Pembimbing :
dr. Muhammad Taufiqi, Sp.OG
Disusun oleh :
MARISA
H2A008029
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya
penulis boleh diberi kesempatan untuk menyelesaikan referat yang berjudul Perdarahan
Post Partum ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepanitraan klinik Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. Untuk itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.
2.
3.
4.
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembacanya agar referat ini menjadi lebih sempurna dan
bermanfaat bagi para pembacanya dan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang medis bagian Obsgin. Terima kasih.
BAB I
Pendahuluan
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua
wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum. Walaupun
angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan
post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana.
Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika
Serikat diperkirakan 7 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional
Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post
partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas
penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara
berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup,
dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan
post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya.
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL
setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan
dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum
primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post
partum sekunder.
Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di
R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di
negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 60 %), sisa
plasenta (23 24 %), retensio plasenta (16 17 %), laserasi jalan lahir (4 5 %), kelainan
darah (0,5 0,8 %).
Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain1,2:
-
III.
Atonia uteri
Luka jalan lahir
Retensio plasenta
Gangguan pembekuan darah
Insidensi
Bekuan
darah
Diagnosis Kerja
Atonia uteri
pada
atau
posisi
telentang
akan
menghambat
aliran
darah keluar
Darah segar mengalir segera Pucat
setelah bayi lahir
Lemah
Menggigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
menit
traksi berlebihan
Perdarahan segera
tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus
berkontraksi Retensi sisa plasenta
tidak lengkap
tetapi
Perdarahan segera
Uterus tidak teraba
tidak berkurang
Neurogenik syok
Tampak
tali
pusat
tinggi
fundus
Inversio uteri
(bila
Anemia
fragmen
pada uterus
Perdarahan sekunder
plasenta
IV.
Kriteria Diagnosis1
Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat,
kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
Pemeriksaan obstetri
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan
V.
Pemeriksaan Penunjang1,2,3
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang
buruk1,3.
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal3.
Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu
pembekuan2,3.
b. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan
laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat
VI.
Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu:
(1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok
pada
pemberian
koloid,
direkomendasikan3.
b) Transfusi Darah
maka
cairan
kristaloid
tetap
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan
tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat3.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat
indikasi. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk
menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume
sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan
infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masingmasing unit.
VII.
Penyulit1
Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah :
Syok ireversibel
DIC
VIII. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III
dapat menurunkan
Ergometrin
IM
atau
Misoprostol
IV Oral atau rektal
400 mg
dengan
tetesan cepat
Dosis lanjutan
IM: 10 U
IV: 20 U dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam
larutan garam
fisiologis
setelah 15 menit
dengan Bila
40 tetes/menit
diperlukan,
8
masih
beri
mg
per hari
Kontraindikasi
atau hati-hati
hipertensi
kordis, Asma
Tekanan
Darah Tanda
(sistolik)
Gejala
Derajat Syok
Palpitasi,
Normal
mL Penurunan
takikardia,
ringan
(80-100 mm Hg)
takikardia,
berkeringat
sedang Gelisah, pucat,
mL Penurunan
(25-35%)
2000-3000
(70-80 mm Hg)
oliguria
mL Penurunan
tajam Pingsan,
(50-70 mm Hg)
hipoksia, anuria
10
Terkompensasi
pusing
Lemah,
1500-2000
(35-50%)
dan
Ringan
Sedang
Berat
Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan berbagai macam hal,
diantaranya adalah atonia uteri, laserasi jalanlahir dan
11
A. ATONIA UTERI
I. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum
yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah
persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah
pada terjadinya syok hipovolemik3.
II. Etiologi
Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor
terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda,
janin makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat),
kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat
akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir3.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan
lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal
ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obatobatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi
nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain
yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis,
septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat
resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan
merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum3.
tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan
kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang
keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga
uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi
bimanual internal
mekanisme
kontraksi).
Perhatikan
perdarahan
yang
terjadi.
Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga
uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi
aorta abdominalis
13
Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap
(khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali)
Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
B. RETENSIO PLASENTA
14
I. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih
dari 30 menit setelah bayi lahir2. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus
II. Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain2:
Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
korion
plasenta
hingga
Plasenta akreta
Konsistensi
parsial
Kenyal
inkarserata
Keras
uterus
Tinggi fundus
Bentuk uterus
Perdarahan
Tali pusat
Ostium uteri
Separasi
Sepusat
Diskoid
Sedang-banyak
Terjulur sebagian
Terbuka
Lepas sebagian
Sepusat
Diskoid
Sedikit/tidak ada
Tidak terjulur
Terbuka
Melekat
Jarang
seluruhnya
Jarang sekali
plasenta
Syok
Sering
III. Penatalaksanaan
Cukup
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta
tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
15
Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit.
Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak
menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan
secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan
Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria
/ oral)
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik
Plasenta inkarserata
Sisa Plasenta
oral
Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi
sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase
16
Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL, berikan
sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari
Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus
atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi
17
18
dapat diserap
Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator
Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan
penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sbb:
robekan
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa,
menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani.
Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no. 2/0
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang
Robekan serviks
Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi
Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyakmaka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan
dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan
19
lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke
D. KELAINAN DARAH
I. Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet
biasanya tidak perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus
untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan
20
penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah
persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun
sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma3.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau
sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet
dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit
sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis3.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang
berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang
didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan
dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis.
Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran
normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu,
koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang
mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC3.
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi
jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada
kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam,
serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).
II. Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya
perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya
perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada
kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien
dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat.
Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000
10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala
perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi
trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000 50.000/mm 3, jika
direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan
21
suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh
trombosit hanya 3 4 hari4.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII,
IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan
adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel
penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium,
plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris4.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan
fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit
von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya
suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis4.
BAB III
Kesimpulan
22
1. Post partum haemorrhage adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih, sesudah
anak lahir. Perdarahan pasca persalinan terbagi menjadi 2, yaitu ppp dini dan masa
nifas
2. Perdarahan pasca persalinan Perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih yang terjadi
segera setelah bayi lahir sampai 24 jam kemudian.Perdarahan masa nifas adalah
Perdarahan yang terjadi pada masa nifas 500 ml atau lebih setelah 24 jam bayi dan
plasenta lahir.
3. Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan oleh Atonia uteri,
Robekan (laserasi, luka) jalan lahir., retensio plasenta dan sisa plasenta, Gangguan
pembekuan darah (koagulopati).
4. Gejala klinis yang ditemui adalah Perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah
bayi lahir., Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, denyut nadi
cepat dan halus, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
5. Diagnosa ditegakkan
,Inspekulo,
Laboratorium.
6. Prinsip penanganan adalah menghentikan perdarahan, cegah/ atasi syok., dan ganti
darah yang hilang
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2000, Perdarahan Post Partum dalam Standar
Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: Penerbit Medika Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
2. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed), 2002, Perdarahan
Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta: JNPKKR POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
3. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage, http://www.emedicine.com
4. Rayburn, W. F., Carey, J. C., 2001, Obstetri & Ginekologi, Jakarta: Penerbit Widya Medika
5. Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. Angsar, M. D., 1999, Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan, Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
24