadap tubuh,
tetap pada kenyataan bahwa pasien masih dapat menggunakan bagian
tubuhnya yang sakit.
6. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan
fungsi tubuh atau kemandirian pasien.
7. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
8. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan kepada pasien
melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
9. Beri dukungan terhadap usaha setiap peningkatan minat atau partisipasi
pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
10. Berikan penguat terhadap penggunaan alat-alat adaptif.
11. Kolaborasi : rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan konseling sesuai
kebutuhan.
6. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang
yang
sederhana,
pindahkan
perabot
yang
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
2. Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
3. Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC,
Jakarta.
4. Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
5. Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
6. Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta.