4.1.
3.2.
namun yang menjadi pertimbangan yaitu apakah jumlah minyak yang akan
diterapkan EOR tersedia cukup banyak, fluida injeksi mencukupi selama produksi,
dan apakah fluida yang diinjeksikan sesuai dengan denga keadaan reservoir serta
apakah hasilnya akan baik. Makin baik suatu EOR, tambahan perolehan yang
dihasilkan dibandingkan dengan cara alamiahnya semakin besar. Beberapa faktor
yang dirasakan penting dalam menentukan keberhasilan suatu metode EOR adalah :
1. Faktor-faktor ditinjau dari kondisi reservoir
a. Kedalaman
b. Kemiringan
c. Tingkat homogenitas
d. Sifat-sifat petrofisik
e. Mekanisme pendorong
2. Faktor-faktor ditinjau dari kondisi fluida reservoir
a.
b.
c.
Viskositas minyak
a.
Kedalaman
Kemiringan
Faktor kemiringan mempunyai arti yang penting jika perbedaan densitas
antara fluida pendesak dan fluida yang didesak cukup besar, misal pada injeksi gas.
Pengaruh kemiringan tidak terlalu besar jika kecepatan pendesakan sangat besar. Air
merupakan fluida pendesak yang cenderung untuk maju lebih cepat di bagian bawah,
sedangkan gas merupakan fluida pendesak yang cenderung untuk menyusul di bagian
atas.
c.
pori, keseragaman stratigrafi dan jenis batuan, kontinuitas dan efek skin serta
pengaruhnya terhadap daya injeksi. Kontinuitas sangat dipengaruhi oleh struktur atau
stratigrafi, hal ini dapat diuji dengan uji interferensi tekanan. Efek skin dapat diuji
dengan uji tekanan sumur injeksi.
d. Sifat-Sifat Petrofisik
Besaran-besaran petrofisik yang mempengaruhi keberhasilan suatu metode
EOR ialah:
Porositas ()
Dengan mengetahui data-data tentang ukuran butiran (grain size) atau
ukuran pori-porinya akan sangat membantu dalam proses pendesainan metode
EOR. Kurva tekanan kapiler memiliki peranan penting dalam mekanisme
aliran fluida dan mekanisme saturasi minyak sisa, juga memiliki hubungan
yang erat dengan distribusi ukuran butir atau ukuran pori-pori batuannya.
Porositas yang semakin besar akan menghasilkan cadangan sisa yang semakin
besar pula, hal ini akan membuat prospek EOR lebih baik.
Permeabilitas (K)
Permeabilitas yang besar biasanya lebih menguntungkan untuk
dilakukannya suatu metode EOR. Penerapan metode EOR mungkin tidak
ekonomis lagi jika harga permeabilitas di atas suatu batas ambang tertentu,
karena sebagian besar minyak sudah diproduksikan pada produksi alamiah
sebelumnya.
permeabilitas
relatif
diintegrasikan
ke
seluruh
pada
effisiensi
pendesakan
dan
effisiensi
penyapuannya.
Mekanisme Pendorong
Peranan mekanisme pendorong sangat penting yaitu adanya kekuatan/tenaga
3.3.
media seperti air dan minyak (wetting dan non-wetting phases) dan akan mengurangi
interfacial tension dari kedua fluida tersebut. Dengan nilai interfacial tension rendah
dan nilai kapilaritas yang tinggi (tekanan kapiler rendah) menyebabkan rendahnya
nilai saturasi minyak residual.
Sifat dari surfactant ini yaitu molekulnya mencari tempat diantara dua fluida
yang tidak bercampur dan surfactant menjadi pengikat antara dua fluida tersebut
menjadi emulsi. Surfactant harus berbentuk micelle yaitu dapat mengikat air dan
minyak pada konsentrasi tertentu, jika konsentrasinya kecil maka campuran
surfactant tersebut masih berbentuk monomor (belum aktif). Untuk itu perlu
diketahui critical micelles concentration (CMC) agar campuran slug surfactant dapat
menjadi micellar.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak yang
tertinggal. Pada injeksi tidak perlu untuk terus menerus di injeksikan melainkan
diikuti dengan injeksi fluida pendesak lainnya seperti air yang dicampurkan dengan
polymer untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan selanjutnya diinjeksikan
dengan air.
Dalam menginjeksi surfactant harus memperhatikan beberapa variable
variable penting yang dapat mempengaruhi injeksi, diantaranya :
a.
Adsorbsi
Adsorpsi merupakan persoalan yang dihadapi saat menginjeksikan surfactant
dimana terjadi gaya tarik menarik antara molekul molekul batuan reservoir dan
surfactant. Mekanisme terjadinya adsorpsi yaitu surfactant yang diinjeksikan ke
reservoir akan mempengaruhi tegangan antar permukaan minyak air, sekaligus
bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi persinggungan,
molekul molekul surfactant akan ditarik oleh molekul molekul batuan reservoir
kemudian diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai mencapai titik
jenuh. Sehingga akan menyebabkan kualitas surfactant menurun.
b.
reservoir pada surfactant. Makin besar konsentrasi , semakin besar adsorpsi yang
diakibatkan.
c.
Clay
Adanya clay pada reservoir dapat berpengaruh pada penurunan recovery
minyak, dimana sifat clay yang menyukai air dan menyebabkan adsorpsi terjadi.
Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat dominan.
d.
Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan
minyak air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam garam tertentu (misalnya
NaCl) akan menyebabkan penurunan tegangan antar muka tidak efektif lagi untuk
surfactant. Hal ini disebabkan ikatan kimia NaCl mudah terurai, begitupun dengan
ikatan kimia surfactant. Apabila hal ini terjadi, maka terjadi ikatan antar ion
membentuk HCl dan RSO3Na yang bukan merupakan zat aktif untuk menurunkan
tegangan antar permukaan minyak air.
Ada banyak tipe dari surfactant dengan beragam jenis komposisi kimia dan
struktur molekul seperti hydrocarbon portion (non polar), dan ionic portion (polar).
Yang sering digunakan pada injeksi ini yaitu jenis synthetic sulfonates (petroleum
sulfonates) yang dimana anion
intermediate produk minyak atau crude oil. Anionic ini menggantikan kationik yang
sangat resistan terhadap adsorpsi, stabilitas dan biaya pembuatannya yang mahal.
Syarat syarat dan batasan batasan yang dapat digunakan dalam pemilihan
metode injeksi surfactant dapat dirinci sebagai berikut :
1. Oil Properties
Gravity
Viskositas
Komposisi minyak
Saturasi minyak
20 35oAPI
13 35 cp
Ringan Menengah
35 53% pore volume
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi
Ketebalan net
Rerata permeabilitas
Kedalaman
Temperatur
Sandstone
> 10 ft
10 450 md
3,250 9,000 ft
80 200 oF
3.3.1.2.
kebanyakan sifat dari polymer mudah teradsorpsi oleh mineral formasi, dan untuk
mengurangi adsorpsi yang signifikan dilakukan hidrolisis dengan mereaksikan
dengan zat kimia tertentu (misalnya potassium hidroksida atau sodium carbonate).
Selain itu perlu diperhatikan stabilitas polymer terhadap lingkungan reservoir, karena
polymer ini dapat dengan mudah terdegradasi sehingga perlu dilakukan tes
laboratorium jangka pendek. Degradasi polymer dapat dideteksi dari hilangnya
viskositas fluida injeksi terhadap waktu. Pada temperatur rendah, reaksi aliran pelan
dan dapat tidak terdeteksi pada shorts test. Degradasi rate meningkat seiring
meningkatnya temperatur dengan reaksi kinetik kimia yang konstan.
Setelah tipe chemical (polyacrylamides dan polysaccharides) dan konsentrasi
sudah ditentukan selanjutnya mengestimasi banyaknya slug polymer yang akan
digunakan. Dengan jumlah slug yang optimal diharapkan bukan hanya cukup
mengatasi di reservoir melainkan juga mengurangi hilangnya zat kimia dengan fluida
yang diproduksi setelah breaktrough.
Selain memaksimalkan pengurangan nilai saturasi minyak residual, micellarpolymer flood sebaiknya dilakukan pada salinitas optimal. Pada banyak kasus,
salinitas merupakan air garam yang alamiah terdapat pada reservoir dengan nilai
salinitas yang beragam sehingga harus menggunakan surfactant yang memiliki
salinitas optimal yang lebih tinggi.
Syarat syarat dan batasan batasan yang dapat digunakan dalam pemilihan
metode injeksi surfactant dapat dirinci sebagai berikut :
1. Oil Properties
Gravity
15 40oAPI
Viskositas
10 150 cp
Komposisi minyak
Tidak ditentukan
Saturasi minyak
70 80% pore volume
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi
Ketebalan net
Rerata permeabilitas
Kedalaman
Temperatur
Sandstone
Tidak ditentukan
10 800 md
< 9,000 ft
140 200 oF
3.3.1.3.
Alkaline Floods
Pada proses ini diinjeksikan sejumlah slug dari substansi anorganik (high pH)
ke dalam reservoir. Dengan adanya anion OH (dari ionisasi injeksi dasar) dari
beberapa reaksi kimia dengan komponen hidrokarbon acid dalam reservoir dapat
membentuk in-situ . Hadirnya surfactant dapat mengurangi IFT dan juga mengurangi
saturasi minyak residual serta meningkatkan efisiensi pendesakan. Besarnya IFT
tergantung dari konsentrasi alkaline dan salinitas air garam di reservoir.
Material alkalin dapat mengubah wetabilitas batuan menjadi lebih water-wet
yang mengakibatkan emulsi pada formasi didekat pendesakan awal. Kondisi ini yang
meningkatkan laju performance dari proses pendesakan.
Besarnya in-situ surfactant tergantung dari crude oil alamiah, konsentrasi dari
alkaline, salinitas, jumlah clay dan kapasitas pertukaran kation. API gravity dari
crude oil relative rendah, konsentrasi alkaline yang dinjeksikan harus optimum
sekitar 0.05 0.10%, jumlah clay pada formasi mengakibatkan pertukaran anion dan
kation sehingga menyebabkan pendesakan menjadi tidak optimal. Alkaline yang biasa
digunakan yaitu sodium hidroksida, sodium ortosilikat, sodium metasilikat, ammonia
dan sodium karbonat.
Ada beberapa kriteria dalam memilih dan mendesain metode injeksi alkalin
ini yaitu :
Gravity
Viskositas
Salinitas
15 35oAPI
< 200 cp
Cukup tinggi (sampai 20000 ppm)
kimia dari batuan dan fluida berubah. Perubahan ini membuat proses pendesakan
lebih efisien di reservoir yang memiliki viskositas tinggi. Efek utama dari injeksi uap
ini yaitu meningkatkan suhu dan tekanan dari reservoir. Temperatur yang tinggi
mengurangi viskositas minyak, saturasi minyak residual dan meningkatkan saturasi
air irreducible. Hal ini merupakan hasil dari mobilitas rasio pada proses pendesakan.
Besarnya tekanan meningkatkan nilai drawdown pada sumur produksi dan
menghasilkan laju produksi yang besar.
Pada dasarnya wet steam diinjeksikan secara terus menerus ke dalam reservoir
untuk mendorong minyak sampai ke sumur produksi. Kualitas uap pada generator
berkisar 75 85% tetapi apabila uap ini bertemu dengan pasir, maka sejumlah panas
akan hilang.
Gravity
Viskositas
Komposisi minyak
Saturasi minyak
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi
Ketebalan net
Rerata permeabilitas
Kedalaman
Temperatur
8 13.5oAPI
4700 200 000 cp
Tidak ditentukan
40 66% pore volume
3.3.2.2.
reservoir melalui sumur injeksi. Injeksi air panas mengurangi viskositas dari crude
oil sehingga memudahkan minyak bergerak ke sumur produksi. Injeksi air panas
kurang efektif dari injeksi uap karena kandungan panas pada air lebih rendah dari
uap.
Pada injeksi air panas, pendesakan tak berdimensi yang kehilangan panas di
sekitar formasi diabaikan tergantung dari reservoir yang homogen. Air panas yang
diinjeksikan mendingin apabila terkontak dengan fluida dan batuan pada kondisi
steady state.
Air panas akan menjadi kompetitif di reservoir yang mengandung minyak
relative ringan, viskositas kecil,
sehingga kuantitas dari injeksi panas mengenai sejumlah permukaan pada suhu
rendah.
3.3.2.3.
combustion, fire flooding atau combustion drive menggunakan udara (berasal dari
oksigen) untuk diinjeksikan ke dalam reservoir dan kemudian dibakar di dalam
reservoir untuk menghasilkan energi panas ditempat. Hasil dari pembakaran ini yaitu
panas, uap dan gas buang sebagai substansi EOR untuk meningkatkan recovery
minyak. Proses EOR ini diaplikasikan pada reservoir yang memiliki medium sampai
heavy gravity dimana pontensial primary dan secondary recoverynya rendah.
Minyak dibakar di dalam reservoir secara spontan atau dibantu menggunakan
heater bawah permukaan, pra-heating dari injeksi udara atau injeksi secara spontan
membakar material bersamaan dengan udara.
Gravity
Viskositas
Komposisi minyak
Saturasi minyak
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi
Ketebalan net
Rerata permeabilitas
Kedalaman
Temperatur
10 16oAPI
1200 5000 cp
Sebagian berupa aspal
50 72% pore volume
dan memakannya sebagai proses oil recovery. Pada beberapa kasus, tipe mikroba
spesial dengan ukuran yang kecil diinjeksikan ke ruang pori dengan sejumlah besar
nutrient, selanjutnya menstimulasi menunggu waktu inkubasi. Bakteria ini akan
tumbuh dan menutup (plug) ruang pori yang diisi. Hal ini sangat berguna dalam
mengurangi efek air dan gas coning.
Parameter parameter reservoir yang berdampak pada aktifitas mikroba yaitu:
Dapat bertahan di dalam reservoir
Suhu reservoir dengan batas yang ijinkan sebesar 40oC
Tekanan reservoir dengan batas yang diijinkan 30 000 kPa
Salinitas air formasi dengan batas 35 000 ppm
Dapat melawan mikroorganisme lain yang berada di dalam sistem.
Bakteri dalam reservoir akan mempunyai pengaruh sebagai berikut:
agar bergerak di depan primary slug. Kemudian primary slug didorong dengan gas
kering yang dimana kedua fluida ini bercampur. Sayangnya, primary slug akan
mejadi fasa residual yang terperangkap akibat dari proses ini.
contact. Proses ini tergantung dari komposisi fasa injeksi, fasa minyak yang melalui
berbagai kontak fasa dengan komponen massa transfer di dalam reservoir. Di bawah
kondisi tekanan, suhu dan komposisi kemudian akan menghasilkan pencampuran insitu antara fluida pendorong dengan fluida yang didesak.
Injeksi gas bercampur terbagi menjadi :
3.3.4.1.
menginjeksikan sejumlah besar gas CO2 (15% pore volume atau lebih) ke dalam
reservoir. Meskipun CO2 ini benar-benar dapat baur dengan minyak bumi, CO2 juga
dapat mengekstraksi komponen ringan sampai menengah dari minyak. Apabila
tekanan cukup tinggi, maka terjadi kondisi dapat baur dan minyak terdesak ke sumursumur produksi.
Peningkatan perolehan minyak dengan injeksi CO 2 dimungkinkan dengan
terjadinya proses berikut :
3.3.4.2.
reservoir sehingga dapat tercampur. Ada tiga macam metode yang biasa digunakan.
Pertama diinjeksikan 5% (pore volume) liquefied petroleum gas (LPG) misalnya
propane,diikuti oleh gas alam atau air. Kedua adalah metode yang disebut injeksi gas
yang diperkaya, yang terdiri atas 10-20% (pore volume) gas alam yag diperkaya
dengan gas etana sampai dengan heksana (C2-C6), diikuti oleh lean gas (pada
umumnya metana) atau air. Gas gas pengaya ini terlarut kedalam minyak bumi.
Metode yang ketiga adalah yang disebut pendorongan gas dengan tekanan tinggi,
yaitu menginjeksikan lean gas dengan tekanan tinggi untuk melepaskan komponenkomponen C2-C6 dari minyak bumi yang didesak.
Metode injeksi hidrokarbon (dapat baur) dapat memproduksikan minyak
dengan jalan :
sebagai berikut :
1. Oil Properties :
Gravity
Viskositas
Komposisi minyak
Saturasi minyak
23 41oAPI
< 3 cp
High % C2 C7
30 80% pore volume
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi
Ketebalan net
Rerata permeabilitas
Kedalaman
Temperatur
3.3.4.3.
sebagai akibat pendesakan gas dengan kondisi dapat baur tergantung pada tekanan
dan komposisi minyak.
Gas nitrogen ini relatif murah harganya sehingga dapat digunakan dalam
jumlah banyak secara ekonomis. Bahkan seringkali gas ini digunakan sebagai gas
pengganti pada injeksi hidrokarbon atau karbondioksida, setelah sejumlah material
tersebut diinjeksikan.
Pengangkatan perolehan minyak diakibatkan oleh :
Terlepasnya komponen ringan dari minyak bumi dan terjadinya kondisi dapat
sebagai berikut :
1. Oil Properties :
Gravity
Viskositas
Komposisi minyak
Saturasi minyak
35 48oAPI
< 0.4 cp
High % C1 C7
40 75% pore volume
1. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi
Ketebalan net
Rerata permeabilitas
Kedalaman
Temperatur
Kondisi dapat baur hanya bisa dicapai apabila minyak yang didesak adalah jenis
minyak ringan dan tekanan reservoir yang tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan
kedalaman yang cukup. Reservoir dengan kemiringan tajam lebih disukai untuk
tercapainya stabilisasi pendesakan di bawah pengaruh gaya gravitasi.
Dalam injeksi nitrogen ini ada beberapa masalah yang dihadapi yaitu:
3.4.
dalam proses memilih dan mendisain EOR secara tepat pada reservoir. Dibutuhkan
upaya yang besar untuk memilih, optimasi, mendesain dan menghitung secara
teknisi/ekonomis kemampuan proses EOR pada berbagai kondisi reservoir. Upaya ini
dapat dikurangi dengan keberhasilan dari pengalaman berbagai macam industri pada
reservoir yang mirip. Selain itu, adanya beberapa pedoman dasar dalam memilih
proses EOR dari hasil seleksi yang tidak dapat diterapkan pada reservoir tertentu.
Contoh dari metode eliminasi EOR meliputi :
1. Miscible flood pada reservoir minyak berat.
2. High pressure miscible flood pada shallow reservoir.
3. Steam flood pada deep light oil reservoir atau reservoir tipis dengan rasio net
to gross yang rendah.
4. Chemical flood pada reservoir dengan kandungan clay, salinitas dan
temperature yang tinggi.
5. Polymer flood pada reservoir dengan viskositas minyak yang sangat rendah.
6. In-situ combustion pada reservoir dengan API gravity minyak yang sangat
rendah atau sangat tinggi.
7. Injeksi bakteria ukuran besar pada reservoir yang tight dengan ukuran pori
yang sangat kecil.
Langkah langkah dasar evaluasi sebelum mengimplementasi proses EOR
terdiri dari :
1. Deskripsi detail dari geologi dan reservoir.
2. Review dari observasi tekanan dan performance produksi.
3. Estimasi primary recovery akhir, infill drilling dan potensi stimulasi sumur.
4. Menentukan perlunya aplikasi secondary recovery dan EOR.
5. Menetapkan berbagai limitasi pada beberapa metode EOR berdasarkan
karakteristik reservoir, geologi, kondisi lingkungan, dan surface facililities.
6. Melakukan preliminary selection dari metode EOR yang mungkin dipilih dan
memperkirakan kenaikan recovery, substansi yang diperlukan, dan biaya
dengan menggunakan analogi pada reservoir lain.
7. Menyeleksi limitasi dari satu atau dua kemungkinan metode EOR dan
perlunya tes laboratorium maupun lapangan sebagai kunci parameter ukuran
yang mempengaruhi performance EOR dan material yang diperlukan.
8. Merumuskan model geologi/simulasi secara detail dan menyaring simulasi
mana yang cocok dengan history matching lapangan dan observasi
laboratorium. Model ini kemudian digunakan untuk menyediakan sensivity
analysis sebagai parameter dan peramalan dari jarak recovery serta material
EOR yang diperlukan.
9. Analisis ekonomi meliputi semua fasilitas yang dibutuhkan, pemboran,
material EOR, lingkungan, pertimbangan keselamatan dan persetujuan
kontrak. Tahap ini juga meliputi diskusi dengan pihak terkait seperti partner
bisnis dan badan pemerintahan.
10. Memulai tes lapangan dengan ukuran yang kecil dan durasi singkat untuk
menegaskan parameter operasional mengikuti pilot projects skala kecil (1 6
titik
injeksi)
dan
mengkonfirmasi
proses
penggunaan
parameter,
Parameter Operasional
mengurangi efek negatif gaya gravitasi. Pengurangan saturasi minyak sisa yang
merupakan hal yang diinginkan dapat dicapai dengan metode miscible ; surfactant,
alkaline dan injeksi thermal. Untuk suatu proses pendesakan peningkatan irreducible
water saturation akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan perolehan
minyak, hal ini dapat tercapai melalui injeksi thermal.
3.5.
memperhatikan potensi minyak yang dapat diperoleh, dan karakteristik fisik ataupun
kimia dari reservoir. EOR dapat diimplementasikan apabila recovery minyak dapat
menutupi biaya dalam operasi EOR ini. Selain itu, sifat fisik dan kimia dari reservoir
mempengaruhi EOR, karena tidak ada satu proses EOR yang akan cocok pada semua
reservoir sehingga perlu dilakukan pengembangan teknologi EOR. Selain itu, agar
mendapatkan recovery yang optimal perlu diketahui faktor perolehan minyak dari
segi efisiensi pendesakan makroskopik dan efisiensi pendesakan mikroskopik.
3.5.1.
Efisiensi Pendesakan Mikroskopik (ED)
Efisiensi pendesakan mikroskopik berhubungan dengan pendesakan dari
mobilisasi minyak pada ruang pori. ED adalah ukuran efektivitas fluida pendesak
dalam menggerakan minyak di dalam batuan dimana terdapat kontak antara fluida
pendesak dan minyak. ED merefleksikan ukuran dari saturasi minyak residual (Sor)
pada daerah yang terkontak dengan fluida pendesak.
Dalam prakteknya efisiensi pendesakan merupakan fraksi minyak atau gas
yang dapat didesak setelah dilalui oleh front dan zona transisinya.
Pada kasus pendesakan linier, contohnya media berpori berbentuk silinder,
kemudian semua pori-pori di belakang front dapat diisi oleh fluida pendesaknya,
maka efisiensi volumetrik akan mencapai 100% dan hubungan umum yang
menunjukkan efisiensi pendesakan adalah sebagai berikut :
Ed
Soi Sor
Soi
(3-1)
Dimana :
Ed
Soi
mencapai titik produksinya. Pada saat dan sebelum breaktrough terjadi, efisiensi
pendesakan ditunjukkan oleh Persamaan :
S (S or ) BT
(E d ) BT oi
S oi
(3-2)
Harga Sor akan berkurang dan Ed akan bertambah dengan terus berlalunya zona
transisi melalui sumur produksi, sehingga setelah zona transisi ini berlalu akan
diperoleh harga Sor minimum yang merupakan harga saturasi minyak irreducible dan
efisiensi pendesakan mencapai harga maksimum, sesuai dengan persamaan :
S (S or ) min
(E d ) max oi
Soi
3.5.2.
... (3-3)
( r1 r2 ) b
( r1 r2 ) a
(3-4)
Dimana :
r1 dan r2 adalah mobilitas relatif fluida pendesak dan fluida yang didesak.
yang tersapu oleh fluida injeksi. Efisiensi penyapuan vertikal dipengaruhi oleh
gravitasi dan heterogenitas lapisan reservoir. Pengaruh gravitasi disebabkan oleh
perbedaan densitas antara fluida pendesak dengan fluida terdesak. Jadi pengaruh
gravitasi dapat terjadi di semua reservoir (homogen dan heterogen). Gas akan
mendahului minyak lewat bagian atas (overrides) dan air akan mendahului minyak
pada bagian bawah (underruns), karena itu terjadi breakthrough lebih awal di bagian
atas dan bawah reservoir. Secara teori, stabilitas front pendesakan dan sudut ke arah
mana menghadap (terhadap arah aliran) berhubungan dengan laju penginjeksian,
mobilitas fluida dan perbedaan densitas. Gambar 4.6. menunjukkan efisiensi
penyapuan vertikal sebagai fungsi perbandingan mobilitas dan Ngh/L (perbandingan
bilangan gravitas dikalikan ketebalan terhadap panjang). Perbandingan mobilitas
yang tinggi dan bilangan gravitasi yang besar menunjukkan rendahnya efisiensi
penyapuan vertikal pada saat breakthrough. Jika reservoir menunjukkan variasi
permeabilitas dan porositas terhadap kedalaman, heterogenitas lapisan, flood front
akan terpengaruh oleh variasi tersebut. Fluida pendesak akan bergerak lebih cepat
dilapisan dengan permeabilitas yang tinggi dan breakthrough terjadi lebih awal dalam
sumur produksi. Perbandingan mobilitas yang tinggi dan heterogenitas yang besar
akan menurunkan efisiensi penyapuan vertikal.
BAB IV
METODE INJEKSI CO2
4.1.
menggerakkan dan mendesak minyak. Terjadi multiple kontak antara CO2 dan fasa
minyak intermediate sampai minyak dengan berat molekul yang besar, untuk
kemudian diekstraksi menjadi fasa kaya CO2. Di bawah kondisi yang sesuai, fasa
kaya CO2 akan mencapai komposisi yang disebut miscible (bercampur) dengan
hidrokarbon asli di reservoir. Keadaan miscible atau mendekati miscible berada pada
bagian muka (front) pendesak.
Volume injeksi CO2 selama proses injeksi sebesar 25% volume pori. Suhu
kritis dari CO2 yaitu sebesar 87.8 oF dan kebanyakan kasus, fluida ini dinjeksi di atas
suhu kritis. Viskositas CO2 saat kondisi injeksi sangat kecil sebesar 0.06 0.10 cp
tergantung dari kondisi temperatur dan tekanan reservoir.
nitrogen, dan injeksi CO2. Dari beberapa jenis fluida injeksi bercampur, injeksi CO 2
jauh lebih baik dikarenakan triple point CO2 relatif besar dan temperatur kritis lebih
rendah. Selain itu, densitas dan viskositasnya tinggi serta faktor volume formasi
relatif kecil dibandingkan dengan udara, nitrogen, gas kering hidrokarbon. Hal ini
dapat diilustrasikan dengan membandingkan sifat fisik dari berbagai gas dengan
kondisi temperature dan tekanan yang sama. Contohnya pada temperature 93 oC dan
tekanan 20,700 KPa, sehingga didapatkan :
Tabel 4.1.
Densitas,
Viskositas, cp
Karbon Dioksida
Udara
Nitrogen
Metana
Natural Gas
kg/m3
525
186
178
117
173
0.0035
0.0064
0.0064
0.0056
0.0051
0.042
0.027
0.025
0.018
0.020
Dengan membandingkan sifat dari tiap gas, jelas bahwa CO 2 lebih cocok
sebagai fluida pendesak dengan alasan :
Densitas yang tinggi dapat mengurangi efek gravitasi.
Dengan rendahnya faktor volume formasi artinya hampir semua molekul ada
yaitu sebagai metode untuk meningkatkan recovery minyak dari reservoir dengan
cara mengurangi nilai IFT sehingga memperkecil nilai dari saturasi minyak residual
(Sor).
Injeksi CO2 dapat optimal tergantung dari beberapa kriteria sifat fisik minyak
dan karakteristik reservoirnya. Adapun kriterianya yaitu :
1. Oil Properties :
Gravity
Viskositas
Komposisi minyak
Saturasi minyak
22 36oAPI
1.5 10 cp
High % C5 C12
20 55% pore volume
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi
Ketebalan net
Rerata permeabilitas
Kedalaman
Temperatur
4.3.
Berat molekul CO2 pada kondisi standard yaitu 44.010 g/mol dimana satu kali atau
setengah kali lebih besar dari udara. CO 2 dapat berupa solid pada suhu dan tekanan
rendah, tetapi kebanyakan tergantung dari suhu (Gambar 4.2.). Dengan meningkatnya
tekanan dan suhu, fasa cair untuk pertama kalinya muncul bersama dengan solid dan
uap pada triple point. Fasa cair dan uap CO2 yang berada di triple point kemudian
naik mencapai titik kritis pada kurva.
v=
ZRT
p
1
v
X1 X 2 X 3
1
+
+
+ =
1 2 3
mix
...
(4-1)
Dimana :
X1
1
mix
Gambar 4.3. Densitas CO2 sebagai Fungsi dari Tekanan dan Suhu 7)
Gambar 4.3. memperlihatkan bahwa densitas fluida meningkat terhadap
tekanan pada temperature di atas kondisi kritis. Dan kurva akan curam ketika
temperature di bawah daerah kritis. Temperatur dan tekanan kritis dari CO 2 yaitu
31.05 oC dan 73.9 bar pada kondisi 1.013 bar dan 0 oC.
Selain itu, kompresibilitas fluida juga mempengaruhi injeksi CO 2. Pada
gambar 4.4. memperlihatkan kompresibilitas dari CO 2, natural gas dan campuran
CO2 Metana sebagai fungsi dari tekanan pada beberapa temperatur yang berbeda.
Kompresibilitas dari CO2 berbeda sekali dengan natural gas dan campuran CO2
metana. Pada 100 bar dan 40 oC, di dapatkan berbagai kompresibilitas mulai dari 0.25
sampai 0.4 dan 0.85 untuk natural gas. Artinya, apabila dengan temperature yang
sangat rendah nilai kompresibilitas CO2 kecil, dimana kompresibilitas berbanding
terbalik terhadap densitas.
M =d /D
(4-2)
Dimana :
M
d
D
...
= Rasio mobilitas
= Viskositas fasa yang didesak
= Viskositas fasa pendesak.
Viskositas dari crude oil bervariasi mulai dangan viskositas lebih kecil dari air
sampai viskositas lebih besar dari minyak berat. Apabila nilai viskositas solven (CO 2)
yang diinjeksikan lebih kecil, akan mengakibat rasio mobilitas tinggi dan tidak
menguntungkan untuk proses pendesakan bercampur.
Gambar 4.5. Viskositas CO2 sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur 13)
4.3.3. Solubilitas
Dalam mendesain injeksi CO2, perlu mengestimasi jumlah CO2 yang terlarut
dalam fasa air. Hilangnya gas disebabkan solubilitas dalam air sangat signifikan. CO2
dapat larut dalam air tetapi berbeda halnya pada minyak, solubilitas CO 2 sangat
sensitive terhadap tekanan. Apabila tekanan sedikit di atas 70 bar, sebagian besar CO 2
dapat terlarut di dalam air. Solubilitas CO2 juga sangat sensitive terhadap
temperature, apabila temperature naik maka solubilitas CO2 akan menurun. Salinitas
juga berpengaruh terhadap solubiltas CO2, karena CO2 lebih soluble di fresh water
dari pada di brine.
yaitu first contact miscibility (FCM) dan multiple contact miscibility (MCM). Pada
MCM terjadi dua proses yaitu vaporizing gas displacement dan condensing gas
displacement.
tekanan terendah di mana reservoir minyak dan gas injeksi yang larut dalam semua
rasio.
Vaporizing gas drive adalah kasus khusus dari proses MCM. Penguapan ini
terjadi pada komponen menengah dari reservoir minyak. Proses vaporizing gas drive
dapat mendorong hampir semua minyak pada area yang terkontak. Namun, fraksi
reservoir yang terkontak mungkin rendah karena kondisi aliran dan heterogenitas
reservoir. Proses ini membutuhkan tekanan tinggi pada antarmuka minyak gas, dan
reservoir minyak harus mengandung konsentrasi C2 sampai C6 tinggi, terutama jika
gas hidrokarbon digunakan.
Tekanan yang diperlukan untuk mencapai miscibility dinamis dengan CO2
biasanya lebih rendah daripada tekanan yang dibutuhkan untuk gas lainnya seperti
gas alam, gas buang atau nitrogen. Dengan menggunakan CO 2, hidrokarbon molekul
berat juga dapat diekstraksi. Semakin rendah tekanan dan tingginya ekstraksi fraksi
hidrokarbon merupakan keuntungan besar dari proses injeksi CO2.
Gambar 4.7. menunjukkan diagram terner untuk proses ini. Pendesakan bukan
merupakn FCM karena jalan pengenceran (dilution path) melewati wilayah dua fase.
Untuk menjelaskan proses pada gambar, kita harus membayangkan
serangkaian sel campuran yang mewakili media permeabel dalam pendesakan satu
dimensi. Sel pertama awalnya berisi minyak mentah, kemudian yang lainnya
ditambahkan sejumlah pelarut (solvent) sehingga komposisi keseluruhan diberikan
oleh campuran. Campuran pertama (titik pada garis dasi L1-G1 dimana melintasi
solvent crude line) akan dibagi menjadi dua bagian, G1 gas dan L1 liquid yang
ditentukan oleh garis keseimbangan. G1 gas memiliki mobilitas jauh lebih tinggi
daripada L1 liquid, dan bergerak ke dalam sel pencampuran kedua untuk membentuk
campuran berikutnya. Liquid L1 tetap di bagian belakang untuk campuran dengan
pelarut lebih murni. Dalam sel kedua campuran terbagi menjadi G2 dan L2 dan
seterusnya.
swelling. Hal ini kemudian akan mengarah untuk membentuk sebuah bank minyak
yang mobile di belakang zona gas.
4.5.
reservoir, keduanya menjadi satu fasa dan mengalir bersama di reservoir sebagai satu
fluida. Injeksi ini akan membuat permeabilitas relative tinggi, saturasi minyak tersisa
lebih sedikit, produktifitas lebih tinggi dan menghasilkan efisiensi pendesakan juga
tinggi.
Kondisi bercampur biasanya dapat diketahui dari hasil tes laboratorium tetapi
juga dapat diketahui dari berbagai korelasi. Korelasi tersebut meliputi perhitungan
minimum miscibility pressure (MMP) yang dimana memiliki efisiensi pendesakan
mencapai 90% dengan 1.0 1.2 pore volume dari solvent yang diinjeksikan.
Pada banyak kasus, estimasi nilai MMP lebih tinggi dibandingkan dengan
tekanan rekah yang diberikan formasi. Tetapi ada beberapa juga kondisi bercampur
didefinisikan sebagai tekanan minimum enrichment di bawah tekanan rekah formasi.
Dengan alasan bahwa apabila menginjeksi solvent sebesar 1.0 1.2 PV, secara
ekonomi costnya akan lebih mahal.
Dalam memprediksi MMP pendesakan CO2, korelasi yang digunakan
berdasarkan data eksperimen dari slim tube, walaupun kondisi dan definisi
eksperimen MMP tidaklah sama pada semua kasus.
Holm & Josendal mengembangkan korelasi yang dimana MMP merupakan
fungsi dari temperature dan berat molekul C5+ dan mengembangkan korelasi miscible
CO2 terhadap densitas CO2.
Yellig & Metcalfe kemudian mengembangkan korelasi dari Holm & Josendal,
korelasi yang sangat sederhana dilihat pada gambar 4.11. MMP dikorelasikan sebagai
kurva tunggal sebagi fungsi dari temperature. Apabila bubble point pressure minyak
lebih besar dari pada kurva MMP, maka bubble point pressure diambil dari MMP.
Nilai ini sangat mungkin apabila dihubungkan dengan formasi dua fasa ketika
tekanannya berada di bawah bubble point pressure. Korelasi Yellig & Metcalfe sangat
cocok untuk pendesakan CO2 murni.
Kemudian Johnson & Pollin & Alston mengembangkan korelasi yang
merupakan nilai CO2 non-murni. Alston menerapkan korelasi MMP untuk CO 2 murni
yaitu :
MwC
0.136
1,78 Xvol
5+ (
)
...
Xint
=
=
=
=
=
(4-3)
Xvol
intermediate, factor koreksi ( Xint )
Dimana :
Tcm
Xi
Tci
(4-4)
Untuk komponen C1, C3, C4, CO2 dan N2, temperature kritis (Tci) merupakan
true critical temperature. Sedangkan untuk C2 & H2S, nilai true critical temperature
akan diganti dengan Tci = 585 oR.
Setiap korelasi berpatokan hanya pada hasil eksperimen, tiap crude oil yang
diuji menghasilkan data yang berbeda dan apabila dibandingkan dengan korelasi yang
lain akan menghasilkan deviasi. Sehingga untuk mendapatkan nilai MMP yang
akurat, harus dilakukan eksperimen menggunakan slim tube apparatus.
Korelasi yang empiris juga berguna untuk mengindikasi kelakuan berbagai
parameter yang mempengaruhi MMP. Stalkup, Holm dan Josendal menyimpulkan
beberapa variable yang mempengaruhi nilai MMP, yaitu :
1. Dinamic miscibility terjadi ketika densitas CO2 cukup besar yaitu berupa gas
CO2 padat atau cairan CO2, larut dalam hidrokarbon C5 C30. Pendesakan
bercampur terjadi saat densitas CO2 sebesar 0.4 0.65 g/cm3 tergantung dari
jumlah total hidrokarbon C5 C30.
2. Temperatur reservoir merupakan variable yang sangat penting dalam
mempengaruhi MMP karena efek dari tekanan tertentu akan menghasilkan
densitas CO2 yang diperlukan untuk pendesakan. Temperatur yang tinggi
menghasilkan MMP yang tinggi pula.
3. Nilai MMP berkebalikan dengan jumlah total hidrokarbon C 5 C30 dalam
crude oil. Besarnya jumlah hidrokarbon di dalam crude tersebut, maka
menghasilkan nilai MMP rendah.
4. MMP juga dipengaruhi oleh distribusi berat molekul setiap individu
hidrokarbon C5 C30. Rendahnya berat molekul menghasilkan nilai MMP
yang rendah.
5. Dynamic miscibility tidak terjadi pada hidrokarbon C2 C4.
4.6.
dengan
reservoir
minyak.
Proses
penyeleksian
biasanya
dari korelasi yang tersedia tetapi nilai akhir sebaiknya harus disesuaikan
dengan perhitungan laboratorium.
5. Pilih flood pattern yang tepat untuk mengimplementasi injeksi bercampur
pada lapangan. Proses seleksi biasanya didasari dari jumlah performa
optimum, efisiensi penyapuan areal dan vertical pada berbagai pattern,
heterogeneity reservoir, harga pengeboran sumur, dan pattern sumur yang
sudah ada di lapangan.
6. Estimasi recovery efficiency dari berbagai teknik implementasi dan rencana
pengembangan untuk digunakan dalam evaluasi performa keekonomian.
7. Perlunya mendesain fasilitas permukaan untuk meyediakan dan memaintain
laju injeksi dan kondisi MMP.
BAB V
PEMBAHASAN
BAB VI
KESIMPULAN
temperature reservoir.
Untuk mengurangi efek mobilitas dari CO2, maka dilakukan proses water
alternating gas (WAG) sehingga hasil efisiensi penyapuan lebih besar.