Nama : Jordy
NIM : 112014223
melaporkan bahwa Indonesia berada di urutan keempat negara yang jumlah penyandang DM
terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030.1
Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan
penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Risiko menderita retinopati DM meningkat
sebanding dengan semakin lamanya seseorang menyandang DM. Faktor risiko lain untuk
retinopati DM adalah ketergantungan insulin pada penyandang DM tipe II, nefropati, dan
hipertensi. Sementara itu, pubertas dan kehamilan dapat mempercepat progresivitas retinopati
DM. Kebutaan akibat retinopati DM menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di dunia
karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita yang akhirnya
menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama dalam penanganan retinopati DM
adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian besar penderita pada tahap awal tidak
mengalami gangguan penglihatan. Dokter umum di pelayanan kesehatan primer memegang
peranan penting dalam deteksi dini retinopati DM, penatalaksanaan awal, menentukan kasus
rujukan ke dokter spesialis mata, dan menerimanya kembali. Apabila peranan tersebut
dilaksanakan dengan baik, maka risiko kebutaan akan menurun hingga lebih dari 90%.1
TINJAUAN PUSTAKA
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang. 2 Retinopati
diabetikum adalah komplikasi DM yang disebabkan oleh perubahan pada pembuluh darah di
dalam mata atau merupakan penyakit jaringan vaskular retina akibat angiopati pada
pembuluh darah retina pada penderita DM. Pembuluh darah retina yang rusak dapat
menyebabkan kebocoran cairan atau darah, pertumbuhan pembuluh darah abnormal, dan
timbulnya
jaringan
ikat.
Pada
awalnya
retinopati
diabetikum
hanya
merupakan
pembuluh darah retina akan mengakibatkan penebalan (edema) dari retina. Kelainan-kelainan
ini dapat menganggu kemammpuan retina menyampaikan bayangan ke otak.3
perbandingan A:V = 2:3. Arteri warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus, dan di
tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, berwarna lebih tua, dan bentuknya lebih
berkelok-kelok. Arteri retina sentralis memberi nutri lapisan-lapisan retina sampai dengan
lapis membrana limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel
batang dan sel kerucut tidak terdapat cabang dari arteri retina sentralis, sehingga mendapat
nutrisi dari kapiler koroid.4
Retina adalah lapisan yang transparan tersusun dari jaringan saraf yang terletak antara
lapisan epitel berpigmen di retina dan humor vitreus. Fungsi penglihatan normal tergantung
pada hubungan antara persarafan, glial, mikroglial, vaskular, dan epitel berpigmen dari retina.
Fungsi dasar retina adalah menangkap foton, mengubah energi fotokimia menjadi energi
listrik, menggabungkan potensial aksi, dan mengirimnya ke lobus oksipital otak dimana
potensial aksi tersebut akan dibaca dan diterjemahkan menjadi gambar yang dimengerti.
Retina diperdarahi dari sistem sirkulasi oleh sistem perdarahan retina dan barier cairan retina,
serta mendapatkan nutrisi dari sirkulasi retina, koroid ,dan juga korpus silaris dengan cara
difusi melalui humor vitreus.4
Epidemiologi
Kelainan ini terjadi pada 40%-50% penderita DM setelah 5-15 tahun, dan 60% pada
penderita DM lebih dari 15 tahun. Retinopati diabetikum dapat muncul tanpa gejala hingga
akhirnya dapat menimbulkan gangguan penglihatan sampai kebutaan. Di Amerika Serikat,
setiap tahunnya terdapat lebih dari 8000 penderita DM menjadi buta karena retinopati
diabetikum.5 Lama perjalanan penyakit merupakan faktor berisiko bermakna terhadap
perkembangan retinopati. Dua puluh tahun setelah durasi DM, hampir semua pasien DM tipe
I dan lebih dari 60% pasien DM tipe II akan mengalami retinopati diabetikum, bahkan pada
saat DM tipe II terdeteksi, sekitar seperempat penderita telah mengalami retinopati
diabetikum.3 Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan
bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010
5
menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.
The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan
primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami
komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.1
Faktor Risiko
Faktor risiko retinopati diabetikum antara lain:6
1.
Durasi diabetes merupakan hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa
dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetikum setelah 10 tahun
2.
3.
4.
5.
cairan.
Hipertensi yang tidak terkontrol dihubungkan dengan bertambah beratnya retinopati
diabetikum dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I dan II
Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetikum. Sebaliknya terapi
penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan
6.
Etiopatogenesis
Penyebab kelainan mikrovaskuler pada DM tidak diketahui secara pasti, tetapi
dipercaya bahwa hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
perubahan biokimia dari fisiologi jaringan sehingga terjadi kerusakan endotel vaskuler.5
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur
poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada
jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi
kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan
sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak
akibat proses osmotik.7
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu
regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,
6
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara
relevan meningkatkan komplikasi diabetika dengan mengganggu permeabilitas dan aliran
darah vaskular retina.7
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini
saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,
sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1, sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh
sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular
retina.7
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2). Pembentukan ROS meningkat
melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di
jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.7
Perubahan vaskular retina yang spesifik adalah hilangnya sel pericyte dan penebalan
membran basalis hingga lumen kapiler menyempit dan terjadi gangguan fungsi sawar
endotel. Kelainan yang ditemukan pada retinopati diabetikum bisa berubah:5
1. Kebocoran atau peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menimbulkan edema
retina.
2. Eksudat keras (berwarna kuning, timbulnya karena transudasi plasma yang
berlangsung lama).
3. Perdarahan retina akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma.
4. Plak-plak wol kapas (cotton wool patches) yang berwarna putih, tak berbatas tegas,
dan terkait dengan iskemia retina.
Selain itu, terjadi juga obstruksi kapiler yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
dalam kapiler retina. Shunt arteri-vena bisa terbentuk sebagai akibat berkurangnya aliran
darah arteri karena obstruksi kapiler. Daerah iskemik pada retina akan memicu proses
pertumbuhan pembuluh darah baru yang bersifat rapuh (neovaskularisasi) pada retina.5
Patofisiologi
Telah diketahui terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya retinopati
diabetikum, antara lain adalah genetika, lingkungan, imunologi dan paparan hiperglikemi
dalam jangka lama, stres oksidatif, dan hipoksia retina. Tidak sampai tahun 1994 ditemukan
faktor pertumbuhan utama, VEGF yang pertama kali ditemukan meningkat pada pasien
dengan retinopati diabetikum proliferatif. Selanjutnya, ditemukan jalur reseptor signaling
VEGF dan reseptor-reseptornya seperti VEGFR 1 dan VEGFR 2.3
7
menandakan adanya proses pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh darah
sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai pintas
(shunt) melalui daerah non-perfusi.6
Daerah iskemia retina yang terjadi dapat memacu timbulnya vascular endothelial
growth factor (VEGF) yang mengakibatkan terjadinya proliferasi endotel sehingga timbulnya
jaringan fibrovaskular. Pembuluh-pembuluh darah baru yang terbentuk tampak sebagai
pembuluh darah yang berkelok-kelok. Mula-mula terdapat pada retina, menjalar ke depan
retina, kemudian masuk ke dalam badan kaca. Bila pecah, dapat menimbulkan perdarahan
vitreus, perdarahan retina, dan memicu timbulnya jaringan fibrous vitreoretina. Fibrosis ini
selanjutnya dapat menarik lepas retina dari tempat melekatnya yang disebut ablasio retina.
Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris, yang disebut rubeosis iridis. Ini dapat
menimbulkan glaukoma karena tertutupnya sudut bilik mata oleh neovaskularisasi dan juga
akibat perdarahan karena pecahnya rubeosis iridis.5,6
blot. Pembuluh darah yang bocor akan mengalirkan cairan ke dalam retina.
Penumpukan cairan di bawah macula, atau macular oedema, mengganggu fungsi
normal makula dan merupakan antara penyebab yang cukup sering dalam penurunan
visus. Cairan yang menumpuk itu akhirnya akan beresolusi kepada lipid, membentuk
hard exudate. Seiring waktu, pembuluh darah yang terobstruksi akan menyebabkan
infark lapisan serat saraf, membentuk cotton wool spots. Perdarahan akan berbentuk
seperti nyala api.
Gambar 7. NDPR
10
Gambar 8. PDR
Klasifikasi retinopati DM
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4
Derajat 5
Manifestasi Klinis
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya pada
stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus maka pasien
akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik
proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif. Gejala Subjektif
yang dapat dirasakan:10
-
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema makula
11
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala
penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat
ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina.
Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan
serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi
tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates
pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM nonproliferatif. Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan
ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat
terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina
traksional.1
Retinopati merupakan gejala DM utama pada mata, dimana ditemukan pada
retina:2,6,10
1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Kadang-kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya
sehingga tidak terlihat, sedangkan dengan bantuan angiografi fluoresein lebih
muda dipertunjukkan adanya mikroaneurismata ini. Mikroaneurismata merupakan
kelainan DM dini pada mata.
2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurismata di polus posterior. Bentuk perdarahan ini merupakan
prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang
lebih buruk dibanding kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas
pada mikroaneurismata, atau karena pecahnya kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah baik dengan lumennya iregular dan berkelok-kelok,
bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah
demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang-kadang disertai
kelainan endotel dan eksudasi plasma.
4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar
dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
12
Diagnosis
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan
dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American
Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan
tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih
sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya, retinopati DM
dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS).
Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan
penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non-proliferatif
derajat berat, dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan
mata lengkap oleh dokter spesialis mata. Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis
mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop,
13
Gambar 9. OCT Normal (A) dan OCT dengan Edema makula (B)
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula,
dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta
untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi
midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan
kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan
yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta
untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian
mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien
diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mulamula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna
merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan
mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus
optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna
merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio 0,3. Pasien lalu diminta
melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat,
perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien
diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula.
Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.1
Tatalaksana
Pada tahap retinopati diabetikum awal, umumnya tidak ada gangguan pada
penglihatan kecuali sudah terjadi edema makula. Deteksi dini terjadinya retinopati sangat
14
penting untuk mencegah kebutaan. Untuk DM tipe I perlu dilakukan pemeriksaan retina
selama 5 tahun setelah awitan, sedangkan untuk DM tipe II perlu pemeriksaan retina setahun
sekali, mulai sejak diagnosis DM ditegakkan sampai ditemukan retinopati diabetikum, dan
pemeriksaan selanjutnya berdasarkan derajat retinopati.3
Tabel 2. Jadwal Pemeriksaan Mata Penderita DM
DM
0-30 thn
Tiap tahun
>30 thn
Saat diagnosis
Tiap tahun
Hamil
Sebelum
konsepsi
trimester pertama
atau
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Ratna S. Retinopati Diabetik. Indonesia Med Association. Vol. 61, Nomor 8. Aug
2011.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: FK UI; 2011.h.221-5.
3. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida; 2011.h.61-6.
4. Anonymous. Vitreus and Retina. Available on: http://dro.hs.columbia.edu/fshem.htm.
2003. [cited on August 9, 2015].
5. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: FK UGM;
2012.h.96-8.
6. Kanski JJ. Retinal vascular disease in clinical ophtalmology. 5th edition. London:
Elsevier; 2003.p.439-55.
18
www.e-medicine.com. 2009.
9. Vislisel J, Oetting T. Diabeteic Retinopathy: classifications. Diunduh dari
http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/tutorials/Diabetic-Retinopathy-MedStudents/Classification.htm, 9 Agustus 2015.
10. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous angiogenic inhibitors in diabetic retinopathy.
In: Ocular angiogenesis disease. New Jersey: Humana Press; 2006.p.23-35.
19