PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Resusitasi jantung paru adalah serangkaian penyelamatan hidup pada henti
jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung
penyelamat, korban, dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu bagaimana
melakukan RJP yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya,
pengenalan akan adanya henti jantung dan tindakan segera yang harus dilakukan menjadi
prioritas dari tulisan ini.1
Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling sering
diketahui dan bersifat fatal adalah kejadian henti jantung mendadak. Sampai saat ini,
kejadian henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian tertinggi di Amerika
dan Kanada. Walaupun angka insiden belum diketahui secara past, akan tetapi pihak
pusat pengendalian, pencegahan, dan kontrol penyakit Amerika serikat memperkirakan
sekitar 330.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner di luar rumah sakit
atau di ruang gawat darurat. 250.000 diantaranya meninggal di luar rumah sakit. Di
Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS) tahun 2007,
hanya disebutkan prevalensi nasional penyakit jantung sebesar 7,2%, namun angka
kejadian henti jantung mendadak belum didapatkan. 1,2
Tindakan bantuan hidup jantung dasar bukan merupakan satu jenis keterampilan
tindakan tunggal semata, melainkan suatu kesinambungan tidak terputus antara
pengamatan serta intervensi yang dilakukan dalam pertolongan. Keberhasilan
pertolongan yang dilakukan, ditentukan oleh kecepatan dalam memberikan tindakan awal
bantuan hidup jantung dasar, membuat para ahli berpikir bagaimana cara untuk
melakukan suatu tindakan bantuan hidup dasar yang efektif serta melatih sebanyak
mungkin orang awam dan paramedis yang dapat melakukan tindakan tersebut secara
baik dan benar. Oleh karena itu pula, hampir rata-rata di setiap negara maju memiliki
1 | Page
standar tindakan bantuan hidup jantung dasar masing-masing. Secara umum, pengamatan
serta intervensi yang dilakukan dalam tindakan bantuan hidup jantung dasar merupakan
satu rantai tak terputus, disebut sebagai rantai kelangsungan hidup (chain of survival),
yang akan dibahas lebih lanjut.
Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang yang
terlatih dalam bidang kesehatan. Ini berarti bahwa RJP boleh dilakukan dan dipelajari
dokter, perawat, para medis dan juga orang awam. 1,2
Menurut
American
Heart
Associaton,
rantai
kehidupan
mempertahankan
kehidupan,
memperbaiki
kesehatan,
2 | Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Resusitasi Jantung Paru yang biasa kita kenal dengan nama RJP atau
Cardiopulmonary Resuscitation adalah usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan
dan atau sirkulasi akibat terhentinya fungsi dan atau denyut jntung. Resusitasi sendiri
berarti menghidupkan kembali, dimaksudkan sebagai usaha-usaha untuk mencegah
berlanjutnya episode henti jantung menjadi kematian biologis. Dapat diartikan pula
sebagai usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasn dan atau sirkulasi yang kemudian
memungkinkan untuk hidup normal kembali setelah fungsi pernafasan dan atau sirkulasi
gagal.3
Keadaan henti nafas dan atau henti jantung ini bisa disebabkan
karena korban mengalami serangan jantung (heart attack), tenggelam,
tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan dan lain-lain. Pada kondisi
napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan
transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organorgan tubuh terutama organ vital akan mengalami kekurangan oksigen
yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan. Organ
yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak
hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan
oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat
asupan
oksigen
dan
glukosa
maka
otak
akan
mengalami
Catatan :
1. Mati Klinis
Tidak ditemukan adanya pernapasan dan denyut nadi, bersifat
reversibel, penderita punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk
dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak.
2. Mati Biologis
Biasanya terjadi dalam waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai
dengan kematian sel otak, bersifat irreversibel. (kecuali berada di
suhu yang ekstrim dingin, pernah dilaporkan melakukan resusitasi
selama 1 jam/ lebih dan berhasil). Pada korban yang sudah tidak
ada refleks mata dan terjadi kerusakan batang otak tidak perlu
dilakukan RJP.
2. 2
Indikasi
2.2.1. Henti nafas
Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat terus memompa
darah selama beberapa menit, dan sisa O 2 yang ada dalam paru dan
darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini
pada korban dengan henti nafas atau sumbatan jalan nafas dapat
mencegah henti jantung.10
Henti nafas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau
akibat
depresi
pernapasan
baik
di
sentral
maupun
perifer.
pada keadaan
hidupnya
dan
sebaliknya
kalau
terlambat
akan
2.3
juga
mengeluarkan
karbondioksida
(CO2).
Sistem
sirkulasi
inilah
yang
6 | Page
2.4
2.5
Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang
diberikan 0,5 1 mg iv diulang setelah 5 menit sesuai kebutuhan dan
yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O 2 myocard,
takiaritmi, fibrilasi ventrikel.
Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan
cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama
diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna
dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode
refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas
sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi
yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang
multi fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan
iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat
dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg/menit, biasanya tidak lebih
dari 4 mg/menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1
mg/ml).
Sulfas Atropin
Mengurangi tonus vagus, memudahkan konduksi atrio ventrikuler dan
mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling
berguna dalam mencegah arrest pada keadaan sinus bradikardi
sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis
yang dianjurkan mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam
interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi >60 /menit, dosis total
tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3
yang membutuhkan dosis lebih besar.
9 | Page
Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat
karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah
2 sampai 20mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml
dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai
kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang
tidak berhasil diatasi dengan Atropine.
Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti
berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau
fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi
dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang
sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
Kortikosteroid
Kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1mg/kgBB
dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti
jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl
prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru
seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.
-
E ( EKG )
fibrilasi ventrikel.
c. Fase III. Prolonged Life Support (PLS), yaitu penambahan dari BLS dan ALS, G
-
10 | P a g e
Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
pasien/korban, yaitu:
a. Memastikan keamanan lingkungan
Aman bagi penolong maupun aman bagi pasien/korban itu sendiri.
b. Memastikan kesadaran pasien/korban
Dalam memastikan pasien/korban (memeriksa respon pasien/korban) dapat
dilakukan dengan menyentuh atau menggoyangkan bahu pasien/korban dengan
lembut
dan
mantap,
sambil
memanggil
namanya
atau
Pak!!!/
Bu!!!!/
Mas!!!/Mbak!!!, dll.
c. Meminta pertolongan
Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta
pertolongan dengan cara : berteriak tolong !!! beritahukan posisi dimana,
pergunakan alat komunikasi yang ada, atau aktifkan bel/sistem emergency yang ada
(bel emergency di rumah sakit).
d. Memperbaiki posisi pasien/korban
Tindakan BHD yang efektif bila pasien/korban dalam posisi telentang, berada pada
permukaaan yang rata/keras dan kering. Bila ditemukan pasien/korban miring atau
telungkup pasien/korban harus ditelentangkan dulu dengan membalikkan sebagai
satu kesatuan yang utuh untuk mencegah cedera/komplikasi.
e. Mengatur posisi penolong
Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada ssat
memberikan batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu banyak
pergerakan.
11 | P a g e
a)
(b)
Gambar 2. Pembebasan Jalan Nafas teknik Head tilt chin lift (a) dan tehnik jaw thrust manuver (b)
Pasien dengan henti napas, tidurkan dalam posisi terlentang. Napas buatan tanpa
alat dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut (the kiss of life, mouth-to-mouth), mulut
ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup
muka. 3
a. Mulut ke mulut (mouth-to-mouth)
Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong tarik nafas
dan mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien/korban dan hidung
pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong.Volume udara
yang berlebihan dapat menyebabkan udara masuk ke lambung. 3
13 | P a g e
2.
Dari tulang dada (sternum) diukur 2- 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan
tempat untuk meletakkan tangan penolong, atau dengan kata lain, titik kompresi
pasien/korban.
Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban dengan
tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman
Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanan sistolik 60 80 mmHg dan
diastolik yang sangat rendah. Selang waktu mulai dari menemukan pasien/korban sampai
dilakukan tindakan bantuan sirkulasi tidak lebih dari 30 detik.8
15 | P a g e
Gambar 7. Defibrilasi
-
PENILAIAN ULANG
16 | P a g e
Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan ratio
30:2
Jika ada nafas dan denyut jantung teraba letakkan korban pada posisi sisi mantap
(recovery position)
Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas sebanyak 12
kali permenit dan monitor denyut jantung setiap saat.
2.6
17 | P a g e
nafas setiap 6 sampai 8 detik (sekitar 8-10 nafas per detik). Ventilasi yang berlebihan
harus dihindari. 1,2
2.6.2. Perubahan dari A-B-C menjadi C-A-B
Perubahan yang utama pada BLS, urutan dari Airway-Breathing-Circulation
berubah
menjadi
Compression-Airway-Breathing.
Hal
ini
untuk
menghindari
penghambatan pada pemberian kompresi dada yang cepat dan efektif. Mengamankan
jalan nafas sebagai prioritas utama merupakan sesuatu yang memakan waktu dan
mungkin tidak berhasil 100%, terutama oleh penolong yang seorang diri.
Mayoritas besar henti jantung terjadi pada dewasa dan penyebab paling umum
adalah Ventricular Fibrilation atau pulseless Ventricular Tachycardia. Pada penderita
tersebut, elemen paling penting dari Basic Life Support adalah kompresi dada dan
defibrilasi yang segera. Pada rangkaian A-B-C, kompresi dada seringkali tertunda ketika
penolong membuka jalan nafas untuk memberikan nafas buatan, mencari alat pembatas
(barrier devices), atau mengumpulkan peralatan ventilasi. Setelah memulai emergency
response system hal berikutnya yang penting yaitu untuk segera memulai kompresi dada.
Hanya RJP pada bayi yang merupakan perkecualian dari protokol ini, dimana urutan yang
lama tidak berubah. Hal ini berarti tidak ada lagi look, listen, feel, sehingga komponen ini
dihilangkan dari panduan.1,2
Dengan merubah urutan menjadi C-A-B kompresi dada akan dimulai sesegera
mungkin dan ventilasi hanya tertunda sebentar (yaitu hingga siklus pertama dari 30
kompresi dada terpenuhi, atau sekitar 18 detik). Sebagian besar penderita yang
mengalami henti jantung diluar rumah sakit tidak mendapatkan pertolongan RJP oleh
orang-orang disekitarnya. Terdapat banyak alasan untuk hal tersebut, namun salah satu
hambatan yang dapat timbul yaitu urutan A-B-C, yang dimulai dengan prosedur yang
paling sulit, yaitu membuka jalan nafas dan memberikan nafas buatan. Memulai
pertolongan dengan kompresi dada dapat mendorong lebih banyak penolong untuk
memulai RJP.
18 | P a g e
Algoritme Bantuan Hidup Dasar (dikutip dari 2010 AHA Guidelines for cardiopulmonary
resuscitation)
sirkulasi spontan (return of spontaneous circulation [ROSC]) dan fungsi neurologis yang
baik. Jumlah yang tepat untuk memberikan kompresi dada per menit ditetapkan oleh
kecepatan kompresi dada dan jumlah serta lamanya gangguan dalam melakukan
kompresi (misalnya, untuk membuka jalan nafas, memberikan nafas buatan, dan
melakukan analisis AED [Automated Electrical Defibrilator]). 7,8,9
Pada sebagian besar studi, kompresi yang lebih banyak dihubungkan dengan
tingginya rata-rata kelangsungan hidup, dan kompresi yang lebih sedikit dihubungkan
dengan rata-rata kelangsungan hidup yang lebih rendah. Kesepakatan mengenai kompresi
dada yang adekuat membutuhkan penekanan tidak hanya pada kecepatan kompresi yang
adekuat, tapi juga pada meminimalkan gangguan pada komponen penting dari CPR
tersebut. Kompresi yang inadekuat atau gangguan yang sering (atau keduanya) akan
mengurangi jumlah total kompresi yang diberikan per menit.
20 | P a g e
21 | P a g e
2.6.9
Tim Resusitasi
Dibutuhkan suatu tim agar resusitasi berjalan dengan baik dan efektif. Misalnya :
Tabel perbandingan dasar BLS pada dewasa, anak-anak dan bayi (termasuk RJP pada neonatus).
22 | P a g e
BAB III
23 | P a g e
KESIMPULAN
Resusitasi
jantung
paru
adalah
usaha
yang
dilakukan
untuk
apa-apa
yang
mengindikasikan terjadinya henti nafas atau henti jantung. Kompresi dilakukan terlebih dahulu
dalam kasus yang terdapat henti pernafasan atau henti jantung karena setiap detik yang tidak
dilakukan kompresi merugikan sirkulasi darah dan mengurangkan survival rate korban. Prosedur
RJP terbaru adalah kompresi dada 30 kali dengan 2 kali napas buatan. Fase-fase pada RJP adalah
Bantuan Hidup Dasar, Bantuan Hidup Lanjut dan Bantuan terus-menerus. Sistem RJP yang
dilakukan sekarang adalah adaptasi dan pembaharuan dari pedoman yang telah diperkenalkan
oleh Peter Safar dan kemudiannya diadaptasi oleh American Heart Association.
DAFTAR PUSTAKA
24 | P a g e
1. American Heart Association. 2010. Part 4 Adult Basic Life Support in Circulation
Journal.
2. Subagjo A, Achyar, Ratnaningsih E, Sugiman T, Kosasih A, Agustinus R. 2011. Bantuan
Hidup Jantung Dasar BCLS Indonesia. Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
3.
Latief S.A. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
25 | P a g e