Anda di halaman 1dari 19

RTHOPAEDIC AND TRAUMATOLOGY DEPARTMENT

MEDICAL FACULTY
HASANUDDIN UNIVERSITY
CASE REPORT
JULY 2015
OPEN FRACTURE 1/3 MEDDLE RIGHT FEMUR GRADE III A

PRESENTED BY :
ARHAM JAYA
C11109760
ADVISOR :
dr.Ahmad RizanHendrawan
dr. Handoko
SUPERVISOR :
dr. Muhammad Petrus Johan, M.Kes, Sp.OT
CREATED AS A CLINICAL STUDENT ASSIGNMENT
IN ORTHOPAEDIC AND TRAUMATOLOGY DEPARTMENT
MEDICAL FACULTY OF HASANUDDIN UNIVERSITY
MAKASSAR
2015

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama

: Arham Jaya

NIM

: C 111 09 760

Judul

: OPEN FRACTURE 1/3 MIDDLE RIGHT FEMUR GRADE III A


Telah menyelesaikan tugas Case Report dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.


Makassar,
Pembimbing I

Pembimbing II

dr.Ahmad RizanHendrawan

dr. Handoko

Supervisor

dr. Muhammad Petrus Johan, M.Kes, Sp.OT

Juli 2015

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. AR

Umur

: 42 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

No. Rekam Medik

: 717328

II. RIWAYAT PENYAKIT


Keluhan Utama :Nyeri Paha Kanan
Anamnesis :

Dialami sejak 16 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat
kecelakaan lalu lintas. Riwayat kehilangan kesadaran tidak ada, riwayat
mual dan muntah tidak ada, Pasien dirujuk dari RSUD Mamuju.
Mekanisme Trauma: Pasien sedang mengendarai sepeda motor, tibatiba sepeda motor datang dari arah berlawanan dan menabrak pasien.
kemudian pasien terjatuh dari sepeda motor.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Primary Survey
Airway : Clear
Breathing : Pernapasan 20 x/menit, Simetris kiri=kanan, Thoracoabdominal
Circulation: Tekanan darah 110/90 mmHg, Nadi 80 x/menit, regular, kuat angkat
Disability : Glasgow coma scale 15 (E4M6V5), pupil bulatpupil isokor 2,5/2,5mm,
reflex cahaya +/+.
Exposure : suhu 36,80 C (Axilla)
B. Secondary Survey
Regio Right Thigh
Look

: Deformitas ada, swelling ada, Hematoma ada, terdapat luka pada sisi lateral
1/3 tengah femur.

Feel

: Nyeri tekan ada,luka pada sisi lateral 1/3 tengah femur, ukuran 1x1 cm

NVD

: Sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior teraba,

CRT

: <2 detik.

Move

: Gerak aktif dan pasif knee joint dan HIP joint sulit dievaluasi karena nyeri

TLL
ALL
LLD

IV.

GAMBARAN KLINIS

Regio Right thigh

Dextra
93 cm
84 cm

Sinistra
95 cm
86 cm
2 cm

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Leukosit

:13.500 / ul

Eritrosit

: 3.360.000/ ul

Hemoglobin : 11,9gr/dl
Hematokrit : 30%
Platelet

:182.000/ ul

CT/BT

: 0800 / 0300

HBsAg

: Non-reactive

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI


X-Ray posisi AP (Pelvis)

Kesan:
Tidak ada kelainan pada foto pelvis ini

X-Ray posisi AP/lateral (Thigh dextra)

Kesan:
Fraktur komunitif 1/3 tengah os femur dextra dengan displace fragmen distal ke
craniomedia-posterior
VII. RESUME
Laki-laki 42 tahun, masuk ke UGD Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo dengan
keluhan nyeri Paha Kanan dialami sejak 16 jam yang lalu akibat kecelakaan lalu
lintas. Riwayat kehilangan kesadaran tidak ada, riwayat mual dan muntah tidak ada
Mekanisme Trauma: Pasien sedang mengendarai sepeda motor, tiba-tiba sepeda motor
datang dari arah berlawanan dan menabrak pasien. kemudian pasien terjatuh dari motor
pada pemeriksaan fisik, status vitalis dalam batas normal, status lokalis region right
thigh Tampak deformitas, tampak edema, tampak hematoma, laserasi pada sisi lateral
1/3 middle femur, ukuran 1x1 cm.Nyeri tekan (+).Gerak aktif dan pasif dari
pergelangan kaki tidak dapat dievaluasi karena nyeri.
Pemeriksaan LLD didapatkan 2 cm.

VIII. DIAGNOSIS
Fraktur Terbuka 1/3 Middle Femur Dextra grade III A
IX.

PENATALAKSANAAN

IVFD RL

Analgetik

Antibiotik

Debridement

Apply skin traction lower limb (loading 3 kg)

Rencana ORIF

FRAKTUR FEMUR

I. PENDAHULUAN
Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma akibat tekanan yang berlebihan pada tulang
melebihi kapasitas tulang tersebut. Secara epidemiologi, fraktur lebih sering terjadi pada lakilaki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Fraktur sering dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, pekerjaan, ataupun penyakit lainnya.1
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang atau tulang rawan sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot
dan persarafan.1
Berdasarkan

data

yang

dikumpulkan

oleh

Unit

Pelaksana

Teknis

Terpadu

Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2006 di


Indonesia dari 1.690 kasus kecelakaan lalulintas, 249 kasus atau 14,7% nya mengalami
fraktur femur.1
II. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma. Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang atau osteoporosis.1
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung,
puntiran, atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan
lalu lintas.1,2
III. ANATOMI
Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan
asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur medial ke lutut dan

membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang panjang dan mempunyai sebuah
batang dan dua ujung yaitu ujung atas, batang femur dan ujung bawah.2

Gambar 1: Anatomitopografi femur

Gambar 2: Anterior dan posterior tulang femur


Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan
trochanter minor.Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi
dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulation coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentumdari caput.

Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligament ini dan memasuki
tulang pada fovea.2
Bagiancollum,

yang

menghubungkankepalapadabatang

femur,

berjalankebawah,

belakang, lateral danmembentuksudutlebihkurang 125 derajat (padawanitasedikitlebihkecil)


dengansumbupanjangbatang

femur.

Besarnyasudutiniperludiingatkarenadapatdirubaholeh

penyakit.2
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang
menghubungkan dua trochanter ini adalah line intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.2
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan
bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea
aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanju ke bawah
sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada
permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis,
yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar kearah ujung distal
dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.2

Gambar 3: Anatomi otot femur

Gambar 4:Anatomiotot femur


Pada tungkai atas, terdapat 3 kompartemen yang dibagi menjadi kompartemen anterior,
posterior dan medial.1,2
-

Anterior

: M. Quadriceps: Vastus lateralis, vastus intermedius, vastus medius,

rectus femoris
Posterior : Biceps femoris (long head dan short head), semitendinosus,

semimembranosus, nervus sciatik


Medial
: Adductor magnus, adductor longus, adductor brevis, gracilis, vena
dan arteri femoral

Otot-otot yang mempengaruhi deforming forces pada femoral shaft.

Abductors (gluteus medius dan minimus): Berinsersi di greater trochanter dan

abduksi di proksimal femur, subtrochanter dan fraktur di proksimal shaft.


Iliopsoas: Fleksi dan ekternal rotasi di fragment proksimal berdasarkan insersi di

lesser trochanter.
Adductors: Otot yang banyak mempengaruhi fraktur di shaft dan menghasilkan axial

yang kuat dan beban varus pada tulang dengan traksi pada fragment distal.
Gastrocnemius: Otot yang mempengaruhi fraktur distal shaft dan fraktur
supracondylar dengan fleksi pada fragment distal.

Fascia lata: Berfungsi menghasilkan tension band dengan menahan daya angulasi
medial pada adductor.

Gambar 5: Deforming Force pada femur.


IV.

EVALUASI KLINIS
Fraktur femur merupakan fraktur yang biasanya diakibatkan oleh trauma energy

tinggi, maka harus dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan. Biasanya pasien datang
dengan nyeri, adanya deformitas, pembengkakan, dan pemendekan tungkai yang cedera.1,3,6
Pemeriksaan NVD juga harus dilakukan secara teliti karena biasanya fraktur jenis ini
disertai trauma neurovaskular . Selain itu dilakukan juga pemeriksaan pada sendi Hip dan
sendi lutut pada sisi yang cedera. Yang paling penting adalah awasi tanda-tanda vital, karena
fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah sampai 3 liter. 1,3,6

V.

MEKANISME INJURY
Berdasarkan kontaminasi, dibedakan menjadi fraktur tertutup dan terbuka. Pada kasus

ini terjadi luka laserasi, sehingga digolongkan menjadi fraktur terbuka. Penyebab dari fraktur
terbuka, bisa berupa:5
-

Trauma langsung
Trauma langsung (direct injury; biasanya karena high energy. Penyebab utamanya
terjadi adalah kecelakaan lalu lintas
Trauma tidak langsung

Trauma tidak langsung (indirect injury) biasanya low energy, dengan gambaran
fraktur spiral atau obliq panjang, satu dari beberapa fragmen tulang yang patah.
Penyebab dari fraktur femur bisa karena:
-

High-energy trauma seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian atau

tembakan senjata tajam adalah penyebab terbanyak menyebabkan fraktur pada femur
Low energy trauma menyebabkan fraktur badan femur pada kasus patologik atau
tulang yang mengalami osteoporosis
Fraktur spiral biasanya terjadi apabila jatuh dengan posisis kaki melekat erat pada dasar

sambil terjadi puataran yang diteruskan pada femur, fraktur transversal dan oblik terjadi
karena trauma langsung dan trauma angulasi.

VI.

PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KORTIKAL


Proses penyembuhan fraktur berbeda-beda pada tulang kortikal (pada tulang

panjang), tulang kanselosa (pada metafisis tulang panjang dan tulang-tulang pendek) dan
pada tulang rawan persendian.1,3
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :
1.

Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang
besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami
robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi

darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa
milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan
menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur
segera setelah trauma.
2.

Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal


Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang
berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis
medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan
sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam
jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan
jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan
osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan
seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang
meliputi

jaringan

osteogenik.

Pada

pemeriksaan

radiologis

kalus

belum

mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.


3.

Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)


Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar
yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang
rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang
imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi
kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama
terjadinya penyembuhan fraktur.

4.

Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)


Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur
lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5.

Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi
sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sumsum.

VII.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Beberapa yang harus diperhatikan pada pemeriksaan radiologi adalah :3


-

Foto x-ray yang harus dilakukan adalah foto AP dan lateral dari femur, sendi hip dan
lutut harus nampak pada foto tersebut. Ditambah dengan foto pelvis proyeksi AP.

Penilaian foto x-ray harus dilakukan secara teliti untuk menilai pola dari fraktur,
kualitas tulang, ada atau tidakanya segmen tulang yang hilang, pemendekan, dan
jaringan di sekitarnya.

VIII. KLASIFIKASI FEMORAL SHAFT FRACTURE.

GAMBAR 6: KlasifikasiWinquist/Hansen

STABLE
Stage 0: No comminution
Stage I: Minimal comminution
Stage II: Comminuted: _50% of cortices intact
UNSTABLE
Stage III: Comminuted: _50% of cortices intact
Stage IV: Complete comminution, no intact cortex
IX.

PENATALAKSANAAN
Dari semua penanganan kecelakaan, atasi syok merupakan langkah awal dan fraktur

dibidai sebelum dipindahkan. Bidai fraktur dengan metode Thomas-type splint untuk
mengurangi perdarahan dan rasa nyeri. Berikan antibbiotik dan analgetik intravena. Fraktur
badan femur biasanya disebabkan karena energi trauma yang besar dan pasien memiliki
poteinsi tinggi mengalami embolisme lemak, ARDS dan kegagalan muti organ. Sehingga
dibutuhkan persediaan darah untuk mencegah komplikasi yang bisa terjadi. 1
-

Terapi Konservatif1,3
Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif . Traksi

dapat menurunkan dan mempertahankan fraktur agar tetap segaris, kecuali fraktur pada 1/3
atas femur. Indikasi utama pemasangan traksi adalah (1) pada anak-anak, (2) kontraindikasi
obat anastesi, (3) kurangnya fasilitas dan dokter ahli untuk melakukan internal fiksasi. Juga
merupakan pilihan yang buruk untuk pasien fraktur patologik.1
Pada remaja atau dewasa membutuhkan traksi tulang dengan bantuan pin atau K-wire
yang digantung dibelakang tuberkulum tibialis. Traksi (8-10 kg untuk orang dewasa)
diaplikasikan di atas katrol di kaki tempat tidur.

Gambar 7:Fracture femurTraction

Terapi operatif
Operasi merupakan standar untuk stabilisasi yang paling baik untuk farktur diafisis

femur. Operasi sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah trauma dengan menggunakan plate
dan screw.
Plating
Metode yang mudah digunakan namun memiliki komplikasi yang tinggi, termasuk
keggalan implan.1

Gambar 8: Fraktur badan femur Internal fixation1


Intramedullary nailing
Merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk fraktur badan femur. Indikasi
untuk pasien dengan: fraktur distal femur, fraktur acetabular ipsilateral, fraktur neck femur
ipsilateral, fraktur femur bilateral.1,3
External Fixation
Indikasi utama: (1) pengobatan fraktur terbuka yang berat, (2) pasien dengan multiple
injuri dimana ada kebutuhan untuk mengurangi waktu operasi, (3) transportasi tulang, (4)
fraktur pada remaja.1
X. KOMPLIKASI
Komplikasi dari fraktur diafisis femur ada 2 jenis, yaitu komplikasi dini dan komplikasi
lanjut. Yang termasuk komplikasi dini adalah syok, emboli lemak, trauma pembuluh darah
besar, trauma saraf, tromboemboli, dan infeksi. Sedangkan yang termasuk kompliksai lanjut
adalah delayed union, non union, malunion, kaku sendi otot, dan refraktur. 1,4,6
Non union adalah adalah fraktur yang tidak akan menyatu tanpa intervensi dengan
batasan waktu antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat
pseudoartrosis (sendi palsu). Adanya jaringan atau segmen tulang yang hilang, atau adanya

interposisi jaringan yang menyebabkan non union tipe hipertrofi. Sedangkan tipe atropi
disebabkan oleh kurangnya vaskularisasi, kurangnya proses hematom, infeksi, atau fraktur
patologis. Gambaran klinisnya yaitu, tidak adan nyeri, adanya false movement atau
pseudoatrosis, dan adanya celah di antara kedua fragmen. Penatalaksanaannya dapat berupa
konservatif yaitu dengan rehabilitasi dan fisioterapi, dan dapat dilakukan operatif berupa
ORIF dan atau dengan bone graft.1,4,6
XI.

PROGNOSIS
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti

jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai
terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan
memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi
fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang
juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.7

REFERENSI
1. Apley A. Graham. Solomon Louis, Apleys System of Orthopaedics and Fractures, 7th
edition, Butterworth Heinemann Oxford, Injuries of the knee and leg,

2. Netters Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy 2nd ed., 2002


3. Kenneth J. Kovel, Joseph D. Zuckerman, Handbook of Fractures, 3rded, Lippincott
William & Wilkins.
4. Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of Fractures, 4thEdition. New York: Lippincott
Williams & Wilkins; 2010.
5. James Beaty, Kaser, R James. Rockwood and Wilkins Fractures in Children 7th
edition.2010.
6. Miller M. Review of Orthopaedic. Saunders. Virginia:2004
7. Colton C. Femur: shaft. AO Principles of Fractures Management. Sutgart. New York:
2000
8. Robert W.B., Charles C.B., James D.H., Rockwood & Greens Fracture In Adults, 7th
Edition, Lippincott Williams & Wilkins.
9. Snell R.S., Clinical Anatomy By Regions, 9th Edition, Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai