Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur, kami panjatkan ke hadirat


Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, berkat
dan kasih-Nya, kami boleh menyusun karya ini.
Pada kesempatan ini, kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan karya ini.
Karya ini kami susun untuk memberikan
suatu pemahaman tentang kultural Suku
Kamoro sebagai salah satu suku terbesar di
daerah Mimika.
Kami menyadari dalam karya ini, masih
jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik, saran, guna kesempurnaan
karya ini.
Semoga karya ini bermanfaat, terlebih
menambah wawasan kebudayaan daerah bagi
pembaca.
Timika, September 2009
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar.
.. i
Daftar isi
ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
1
B. Tujuan Penulisan
2
BAB II Suku Kamoro
A. Letak
Geografis 3
B. Sejarah
..
6
C. Pola Hidup Suku
Kamoro
9
D. Adat
Istiadat.
.. 11
E. Seni

Budaya.
13
BAB II Penutup
A. Kesimpulan
..
18
B. Saran
.
. 18
Daftar
pustaka.
20
Lampiran.
. 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kamoro adalah salah satu suku terbesar
di Mimika. Selain memiliki kekayaan alam dan
budaya daerah, juga memiliki keunikan khusus
serta nilai sejarah yang tinggi dan juga menarik
perhatian berbagai pihak untuk dipelajari, diteliti,
bahkan dilestarikan sebagai kekayaan budaya
Mimika.
Dengan perkembangan zaman dan
pergantian generasi, telah mempengaruhi
keberadaan budaya sebagai salah satu kekayaan
daerah lebih khusus pada budaya suku Kamoro.
Kenyataannya banyak orang, bahkan ada orang
Kamoro yang belum mengenal budaya daerahnya
sendiri. Padahal budaya ini merupakan wujud jati
diri dari suku atau masyarakat itu sendiri.
B. TUJUAN PENULISAN
Ada beberapa tujuan dari penulisan
Karya Tulis Ilmiah tentang budaya suku Kamoro,
antara lain :
Membuka fakta historis kekayaan budaya suku
Kamoro, sehingga tidak di eksplentasi oleh orang
lain. Penulis juga ingin menjelaskan bahwa
budaya suku Kamoro adalah fakta sosial dan
sebagai fakta historis, bukan sekedar konstruksi
khayal.
Dari segi budaya, penulis ingin memberikan
dasar pemahaman yang benar tentang budaya

suku Kamoro yang sesuai dengan fakta yang


ada.
Memberikan pedoman kepada setiap generasi
muda untuk mengetahui batas-batas wilayah
satu daerah dengan daerah yang lain yang
tergabung dalam suku Kamoro.
Mengantisipasi setiap pandangan dan sikap
yang salah terhadap budaya suku Kamoro
supaya budaya Kamoro tetap lestari dan abadi
sebagai sebuah kekayaan atau aset daerah
Mimika.
BAB II
SUKU KAMORO
Letak
Kabupaten Mimika yang ibu kotanya di
Timika, terletak antara 13431-13831 Bujur
Timur dan 460-518 Lintang Selatan. Memiliki
luas wilayah 20.039 km atau 4,75 % luas
provinsi Papua. Kabupaten ini terdiri dari 12
distrik atau kecamatan, yaitu : Mimika Barat,
Mimika Barat Tengah, Mimika Barat Jauh,
Mimika Timur, Mimika Tengah, Mimika Timur
Jauh dan Jita. Wilayah kabupaten Mimika
bertopografi dataran tinggi dan rendah. Distrik
yang bertopografi dataran tinggi adalah
Tembagapura, Jila dan Akimuga, sedangkan yang
lainnya bertopografi dataran rendah.
Suku Kamoro sendiri adalah kelompok
adat yang mendiami sepanjang 300 km pesisir
selatan Papua, di kawasan ujung
timur Indonesia.
Batas wilayah Kamoro, mulai dari Ufuk Barat
(Potowaiburu) sampai Ufuk Timur (Nakai).
Daerah Kamoro terdiri atas 8 Distrik :
1. Distrik Jita :
- Kampung Nakai
- Kampung Wapu
- Kampung Sumapro
- Kampung Fakafuku
- Kampung Pece
2. Distrik Ayuka
- Kampung Ohoitya
- Kampung Fanamo
- Kampung Omawita

- Kampung Ayuka
3. Distrik Mimika Timur (Mapurujaya)
- Kampung Mapurujaya
- Kampung Tipuka
- Kampung Muare
- Kampung Kaugapu
- Kampung Hiripau
- Kampung Pigapu
4. Distrik Mimika Timur Tengah
(Atuka)
- Kampung Atuka
- Kampung Aikawapuka
- Kampung Kamora
- Kampung Timuka
- Kampung Keakwa/Kekwa
5. Distrik Mimika Barat ( Kaokonao)
- Kampung Kiyura
- Kampung Mimika
- Kampung Migiwiya
- Kampung Kokonao
- Kampung Yaraya
- Kampung Paripi
- Kampung Ipiri/Ipaya
- Kampung Amar
- Kampung Kawar
- Kampung Manoware
6. Distrik Mimika Barat Tengah
(Kapiraya)
- Kampung Kapiraya
- Kampung Mupuruka
- Kampung Uta
- Kampung Wakia
- Kampung Wumuka
- Kampung Mapar
- Kampung Kipiya
- Kampung Porauka
7. Distrik Mimika Barat Jauh
(Potowaiburu)
- Kampung Potowaiburu
- Kampung Yapakopa
- Kampung Ararau
- Kampung Aindua
- Kampung Umari
8. Distrik Mimika Baru (Kampung Asli)

- Kampung Nawaripi
- Kampung Nayaro
- Kampung Koperapoka
- Kampung Iwaka
- Kampung Sempan
Sejarah Suku Kamoro
Kabupaten Mimika awalnya bernama
Kaukanao, yang mana kauka berarti perempuan
dan nao berarti bunuh. Munculnya kata
Kaukanao sendiri berasal dari Perang Hongi,
dimana semua perempuan harus dibunuh.
Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 8
Oktober 1996. Setelah selama tiga tahun
berstatus administratif. Mimika secara resmi
menjadi kabupaten definitif pada awal tahun
2000. Dengan perubahan ini maka Mimika
diharapkan dapat tumbuh berkembang dengan
kekuatannya sendiri seperti daerah lainnya.
Sepanjang laporan penelitian para
informan dan berbagai laporan, tidak ada arti
yang jelas mengenai kata Kamoro, namun
berdasarkan cerita yang diperoleh bahwa kata
Kamoro berasal dari hewan atau binatang
komodo. Oleh karena itu, menurut masyarakat
Kamoro, mereka berasal dari daging hewan yang
dibunuh dan dipenggal-penggal oleh nenek
moyang mereka dan kemudian daging tersebut
berubah wujud menjadi orang Kamoro. Ada versi
lain, hukum adat Kamoro mulanya berasal dari
Udik Sungai Kamoro, yang kemudian menyebar
luas memenuhi sepanjang pantai Barat Daya
Irian Jaya, yaitu Potowaiburu hingga ke sungai
Otakwa.
Asal-usul suku Kamoro memiliki cerita
sendiri-sendiri dari tiap-tiap
kampung. Ada cerita yang sempat dicopy oleh
Stefanus Rahangiar(1995), yaitu salah seorang
peneliti yang mengemukakan bahwa orang
Kamoro berasal dari komodo yang terletak di
sungai Binar di bagian Timur daerah Mimika.
Cerita ini bermula dari, ditemukannya sebutir
telur oleh seorang anak kecil di tepi pantai.
Kemudian sianak membawa kerumahnya. Telur
tersebut tidak dimasak, tidak juga dirusak,

malahan sianak menyimpan dan merawatnya.


Selang beberapa hari kemudian telur tersebut
menetas. Tetasan tersebut adalah seekor
Komodo . Hari kehari, komodo tersebut
bertumbuh dan lama-kelaman menjadi besar dan
dewasa. Komodo yang besar tersebut, diluar
dugaan memakan seluruh penduduk dikampung
tersebut, yang tersisa hanya seorang ibu yang
tengah hamil.
Setelah penduduk itu habis dimakan,
Komodo itu beristirahat di sebuah pulau dengan
Sungai Binar. Pada saat itu, Ibu tersebut
melahirkan seorang anak laki-laki yang segera
tumbuh menjadi seorang pemuda yang dewasa.
Di sini anak tersebut mendengar cerita dari
Ibunya tentang kejadian yang menimpa
keluarganya. Maka timbul niat dari anak ini
untuk balas dendam. Ibu itu bernama
Mbirokateya sedangkan anaknya bernama
Mbirokateyau. Dalam upaya membunuh hewan
Komodo, Mbirokateyau mendapat petunjuk dari
para leluhurnya lewat mimpi. Mimpi ini mulai
dijalankannya dengan mendirikan empat buah
rumah berturut-turut, dari arah tepi pantai ke
bagian darat. Rumah pertama(Kewa Kame),
rumah kedua(Tauri Kame), rumah ketiga(Kaware
Kame) dan rumah keempat(Ema Kame). Rumah
keempat ditempati oleh Ibunya dan rumah
pertama ditempati oleh sianak ini sambil
memukul tifa dan bernyanyi seakan-akan sedang
berpesta. Hal ini dilakukan untuk memberi
perhatian kepada Komodo tersebut, yang
menyangka bahwa tidak ada manusia lagi
disekitarnya. Situasi ini mengundang Komodo ini
menyerang rumah tersebut. Saat hewan itu
memporak-porandakan rumah, maka peralatan
yang digunakan untuk menghujani tubuh
hewanlah yang telah menyelamatkan sianak
dari rumah kedua sampai rumah keempat, dan
akhirnya Komodo ini mati terimpa alat-alat
perang. Kemudian sianak memotong dagingnya
menjadi empat bagian dengan ukuran yang sama
besar dan melemparkannya ke empat penjuru
mata angin. Lemparan pertama kebagian Timur

sambil berkata Umuru we yang kemudian


dipercaya telah menjadi orang Asmat di Merauke.
Lemparan kedua diarahkan kebagian Barat
sambil berkata Kamoro we dan akhirnya tercipta
manusia suku Kamoro. Lemparan ketiga ke arah
Utara yang akhirnya tercipta orang pegunungan
dan lemparan keempat diarahkan ke bagian
Selatan sambil berkata Semopano we, yang
akhirnya menjadi suku Sempan di Timika.
Ada juga cerita lain menurut Bapak
Frans Moperteyau yang berasal dari Keakwa
yang menyatakan bahwa orang Kamoro mulamula bertempat tinggal di pulau yang bernama
Nawapinaro yang terletak dibagian timur daerah
Mimika. Suatu saat dilaksanakan pesta adat
Karapao adalah tauri yang merupakan pesta
inisiasi bagi anak-anak yang hendak memasuki
masa remaja(dewasa). Menurut adat yang
mengikuti pesta harus memiliki orang tua dan
sanak saudara sebagaimana syarat-syarat pesta
adat tersebut. Daiantara orang-orang itu, ada 2
orang kaka beradik yaitu Aweyau dan
Mimiareyau, yang hidup dalam pemeliharaan wali
orang tuanya. Sehingga mereka tidak
diperkenankan mengikuti pesta adat tersebut.
Mereka tersisih dari teman sebayanya. Perasaan
ini menimbulkan rasa cemburu dan muncul ide
untuk membuat keributan pada saat pesta
berlangsung. Mereka berdua mengenakan topeng
setan untuk menakut-nakuti orang yang sedang
berpesta. Peserta pesta adat yang melihat itu,
kemudian melarikan diri menuju arah barat
dengan menggunakan perahu, kemudian
menempati sungai-sungai yang kini merupakan
daerah Mimika dari bagian timur hingga ke
bagian barat jauh yang sekarang sudah menjadi
batas wilayah Kamoro.
Pola Hidup Suku Kamoro
Orang Kamoro memiliki ciri-ciri fisik seperti,
wanita dan pria rata-rata memiliki postur tubuh
yang tinggi dan tegap karena keadaan alam (di
pesisir pantai), warna kulit hitam, hidung
mancung dan rambut keriting.
a. Mata Pencaharian

Orang Kamoro tidak mengenal


sistem pertanian sehingga mereka
kembali kepada kehidupan mereka
sebagai nelayan dan hidup
berpindah-pindah dari satu tempat
ketempat yang lain (nomaden).
Mereka memiliki semboyan, yaitu
3S (sungai,sampan,sagu). Sungai
merupakan salah satu arus utama
aktivitas suku Kamoro, sehingga
mereka membutuhkan sampan
untuk melakukan aktifitas seharihari.
Rasa sosial yang begitu kuat,
membuat masyarakat Kamoro
selalu berbagi dengan sesamanya.
Untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Kamoro sehari-hari,
mereka biasanya melakukan
aktivitas seperti :
- Memangkur sagu (amata
wapuru)
- Melaut (menangkap hasil
laut)
- meramu
b. Makanan Khas
Berbagai makanan khas
masyarakat Suku Kamoro antara
lain adalah sebagai berikut :
- Tambelo (ko)
- Sagu (amata)
- Ulat sagu (koo)
- Siput (omoko)
- Karaka
c. Agama
Pada awalnya, orang
Kamoro menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme.
Namun setelah masuknya
agama Katolik pada tahun 1928
yang dibawa oleh seorang
pastor, masyarakat Kamoro
mulai mengenal agama. Oleh
sebab itu, sebagian besar

masyarakat Kamoro memeluk


agama Kristen Katolik dan
sebagian kecilnya menganut
agama Kristen Protestan, tetapi
ada juga masyarakat yang
masih menganut kepercayaan
animisme dan dinamisme dan
hal itu masih berlanjut hingga
saat ini.
Adat Istiadat Suku Kamoro
Perkawinan merupakan
suatu peristiwa yang sangat
penting dalam kehidupan
manusia. Demikian halnya,
dengan masyarakat suku
Kamoro. Perkawinan
mempunyai arti yang sangat
mendalam, tidak hanya bagi
individu yang kawin, tetapi juga
lebih dari itu menyangkut harga
diri, kehormatan, martabat
keluarga atau kerabat. Karena
itu, perkawinan tidak lepas dari
peranan keluarga atau kerabat.
Ketentuan-ketentuan adat
perkawinan yang dimaksud
mencakup hal-hal seperti :
a. Larangan Perkawinan
Larangan perkawinan
secara adat terdapat
perbedaan-perbedaan antara
satu daerah dengan daerah
lainnya. Larangan perkawinan
pada orang Kamoro adalah
sebagai berikut :
Karena hubungan darah
Seorang laki-laki
dilarang memilih
pasangan atau kawin
dengan
perempuan
yang masih mempunyai
hubungan darah.
Karena melangkahi

saudara yang lebih tua


Seseorang dilarang
kawin (baik laki-laki
maupun perempuan),
apabila ada saudaranya
yang lebih tua dari
pihak laki-laki maupun
perempuan yang belum
menikah.
b. Mas kawin
Mas kawin adalah
sejumlah barang-barang
perkawinan yang diminta oleh
pihak keluarga perempuan
kepada pihak keluarga laki-laki
guna kelangsungan suatu
perkawinan. Pada orang
Kamoro mas kawin mempunyai
kedudukan yang sangat penting
dalam suatu perkawinan, karena
mas kawin merupakan suatu
syarat mutlak yang harus ada
nilai guna kelangsungan
perkawinan. Adapun bendabenda yang digunakan sebagai
mas kawin adalah sebagai
berikut :
Perahu
Kampak, parang
(alat-alat kebun)
Piring, kain
Uang
c. Syarat-syarat perkawinan
Kematangan jasmaniah dan
rohaniah
Kesiapan harta
Izin orang tua
Memperhatikan laranganlarangan perkawinan
d. Upacara Adat
Upacara Pendewasaan
(inisiasi) atau Upacara Karapao
Upacara Penobatan Kepala
Suku

Upacara Pembuatan Mbitoro


Seni Budaya Tradisional Suku Kamoro
Adapun beberapa jenis seni budaya
yang dimiliki oleh suku kamoro adalah
sebagai berikut :
1. Seni bangunan rumah
Suku kamoro mempunyai
beberapa bentuk rumah tradisional,
yang diberi nama antara lain :
Kapiri Kame
Kapiri adalah alat
penutup rumah (atap) yang
menjadi rumah tradisional suku
kamoro. Kapiri dibuat dari daun
pandan hutan yang kuat, lebar
dan panjang. Meskipun begitu
sekarang ini suku kamoro tidak
lagi (jarang sekali) menempati
kapiri kame, mereka sudah
membangun rumah yang
permanen dengan
memanfaatkan gaba-gaba
(pelepah sagu) sebagai dinding
dan daun seng sebagai
atapnya. Banyak bentuk dari
kapiri misalnya :
a. Karapauw Kame
b. Tauri Kame
c. Kaota kame
d. Kapiri Kame, dan lainlain
2. Seni Ukir
Suku kamoro mempunyai seni
ukir yang cukup tinggi nilainya.
Motif-motif seni ukir suku kamoro
didasarkan pada pengalaman
sejarah masa lalu.
Pengalaman sejarah yang
dialaminya diekspresikan dalam
bentuk seni ukir yang indah dan
mempunyai makna ritual. Jenisjenis seni ukir suku Kamoro antara
lain :
a. Mbitoro

Mbitoro adalah ukirukiran khas suku Kamoro yang


menjadi dasar dari jenis ukirukiran.
Kerangka Mbitoro
Uema ( ruas tulang
belakang)
Uturu tani (awan putih
berarak)
Wake biki (ekor kuskus
pohon)
Oke mbare (lidah
biawak)
Upau (kepala manusia)
Apakou upau (kepala
ular)
Ereka kenemu (insang
ikan)
Ema (tulang ikan)
Utu wau (tempat api
atau perapian)
b. Ote Kapa (tongkat)
Ote kapa adalah seni
ukir yang berbentuk tongkat dan
biasanya di gunakan oleh orang
yang sudah lanjut usia. Ada 5
motif ukiran ote kapa yaitu :
Tako ema (tulang sayap
kelelawar)
Ereka waititi (sirip ikan)
Uema (ruas tulang
belakang)
Upau (kepala manusia)
c. Pekaro (Piring Makan)
Pekaro dibuat dari jenis
kayu yang ringan sehingga
mudah dibawa pada saat
berkapiri.
Kerangka Pekaro :
Komai mbiriti (kepala
burung enggang/paru burung
enggang)
Tempat makanan yang
berbentuk bulat telur

Mbiamu Upau (kepala


kura-kura)
d. Yamate (perisai)
Yamate adalah seni
ukir yang dibuat dari beberapa
tingkat sesuai dengan tingkat
tinggi orang yang memakainya.
Biasanya dibuat empat tingkat
yang semuanya bermotif
bagian- bagian tubuh buaya.
a. Kapiri (tikar)
b. Imi (jaring)
c. Etahema (noken)
d. Omotere (tikar pandan)
3. Seni Suara dan Seni Tari Suku
Kamoro
Menurut legenda lama adat
kebudayaan suku Kamoro berasal
dari dalam tanah dan air. Konon
ceritanya nenek moyang suku
Kamoro hanya memberikan alatalat kebudayaan dan tidak
mewariskan alat pertanian, sehingga
suku kamoro lebih pandai bermain
musik dari pada mengolah tanah.
Seni tari dan seni suara oleh
suku Kamoro dijadikan sebagai
bahan media dalam berbagai pesta
untuk segala kepentingan. Orang
yang memiliki keahlian menyusun
syair dan mendendangkannya
disebut bakipiare. Bakipiare
sangat peka dalam memperoleh
ilham dari keadaan alam sekitarnya.
Ilham yang diterimanya kemudian
diimajinasikan dan diekspresikan
dalam bentuk syair lagu.
Syair lagu itu kemudian
dilagukan dengan ditimpa oleh bunyi
tifa yang lembut dan kadangkadang menyentak iramanya. Jika
irama lagu menyentak, iramanya
akan segera mendapat sambutan
dari dnikiarawe (pengiring lagu),

maupun jagwari pikara (penegas


atau penutup lagu). Alat-alat musik
yang digunakan adalah tifa (eme)
dan kaiyaro (alat musik dari
bambu). Kaiyaro ini biasa
dibunyikan dalam pesta adat
karapao.
Jenis tari suku Kamoro seperti :
Tari Seka
Tari Ular
Tari Mbitoro
Jenis seni suara (lagu) suku
Kamoro seperti :
Tapare Mimika Iwoto
Korani
Nikya Yesus
4. Pakaian
Pakaian adat atau tradisional
suku kamoro dibuat dari kulit peura
(sejenis pohon genemo) yang
disebut waura . Waura digunakan
untuk laki-laki yang dipakai sebagai
cawat disebut tapena. Ada juga
yang terbuat dari daun sagu yaitu
tauri, mono dan piki. Tauri biasa
digunakan oleh ibu-ibu. Mono yaitu
daun sagu yang dikupas, ditumbuk,
dicuci yang kemudian dipakai.
Sedangkan piki biasa digunakan
oleh bapak-bapak, ibu-ibu dan
anak-anak sebagai kain sarung.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Suku Kamoro adalah suku
terbesar di Kabupaten Mimika. Suku
Kamoro terletak di sepanjang Ufuk
Barat (Potowaiburu) hingga Ufuk Timur
(Nakai). Mereka hidup dengan
semboyan 3S (sungai, sampan, sagu),
karena mereka bermukim di wilayah
yang didominasi oleh air. Oleh sebab
itu, mereka tidak mengenal sistem
pertanian. Asal-usul suku Kamoro

sendiri terdapat banyak versi dari


masing-masing tokoh-tokoh adat,
sehingga belum ada cerita yang jelas
mengenai asal usul Kamoro secara
pasti.
Kamoro juga memiliki adat
istiadat pada perkawinan seperti
ketentuan-ketentuan, syarat-syarat,
larangan perkawinan dan mas kawin.
Kebudayaan yang khas seperti seni
bangunan rumah, seni ukir, seni suara
dan seni tari. Mayoritas penduduk ini
memeluk agama Kristen Katolik.
B. SARAN
Setelah membahas dan
mempelajari tentang seluk-beluk suku
Kamoro, maka penulis semakin menyadari
bahwa kebudayaan suku Kamoro adalah
harta yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan pemerintah daerah dan
masyarakat, sebagai sumbangsih penulis.
1. Meningkatkan dan mengembangkan
usaha yang sudah ada maupun yang
belum ada untuk melestarikan
kebudayaan suku Kamoro.
2. Sarana Pendidikan. Mendorong
pemerintah agar memasukkan
kebudayaan suku Kamoro kedalam
kurikulum Khususnya sebagai sarana
pengembangan diri .

Anda mungkin juga menyukai