Disusun oleh:
Kelompok 1
Fikry Awaluddin
1406664612
Abni Rahmi Nopitasari
Citra Rezza Aurora P.P.
Maipa Deapati
Ika Luluk Tri Wandari
Neneng Nurhalimah
Shinta Puspitasari
1406664114
1406664266
1406664556
1406664455
1406664644
1406664732
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1
Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2
Perumusan Masalah.....................................................................................................................2
1.3
Tujuan..........................................................................................................................................2
1.4
Metode.........................................................................................................................................2
BAB 2 ISI........................................................................................................................................3
2.1
Perbekalan Farmasi......................................................................................................................3
2.2
Perencanaan.................................................................................................................................3
2.2.1
2.2.1.1
Tahap Pemilihan...............................................................................................................4
2.2.1.2
2.2.1.3
2.2.1.4
2.2.1.5
2.3
Pengadaan..................................................................................................................................11
2.3.1
2.3.1.1
Pembelian......................................................................................................................12
2.3.1.2
Produksi.........................................................................................................................14
2.3.1.3
Pinjaman........................................................................................................................18
2.3.1.4
Hibah.............................................................................................................................20
2.3.1.5
Menukar.........................................................................................................................24
2.3.1.6
Konsinyasi.....................................................................................................................24
2.3.2
BAB 3 KESIMPULAN................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................30
BAB 1
PENDAHULUAN
digunakan pada saat yang tepat adalah tahap perencanaan dan pengadaan perbekalan
farmasi.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana tahap-tahap penting pada perencanaan perbekalan farmasi?
Bagaimana tahap-tahap penting pada pengadaan perbekalan farmasi?
1.3 Tujuan
Memahami tahap-tahap penting pada perencanaan perbekalan farmasi.
Memahami tahap-tahap penting pada pengadaan perbekalan farmasi.
1.4 Metode
Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu melalui buku dan
e-book yang berkaitan dengan tema makalah serta melalui penelusuran situs atau jurnal
yang dapat dipercaya dari media internet.
BAB 2
ISI
2.2 Perencanaan
Berdasarkan Permenkes No. 58 tahun 2014, perencanaan kebutuhan merupakan
kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
1. anggaran yang tersedia;
2. penetapan prioritas;
3. sisa persediaan;
4. data pemakaian periode yang lalu;
5. waktu tunggu pemesanan; dan
6. rencana pengembangan.
2.2.1
Daftar obat
Penerimaan, pengeluaran
Hilang,kadaluarsa,rusak
Kekosongan obat
Waktu tunggu
C = Stok pengaman 10 % 20 %
B = Pemakaian rata-rata x 12
bulan
E = Sisa stok
Contoh perhitungan :
Pada umumnya stok pengaman berkisar antara 10% - 20% (termasuk untuk
mengantisipasi kemungkinan kenaikan kunjungan).
Pada umumnya waktu tunggu berkisar antara 3 s/d 6 bulan. Misalkan leadtime
diperkirakan 3 bulan = 3 x 250.000 tablet = 750.000 tablet (D)
2. Metode Morbiditas.
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit,
waktu tunggu, dan stok pengaman.
Langkah perhitungan :
besar.
Kolom 4 : Jumlah penderita anak dibawah 5 tahun.
Kolom 5 : Jumlah penderita dewasa.
45 tahun.
Anak-anak :
Satu episode diperlukan 15 (lima belas) bungkus oralit @ 200 ml. Jumlah
episode 18.000 kasus. Maka jumlah oralit yang diperlukan = 18.000 x 15
bungkus = 270.000 bungkus @ 200 ml.
Dewasa :
Satu episode diperlukan 6 (enam) bungkus oralit @ 1 liter. Jumlah episode
10,800 kasus. Maka jumlah oralit yang diperlukan = 10.800 x 6 bungkus =
64.800 bungkus @ 1000 ml / 1 lite
2) Pengelompokan dan penjumlahan masing-masing obat (hasil langkah a).
Sebagai contoh : Tetrasiklin kapsul 250 mg digunakan pada berbagai kasus
penyakit. Berdasarkan langkah pada butir a, diperoleh obat untuk :
Kolera diperlukan
= 3.000 kapsul
Disentri diperlukan
= 5.000 kapsul
Amubiasis diperlukan
= 1.000 kapsul
Infeksi saluran kemih
= 2.000 kapsul
Penyakit kulit diperlukan
=
500 kapsul
Jumlah Tetrasiklin diperlukan
= 11.500 kapsul
3. Metode Kombinasi
Merupakan gabungan dari metode konsumsi dan
metode epidemiologi.
Dalam metode ini, anggaran yang diperlukan disesuaikan dengan yang tersedia.
Penyusunan perencanaan mengacu pada :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
4. Metode Anggaran
Data yang diperlukan rawat jalan dan rawat inap :
Perlu
data
kunjungan
Kelompok B : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
Kelompok C : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya
menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah-Langkah menentukan kelompok A, B dan C.
1. Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara
2.
3.
4.
5.
6.
7.
b. Analisa VEN.
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang
terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap
jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat
dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut :
Kelompok V : Adalah kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain:
yang
perlu
ditambah
atau
dikurangi
dapat
didasarkan
atas
2.3.1
2.3.1.1 Pembelian
Dalam Permenkes No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit disebutkan bahwa untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan
pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelian adalah:
1. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang
meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
2. Persyaratan pemasok.
3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
4. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
Secara umum metode pembelian dapat dilakukan melalui cara berikut:
a. Secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu
metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga,
apabila ada dua atau lebih pemasok yang memenuhi syarat memasarkan suatu produk
tertentu yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan apoteker. Dalam memilih
pemasok, apoteker harus mendasarkan pada beberapa kriteria, yakni harga, berbagai
syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan, dapat dipercaya, kebijakan
tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan. Akan tetapi, kriteria yang paling
utama harus selalu ditempatkan pada mutu obat dan reputasi pemanufaktur.
Tender terbuka berlaku untuk seluruh rekanan yang terdaftar dan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga, metoda ini lebih
menguntungkan, tapi memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama dan perhatian
penuh. Metode ini biasanya dilakukan oleh RS negeri dengan dana dari
APBN/APBD. Untuk melakukan tender terbuka ini perlu sebuah panitia tersendiri
dan penilaian yang mantap terhadap distributor (mutu produk dan harga).
Keuntungan dari metode tender terbuka ini adalah stabilitas harga terjamin
dan harga lebih murah dan persediaan/stock barang untuk jangka waktu tertentu
terjaga (aman). Sedangkan kerugiannya adalah proses lama (problem kekosongan
obat), membutuhkan tempat penyimpanan yang luas, dan resiko obat macet.
2) Tender terbatas
Tender terbatas dikenal juga dengan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada
rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan mempunyai riwayat yang baik. Harga
masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan
dengan tender terbuka.
b. Kontrak
Disebut juga pengadaan dengan negosiasi, dimana pembeli melakukan
pendekatan pada beberapa supplier (biasanya 3 atau lebih) untuk menentukan harga.
Pembeli juga dapat melakukan tawar-menawar dengan para supplier untuk
memperoleh harga atau pelayanan tertentu.
Metode ini memiliki keuntungan yakni bisa dilakukannya negosiasi harga
dan service delivery yang telah ditetapkan. Kerugian dari metode kontrak ini adalah
proses yang lama dalam bernegosiasi.
volume obat tidak begitu besar sehingga tidak menumpuk atau macet di gudang
harganya lebih murah karena langsung dari distributor atau sumbernya
mendapatkan kualitas seperti yang diinginkan
bila ada kesalahan mudah mengurusnya
dapat kredit
memperpendek lead time
sewaktu-waktu kehabisan atau kekurangan obat dapat langsung menghubungi
distributor
Pengadaan perbekalan farmasi menggunakan metode pembelian langsung
meliputi pengadaan rutin dengan pembelian harian, atau menyesuaikan jika ada
penawaran khusus, dan pengadaan non rutin (insidental) berkaitan dengan pembelian
obat yang tidak ada di formularium tetapi diresepkan oleh dokter dilakukan ke apotek
rekanan, PBF atau RS lain. Pembelian barang-barang yang dibutuhkan dilakukan
dengan membuat surat pesanan langsung pada distributor utama dari produk yang
dikehendaki.
2.3.1.2 Produksi
Menurut Departemen Kesehatan (2004), produksi sediaan farmasi dirumah sakit
merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk dan pengemasan kembali sediaan
farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Dalam Permenkes No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit disebutkan bahwa Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi
sediaan tertentu apabila:
1.
2.
3.
4.
5.
6. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter
paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub instalasi produksi farmasi ada dua, yaitu:
1. Produk Obat Steril
Pembuatan produk steril terbagi menjadi :
a. Produksi steril adalah proses mencampur atau meracik bahan obat steril dan
dilakukan di dalam ruang steril.
b. Aseptic dispensing adalah teknik aseptic yang dapat menjamin ketepatan sediaan
steril yang dibuat dan bebas kontaminasi.
Kegiatan produksi steril yang akan dilakukan sub instalasi produksi farmasi:
a. Total Parenteral Nutrition (TPN)
Total parenteral nutrition adalah membuat atau mencampur bahan nutrisi
yang berisi asam amino, karbohidrat dan lipid yang steril dengan kadar yang
sesuai kebutuhan masing-masing pasien, sehingga dihasilkan sediaan yang steril.
Ruang untuk TPN bertekanan positif dari pada di luar karena obat ini tidak
berbahaya hanya saja dalam pembuatannya harus steril.
b. IV admixture
Merupakan proses pencampuran obat steril ke dalam larutan intravena
steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan
intra vena (i.v). Ruang lingkup dari IV admixture :
1) Pelarutan serbuk steril
2) Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal)
3) Menyiapkan suntikan IV kompleks
Keuntungan IV admixture antara lain:
1) Terjaminnya sterillitas produk
2) Terkontrolnya kompatibilitas obat
3) Terjaminnya kondisi penyimpanan yang optimum sebelum dan sesudah
pencampuran
c. Obat Sitostatika
Obat sitostatika adalah obat yang digunakan dalam pengobatan kanker
(antineoplastik). Peracikan obat kanker atau sitostatika adalah kegiatan
rekonstitusi (pencampuran) obatobat sitostatik dan menyiapkan agar siap
digunakan dengan mempertimbangkan dasardasar keamanan bagi pekerja dan
lingkungan serta prinsip dasar pencampuran obat steril.
Obat ini diberikan pada bagian produksi obat steril maksimal sehari
sebelum dilakukan kemoterapi. Sebelum obat dibuat harus dilakukan pengecekan
apakah pasien jadi dikempoterapi pada waktu yang telah ditentukan atau tidak.
Jika tidak maka obat tidak boleh disiapkan, karena obat harus diberikan segera
setelah direkonstitusi mengingat ketidakstabilan obat dan jika terlalu lama
disimpan maka obat menjadi rusak.
Dalam formulir permintaan obat sitostatika tercantum data pasien meliputi
nama, nomor medical record, ruangan, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan,
umur, luas permukaan tubuh, diagnosis, nama dokter dan paraf dokter, dan data
permintaan obat yang meliputi nama obat, dosis, cara pemberian, volume, jumlah
(ampul/vial), pelarut, volume pelarut, volume akhir, expire date, dan alat
kesehatan yang digunakan.
Rekonstitusi obat sitostatika dilakukan secara aseptik di ruang steril di
dalam laminar air flow. Dalam CPOB, ruang yang digunakan untuk kegiatan steril
disebut ruang kelas II, tidak boleh mengandung lebih dari 350.000 partikel
berukuran 0,5 mikron atau lebih, 2000 partikel berukuran 5 mikron atau lebih,
serta tidak lebih dari 100 mikroba setiap meter kubik udara. Tekanan udara di
ruangan ini semakin ke dalam atau semakin mendekati laminar air flow harus
semakin negatif. Hal ini untuk mencegah keluarnya obat yang direkonstitusi dan
agar tidak mengkontaminasi personil yang mengerjakannya. Personil yang
mengerjakan harus memakai pakaian steril model khusus, penutup kepala,
masker, kacamata, sarung tangan, dan penutup kaki.
2. Produk Obat Non Steril
Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu pembuatan, pengenceran,
dan pengemasan kembali.
a. Pembuatan
Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril berdasarkan
master formula. Produksi obat dilakukan dengan mengisi formulir pembuatan
obat. Tahapan pembuatan obat dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang
terdapat pada formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus
diparaf oleh petugas yang mengerjakannya.
Formulir pembuatan obat dibuat berdasarkan per item obat. Pengemasan
dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi obat atau pengenceran antiseptik
selesai dibuat dan diperiksa kembali.
Setelah selesai pengemasan, maka harus mengisi lembaran atau formulir
pengemasan yang berisi tanggal produksi, nama obat, nomor produksi, volume
dan kemasan, kemudian diparaf. Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir
pengemasan dan etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai
tanda bahwa obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang terdapat pada
formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh petugas yang
mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan alkohol 70% dari alkohol
95%.
c. Pengemasan Kembali
Pengemasan kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari kemasan besar
menjadi kemasan yang lebih kecil.
2.3.1.3 Pinjaman
Pinjaman adalah setiap penerimaan dalam bentuk uang, barang dan atau jasa yang
diperoleh dari pemberi pinjaman yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
Pinjaman bisa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pinjam Pakai adalah pemanfaatan Aktiva Tetap /asset oleh Mitra untuk jangka
waktu tertentu dengan membayar kompensasi, sepanjang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan pemanfaatan Aktiva Tetap tidak dapat dilaksanakan dengan cara
lain. Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang digunakan dalam operasional suatu
lembaga tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan
memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun.
Bentuk kerjasama pendayagunaan asset dengan cara pinjam pakai terbagi menjadi dua,
yaitu :
1. Sewa
Sewa adalah pemanfaatan Aktiva Tetap/asset oleh Mitra dalam jangka waktu tertentu
dan mendapatkan imbalan uang tunai (PERMEN BUN NO 06/2011). Pemilik asset/
Aktiva Tetap berhak mendapatkan imbalan uang tunai berupa sewa bulanan atau
tahunan yang dibayarkan sekaligus dimuka yg dituangkan dalam perjanjian. Selama
jangka waktu sewa:
Asset yang disewakan wajib diasuransikan atas nama pemilik asset dengan beban
mitra, sepanjang dapat dijamin oleh perusahaan asuransi dan/atau didasarkan pada
peraturan perundang-undanagn yang berlaku.
Biaya pemelihaaan, kewajiban perpajakan, dan/atau biaya-biaya lain yang
ditimbulkan atas asset yang disewakan menjadi beban Mitra.
Mitra wajib memelihara objek Sewa, termasuk sarana dan/atau prasarana yang
melekat dengan objek Sewa.
Pada saat berakhimya Sewa, Mitra wajib menyerahkan objek Sewa kepada
pemiliknya dalam keadaan baik/layak fungsi dan menjamin bebas dari segala
tuntutan hukum dan hak-hak pihak ketiga.
2. KSO (Kerjasama Operasional) & KSU (Kerjasama Usaha)
Separate Legal Entity yakni KSO dengan entitas hukum terpisah dapa berbentuk
badan hukum termasuk JO (Joint Operation).
jenis Hibah.
2. obat dan perbekalan kesehatan harus mengacu kepada keperluan dan sesuai dengan
otoritas penerima, dan harus mendukung kebijaksanaan
pemerintah dibidang
transport
lokal,
pergudanga/penyimpanan yang baik, serta urusan bea cukai sebaiknya dibayar oleh
pihak/Negara pemberi hibah
Hal tersebut sebaiknya diinformasikan dari awal untuk menghindari terjadinya
masalah yang tidak diinginkan.
9. Pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan hibah
Pemusnahan dilakuakn sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menerima pinjaman dan hibah adalah (PP Nomor
10 Tahun 2011) :
transparan
akuntable
kehati hatian
2.3.1.5 Menukar
Menukar merupakan cara pemenuhan kebutuhan dengan jalan menukarkan barang
yang dimiliki dengan barang yang dimiliki oleh pihak lain yang dibutuhkan oleh
organisasi/perusahaan. Pemilihan metode/ cara ini harus mempertimbangkan faktor saling
menguntungkan di antara kedua belah pihak dan barang yang dipertukarkan harus
merupakan barang yang sifatnya kelebihan/ berlebihan yang dipandang tidak memiliki
daya guna untuk perusahaan. Cara ini cukup efektif dalam rangka untuk meningkatkan
efektifitas barang-barang yang dimiliki oleh organisasi/ perusahaan. Barang-barang yang
berlebih menjadi tidak mubazir karena tidak terpakai tetapi dapat ditukar dengan barang
lain yang lebih berguna.
2.3.1.6 Konsinyasi
Konsinyasi merupakan suatu perjanjian dimana salah satu pihak yang memiliki
barang menyerahkan sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk dijualkan dengan
harga dan syarat yang diatur dalam perjanjian. Pengadaan dengan cara konsinyasi dalam
pengertian sehari-hari dikenal dengan pengadaan dengan system penitipan. Pihak yang
menyerahkan barang (pemilik) disebut Konsinyor/consignor/ pengamanat. Pihak yang
menerima barang Konsinyasi disebut Konsinyi/ Consigner/ Komisioner. Bagi konsinyor
barang yang dititipkan kepada konsinyi untuk dijualkan disebut barang konsinyasi
(konsinyasi keluar/consigment out). Konsinyasi biasanya dilakukan untuk produk baru
yang belum atau jarang dijual di rumah sakit. Dalam konsinyasi, PBF menitipkan barang
di rumah sakit, kemudian pembayaran baru dilakukan apabila barang titipan tersebut
telah terjual. Selama barang konsinyasi belum terjual, hak milik tetap di tangan pemilik.
Terdapat 4 hal yang merupakan ciri dari pengadaan konsinyasi yaitu :
1) Barang Konsinyasi harus dilaporkan sebagai persediaan oleh konsinyor, karena hak
untuk barang masih berada pada konsinyor.
2) Pengiriman barang konsinyasi tidak menimbulkan pendapatan bagi konsinyor dan
sebaliknya.
3) Pihak konsinyor bertanggung jawab terhadap semua biaya yang berhubungan dengan
barang konsinyasi kecuali ditentukan lain.
4) Konsinyasi dalam batas kemampuannya berkewajiban untuk menjaga keamanan dan
keselamatan barang-barang komisi yang diterimanya.
Pengadaan barang dengan cara konsinyasi mempunyai keuntungan-keuntungan
tertentu dibandingkan dengan pengadaan secara langsung barang-barang kepada
Konsinyasi merupakan suatu cara untuk lebih memperluas pasaran yang dapat
dijamin oleh seorang produsen, pabrikan atau distributor, terutama apabila:
a. Barang-barang yang bersangkutan baru diperkenalkan, permintaan produk tidak
menentu dan belum terkenal
b. Penjualan pada masa-masa yang lalu tidak menguntungkan
2. Resiko-resiko tertentu dapat dihindari oleh konsinyor. Barang-barang konsinyasi
tidak ikut disita apabila terjadi kebangkrutan dari konsinyi sehingga resiko kerugian
dapat ditekan.
3. Harga barang yang bersangkutan tetap dapat dikontrol oleh konsinyor. Hal ini
disebabkan kepemilikan atas barang tersebut masih ditangan konsinyor sehingga
harga masih dapat dijangkau oleh konsumen.
Sedangkan bagi konsinyi lebih menguntungkan pengadaan dengan cara konsinyasi
karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Konsinyi tidak dibebani resiko menanggung kerugian bila gagal dalam penjualan
barang-barang konsinyasi
2. Konsinyi tidak mengeluarkan biaya operasi penjualan konsinyasi karena semua biaya
akan diganti /ditanggung oleh konsinyor
3. Kebutuhan akan modal kerja dapat dikurangi, sebab konsinyi hanya berfungsi sebagai
penerima dan penjual barang konsinyasi untuk konsinyor
4. Konsinyi berhak mendapatkan komisi dari hasil penjualan barang konsinyasi
Dengan tetap mengendalikan harga eceran produk, konsinyor mengharapkan
penjualannya dapat meningkat karena konsinyi ahli di bidang perdagangan barang yang
bersangkutan. Pihak konsinyi, tanpa risiko kerusakan barang, fluktuasi harga dan biaya
modal kerja, dapat meningkatkan penghasilannya dari hasil komisi penjualan barang
konsinyasi.
Cara pelaksanaan konsinyasi pada umumnya sebagai berikut :
1. Konsinyor datang kepada konsinyi untuk menawarkan barang yang akan dijadikan
barang konsinyasi
2. Konsinyi memeriksa keadaan barang konsinyasi terutama mengenai jenis dan jumlah
serta mutu dari barang tersebut.
3. Konsinyi meawarkan harga transaksi atas barang yang akan dijualnya, harga transaksi
ini disampaikan kepada konsinyor.
4. Jika kedua pihak telah setuju atas perjanjian yang diberikan, maka pengadaan barang
konsinyasi dapat dilakukan.
2.3.2
System manajemen keuangan yang efektif dan efesien sangat penting bagi
prioritas pengadaan obat. Bisa menyediakan obat ketika dibutuhkan dan dapat
membayar pada waktu yang diinginkan mempunyai efek yang positif untuk
mengurangi kekurangan stock.
8. Tranparansi dan penulisan prosedur
Ketika ada satu tender kefarmasian yang tidak berguna, hal ini
mengindikasikan adanya ketidak adilan, mungkin ada perubahan dalam proses tender
yang tidak diketahui oleh salah satu supplier dan menyebabkan masalah yang kronis.
Entah hal tersebut benar atau salah, tapi hal ini dapat merusak pelayanan kesehatan
yang ada, dan pasien akan kehilangan kepercayaan dirinya.
9. Audit tahunan
Setidaknya, dalam setahun sekali pihak pengadaan harus melakukan audit.
Hal ini bertujuan untuk melakukan pengujian dan verifikasi yang berasal dari buku
akuntasi dan catatan pembelian yang sesuai dengan prosedur audit. Internal audit
dilakukan oleh auditor yang berasal dari pemerintah atau organisasi tertentu. Auditor
harus bekerja dengan adil dan harus menyertakan komentar pada pihak manajemen
jika ada hal yang tidak sesuai dengan pembukuan akuntasi yang ada.
BAB 3
KESIMPULAN
Perencanaan dan pengadaan merupakan tahap awal yang penting dalam siklus
pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit, untuk menjaga ketersediaan obat dan perbekalan
farmasi lainnya agar dapat digunakan pada saat yang tepat. Pada perencanaan, terdapat lima
tahap penting, yaitu tahap pemilihan, kompilasi pemakaian, perhitungan kebutuhan, proyeksi
kebutuhan, dan penyesuaian rencana pengadaan yang harus ditentukan dengan tepat. Dalam
menghitung kebutuhan perbekalan di rumah sakit, dapat dilakukan dengan beberapa metode
yaitu, metode konsumsi, metode morbiditas, serta metode kombinasi keduanya. Dan pada
penyesuaian rencana pengadaan, dapat dilakukan dengan analisis ABC dan analisis VEN.
Kemudian dilanjutkan dengan proses pengadaan, yang dapat dilakukan dengan cara pembelian,
produksi, meminjam, hibah, menukar, dan konsinyasi. Apoteker sebagai pihak yang berperan
dalam ketersediaan obat, bahan obat dan perbekalan kesehatan lainnya harus cermat dan teliti
dalam menjalani berbagai tahapan yang harus dilalui. Hal ini dilakukan agar obat, bahan obat
dan perbekalan kesehatan lainnya yang tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Epstein, J. B., and Jermakowics, K. E., 2007, Wiley IFRS, Interpretation and Application of
International Financial Reporting Standards, USA, Wiley.
Wild,Tony, 2003, Consignment Stock, The IOM Knowledge Bank Issue Number 4.
Kepmenkes No.1121/MENKES/SK/XII/2008 Tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar
Permenkes No.58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Siregar, Charles J. P. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan. 2004. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: DirJen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
Barang/Jasa Pemerintah
54
Tahun
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat
Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Tata Cara
Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah
Salinan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-06/MBU/2011
Tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 059/MENKES/SK/I/2011 tentang
Pedoman Pengelolaan Obat Dan Perbekalan Kesehatan Pada Penanggulangan Bencana