Pembimbing :
Kol (Purn) dr.Tri Damijatno Sp.THT
Kol Ckm dr.Rakhmat Haryanto, M.Kes, Sp.THT-KL
Mayor CKM dr. M. Andi Fathurakhman, Sp.THT-KL
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahnya, sholawat serta salam atas nabi besar Muhammad SAW. Terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Mayor CKM dr M Andi Fathurakhman, Sp. THT-KL, Kolonel
CKM dr. Rakhmat Haryanto, M.Kes, Sp.THT-KL dan kolonel (Purn) dr. Tri Damijatno,
Sp.THT atas kesediaan, waktu, dan kesempatan yang diberikan sebagai pembimbing
referat ini, kepada teman sesama kepaniteraan Telinga Hidung Tenggorokan dan
perawat yang selalu mundukung, memberi saran, motivasi, bimbingan dan kerjasama
yang baik sehingga dapat terselesaikannya referat ini.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan bagian THT di RS Moh.
Ridwan Meureksa yang merupakan salah satu prasyarat kelulusan. Referat ini
membahas dan menganalisa berbagai hal mengenai Otitis Media Supuratif Kronik.
Bahasan dalam referat ini diambil dari berbagai sumber.
Penyusun sadar bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak sekali
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan demi
memperbaiki referat ini.
Semoga referat ini berguna bagi semua pihak terkait.
Wassalamualaikum wr.wb
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk
akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu
25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan
puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.1
Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK),
yang biasa disebut congek adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan
(sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin serous, mukous atau purulen.2 Penyakit ini biasanya diikuti oleh
penurunan pendengaran dalam beberapa tingkatan.3
Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe
sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe
ganas). OMSK tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang letaknya sentral, biasanya
didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani.
Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya
pada mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. 2 OMSK tipe jinak dibedakan menjadi dua, yaitu tipe aktif
dimana pada tipe ini terdapat sekret yang masih keluar dari telinga, dan yang kedua
adalah tipe tenang, yang pada pemeriksaan telinga akan dijumpai perforasi total yang
kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat disertai gejala lainnya seperti vertigo,
tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga. 4 Sedangkan OMSK tipe ganas dapat
menimbulkan komplikasi ke dalam tulang temporal dan ke intrakranial yang dapat
berakibat fatal.2
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai
pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit
hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK
ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan
beberapa daerah minoritas di Pasifik.4 Kehidupan sosial ekonomi yang rendah,
lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang
menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.2
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.4 Secara umum,
prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.2
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. 4
Proses infeksi pada OMSK sering disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik
dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab
yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus
sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.3
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius
karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore.
Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe
manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan
tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang.
Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK
menjadi kurang jelas. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit
yang berhubungan dengan komplikasi ini.3
Otitis Media Supuratif Kronik ini sangat mengganggu dan sering menyulitkan
baik dokter maupun pasiennya sendiri.3 Penatalaksanaan OMSK didasarkan pada tipe
klinik penyakit. Tujuan penting dalam penatalaksanaan OMSK adalah untuk
mengusahakan telinga yang aman dan pertimbangan fungsional merupakan tujuan
yang sekunder. Terapi medikamentosa ditujukan pada OMSK tipe jinak dan tindakan
medikamentosa yang telah digunakan untuk pengobatan OMSK sejak dulu. Namun
demikian sampai saat ini masih terdapat perbedaan persepsi mengenai manfaat
antibiotika, baik yang diberikan secara topikal maupun sistemik. Perjalanan penyakit
yang panjang, terputusnya terapi, terlambatnya pengobatan spesialis THT dan
sosioekonomi yang rendah membuat penatalaksanaan penyakit ini tetap menjadi
problem di bidang THT. 3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut5:
- Batas luar: membran timpani
- Batas depan: tuba eustachius
- Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis
- Batas atas: tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis facialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window)
dan promontorium.
Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membran timpani
dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
penunjangnya, tuba eustachius dan sistem sel-sel udara mastoid. Bagian ini dipisahkan
dari dunia luar oleh suatu membran timpani dengan diameter kurang lebih setengah
inci.6
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti sel epitel saluran napas. Pars
tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen
dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kearah bawah
yaitu pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membran timpani. Didalam telinga tengah terdapat tulang-
tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam yaitu, maleus, inkus dan stapes.
Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melakat pada
stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga
tengah.5
inferior kavum timpani. Arteri petrosus superior superasialis dan a. timpani superior
cabang dari a. meningea media mendarahi bagian superior kavum timpani. Arteri karotis
timpani cabang a. karotis interna. Aliran vena jalan seiringan dengan arterinya untuk
bermuara ke sinus petrosus superior dan pleksus pterigodeus.5,7
Persarafan sensoris baggian luar membran timpani, merupakan terusan dari
persarafan sensoris kulit liang telinga. N. aurikulotemporalis mengurus bagian posterior
dan inferior membran timpani, sedangkan bagian anterior dan superior diurus oleh
cabang aurikuler n. vagus (a. arnold), persarafan sensoris permukaan dalam membran
timpani (mukosa) diurus oleh n. jacobson yaitu cabang timpani n. glosofaringeus.5,7
Saraf sensoris kavum timpani terutama oleh pleksus timpani cabang dari n.
glosofaringeus. Persarafan simpatis berasal dari pleksus saraf simpatis karotis interna,
persarafan simpatis terutama berfungsi pada vaskularisasi dan mempunyai efek
vasokontriksi.5,7
Muskulus stapedius dipersarafi oleh n. fasialis, akan berkontraksi bila ada suara
keras. Muskulus tensor timpani dipersarafi N. VII, bila kontraksi akan menarik maleus
ke medial sehingga membran timpani lebih tegang.5,7
2.2 Definisi
Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau
hilang timbul.2
2.3 Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai
pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit
hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK
ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan
beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah,
lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang
menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.2
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi
OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien
yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.2
2.4 Etiologi
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri
dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius
saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal
termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus.
Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans (Streptococcus A
hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).8
2.5 Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum
timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media,
OM).2
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan
membuka
bila
kita
menelan.
Tuba
Eustachius
ini
berfungsi
untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.2
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain
yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran
nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas
dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret
mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa
telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah
berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari
mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum
sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar
pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan
penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila
tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada
mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadangkadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
suatu lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk
seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia
skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi
kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar
pinggir perforasi, terutama pada perforasi marginal.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat,
yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma
kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya
hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga
tengah atau mastoid.
Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari
eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi
benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.
2.7 Diagnosis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar
mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya hilang
timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.11
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang
sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.11
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila
tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai
tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung
dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli
konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang
didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.11
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.11
Tanda Klinis
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna11 :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
2.7.2
Pemeriksaan Klinis
Cholesteatoma.
Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida. Banyak teori yang
diajukan sebagai penyebab cholesteatoma didapat primer,
tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang
sebenarnya.
Secondary acquired cholesteatoma.
Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis
biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada
bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang
masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong
retraksi membran timpani pars tensa.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi faktorfaktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang
menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat
ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi
obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.11
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas11 :
1. Konservatif
2. Operasi
2.8.1 OMSK Benigna Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.11
2.8.2 OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah11 :
terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara
ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian
telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan
displacement methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotik topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika topikal
untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan secret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi
pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono
menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah
dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk
sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling
baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan
topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga
dibersihkan dahulu.11
Bubuk telinga yang digunakan seperti11 :
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif,
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin
dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram
negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena
meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan
beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif. Seperti
aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram
negatif. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.11
2.8.4. KOMPLIKASI
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya
yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis
media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan
otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu
otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih
sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
Klasifikasi sebagai berikut:
Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli saraf
(sensorineural).
Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan hidrosefalus
otitis
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2
bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah
dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila
sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe
maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak dan dapat menyebabkan kematian.
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius
karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore.
Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe
manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan
tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang.
Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK
menjadi kurang jelas.
3.2. Saran
Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK harus dihindari dengan
menegakkan diagnosis secara tepat dan dini, diikuti dengan penatalaksanaan yang tepat
pada penderita OMSK.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Keseharan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2007
2. Aboet A. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap : Radang Telinga Tengah
Menahun. Medan : Universitas Sumatera Utara; 2007
3. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotika Topikal Pada Otitis Media Supurativa
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132. 2001 : diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_PemakaianAntibiotikaTopikal.pdf/14_
PemakaianAntibiotikaTopikal.html
4. Anonim. Otitis Media Supuratif
Kronik.
2009
diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/13607134/Otitis-Media-Kronik
5. Soetirto, I. et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi, E, et al, Ed.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai
Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p.10-22
6. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994:
p. 392-412.
7. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI,
Jakarta. 2006: p. 64-77.
8. Paparella et al. Otolaryngology. Volume II-Otology and Neuro-otology Third
Edition. WB Saunders Company; 1991. p:1363.
9. Soetjipto, damayanti et.al. Komite Nasional Penaggulangan Gangguan
Pendengaran dan Ketulian.
10. Burton, Martin et al. Hall & Collmans Diseases of The Ear, Nose and Throat
Fifteenth Edition. Hartcourt Brace and Company Limited; 2000.p: 41-42
11. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap
beberapa Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Medan; 2003.
12. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin Dunia
Kedokteran 163/vol.35 no.4/ JuliAgustus 2008.
13. Soepardi, Efiaty Arsyad et.al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke enam. FKUI. Jakarta; 2007: p 79-80.
14. Masykura.
OMSK
Dengan
Komplikasi.
2011:
diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/44463271/Referat-OMSK-Dengan-Komplikasi
15. Ridha.
Komplikasi
Otitis
Media
Supuratif.
2011:
diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/48841607/KOMPLIKASI-OTITIS-MEDIASUPURATIF
16. Saputra,
Gunawan.
OMA.
2008:
diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/59992529/refrat-THT-OMA
17. Acuin, Jose. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence.
London; January 2007.