PENGOLAHAN PANGAN
Kelompok 2 :
ACARA III
EVALUASI BILANGAN PEROKSIDA DAN
TITIK ASAP MINYAK GORENG
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik
Asap Minyak Goreng ini adalah :
a.
Menentukan bilangan peroksida dan titik
asap pada minyak goreng.
b.
radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh
lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru (Aminah, 2010).
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan
pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan
polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan cita rasa yang tidak enak. Serta
kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam
minyak. Kerusakan minyak atau lemak akibat pemanasan suhu tinggi (200250oC) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam
penyakit. Namun, kerusakan minyak juga dapat terjadi selama penyimpanan.
Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan
pecahnya ikatan trigliserida pada minyak yang pada akhirnya membentuk
gliserol dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).
Ketengikan menyebabkan perubahan kimia yang tidak diinginkan.
Peroksidasi lipid dianggap sebagai penyebab utama ketengikan minyak.
Peroksidasi lebih sering terjadi pada minyak yang kaya PUFA seperti burung
unta, emu dan minyak rhea. Selain itu, ketengikan juga mengakibatkan
pembentukan radikal bebas seperti hidroksil dan peroksil radikal yang
dilaporkan terkait dengan mutagenesis, karsinogenesis dan penuaan. Asam
lemak bebas yang terbentuk lebih memburuk menjadi peroksida yang
kemudian terurai menjadi bahan berbau yang ternyata tengik. Ketengikan
dalam minyak menyebabkan perubahan rasa, warna, bau dan nilai gizi.
Ketengikan oksidatif adalah alasan utama minyak ditolak oleh konsumen.
Tujuan pemutihan adalah untuk menghapus semua kotoran dari minyak
burung unta tanpa menghapus atau merusak salah satu sifat menguntungkan
(Palanisamy, 2011).
Degradasi minyak dapat disebabkan oleh oksidasi, hidrolisis,
polimerisasi, pyrolises dan penyerapan rasa eksternal dan bau. Reaksi
oksidatif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti cahaya, panas,
ionisasi, jejak logam, dan metaloprotein, reaksi oksigen dengan lipid tak
jenuh, dan dengan bahan kimia, dan mekanisme enzimatik seperti
autoksidasi, foto-oksidasi dan lipoxygenases. Minyak kelapa sangat stabil
terhadap oksidasi atmosfer. Stabilitas oksidatif minyak adalah resistensi
termasuk
otooksidasi,
merupakan
tipe
ketengikan yang paling kompleks dan menjadi perhatian utama para produser.
Meskipun lemak terdiri dari berbagai jenis asam lemak, lemak yang memiliki
asam lemak tidak jenuh dalam jumlah tinggi lebih rentan mengalami
otooksidasi. Proses otooksidasi terdiri dari tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi
dan terminasi (McGill, 2009).
Menurut Yulia (2012), parameter yang dapat digunakan untuk
menentukan kualitas minyak dapat dilihat dari besar angka asam lemak
bebasnya, angka peroksida, kadar air dan uji minyak pelikan. Adapun pada
praktikum kali ini digunakan pelarut yaitu Na-tiosulfat. Menurut E-prints
UNDIP (2012), Na-tiosulfat (Na2S2O3) berbentuk padat (granul atau kristal)
dengan berat molekul 158,11 g/mol, berwarna putih, rasanya pahit dan tidak
berbau, memiliki pH 8,6 (larutan 7,5%), stabil dalam kondisi normal dan
berfungsi sebagai titran dalam uji bilangan Iod, dengan pengukuran sejumlah
iod yang dibebaskan dari Kalium Iodida (KI). Iod dilepaskan dari KI akibat
adanya reaksi oksidasi oleh peroksida yang ada di dalam sampel di dalam
medium asam asetat-kloroform.
Tabel 3.1 Standar Persyaratan Mutu Minyak Goreng
Kriteria
Bau dan rasa
Warna
Kadar air
Berat jenis
Asam lemak bebas
Bilangan peroksida
Bilangan Iod
Bilangan penyabunan
Index bias
Cemaran logam
Titik asap
Persyaratan
Normal
Muda jernih
Max 0,3%
0,9 g/lt
Max 0,3%
Max 1,6 mg O2/100 gr
45-46
196-206
1,448-1,450
Max 0,1 mg/kg
200oC
Asam lemak trans merupakan bentuk khusus dari asam lemak tidak
jenuh. Pada bahan pangan asam lemak trans secara alami terdapat pada:
1. Terdapat dalam jumlah kecil pada produk susu, daging sapi dan daging
domba.
2. Bagian utama dari produk hidrogenasi lemak, seperti margarin atau
produk manufaktur yang menggunakan lemak hidrogenasi (produk
bakery).
3. Produk yang dipanaskan atau digoreng pada suhu tinggi (seperti kentang
goreng).
3. Cara Kerja
a. Penentuan Bilangan Peroksida
Ditimbang 5 gr sampel minyak sawit berbagai kondisi
Ditambahkan 30 ml pelarut (60% asam asetat glacial + 40% kloroform), dikocok sampai semua sa
Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang gelap sam
Ditambahkan 30 ml aquadest
b. Penentuan Titik Asap
Ditambahkan indikator amilum 10 tetes
Diambil 50 ml sampel minyak
Dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat 0,1N
Dimasukkan ke dalam gelas beker 100 ml
c. Pembahasan
Dipanaskan minyak di atas hot plate
Kelompok
1
2
3
Sampel
Minyak Baru
Minyak Penggorengan Tahu 1x
Minyak Penggorengan Tahu 2x
Angka
Peroksida
meq/kg
46
2
24
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
158
16
130
4
6
68
26
200
128
-10
18
10
102
10
1436
yaitu pada saat pemurnian yang terdiri dari empat tahap : degumming,
netralisasi, bleaching dan deodorisasi (Atmaka, 2013).
Pemanasan minyak goreng yang berulang rentan terhadap kerusakan
oksidasi. Kerusakan tersebut dapat mempengaruhi mutu dan nilai dari minyak
dan bahan yang digoreng. (Ketaren, 1986). Menurut Birowo (2000),
penggunaan minyak goreng berulang kali akan menyebabkan oksidasi asam
lemak tidak jenuh yang kemudian membentuk gugus peroksida dan monomer
siklik. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang
mengonsumsinya, yaitu menyebabkan berbagai gejala keracunan. Beberapa
penelitian pada hewan menunjukkan bahwa gugus peroksida dalam dosis
yang besar dapat merangsang terjadinya kanker kolon. Oleh sebab itu,
penggunaan minyak jelantah secara berulang-ulang akan sangat berbahaya
bagi kesehatan. Ketaren (1986) menambahkan bahwa perubahan kimia dalam
minyak goreng jelantah akibat oksidasi dan hidrolisis dapat menyebabkan
kerusakan pada minyak goreng tersebut.
Kelompok
Sampel
1
Minyak Baru
2
Minyak Penggorengan Tahu 1x
3
Minyak Penggorengan Tahu 2x
1
4
Minyak Penggorengan Tempe 1x
5
Minyak Curah Baru
6
Minyak Jelantah
1
Minyak Baru
2
Minyak Penggorengan Tahu 1x
3
Minyak Penggorengan Tahu 2x
2
4
Minyak Penggorengan Tempe 1x
5
Minyak Curah Baru
6
Minyak Jelantah
1
Minyak Baru
2
Minyak Penggorengan Tahu 1x
3
Minyak Penggorengan Tahu 2x
3
4
Minyak Penggorengan Tempe 1x
5
Minyak Curah Baru
6
Minyak Jelantah
Sumber : Laporan Sementara
Suhu (C)
124
160
183
120
140
180
220
232
238
243
220
290
160
90
80
180
160
87
Minyak sawit merupakan bahan yang memiliki sifat fisik dan sifat
kimia yang mempengaruhi kualitasnya. Salah satu sifat fisik yang
berpengaruh pada kualitas minyak yaitu smoke point. Bila suatu lemak
dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut
titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan maka akan tercapai flash
point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah
terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini
bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebasnya. Jika asam
lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila
berat
molekul
rendah,
ketiga
suhu
tersebut
akan
lebih
rendah
dari biji tumbuhan, dapat berkisar antara 120oC hingga lebih dari 230oC
(Ketaren, 1986 dalam Aminah 2012).
Hasil praktikum shift 1 menunjukkan smoke point dari besar ke kecil
adalah sampel minyak penggorengan tahu 2x, minyak jelantah, minyak
penggorengan tahu 1x, minyak curah baru, minyak baru dan minyak
penggorengan tempe 1x. Pada shift 2 rata-rata smoke point sampel berada di
atas nilai smoke point pada umumnya. Urutan smoke point dari besar ke kecil
pada shift 2 yaitu minyak jelantah, minyak penggorengan tempe 1x, minyak
penggorengan tahu 2x, minyak penggorengan tahu 1x, minyak curah baru dan
minyak baru. Hasil pengujian pada shift 3 menunjukkan nilai yang lebih
rendah dibandingkan kedua shift lainnya. Hasil pengujian ini menunjukkan
penyimpangan yang tidak terlalu signifikan seperti pada dua shift
sebelumnya. Urutan smoke point shift 3 adalah minyak penggorengan tempe
1x, minyak baru, minyak curah baru, minyak penggorengan tahu 1x, minyak
jelantah dan minyak penggorengan tahu 2x.
Hasil yang ada menunjukkan terjadinya penyimpangan, dimana
seharusnya minyak baru memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan
minyak bekas penggorengan. Karena pada proses penggorengan, kadar asam
lemak bebas tinggi pada minyak akan menurunkan smoke point dan tegangan
permukaan minyak. Selain itu, dapat menurunkan kualitas bahan pangan yang
digoreng karena minyak dengan smoke point rendah akan cepat panas dan
membuat bahan yang digoreng menjadi cepat gosong. Adanya asam lemak
bebas memperbesar risiko terjadinya oksidasi (Winarno, 1993).
Pengaruh pemanasan adalah komponen karbonil yang terbentuk
selama penggorengan dapat bereaksi dengan asam amino, amin, dan protein
menghasilkan flavor yang diinginkan (nutyy) (Negroni et al., 2001 dalam
Aminah 2012). Menurut Choe and Min (2007), flavor hasil penggorengan
yang diinginkan dapat terbentuk pada suhu dan waktu penggorengan yang
optimum. Waktu dan suhu penggorengan dalam penelitian ini tidak dapat
dikondisikan optimum. Suhu penggorengan semakin meningkat dengan
banyaknya pengulangan. Komponen flavor pada makanan yang digoreng
sebagaian besar adalah komponen volatil dari asam linolet dan dienal,
alkenals, lactones, hydrocarbon, dan komponen cyclic (Warner, 2002 dalam
Aminah 2012). Winarno (1999) menyatakan minyak dengan pemanasan
berulang akan mempunyai titik asap yang semakin rendah, suhu minyak
menjadi lebih cepat meningkat. Titik asap minyak bergantung pada
kandungan asam lemak bebasnya. Minyak yang tinggi asam lemak bebasnya,
tinggi juga gliserolnya. Semakin tinggi gliserolnya semakin rendah titik
asapnya.
Kerusakan pada minyak dapat dihambat dengan adanya penambahan
antioksidan pada minyak. Penghambatan kerusakan minyak dipengaruhi oleh
prooksidan dan antioksidan, prooksidan akan mempercepat terjadinya
oksidasi, sedangkan antioksidan akan menghambatnya. Adanya antioksidan
yang terdapat dalam minyak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi.
Antioksidan terdapat secara alamiah dalam lemak nabati, dan kadang sengaja
ditambahkan. Selain itu, penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat
tertutup yang gelap dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari alumunium atau
stainless steel, minyak harus dihindarkan dari logam besi atau tembaga. Bila
minyak telah diolah menjadi bahan makanan, pola ketengikannya akan
berbeda (Winarno, 1993).
E. Kesimpulan
Dari hasil praktikum evaluasi bilangan peroksida dan titik asap
minyak goreng didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Bilangan peroksida menunjukkan derajat oksidasi yang terjadi pada
minyak/lemak. Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin tinggi
tingkat oksidasi yang terjadi.
2. Smoke point (titik asap) adalah suhu dimana muncul asap tipis kebiruan
pada saat minyak/lemak dipanaskan. Smoke point menunjukkan
banyaknya asam lemak bebas.
3. Bilangan peroksida dan smoke point (titik asap) merupakan salah satu
parameter kualitas minyak dan berpengaruh terhadap mutu bahan pangan
yang digoreng.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat
Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan.Jurnal Pangan dan
Gizi Vol. 01 No. 01.
Atmaka, Windi. 2013. Pemurnian Minyak. Bahan Ajar Mata Kuliah Teknologi
Lemak dan Minyak. UNS. Surakarta.
Birowo, A. 2000. Minyak Jelantah Berbahaya. www. also.as/anands.co.id.
Diakses pada hari Selasa, 16 Juni 2015 pukul 21.19 WIB.
Edwar, Zulkarnain. 2011. Pengaruh Pemanasan Terhadap Kejenuhan Asam
Lemak Minyak Goreng Sawit dan Minyak Goreng Jagung. J Indon Med
Assoc, Volum: 61, Nomor: 6, Juni 2011.
E-prints UNDIP. 2002. Peningkatan Kualitas Minyak Goreng. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press.
Jakarta.
McGill, Jeremy Parker. 2009. Effects of High Peroxide Value Fats on
Performance of Broilers in Normal and Immune Challenged States.
Thesis. Faculty of Graduate School. University of Missouri. Columbia.
Moigradean, Diana., Poiana, M., Gogoasa, I., 20112. Quality Characteristics an
Oxidative Stability of Coconut Oil During Storage. J. Agroalimentary
Processes and Technologies. 18 (4), 272-276.
NutriPro. 2007. NutriPro: Fat, Oil and Cholesterol. No. 3, 1/07. Nesstle
Professional. United States.
Palanisamy, Uma Devi., Sivanathan, M., Radhakrishnan, A., Haleagrahara, N.,
Subramaniam, T., Chiew, G., 2011. An Effective Ostrich Oil Bleaching
Technique Using Peroxide Value as an Indicator. J. Molecules Vol.16.
Sudarmadji, Slamet, dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yulia, Eva. Ade Heri Mulyati, Farida Nuraeni. Kualitas Minyak Goreng Curah
yang Berada di Pasar Tradisional di Daerah Jabodetabek pada Berbagai
Penyimpanan. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Pakuan Bogor.
LAMPIRAN
Miliekivalen Peroksida
= Ax N x
1000
gr
= (1,6-1,3) x 0,01 x
= 6 meq/kg
1000
5
DOKUMENTASI