Anda di halaman 1dari 26

4

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep dasar medis


1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan.
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima
makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan
jalan proses Pencernaan (pengunyahan, penelanan dan percampuran) dengan
enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
(Syaifuddin, 1996, hal 87).
Saluran pencernaan terdiri dari: mulut, faring, osofagus, lambung, usus halus,
usus besar, rectum, anus.
a). Anatomi mulut (oris)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian
yaitu:
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir dan pipi.
2) Bagian rongga mulut/bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah
belakang bersambung dengan faring.

b)

a)

Kelenjar parotis

b)

Kelenjar submaksilaris

c)

Kelenjar sublingualis (Syaifuddin, 1996, hal.88).


Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan


kerongkongan (osofagus), di dalam lengkungan faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosis dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak

bersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan ( Syaifuddin, 1996,


hal 88).
c) Osofagus.
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya kurang lebih 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak dibawah lambung (Syaifuddin, 1996, hal 89).
d)

Lambung
Bagian lambung terdiri dari:
1) Fundus Ventrikuli
2) Korpus ventrikuli
3) Antrum Pilorus
4) Kurvatura Minor
5) Kurvatura Mayor
6) Osteum Kardiakum.
Susunan lapisan dari dalam keluar terdiri dari: lapisan selaput lendir,
lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan otot panjang, dan
lapisan jaringan ikat/serosa.
Fungsi lambung terdiri dari:
1) Makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik
lambung dan getah lambung.
2) Getah cerna lambung yang dihasilkan:
a) Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton).
b) Asam garam (HCL) fungsinya: mengasamkan makanan, sebagai
antiseptik dan desinfektan, dan membuat Suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c) Renin

fungsinya,

sebagai

ragi

membekukan

susu

dan

membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).

d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi


asam

lemak

yang

merangsang

sekresi

getah

lambung

(syaifuddin, 1996, hal 91).


e)

Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter
panjang dalam keadaan hidup dan merupakan saluran pencernaan diantara
lambung dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang
memenuhi sebagian rongga abdomen.
Usus halus terdiri dari duodenum, yeyenum dan ileum.
1) Duodenum
adalah tube yang berbentuk huruf C dengan panjang kira-kira 25 cm,
pada bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas.
Duodenum di gambarkan kedalam 4 bagian:
Bagian I

: menjalar kearah kanan

Bagian II

: menjalar kearah bawah

Bagian III : menjalar kearah tranversal kiri dan disebelah depan vena
kava inferior dan aorta.
Bagian IV : menjalar kearah atas untuk selanjutnya bergabung dengan
yeyenum (Gibson John, 1995, hal 163).
Bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang membukit
disebut papilla vateri, pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu
(duktus koledokus) dan saluran pancreas (duktus wirsungi/duktus
pankreatikus). Empedu di buat di hati untuk dikeluarkan keduodenum
melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak,
dengan bantuan lipase. Dinding duodenum mempunyai lapisan
mukosa yang banyak mengandung kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi
untuk memproduksi getah intestinum (Syaifuddin, 1996, hal 91).
2)

Yeyenum dan Ileum

Yeyenum merupakan bagian pertama dan ileum merupakan bagian


kedua dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut mempunyai
panjang yang bervariasi dari 300 cm sampai 900 cm (Gibson John,
1995, hal 164).
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal
sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika suporior,
pembuluh limfe dan saraf keruang antara 2 lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak
mempunyai batas yang tegas.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan
lubang yang bernama orifisium Ileoseckalis. Orifisium ini diperkuat
oleh spinter ileuseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula
seikalis atau valvula Baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan
dalam kolon asendens tidak masuk kembali keadaan ileum
(Syaifuddin, 1996, hal 91).
Fungsi usus halus adalah:
a) Mensekresi cairan usus.
b) Menerima cairan empedu dan pancreas.
c) Mencerna makanan.
d) Mengabsorbsi air, garam dan vitamin.
e) Menggerakkan kandungan kandungan usus sepanjang usus oleh
kontraksi

segmental

pendek

dan

gelombang

cepat

yang

menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih


cepat.
f. Usus Besar.
Usus besar mempunyai panjang kurang lebih 1,5 meter dengan lebar 5-6
cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar adalah:

1) Selaput lender
2) Lapisan otot melingkar.
3) Lapisan otot penampang.
4) Jaringan ikat.
Fungsi usus besar, terdiri dari menyerap air dari makanan, tempat tinggal
bakteri koli dan tempat feses (Syaifuddin, 1996, hal 92).
Adapun bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut:
1.

Seikum
Di bawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cincin sehingga disebut umbai cacing, dengan panjang 6 cm.
Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak
mempunyai mensentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen.
(Syaifuddin, 1996, hal 92).

2. Colon Asenden
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kalon
membujur keatas dari ileum kebawah hati. Dibawah hati membengkok
kekiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica dan dilanjutkan
sebagian kolon transversum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
3. Apendiks
Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus (Syaifuddin, 1996, hal 92).
4. Colon Transversum
Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolon asendes sampai
kekolon desendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksula lienalis
(Syaifuddin, 1996, hal 92).
5. Colon Desendens
Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas kebawah dari fleksura lienalis sampai kedepan

ileum kiri, bersambung dengan colon sigmoid (Syaifuddin, 1996, hal


92).
6. Colon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring, dalam
rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung
bawahnya berhubungan dengan rectum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
7. Rektum
Terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvic didepan oscracum
dan oscogcigis (Syaifuddin, 1996, hal 92).
8. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum
dengan dunia luar. Terletak didasar pelvik, dindingnya diperkuat oleh
tiga spincter:
a) Spincter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
b) Spincter Levator Ani, bekerja tidak menurut kehendak.
c) Spincter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin,
1996, hal 92).
2. Definisi
a. Gastroentritis adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan /
tanpa darah dan /atau lendir dalam tinja (Suhariyono, 2003).
b.

Gastroentiris akut adalah defekasi yang terjadi secara mendadak dan


berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat
(Mansyoer Arief, et al., 1999, hal. 470).

c. Diare adalah perubahan tiba-tiba dalam frekuensi dan kualitas defekasi


(Sandra M.Nettina, 2001, hal 123).
d.

Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal


(lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari)
dan konsistensi feses cair (Smeltzer dan Bare, 2001, hal 1093)

10

e.

Gastroenteritis adalah radang dari lambung dan usus yang memberikan


gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (muntah berak) (capital
selekta.edisi 3.1999)

f.

Diare adalah defekasi yang tidak normal, baik frekuensi maupun


konsiistensinya.frekuensi diare lebih dari 4X/hr (capital selekta,edisi
3.1999).

2. Etiologi
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian
hormon tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan
antasida), selain itu semua gastroenteritis dapat juga disebabkan oleh:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai
berikut:
i. Infeksi

bakteri:

vibria,

E.Coli,

salmonella,

shigella,

compylobacter, yersiria, aeromonas dan sebagainya.


ii. Infeksi virus: Enterovirus, (virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis)
Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus, Trichuris, Oxyuris, strongy
loides, Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2)

Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan


makanan seperti otitis media akut (OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia,

ensefalitis,

pemberian

makanan

perselang,

gangguan metabolic dan endokrin (Diabetes, Addison, Tirotoksikosis)


serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigellosis, keracunan
makanan).
b.

Faktor Malabsorbsi

11

Mal absrobsi karbohidrat: disakarida, (Intoleransi laktosa, maltosa dan


sukrosa): monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang tersering intoleransi laktosa)

Mal absorbsi lemak

Mal absorbsi protein.

c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. faktor psikologis
rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar) (Ngastriyah, 1997, hal 144).
e. Malnutrisi
f. Gangguan imunologi
3. Patofisiologi Gastroenteritis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik meninggi dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul gastroenteritis.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya timbul gastroenteritis karena terdapat peningkatan isi rongga
usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,

12

selanjutnya timbul pula gasteoenteritis. Berdasarkan cairan yang hilang


tingkat dehidrasi terbagi menjadi:
1). Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb.
2). Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb.
3). Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125 ml/kg/bb.
(Ngastiyah, 1997, hal 144).
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri secara
langsung atau oleh efek dari nurotoxin yang diproduksi oleh bakteria.
Infeksi ini menimbulkan peningkatan produksi air dan garam ke dalam
lumen usus dan juga peningkatan motilitas, yang menyebabkan sejumlah
besar makanan yang tidak dicerna dan cairan dikeluarkan. Dengan
gastroenteritis yang hebat, sejumlah besar cairan dan elektrolit dapat
hilang, menimbulkan dehidrasi, hyponatremi dan hipokalemia (Long,
1996).
Selain itu juga gastroenteritis yang akut maupun yang kronik dapat
meyebabkan

gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang,

pengeluaran bertambah), hipoglikamik, dan gangguan sirkulasi darah


(Ngastiyah, 1997, hal 144).

PATOFLO DIAGRAM
Bakteri, virus, parasit
Masuk dalam saluran cerna
Berkembangbiak di usus
Reaksi pertahanan dari E.Coli
Pertahanan tubuh
Inflamasi usus
Makanan, zat
Tidak dapat diserap

Peningkatan sekresi air


dan elektrolit

Tekanan osmatik dalam

Penurunan absorbsi

Rongga usus

dalam usus

Hiperperistaltik
usus
Penurunan
fungsi usus dalam
Mengabsorbsi makanan

Pergeseran air dan elek-

Diare

Diare

Kurang pemasukan

Pola defekasi tergang-

Makanan

gu (lebih sering)

Trolit dalam rongga


Usus

Isi rongga usus berlebihan


Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

Merangsang usus untuk

Pertanyaan orangtua

Mengeluarkannya

klien tentang penyakit

Risiko kekurangan

volume cairan

Gangguan cairan dan


elektrolit

Risiko gangguan
Integritas kulit
anus

Kurang
pengetahuan

Kembung
Gangguan rasa
nyaman

Syok hipovolemik
Kematia

(Smeltzer dan Bare, 2001, h 1093; Ngastiyah, 1997, h 144; Long. C Barbara, 1996).

4. Tanda dan gejala


Menurut Mansyoer Arief (2000), tanda dan gejala gastroenteritis atau diare
adalah:
a. Mula-mula bayi atau anak cengeng, gelisah.
b. Suhu badan mungkin meningkat.
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada.
d. Diare.
e. Feses cair dengan darah atau lendir.
f. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu.
g. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
h. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
i. Dehidrasi, bila banyak cairan keluar mempunyai tanda-tanda ubun-ubun
besar cekung, tonus dan turgor kulit menurun, selaput lendir mulut dan
bibir kering.
j. Berat badan turun.
5. Pemeriksaan Diagnosa
Menurut Mansyoer Arief (2000), pemeriksaan diagnostik pada klien
gastroenteritis adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan tinja
1). Makroskopis dan mikroskopis.
2). Biarkan kumanuntuk mencari kuman penyebab.
3). Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten).
4). PH dan kadar gula jika diduga ada toleransi gula (sugar Intolerance).
b. Pemeriksaan darah
1). Darah perifer lengkap.
2). Analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K, Ca dan P serum pada
diare yang disertai kejang).
3). PH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan keseimbangan
asam basa.
4). Kadar uream dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.

c. Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik.
6. Penatalaksanaan
Menurut Mansyoer Arief (2000), penatalaksanaan gastroenteritis adalah terdiri
dari:
i.

Simtomatis
1). Terapi rehidrasi
Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan
elektrolit secara cepat kemudian mengganti cairan yang hilang sampai
diarenya berhenti dengan cara memberikan oralit, cairan infus yaitu
Ringer Laktat, Dekstrose 5%. Dekstrosa dalam salin, dll.
2). Antispasmodik, Antikolinergik (Antagonis stimulus kolinergik pada
reseptor muskarinik), contoh obat: Papaperin.
3). Obat anti diare:
a). Obat anti motilitas dan sekresi usus (Loperamid).
b). Oktreotid (Sondostatin) sudah dicoba dengan hasil memuaskan pad
diare sklerotik.
c). Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik
yaitu: Norit 1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan.
4). Antiemetik (metoclopramid).
5). Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan yaitu vitamin B1, asam
folat.
6). Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare
untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi.
b. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun non infeksi, pada kasus
kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.

7. Komplikasi
Menurut Ngastiyah ( 1997), akibat yang ditimbulkan gastroenteritis atau
diare adalah:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia

(dengan

gejala

meteorismus,

hipotoni

otot,

lemah,

bradikardia, perubahan elektrokardiogram).


d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktosa.
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau
kronik).
B. Konsep Dasar Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai pendekatan problem solving
(pemecahan masalah) yang memerlukan ilmu, tehnik dan ketrampilan
interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien atau keluarga
dengan memberikan asuhan keperawatannya sesuai dengan lima tahap proses
keperawatan, yaitu: pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
dan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001).

Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dengan cara anamnesa yang
diperoleh dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, serta mempelajari status klien.
Ada dua tipe data pada pengkajian yaitu: data subjektif dan data objektif.
Data subjektif adalah data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan
pasien atau keluarga. Data objektid adalah data yang diperoleh dari data
pengukuran, pemeriksaan dan pengamatan (Ali, 2002, hal 74).
Setelah pengumpulan data langkah berikutnya dalam pengkajian adalah
pengelompokan data yang terdiri atas data fisiologis, psikologis, social dan
spiritual (PPNI, 1994). Pengelompokan data akan memudahkan perawatan
dalam menegakkan masalah keperawatan klien.
Untuk kasus gastroenteritis, pengkajian yang dilakukan meliputi:
a.

Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tanggal lahir, nama orang
tua, pekerjaan dan pendidikan.

b.

Riwayat kesehatan yang lalu


Penyakit yang pernah diderita, apakah sebelumnya pernah menderita
gastroenteritis atau penyakit lain, kebiasaan hidup, riawayat alergi dan
lain-lain.

c.

Riwayat kesehatan saat sakit


1). Keluhan utama: Keluhan yang sering ditemukan adalah BAB encer
lebih dari empat kali sehari, warna feses kuning kehijauan, hijau,
bentuk mukoid dan mengandung darah.
2). Riwayat perjalanan penyakit: beberapa lama penyakit diderita, halhal yang meringankan dan memperberat penyakit.
3). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan.

d.

Riwayat kehamilan dan persalinan ibu


Kehamilan dengan gawat janin, diabetes mellitus, malnutrisi,
intrauteri, infeksi intra-natal, persalinan dengan ada komplikasi,

persalinan dengan tindakan karena ada komplikasi, penolong


persalinan (Sacharin, 1996).
e.

Riwayat penyakit keluarga


Ada riwayat penyakit gastroenteritis

f. Riwayat alergi juga penting karena dapat juga menjadi indicator


penyakit terutama obat.
g. Riwayat pemberian imunisasi
Imunisasi lengkap atau tidak (Sastroasmoro, 1996).
h.

Pengkajian fisik
1.

Tanda-tanda

vital:

tekanan

darah

menurun

akibat

ketidakseimbangan cairan elektrolit, suhu meningkat, nadi cepat,


lemah, respirasi meningkat akibat asidosis metabolic.
2.

Keadaan penyakit
Penyakit akut bila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan
dehidrasi yang ditandai depresi fontanel anterior, mata cekung,
turgor kulit buruk, selaput lendir kering, tidak ada air mata bila
menangis, sehingga klien dapat jatuh kedalam syok hipovolemik dan
dapat meyebabkan kematian.

3.

Keadaan umum klien


Mula-mula jatuh pada dehidrasi ringan yang apabila tidak segera
diatasi maka akan jatuh pada dehidrasi sedang dan berat, yang
diawali kelemahan fisik.

4.

Sistem integumen
Eksoriasi bokong akibat tinja asam, turgor kulit baik dan bila jatuh
pada tahap dehidrasi berat maka turgor kulit buruk.

5.

Sistem hemotologi
Hiponatremia atau hipernatremia akibat kekurangan natrium,
hipokalemia atau hiperkalemia akibat kekurangan kalium, asidosis
metabolic.

6.

Sistem pernapasan
Respiratori meningkat akibat adanya asidosis metabolic apabila jatuh
pada dehidrasi berat.

7.

Sistem gastrointestinal
Nyeri atau kram abdomen, dehidrasi abdomen, hiperperistaltik usus.

i. Pola fungsi kesehatan


Pola fungsi kesehatan dapat di kaji melalui pola Gordon dimana
pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data
secara sistematis dengan cara
mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik
pada masalah khusus.
j. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Kaji persepsi keluarga terhadap kesehatan dan upaya-upaya keluarga
untuk mempertahankan kesehatan. Termasuk juga penyakit anak
sekarang ini dan upaya yang diharapkan.
k. Pola nutrisi metabolik
Kaji pola nutrisi anak dan bagaimana dengan pemberian ASI. Klien
mengalami gangguan nafsu makan, mual, muntah dan diare.
l. Pola eliminasi
Kaji pola eliminasi feses dan urin, berapa frekuensinya dan bagaimana
sifatnya, BAB lebih empat kali sehari, BAK tak terkaji, berat jenis urine
tinggi, oliguria.
m. Pola istirahat-tidur
Gangguan tidur biasanya disebabkan oleh badan panas atau demam,
BAB yang sering.
n. Pola kognitif perseptual
Pola ini sulit dan tak bisa dikaji/dilakukan
o. Pola peran hubungan
Kaji siapa yang mengasuh bayi. Klien sering digendong karena rewel.

p. Pola aktivitas dan latihan


Kaji tingkat perkembangan atau tumbuh kembang sesuai dengan usia.

q. Pola reproduksi
Tidak bisa di kaji pada bayi, tapi dapat dilihat dari cara orang tua
memperlakukan anaknya sesuai dengan jenis kelamin (pakaian, alat
permainan).
r. Pola koping dan toleransi terhadap stress.
Untuk mengkaji pola ini sulit karena bahasa untuk bayi tidak dimengerti
(menangis).
s. Pola keyakinan
Kajian tentang pola keyakinan ini lebih banyak pada bagian bagaimana
pola keyakinan orang tua klien.
2.

Diagnosa keperawatan
Gastroenteritis mungkin menyebabkan interaksi fungsi normal dari system
tubuh

yang

dipengaruhi.

Berdasarkan

data

pengkajian

diagnosa

keperawatan pasien yang utama yang berhubungan dengan gastroenteritis


meliputi: sesuai teori, bukan askep
b.

Risiko

terhadap

kekurangan

volume

cairan

berhubungan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan


cairan.
b. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase
feses yang sering atau encer (Smeltzer dan Bare, 2001, hal.1094)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan makanan tak adekuat.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang
kondisi ( Doenges, 2000, hal 426).

e. Perubahan pola eliminasi Bab, diare berhubungan dengan proses


infeksi pada saluran cerna.
f. Perubahan ketidak nyamanan yang berhubungan dengan kram
abdomen, diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan
hiperperistaltik.
3. Perencanaan
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu system untuk
menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu
system yang bisa digunakan adalah hirarki kebutuhan manusia Fyer et al,
1996 ( Nursalam, 2001, hal 52 ). Perencanaan meliputi pengembangan
strategi untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang
akan diidentifikasi pada diagnosa kutipan dari Fiyer, taptik dan bernocehi,
1996 ( Nursalam, 2001, hal 51), dalam pengaturan prioritas, perencanaan ada
dua hirarki yang bisa digunakan:
1). Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap:
fisiologi, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualitas diri. Dia
mengatakan bahwa klien memerlukan suatu tahapan kebutuhan. Jika klien
menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain
kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi klien dari pada
kebutuhan lain
( Nursalam, 2001, hal 52).
Dimana

Maslow

menggambarkan

dengan skema

piramida

yang

menunjukkan bagaimana seseorang bergerak dari pemenuhan kebutuhan


dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah
fungsi dan kesehatan manusia yang terintergrasi.

Aktualisasi diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai
Kebutuhan keselamatan
Dan keamanan
Kebutuhan fisiologis
(O2, Co2, Elektrolit,
makanan, dan sex).
Hirarki Abraham Maslow
Keterangan:
a). Kebutuhan fisiologis O2, Co2, Elektrolik, makanan, sex .
b). Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit, pencuri
dan perlindungan hokum.
c). Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima
kelompok.
d). Harga diri: dihargai dan menghargai (Respek dan toleransi).

10

e). Aktualisasi diri: ingin diakui, berhasil dan menonjol


( Smeltzer and Bare, 2002, hal 14)

2). Hirarki kalish


Kalish 1983, lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi
kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan untuk bertahan dan stimulasi.
Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara,
air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terjadi
kekurangan kebutuhan tersebut, klien cenderung menggunakan prasarana
untuk memuaskan kebutuhan tertentu, hanya saja mereka akan
mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi
prioritasnya, misalnya keamanan dan harga diri. Di kutif dari Iyer, el al,
1996 (Nursalam, 2001, hal 53)
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan
gastroenteritis maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan adalah:
1). Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase
feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
Tujuan: volume cairan seimbang.
Kriteria hasil: -

BAB tidak lebih dari satu kali perhari.

Intake dan out put seimbang.

Turgor kulit baik.

Mata tidak cekung.

Intervensi:
a). Kaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, tacikardi, nadi
lemah, penurunan natrium serum, haus).
Rasional: keseimbangan cairan sulit di pertahankan selama episode
akut. Karena feses di dorong melalui usus terlalu cepat untuk
memungkinkan absorbsi air; haluaran melebihi asupan
b). Mencatat intake dan output.

11

Rasional: Mengetahui kesimbangan antara intake dan output klien


dan mengetahui banyak pergantian cairan yang di perlukan.
c). Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: sebagai indikasi dalam pemenuhan cairan dan nutrisi.
d). Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: memperbaiki kehilangan cairan.
(Smeltzer and Bare, 2002, hal 1095).
2). Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase
feses yang sering atau encer.
Tujuan: menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa
konplikasi.
Kriteria evaluasi: menunjukkan prilaku orang tua untuk
mempertahankan kulit halus, kenyal dan utuh.
Intervensi:
a). Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi.
Rasional: Area ini meningkat risikonya untuk kerusakan dan
memerlukan pengobatan lebih intensif.
b). Gunakan krim kulit dua kali sehari dan setelah mandi.
Rasional: melicinkan kulit dan menurunkan gatal.
c). Tekankan pentingnya masukan nutrisi atau cairan adekuat.
Rasional: perbaiki nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi
kulit.
d). Dorong mandi dua hari satu kali, pengganti mandi tiap hari.
Rasional: sering mandi menyebabkan kekeringan kulit.
(Doenges, 2000, hal 434).
3). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan makanan tak adekuat.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi .
Kriteria hasil: dapat menghabiskan porsi makanan yang di hidangkan.
Intervensi:

12

a). Kaji dan catat masukan oral klien.


Rasional: mengetahui perkembangan nafsu makan klien dan
memantau peningkatan masukan oral.
b). berikan klien makan dengan diet lunak, diet dengan porsi kecil tapi
sering.
Rasional: mencegah kekosongan lambung yang dapat mengiritasi
lambung .
(Doenges, 2002, hal 426).
4). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang
kondisi.
Tujuan: keluarga memahami proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil: - keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatan.
- keluarga berpartisipasi dalam pengobatan dan
perawatan.
Intervensi:
a). Tentukan persepsi keluarga tentang proses penyakit.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dasar tentang proses
penyakit dan pengobatan.
b). Kaji ulang proses penyakit, penyebab yang menimbulkan gejala.
Rasional: pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan
keluarga untuk membuat keputusan tentang penyakitnya.
c). Kaji ulang obat, tujuan, frekwensi, dosis dan kemungkinan efek
samping.
Rasional: memungkinkan pemahaman dan dapat meningkatkan
kerja sama dalam program.
d). Tekankan pentingnya perawatan kulit seperti tehnik. Cuci tangan
yang bersih dan perawatan perineal.
Rasional: Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit
(Doenges, 2002, hal 435).

13

5). Perubahan pola eliminasi Bab: diare berhubungan dengan proses


infeksi pada saluran cerna.
Tujuan

: Pola eliminasi kembali normal.

Kirteria hasil: BAB tidak lebih dari satu kali perhari, intake dan output
seimbang, konsistensi feses lembek.
Rencana tindakan:
a). Kaji dan catat frekwensi BAB, karakteristik feses dan faktor
pencetus.
Rasional: Mengetahui penyebab diare dan menentukan tindakan
selanjutnya.
b). Berikan istirahat yang cukup bagi klien.
Rasional: Membantu menurunkan mobilitas usus dan menurunkan
metabolisme bila ada infeksi.
c). Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Melalui tanda-tanda vital dapat diketahui perubahan
suhu, nadi, tekanan darah dan pernapasan yang abnormal atau
kemungkinan terjadinya pre syok atau syok.
d). Berikan oral yang adekuat, porsi kecil tapi sering.
Rasional: Mempertahankan kondisi tubuh klien dan mencegah
kekosongan lambung.
e). Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Mengobati sufuratif lokal.
6). Perubahan ketidaknyaman yang berhubungan dengan kram abdomen,
diare,

dan muntah

sekunder terhadap

dilatasi

hiperperistaltik.
Tujuan: Rasa ketidaknyaman berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil:
-

Klien tidak rewel atau gelisah

Hiperperistaltik dan diare sudah tidak ada lagi.

Rencana tindakan:

vaskuler

dan

14

a). Baringkan klien dalam posisi terlentang dengan bantalan


penghangat diatas abdomen.
Rasional: Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan
mengurangi kram.
b). Berikan masukan cairan sedikit tapi sering.
Rasional: Cairan dalam jumlah yang kecil tidak akan mendesak
area gastrik dengan demikian tidak memperberat gejala.
c). Lindungi daerah perianal dari iritasi.
Rasional: Sering BAB dengan peningkatan keasaman dapat
mengiritasi kulit perianal (Carpenito, 1999, hal.190).
4. Pelaksanaan
Iyer (1996) mengatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan
adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Pelaksanaan atau implementasi merupakan aflikasi dari perencanaan
keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika
akan melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan
rencana. Setelah dilakukan validasi, pengasahan ketrampilan interpersonal,
intelektual dan psikologi individu. Terakhir melakukan pendokumentasian
keperawatan berupa mencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2001).
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh
karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan
mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgen, urgen dan tidak
urgen atau non urgen.
Dalam pelaksanaan tindakkan ada tiga fase yang harus dilalui yaitu:
persiapan,

perencanaan,

dan

dokumentasi

(Griffith,

1986),

penjelasannya:
a. Fase persiapan meliputi:
1). Revieuw antisipasi tindakan keperawatan.
2). Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan.
3). Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul.

berikut

15

4).Persiapan alat.
5). Persiapan lingkungan yang konduksif.
6). Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.
b. Fase intervensi terdiri atas:
1). Independen: tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau
perintah dokter atau tim kesehatan lain.
2). Interdependen: tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan
tim kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium, dll).
3). Dependen: berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan
dimana tindakan medis di laksanakan.
c. Fase dokumentasi merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari
tindakan yang telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaan tindakan asuhan
keperawatan pada klien gastroenteritis perawat berperan sebagai pelaksana
keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan
pencatatan atau penghimpun data.
5.Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan dibandingkan yang
sistematis pada status kesehatan klien ( Griffith dan Christensen, 1986).
Sedangkan Ignatavicius dan Bayne (1994) mengatakan evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses perawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu: evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif disebut juga sebagai evaluasi proses, evaluasi jangka
pendek atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan
tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut juga evaluasi hasil, evaluasi
akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas
dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya
menggunakan format SOAP (Nursalam, 2001).

16

Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana


keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil
perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gastroenteritis
adalah:
a.Konsistensi feses normal.
b.

Klien atau bayi tidak lagi rewel.

c.Turgor kulit baik.


d.

Gangguan keseimbangan cairan tubuh teratasi.

6.Perencanaan pulang (Dischange Planning)


Pada klien dengan gastroenteritis perlu adanya penyuluhan tentang caracara mencegah terjadinya diare yaitu tidak mengkonsumsi makanan yang basi,
mencuci sayur dan makanan sebelum dimasak, minum air yang sudah dimasak,
serta tidak boleh jajan di sembarang tempat (warung di pinggir jalan), dan cuci
tangan sebelum makan makanan yang kita makan.
Bila klien mengalami diare yang berat hendaknya cepat kerumah sakit
untuk mendapatkan pertolongan. Jika mengalami komplikasi hendaknya berobat
teratur dan cek ulang secara teratur pula.

Anda mungkin juga menyukai