Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

ILMU KESEHATAN MATA

UVEITIS ANTERIOR
Ditujukan untuk memenuhi syarat Kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Disusun oleh:
Rr. Arum Ramadhyan Suryandari

22010113210029

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN

Peradangan traktus uvealis banyak penyebabnya dan dapa mengenai satu


atau ketiga bagian secara bersamaan, namun bentuk uveitis paling sering adalah
uveitis anterior. Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan
badan siliar (pars plikata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang
bola mata, kornea, dan sklera. Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior
dibedakan atas 2 tipe yaitu tipe granulomatosa dan tipe non granulomatosa.
Penyebab uveitis anterior dapat bersifat endogen maupun eksogen.
Dalam menentukan penyebab uveitis anterior, sering dijumpai banyak
kendala di Indonesia. Pemeriksaan cairan hasil parasentesis dari bilik mata depan
merupakan pemeriksaan yang lazim dikerjakan untuk menegakkan diagnosis,
namun hal tersebut masih sulit diterima para pasien mengingat risiko tindakan
juga tidak ringan. Di samping itu, beberapa teknik pemeriksaan laboratorium
terutama yang menyangkut pemeriksaan imunologik masih relatif mahal.
Manajemen uveitis anterior adalah bertujuan untuk mencegah kerusakan stuktur
dan fungsi mata seperti sinekia anterior, sinekia posterior, kerusakan pembuluh
darah iris, katarak, glaukoma, parut kornea, dan kekeruhan badan kaca.
Gejala-gejala uveitis anterior meliputi: mata merah, fotofobia, lakrimasi,
rasa sakit, dan penglihatan kabur. Mata yang terkena biasanya satu pihak. Uveitis
didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea akibat infeksi, trauma atau
proses autoimun. Meskipun demikian, sekarang istilah uveitis digunakan untuk
menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraocular yang tidak hanya pada
uvea tetapi juga struktur yang ada di dekatnya baik karena infeksi, trauma,
neoplasma atau autoimun. Sekitar 75% peradangan intraokular yang paling sering
terjadi adalah uveitis anterior, dengan jumlah kasus sekitar 12 kasus per 100.000
populasi setiap tahunnya, sangat berbeda dengan uveitis posterior yang hanya
berjumlah sekitar 3 kasus setiap tahunnya. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan
di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan
perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Gejala yang ditemukan
pada pasien dengan uveitis adalah mata merah, sakit, fotofobia, lakrimasi dan
terdapatnya penurunan tajam penglihatan. Uveitis juga banyak dikaitkan dengan
berbagai penyakit sistemik sehingga menegakkan diagnosis uveitis memerlukan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik yang teliti. Uveitis merupakan suatu
penyakit yang mudah kambuh, bersifat merusak, menyerang pada usia produktif
dan kebanyakan berakhir dengan kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi
karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan
intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak
akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang
meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang
menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat. Prognosis
pasien uveitis adalah baik bila pengobatan dilakukan secara tepat dan benar.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Uvea merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari iris, korpus
siliar, dan koroid. Bagian ini dilindungi oleh kornea dan sklera. Uvea ikut
memasok darah ke retina. Uvea dibagi menjadi 2 bagian yaitu uvea anterior yang
terdiri dari iris dan badan siliar dan uvea posterior yaitu koroid . Dalam tulisan ini
hanya dibahas mengenai uvea anterior saja.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:1
1. Sklera, yang merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk
pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sclera disebut cornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke
dalam bola mata.
2. Jaringan uvea, yang merupakan jaringan vaskular, yang terdiri atas iris, badan
siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat
mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata yaitu otot dilatatur, sfingter iris
dan otot siliar. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan
bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak
pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.
3.Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris
yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke
otak.
Vitreous humour atau badan kaca menempati daerah belakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung

sangat

sedikit

sel

yang

mensintesis

kolagen

dan

asam

hialuronat.Berfungsi mengisi ruang untuk meneruskan sinar darilensa ke retina.


Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan
melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.1
UVEA
Uvea, berasal dari bahasa Latin uva yang berarti anggur dan terdiri atas
beberapa kompartmen mata yang berperan besar dalam vaskularisasi mata, yaitu
iris, badan siliar dan koroid yang secara anatomis tidak terpisah.Uvea merupakan

dinding kedua dari bola mata yang terletak di tengah dan merupakan lapisan
vaskuler di dalam bola mata yang terletak antara korneosklera dan neuroepitelium.
Uvea merupakan lembaran yang tersusun oleh pembuluh-pembuluh darah, serabut
saraf, jaringan ikat, otot dan pupil yang merupakan bagian iris yang berlubang. 2,3

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang
berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari
sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang merupakan
anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi
koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan brevis. Pendarahan uvea
bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang
masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik
dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat dua pada setiap otot superior, medial
inferior, satu pada otot rektus lateral. Uvea posterior mendapat pendarahan dari
15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat
masuk saraf optik. 2,3,4

IRIS
Iris merupakan kelanjutan dari badan silier yang berarti pelangi karena
warna iris berbeda sesuai etnik dan ras manusia. Iris berpangkal pada badan siliar
yang merupakan pemisah antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang,
yang masing-masing berisi humor aqueus. Iris mengendalikan banyaknya cahaya
yang masuk ke dalam mata. Iris merupakan membran yang berwarna, berupa
suatu permukaan pipih, berbentuk sirkular yang ditengahnya terdapat lubang yang
dinamakan pupil.2,3,4
Permukaan depan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai
lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripti. Di dalam stroma
iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada
permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel
pigmen retina ke arah anterior. Jaringan otot iris tersusun longgar dengan otot
polos yang berjalan melingkari pupil (sfingter pupil) dan radial tegak lurus pupil
(dilator pupil). Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap
tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama
besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak
sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. 2,4
Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada
dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Pasok darah ke iris adalah dari circulus
major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tak berlobang

sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara


intravena. Iris dipersarafi nervus nasosiliar cabang dari saraf kranial III yang
bersifat simpatik untuk midriasis dan parasimpatis untuk miosis. 2,4
BADAN SILIER
Badan silier merupakan bagian uvea yang terletak di antara iris dan koroid.
Badan silier mengandung banyak pembuluh darah dan vena. Badan siliar dimulai
dari pangkal iris ke belakang sampai koroid. Badan siliar berbentuk cincin yang
terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat di sklera. Secara kasar
berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung
posterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu
zona anterior yang berombak-ombak, pars plikata, dan zona posterior yang datar,
pars plana. Processus siliaris berasal dari pars plikata. Ada dua lapisan epitel
siliaris satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan
neuroretina ke anterior; dan lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan
perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Pembuluh-pembuluh darah yang
mendarahi korpus siliare berasal dari lingkar utama iris. Saraf sensorik iris adalah
melalui saraf-saraf siliaris.2,4
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem
eksresi dibelakang limbus. Badan siliar terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus
siliaris. Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan
radial. Otot-otot siliar (serat-serat sirkuler) berfungsi untuk akomodasi. Jika otototot ini berkontraksi ia menarik prosesus siliar dan koroid ke depan dan ke dalam,
mengendorkan zonula Zinn sehingga mengubah tegangan pada kapsul lensa dan
lensa menjadi lebih cembung, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus
baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan
pandang. Fungsi prosesus siliar adalah memproduksi aqueous humor. Humor
akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraocular = TIO).
Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior
melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis, kemudian melewati
trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis
kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung. Radang badan

siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus, yang


akan mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran karakteristik
peradangan intraokular.2,4
KOROID
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luas yang berupa membran
berwarna coklat tua dan terletak antara retina dan sklera merupakan bagian dari
segmen posterior uvea, terbentang dari ora serata sampai ke papil saraf optik.
Koroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, koroid
bersambung dengan korpus siliaris. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri
atas anyaman pembuluh darah, kaya pembuluh darah dan berfungsi untuk
memberi nutrisi kepada retina bagian luar. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh
membrana Bruch dan di sebelah luar oleh suprakoroidal (di bagian luarnya lagi
terdapat sklera). Retina tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi
berhenti beberapa millimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak
terselubungi retina disebut pars plana. Koroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh
darah koroid yaitu pembuluh darah besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam
pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam
pembuluh darah koroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari pembuluh
darah koroid dialirkan melalui empat vena vorteks, satu di masing-masing
kuadran posterior. Agregat pembuluh darah koroid memperdarahi bagian luar
retina yang mendasarinya. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior
longus dan brevis. 2,3,4

Gambar 1. Anatomi Mata

II.

UVEITIS ANTERIOR
Uveitis anterior adalah radang pada iris (iritis), badan siliar (siklitis) dan
dapat terjadi bersama yang disebut sebagai iridosiklitis. Uveitis anterior atau
iridosiklitis merupakan penyakit yang mendadak yang biasanya berjalan selama 6
sampai 8 minggu, dan pada stadium dini biasanya dapat sembuh dengan tetes
mata saja. Uveitis anterior kronik adalah peradangan berulang pada uvea anterior,
berlangsung selama bulanan atau tahunan tanpa penyembuhan yang sempurna
antara serangan yang pertama dan kekambuhan.1,5
Uveitis anterior dapat dibedakan lagi dalam bentuk uveitis granulomatosa
dan

non

granulomatosa.

Uveitis

granulomatosa

merupakan

pembagian

berdasarkan gambaran patologinya, dimana pada uveitis granulomatosa ditandai


dengan adanya sel-sel radang pada tepi pupil (Koeppe Nodules), pada permukaan
iris (Bussaca Nodules) serta sel-sel radang pada endotel kornea atau keratik
presipitat yang bila bentuknya besar dan berminyak disebut mutton fat keratic
precipitate.1,5,10
Biasanya perjalanannya dimulai dengan gejala iridosiklitis akut. Penyebab
uveitis anterior akut non granulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit
Reiter, herpes simplex, sindrom Posner Schlosman, pascabedah, infeksi
adenovirus, parotitis, influenza, dan chlamydia. Penyebab uveitis anterior kronis
non granulomatosa dapat disebabkan oleh artritis reumatoid dan fuchs
heterokromik iridosilitis. Sedangkan penyebab uveitis anterior granulomatosa

akut antara lain: sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis, virus, jamur (histoplasmosis)


atau parasit (toksoplasmosis). Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat
rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada proses peradangan yang lebih akut,
dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus di dalam COA yang
disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan
hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka selsel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate
(KP).1,5
Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu : 10
Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang

difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.


Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan

berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan
fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang
disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut
oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya
trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik
mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata
belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombans
(iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan
metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak
komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis
(peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan
abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata
termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga
abses).1,5,10
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera
ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang

semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan silier.
EPIDEMIOLOGI
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Uveitis menyumbang
10-15% kasus kebutaan di negara maju dan uveitis sering terjadi di negara
berkembang dibandingkan dengan negara maju karena prevalensi infeksi yang
dapat mempengaruhi mata seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis adalah lebih
besar.
ETIOLOGI
1. Uveitis endogen.
Akibat infeksi mikroorganisme atau agen lain dari pasien sendiri. Sering
berhubungan dengan :
a) Penyakit sistemik : spondilitis ankilosa
b) Infeksi bacteria : tuberculosis
c) Jamur : kandidiasis
Banyak pada penderita dengan kelemahan sistem imun.
d) Virus : herpes Zoster
Menyerang nervus optikus dan banyak terjadi pada orang tua.
e) Protozoa : Toxoplasma
f) Cacing : Toxokariasis
Kondisi lain yang termasuk dalam uveitis endogen adalah uveitis spesifik
idiopatik (sindrom uveitis Fuch) dan uveitis nonspesifik idiopatik.5
2. Uveitis eksogen.
a) Trauma eksternal
b) Invasi mikroorganisme/agen lain dari luar.

KLASIFIKASI
1.

Klasifikasi Anatomi:1,5,7
a) Uveitis anterior

10

Juga disebut iritis jika inflamasi mengenai bagian depan iris dan
iridosiklitis jika inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan silier.
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris
atau keduanya yang disebut juga dengan iridosiklitis.
b) Uveitis intermedia
Peradangan mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer
retina.
c) Uveitis posterior
Peradangan mengenai uvea di belakang vitreous. Juga disebut
korioretinitis bila peradangan koroid lebih menonjol, retinokoroiditis
bila peradangan retina lebih menonjol, koroiditis, retinitis dan uveitis
diseminata.
d) Panuveitis / Uveitis difus
Merupakan uveitis anterior, intermedia, dan posterior yang terjadi
secara bersamaan.
Urutan uveitis dari yang paling sering terjadi adalah uveitis anterior, posterior,
panuveitis dan intermedia.

Gambar 2. Klasifikasi Uveitis Berdasarkan Anatomi

Tabel Klasifikasi Anatomi dari Uveitis


Lokasi

Perjalanan Penyakit

Anterior
Intermediate

Akut, Subakut
Kronis

Posterior

Rekuren

Patologi

Faktor

Granulomatosa
Non-

Penyabab
Infeksi
Autoimun

Granulomatosa
Sistemik

11

2. Klasifikasi klinis:1,5
a) Uveitis akut
Apabila gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung selama 6 minggu atau
kurang dan bila sembuh tidak kambuh lagi
b) Uveitis subakut
Lamanya peradangan antara uveitis akut dan kronik, ada kekambuhan
tetapi ada fase kesembuhan
c) Uveitis kronik
Peradangan berulang, berlangsung selama > 6 minggu (selama bulanan
atau tahunan), tanpa penyembuhan yang sempurna antara serangan
yang pertama dan kekambuhan. seringkali onset tidak jelas dan bersifat
asimtomatik.
3. Klasifikasi patologi. 1,5
a) Non granulomatosa
Paling sering, di duga akibat alergi karena tidak pernah ditemukan
kumannya dan sembuh dengan pemberian kortikosteroid. Timbulnya
sangat akut. Reaksi vaskuler lebih hebat dari seluler sehingga
injeksinya hebat (banyak pembuluh darah). Di iris tidak tampak
benjolan.

Sinekia

posterior

halus-halus,

oleh

karena

hanya

mengandung sedikit sel. Cairan COA mengandung lebih banyak fibrin


daripada sel. Badan kaca tidak tampak kekeruhan. Rasa sakit hebat
juga fotofobia dan visus banyak terganggu. Pada stadium akut karena
mengandung fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak mengenai
uvea anterior. Patologi anatomis di iris dan badan siliar didapatkan sel
plasma dan sel-sel mononuklear
b) Granulomatosa
Disangka akibat invasi mikrobakteri yang patogen ke jaringan uvea,
meskipun kumannya sering tidak ditemuklan, sehingga diagnosa
ditegakkan berdasarkan keadaan klinis saja. Timbulnya tidak akut,
reaksi seluler lebih hebat dari vaskuler. Karenanya injeksi silier tidak
hebat. Iris bengkak, menebal, gambaran benjolannya disebut Koepe
Nodul. Keratik presipitat besar-besar kelabu disebut mutton fat
deposit. COA keruh seperti awan, lebih banyak sel dari fibrin. Keruh
rasa sakit ringan-sedang, fotofobi sedikit. Visus terganggu hebat oleh

12

karena media yang dilalui cahaya banyak terganggu. Keadaan ini


terutama mengenai Uvea posterior, di koroid dominan sel epiteloid dan
sel raksasa multinukleus dengan nyeri, injeksi silier, hiperemia dan
lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar serta fotofobia.
Penglihatan kabur karena adanya permeabilitas pembuluh darah naik
maka terjadinya transudasi ke bilik mata depan.
Tabel 2. Perbedaan uveitis non granulomatosa dengan uveitis granulomatosa
Non granulomatosa
Onset
Akut
Sakit
Nyata
Fotofobia
Nyata
Penglihatan kabur
Sedang
Merah sirkum corneal Nyata

Granulomatosa
Tersembunyi
Tidak ada atau ringan
Ringan
Nyata
Ringan

Keratik presipitat
Pupil
Sinekia posterior
Nodul iris

Putih halus
Kecil dan tidak teratur
Kadang
Kadang

Kelabu besar
Kecil dan tidak teratur
Kadang
Kadang

Tempat

Uvea anterior

Perjalanan
Rekurens

Akut
Sering

Uvea
anterior
posterior
Kronik
Kadang

dan

4. Klasifikasi berdasarkan penyebab yang diketahui6


a) Bakteri : tuberculosis. sifilis
b) Virus : herpes simpleks, herpes zoster, sitomegalovirus, penyakit Vogtc)
d)
e)
f)

Koyanagi-Harada, sindrom Bechet.


Jamur : kandidiasis
Parasit : toksoplasma, toksokara
Imunologik : Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
Penyakit sistemik : penyakit kolagen, arthritis rematoid, multiple

sclerosis, sarkoidosis, penyakit vaskuler.


g) Neoplastik : limfoma, reticulum cell sarcoma
h) Lain-lain : AIDS
MANIFESTASI KLINIK
Pada anamnesa penderita mengeluh:7
1. Mata terasa ngeres seperti ada pasir.

13

2. Mata merah disertai air mata.


3. Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah hebat bila
telah timbul glaukoma sekunder.
4. Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar
5. Blefarospasme.
6. Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi katarak
komplikata, penglihatan akan banyak menurun.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
- Kelopak mata edema disertai ptosis ringan.
- Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis.
- Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus,
dan keratic precipitate.
- Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau hifema bila
proses sangat akut. Sudut BMD menjadi dangkal bila didapatkan sinekia.
- Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans.
Dapat pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior.
- Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai negatif.
- Lensa keruh, terutama bila telah terjadi katarak komplikata.
- Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder.
PEMERIKSAAN ANJURAN

Oftalmoskopi

Tonometri

Slitlamp

Pemeriksaan laboratorium.

Penderita uveitis anterior akut dengan respon yang baik terhadap pengobatan
non spesifik, umumnya tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih
lanjut. Sementara bagi penderita yang tidak responsif , diusahakan untuk
menemukan diagnosis etiologinya melalui pemeriksaan laboratorium.
Pada penderita ini sebaiknya dilakukan skin test untuk pemeriksaan

14

tuberkulosis dan toksoplasmosis. Untuk kasus-kasus yang rekurens


(berulang), berat, bilateral, atau granulomatosa, perlu dilakukan tes untuk
sifilis, foto Rontgen untuk mencari kemungkinan tuberkulosis atau
sarkoidosis. Penderita muda dengan arthritis sebaiknya dilakukan tes ANA.
Pada kasus psoriasis, uretritis, radang yang konsisten, dan gangguan
pencernaan, dilakukan pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab
autoimun. Pada dugaan kasus toksoplasmosis, dilakukan pemeriksaan IgG
dan IgM.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan
atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan
fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan
tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya
komplikasi yang tidak diharapkan.

Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi :8


Terapi non spesifik
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat
pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus
untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat
lebih cepat.
3. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier
relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan.

15

Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya


sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.
Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
-

Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes


Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan

dosis sebagai berikut


Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler:
Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80
mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap
hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi
yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal
selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan
sistemik.
Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis
anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri,
maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid
Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral
dengan Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti
disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi

16

adalah sama tanpa memandang penyebabnya.


Terapi terhadap komplikasi
1.Sinekia posterior dan anterior
Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia
anterior,
perlu diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan
sebelumnya.
2.Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada
uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:
Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam
Terapi bedah :
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap
tinggi.
- Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah
terjadi
perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau
PAS)
dilakukan bedah filtrasi.
- Sudut terbuka : bedah filtrasi.
3. Katarak komplikata
Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi
yang
diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan
jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.

17

18

BAB III
KESIMPULAN

Uveitis anterior adalah radang pada iris (iritis), badan siliar (siklitis) dan
dapat terjadi bersama yang disebut sebagai iridosiklitis. Uveitis anterior atau
iridosiklitis merupakan penyakit yang mendadak yang biasanya berjalan selama 6
sampai 8 minggu, dan pada stadium dini biasanya dapat sembuh dengan tetes
mata saja. Gejala-gejala uveitis anterior meliputi: mata merah, fotofobia,
lakrimasi, rasa sakit, dan penglihatan kabur. Uveitis juga banyak dikaitkan dengan
berbagai penyakit sistemik sehingga menegakkan diagnosis uveitis memerlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik yang teliti. Uveitis merupakan suatu
penyakit yang mudah kambuh, bersifat merusak, menyerang pada usia produktif
dan kebanyakkannya berakhir dengan kebutaan.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. dr. Suharjo, SU, SpM(K), dr. Siti Sundari SpM, MKes, dr. Muhammad.
Bayu Sasongko. Kelainan palpebra, konjungtiva, kornea, skllera dan sistem
lakrimal. Ilmu Kesehatan Mata. 1. 2007. 34-40, 44-5
2. Prof. dr.H.Sidarta Ilyas, SpM. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilmu
Penyaakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. 2010. 121-37,
140, 143-6.
3. Prof. dr. Sidarta Ilyas SpM, Prof. Dr. dr. H.H.B Mallangkay SpM, Prof. dr.
Hilman Talm SpM, dr Raman R Saman SpM, dr Monang Simarmata SpM, dr
Purbo S Widodo SpM. Radang Uvea. Ilmu Penyakit Mata. 2. 2010. 114-5,
120-31.
4. Prof. dr.H.Sidarta Ilyas, SpM. Mata merah dengan penglihatan turun
mendadak. Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3.
2010. 147-58
5. Prof. dr. Suharjo, SU, SpM(K), dr. Muhammad. Bayu Sasongko, dr. Santi
Anugrahsari. Uveitis. Ilmu Kesehatan Mata. 1. 2007. 63-76.
6. Prof. dr. Sidarta Ilyas SpM, Prof. Dr. dr. H.H.B Mallangkay SpM, Prof. dr.
Hilman Talm SpM, dr Raman R Saman SpM, dr Monang Simarmata SpM, dr
Purbo S Widodo SpM. Radang Uvea. Ilmu Penyakit Mata. 2. 2010. 159-75.
7. Ilyas S. Penuntun ilmu penyakit mata, Edisi ke-3, Cetakan ulang 2008,
Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2008.
8. Syamsu S. Management of Uveitis. Cermin Dunia Kedokteran. 1993; 87: 55
8.

20

Anda mungkin juga menyukai