Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi
klinisnya bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa. Dahulu
dinamakan sebagai Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple, namun kurang
tepat karena sebenarnya kondisi ini dapat ditemukan di mana saja di seluruh dunia.
Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, beberapa tipe berbeda dari thalassemia
lebih endemik pada area geografis tertentu.
Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit,
mendeskripsikan suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia.
Beliau menemukan adanya nukleasi sel darah merah yang masif pada sapuan apus
darah tepi, yang mana awalnya beliau pikir sebagai anemia eritroblastik, suatu
keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya. Namun tak lama kemudian,
Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan esensial pada temuan
ini sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley
curiga akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam
menginvestigasi orangtua sehat pada anak-anak yang mengidap kelainan ini.
Di Eropa, Riette mendeskripsikan mengenai adanya anemia mikrositik
hipokromik ringan yang tak terjelaskan pada anak-anak keturunan Italia pada tahun
yang sama saat Cooley melaporan adanya bentuk anemia berat yang akhirnya
dinamakan mengikutinya namanya. Sebagi tambahan, Wintrobe di Amerika Serikat
melaporkan adanya anemia ringan pada kedua orangtua dari anak yang mengidap
anemia Cooley. Anemia ini sangat mirip dengan kelainan yang ditemukan Riette.
Baru setelah itu anemia Cooley dinyatakan sebagai bentuk homozigot dari anemia
hipokromik mikrositik ringan yang dideskripsikan oleh Riette dan Wintrobe.
Bentuk anemia berat ini kemudian dilabelisasi sebagai thalassemia mayor dan
bentuk ringannya dinamakan sebagai thalassemia minor. Kata thalassemia berasal
dari bahasa Yunani yaitu thalassa yang berarti laut (mengarah ke Mediterania),
dan emia, yang berarti berhubungan dengan darah.
BAB II
1

2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal
resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Thalassemia
berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah dan emia, yaitu yang
berhubungan dengan darah. Penyakit ini kemudian diberi nama Anemia Cooley
sesuai dengan nama penemunya.
2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia.
Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang
terbanyak, menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir
seluruh negara di dunia. Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area
tertentu di dunia. Talasemia o ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan
Mediterania, talasemia + tersebar di Afrika, Mediterania, Timor Tengah, India dan
Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%. Thalassemia memiliki
distribusi sama dengan thalassemia Dengan kekecualian di beberapa negara,
frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan bervariasi di Timor
Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang merupakan varian thalassemia sangat
banyak dijumpai di India, Birma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya
interaksi HbE dan thalassemia menyebabkan thalassemia HbE sangat tinggi di
wilayah ini.
Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000
anak lahir di dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang
dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini. Sedangkan mereka yang tergolong
thalassemia trait jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang.
2.3 Fisiologi
Maximow mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel
induk. Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey yang membuat hipotesa
dengan konsep hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya Till dan Mc Culloch
menyimpulkan bahwa satu sel induk merupakan koloni yang memperlihatkan
diferensiasi multilineage atau pluripoten menjadi eritroid, mieloid serta
megakariosit. Dari penelitian-penelitian tersebut ditetapkan bahwa sel stem ada

3
pada hematopoisis. Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik berupa
pergantian sel yang konstan untuk mempertahankan populasi leukosit, trombosit
dan eritrosit.
Sistem hematopoitik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sel Stem (progenitor awal) yang menyokong hematopoiesis.
2
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya
berkembang dan berdiferensiasi dalam memproduksi sel.
3. Faktor regulator yang mengatur agar Sistem berlangsung beraturan.
Sel Stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai kemampuan
berdiferensiasi menjadi beberapa turunan, membelah diri dan memperbaharui
populasi

sel

stem

sendiri

di

bawah

pengaruh

faktor

pertumbuhan

hematopoitik.Hematopoitik membutuhkan perangsang untuk pertumbuhan


koloni granulosit dan makrofag yang disebut "Colony Stimulating Factor"
(CSF) yang merupakan glikoprotein.
Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat kompleks
dan factor pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak tempat untuk
memproduksi factor-faktor tersebut, termasuk organ hematopoitik.
Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali
dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau
normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb
: bersama-sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb. Dua pasangan
berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur tetramer dengan Heme sebagai
intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin (atau mirip-) dan dua
rantai globin non-. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe
rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik
yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan
oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai (rantai mirip-) berkombinasi
dengan rantai membentuk Hb Portland (22) dan dengan rantai untuk
membentuk Hb Gower-1 (22).
Selanjutnya, ketika rantai telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2,
berpasangan dengan rantai (22). Hb Fetal dibentuk dari 22 dan Hb dewasa

4
primer (Hb A) dibentuk dari 22. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari
rantai 22.
2.4 Patofisiologi
Thalassemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin
yang ditandai dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau
lebih, sehingga terjadi ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk.
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena
kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen
globin.
Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia merupakan hasil
kelainan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA
dapat terjadi pergantian urutan asam basa dalam DNA, dan perubahan kode genetik
akan

diteruskan

pada

penurunan

genetik

berikutnya.

Mutasi

ini

dapat

memperpendek rantai asam amino maupun memperpanjangnya. Kelainan mutasi


dapat pula terjadi pada keselahan berpasangan kromosom pada proses meiosis yang
mengakibatkan perubahan susunan material genetik. Bila terjadi crossing over pada
kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan terjadi apa yang
disebut duplikasi,delesi, translokasi dan iversi. Kerusakan pada salah satu
kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan heterozigot, sedangkan
kerusakan pada kedua kromosom homolog menimbulkan keadaan homozigot.
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis
sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha,
khususnya kekurangan sintesis rantai

akan menyebabkan kurangnya

pembentukan Hb. Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta,
yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2
gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang
tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari
penyakit ini.
Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya
biosintesis dari unit globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot, sintesis
globin kurang lebih separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot,

5
sintesis globin dapat mencapai nol. Karena adanya defisiensi yang berat pada
rantai , sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada,
sehingga pasien dengan thalasemia homozigot mengalami anemia berat. Sebagai
respon kompensasi, maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin
pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini
tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.
Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami perubahan.
Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan kelebihan
adanya rantai bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan retikulosit. Rantai
bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi
protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah
dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah
sel darah merah matur yang diproduksi menjadi berkurang. Sel darah merah yang
beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi globin, dan mengandung
komplemen hemoglobin yang menurun. Hal yang telah disebutkan diatas adalah
gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik.
Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa,
hepar, dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini.
Sel darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai
umur yang lebih panjang. Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia,
sehingga sumsum-sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor
yang lebih banyak. Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya
kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum
tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian
kortikal dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umurumur yang kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumbersumber biokimia yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan
menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat
sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung high
output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan
kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi. Dengan pemberian transfusi

6
darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah
hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan
mempertahankan kadar besi.
2.5 Klasifikasi
Thalassemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen
akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini
menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Sebagaimana telah
disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe utama thalassemia yaitu
thalassemia dan thalassemia. Selain itu juga terdapat tipe thalassemia lain seperti
thalassemia intermediate.
Tabel 2.1. Klasifikasi thalassemia
Abnormalitas genetic
Thalassemia

Sindroma klinik

Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis

Kematian in utero

Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H

Anemia hemolitik

Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia )

Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi

Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia + )


Thalassemia

biasanya tanpa anemia

Homozigot thalassemia mayor

Anemia berat perlu transfusi darah

Heterzigot- trait thalassemia

Sediaan darah mikrositik hipokrom tetapi


biasanya dengan atau tanpa anemia

Thalassemia intermediate
Sindroma klinik yang disebabkan oleh Anemia
sejenis lesi genetik

hipokrom

mikrositik,

hepato-

splenomegali, kelebihan beban besi.

Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan.


Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya
lebih berat dari talasemia atau .

Gambar 2.1 Hukum Mendel pada Thalassemia (sumber: Ganie, 2005).


2.6 Penegakkan Diagnosa
A. Anamnesa
Riwayat penderita dan keluarga sangat penting dalam mendiagnosis
thalassemia, karena pada populasi ras dan etnik tertentu terdapat frekuensi
yang tinggi jenis gen abnormal thalassemia yang spesifik.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mengarahkan ke diagnosis thalassemia bila dijumpai
gejala dan tanda pucat yang menunjukkan anemia, ikterus yang menunjukkan
hemolitik, splenomegali yang menunjukkan adanya penumpukan (pooling) sel
abnormal, dan deformitas skeletal, terutama pada thalassemia-, yang
menunjukkan ekspansi rongga sumsum tulang, pada thalassemia mayor.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis
thalassemia ialah:
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah

Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah
eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel
PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah
trombosit.

Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

Gambaran darah tepi

8
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.
Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit,
poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

Gambar 2.2 Sapuan darah tepi pada thalassemia.(Sumber: Yaish, 2010).

Serum Iron & Total Iron Binding Capacity


Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan
menurun, sedangkan TIBC akan meningkat.

Tes Fungsi Hepar


Kadar bilirubin tak terkonjungasi akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila
angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan
hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan
SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat
dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor
pembekuan darah.

b. Pemeriksaan elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis
hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita
thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika
ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA 2.
Petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H.
Pada thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam
keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

9
c. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang
sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8.
pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

Gambar 2.3 Sapuan sumsum tulang May-Giemsa stain, x1000.


(Sumber: Yaish, 2010)

2) Pemeriksaan Radiologi Thalasemia


Pemeriksaan radiologi dibutuhkan untuk konfirmasi diagnosis. Foto
polos radiologi umumnya dapat menentukan kelainan tulang pada
thalassemia. CT dan MRI lebih baik dalam menilai iron overload,
hematopoiesis ekstramedular, dan perubahan pada sum sum tulang. USG
dapat digunakan terutama untuk melihat batu empedu.
a. Radiografi konvensional
Secara radiografi, respon tulang terhadap proliferasi sum sum tulang
terdiri dari perluasan pada medulla, penipisan korteks tulang, dan resorpsion
tulang cancelous, yang menyebabkan kehilangan densitas tulang secara
umum. Seringkali terlihat area kecil lusen akibat proliferasi sum sum tulang,
dibatasi oleh coarsened dengan sedikit tabekula. Disamping itu, hipertrofi
dan hyperplasia sumsum tulang dapat menimbulkan perforasi pada korteks,
proliferasi subperiosteal, dan merangsang respon periosteal yang berbeda.

10
Gambaran radiografi ini akan memberikan gambaran yang berbeda,
tergantung kepada tulang.
Pemeriksaan pada seluruh tulang dibutuhkan. Daerah yang paling
bermanfaat untuk pemeriksaan foto polos adalah :
-

Kedua tangan, posisi Anteroposterior (AP)

Tengkorak, posisi lateral

Vertebrea torakolumbal,posisi AP dan lateral

Abdomen, posisi AP untuk melihat batu empedu

Thorax, posisi AP untuk melihat kardiomegali, Congestive Heart Failure


dan hematopoiesis ekstramedular.

Korpus Vertebrea
Pada tulang-tulang penopang tubuh, proses resorpsi mempertahankan

trabekula primer dengan mengorbankan trabekula sekunder. Pada badan


vertebre, ini terlihat berupa striated appearance akibat penebalan trabekula
vertical yang berlawanan dengan trabekula horizontal (Gambar 2.4). Pada
kondisi yang lebih berat, akan terlihat gambaran bikonkaf pada margin
superior dan inferior pada badan vertebre atau fraktur kompresi
(Gambar 2.5).

11

Gambar 2.4. Foto polos Lumbal posisi AP. Terlihat striated appearance pada
badan vertebrae akibat penebalan trabekula vertical. (Sumber: Tunaci, 1999).

Gambar 2.5. Foto polos Lumbal posisi lateral. Terlihat fraktur kompresi pada T12.
(Sumber: Cox, 2012)

12

Tulang tengkorak dan tulang wajah


Pada pasien dengan kondisi yang berat, terjadi pelebaran ruang

diploid (medulla) dengan penipisan korteks, sering disertai dengan obliterasi


lengkap pada korteks bagian luar. Bentuk tulang baru (spikula) sebagai
respon terhadap proliferasi sum sum tulang terdapat di bawah periosteum.
Spikula tulang ini dapat terlihat secara radiografi dan terlihat sebagai
hair-on-end. Karena tidak memiliki sum sum tulang, tulang oksipital
biasanya tidak terlibat (Gambar 2.6).

Gambar 2.6. hair-on-end appearance pada daerah frontal. Perhatikan tulang


oksipital yang tidak terlibat. Terlihat pembuluh darah kalvaria membesar.
(Sumber: Lamson, 2011)

Proliferasi sum sum tulang di frontal dan tulang wajah menghambat


pneumatisasi sinus paranasal (gambar 2.7). Hal ini menyebabkan hipertrofi
struktur osseus dan penonjolan margin lateral pada malar eminens, bersamasama dengan pergeseran kearah anterior dan medial saat perkembangan gigi.
Fitur ini dijelaskan oleh Cooley dan menghasilkan tampilan rodent facies
secara klinis (gambar 2.8). Secara karakteristik, sinus ethmoid tidak terlibat
karena tidak memiliki sum sum tulang merah di dinding sinus.

13

Gambar 2.7. Foto polos tengkorak yang menunjukkan kehilangan aerasi sinus
maksilaris. (Sumber: Tunaci, 1999).

Gambar 2.8. A. tampilan klinis Rodent Facies B. Rodent Facies pada foto
cranium lateral. (Sumber: Tunaci, 1999).

Appendicular skeleton
Pada pasien dengan anemia yang lebih berat, perubahan terlihat pada

tulang distal dari ekstremitas. Pada pasien dengan kondisi yang lebih parah,
phalang memperlihatkan perubahan bagian atas berupa penipisan kortikal,
osteopenia, dan pengikisan trabekula serta kehilangan tubulasi normal, yang
sering menghasilkan konfigurasi persegi atau seperti sosis (Gambar 2.9).

14

Gambar 2.9. Foto polos tangan posisi AP. Terlihat adanya kehilangan densitas tulang.
Korteks tipis, trabekula tipis dan garis lusen lokal.
(Sumber: Lamson, 2011)

Fraktur dapat terjadi, disebabkan karena osteoporosis (Gambar 2.10).


Membatasi pergerakan dalam hidup anak-anak mungkin bisa melindungi
mereka dari cedera yang sering. Pada pasien dengan kondisi yang lebih
berat, dapat diidentifikasi erosi yang jelas pada margin periosteal korteks
metafisis dan diafisis.

15

Gambar 2.10. Foto polos lengan bawah posisi AP.


Terlihat fraktur pada radius distal
(Sumber: Lamson, 2011).

Tulang Iga
Sama hal nya dengan tulang panjang, gambaran foto polos tulang iga

dapat mengungkapkan respon yang bervariasi pada medulla, korteks, dan


periosteum terhadap proliferasi sum sum tulang. Bukti pelebaran,
osteopenia atau lusen local akibat hipertrofi dan hyperplasia sum sum tulang
ke medulla dapat terlihat. Erosi pada korteks dapat menonjol dan
dipertimbangkan sebagai hasil dari proliferasi subperiosteal sum sum tulang
(Gambar 2.11).

16

Gambar 2.11. Foto polos iga. Terlihat erosi pada margin korteks superior pada iga
ke tiga, empat, dan lima.
(Sumber: Lamson, 2011).

Gambaran yang tersering adalah sebagai rib-within-a-rib appearance,


terutama terlihat di anterior dan tengah tulang iga. Gambaran ini berupa
kepadatan linear yang panjang atau tumpang tindih didalam ruang medular
tulang rusuk dan berjalan sejajar dengan sumbu panjang (Gambar 2.12).
Gambaran ini tidak terlihat pada tulang rangka.

Gambar 2.12. rib-within-a-rib appearance.


(Sumber: Tunaci, 1999).

17

Hematopoiesis ekstramedular
Pada pasien dengan kondisi yang buruk, dan terutama pada pasien

dengan talasemia intermedia, densitas soft tissue lobus yang nyata dapat
terlihat pada mediastinum posterior dan pada densitas yang lebih kurang
pada mediastinum anterior atau pelvis. Lesi opak ini berasal dari
hematopoiesis ekstramedular (Gambar 2.13). CT scan dapat menilai system
skeletal pada potongan aksial, dan menunjukkan bahwa proliferasi sum sum
tulang berasal dari medulla korpus vertebre yang berdekatan, tulang rusuk
atau pelvis.

Gambar 2.13. Hematopoiesis ekstramedular. Tampak Lesi opak pada soft tissue yang
berbentuk seperti lobulus yang melapisi iga anterior dan posterior.
(Sumber: Lamson, 2011).

Hematopoiesis ekstramedular juga dapat berasal dari sel induk


pluripoten yang didistribusikan pada seluruh tubuh dan keterlibatan
abdomen visceral seperti hati, limpa, ginjal, kelenjer adrenal dan payudara
dapat terjadi (gambar 2.14).

18

Gambar 2.14. Foto polos lumbal posisi AP. Tampak adanya hepatosplenomegali
pada pasien thalassemia.
(Sumber: Cox, 2012).

Gambaran vaskuler.
Hematopoietic sum sum tulang berhubungan dengan pembuluh darah.

Hipertrofi dan hyperplasia sum sum tulang dikaitkan dengan peningkatan


aliran darah. Pada foto polos akan terlihat pelebaran foramen nutrient pada
tubular tulang, terutama phalang.
Pelebaran yang sama juga dihubungkan dengan peningkatanan suplai
darah ke medulla, seperti pada variasi penyakit bulan sabit, Penyakit
Gaucher, penyakit infeksi (lepra), penyakit non infeksi seperti hemophilia.
Pelebaran kalvaria akibat hipertrofi sum sum tulang dihubungkan dengan
pelebaran yang nyata gambaran vascular yang berliku-liku pada kalvaria.
Rupture pada pelebaran vena dapat menimbulkan gejala sisa pada trauma
kepala sedang. (gambar 2.15).

19

Gambar 2.15. Terlihat pembuluh darah kalvaria membesar.


(Sumber: Tunaci, 1999).

Kelainan metafise
Penyatuan plate pertumbuhan premature pada tulang tubular

ekstremitas merupakan temuan yang umum pada anak dengan thalassemia


mayor. Penemuan ini terlihat pada 10-15% pasien, umumnya terjadi pada
usia lebih dari 10 tahun dan paling sering pada humerus proksimal dan
femur distal.

Fusi ini menyebabkan tingkat pemendekan yang bervariasi.

Ini paling sering terjadi pada pasien yang tidak mendapatkan transfusi
sampai akhir masa

kanak-kanak dan remaja. Secara morfologi juga

terjadi perubahan pada

metafise tulang panjang sebagai akibat dari terapi

deferoxamine.

20

Gambar 2.16. Foto polos bahu kanan dan kiri. Terlihat Fusi pada left proximal
physis medially yang berhubungan dengan deformitas humeral.
Physis kanan normal.
(Sumber: Lamson, 2011).

Terapi hipertransfusi dapat mempengaruhi gambaran radiologi. Ini


disebabkan karena terapi hipertransfusi dan terapi Khelasi telah dapat
meningkatkan keadaan umum dan tampilan radiologis pasien. Pada studi
ini,

kebanyakan anak dengan hipertransfusi pada usia muda

menunjukkan

gambaran iga normal. Ini berbeda pada anak yang tidak

mendapat

hipertransfusi sampai usia lebih besar atau anak yang

tidak pernah mendapatkan hipertransfusi, yang sering menunjukkan


abnormalitas pada tulang iga. Tingkat keparahan meningkat seiring dengan
keterlambatan terapi transfuse.
b. CT scan dan MRI
CT scan dan MRI jarang digunakan, namun dapat memastikan
diagnosis hematopoiesi ekstramedular dengan baik. CT scan dan MRI dapat
memastikan iron overload di hati dan organ yang lainnya, serta
menghubungkannya dengan kerusakan organ, tingkat feritin serum, dan
riwayat transfusi yang tidak memuaskan.

Korpus Vertebrea
Osteoporosis yang nyata dan penipisan korteks dapat menjadi

predispose terjadinya fraktur kompresi pada vertebra (gambar 2.17).


Tampilan MRI sum sum tulang pada pasien thalassemia adalah
resleksi dari terapi transfusi dan Khelasi . iron overload dapat terjadi pada
area sum sum tulang merah yang aktif walaupun dalam terapi Khelasi
(gambar 2.18). Pada thalassemia, terdapat masa posterior paravertebralis,

21
mediastinum, dan presacral pada Hematopoiesis Ekstramedular akibat
ekstensi ekstraosseus jaringan medula. (gambar 2.19). Perluasan medular
akibat ExmH juga terlihat pada pasien thalassemia dan dapat menyebabkan
cord compression

(gambar 2.20). Platyspondily salah satu manifestasi

tulang belakang yang lainnya yang terlihat pada pasien thalassemia dengan
hipertransfusi.

Gambar 2.17. T1 weighted turbo-spin-echo [TSE;TR/TE = 880/15 ms, echo


trainlength (ETL) = 6] pada foto sagital memperlihatkan lumbal vertebre dengan
sinyal intensitas menengah pada sum sum dan fraktur kompresi pada korpus vertebre
L3.
(Sumber: Tunaci, 1999).

22

Gambar 2.18. T2-weighted TSE (TR/TE = 5000/119 ms, ETL= 6) Foto sagital
menunjukkan intensitas yang rendah vertebre lumbal akibat iron overload
transfusional.
(Sumber: Tunaci, 1999).

Gambar 2.19. T1-weighted TSE (TR/TE = 786/17 ms, ETL= 6) Foto coronal
memperlihatkan masa multiple paravertebra yang disebabkan Hematopoiesis
Ekstramedular.
(Sumber: Tunaci, 1999).

23

Gambar 2.20. T1-weighted TSE (TR/TE = 786/17 ms,ETL= 6) Foto sagital


memperlihatkan anterior epidural (panah yang diatas) dan masa soft tissue
presakrum yang disebabkan oleh Hematopoiesis Ekstramedular. Terlihat destruksi
korteks disepanjang perbatasan posterior sacrum vertebre (panah dibawah).
(Sumber: Tunaci, 1999).

Tulang tengkorak dan tulang wajah


Perubahan tengkorak meliputi pelebaran ruang diploik serta

perubahan dan penipisan korteks bagian luar. (gambar 2.21).

24
Gambar 2.21. Proton-density-weighted TSE axial MR image (TR/TE = 3700/17 ms,
ETL= 6). Terlihat perluasan ruang diploik yang nyata pada tulang frontal. (Sumber:
Tunaci, 1999).

Gambar 2.22. T2-weighted TSE (TR/TE = 5000/119,ETL= 6) foto koronal pada


pasien thalassemia menunjukkan obliterasi sinus maksila oleh soft tissue.
(Sumber: Tunaci, 1999).

Tulang Iga
Beberapa gangguan terlihat pada tulang iga. Perluasan nyata pada

daerah kepala dan leher iga pada sisi yang menempel pada colum vertebre
biasanya ditemukan pada pasien thalassemia (gambar 2.23).
perluasan jaringan hematopooetik pada ruang sumsum tulang
mengarahkan kepada erosi korteks bagian dalam( gambar 2.24). Melalui
erosi ini

jaringan hematopoiesis menonjol keluar mengarahkan kepada

Hematopoiesis Ekstramedular yang paling sering terjadi pada segmen


posterior iga dan menghasilkan masa jaringan lunak mediastinal posterior
(gambar 2.25). Hematopoiesis Ekstramedular memiliki bentuk yang
bervariasi mulai dri massa jaringan lunak yang minimal di bagian anterior
dan posterior Iga sampai masa yang luas di posterior mediastinal.

25

Gambar 2.23. T1-weighted SE (TR/TE = 770/15 ms). Foto MRI thoraks aksial
memperlihatkan perluasan daerah kepala dan leher tulang iga.
(Sumber: Tunaci, 1999).

a.

b.

26

c.
Gambar 2.24 a-c. Foto MRI menunjukkan perubahan pada iga dan Hematopoiesis
Ekstramedular A. T2-weighted TSE (TR/TE = 6915/90 ms, ETL= 6) Foto aksial
menunjukkan lesi Hematopoiesis Ekstramedular tahap awal yang terletak lebih anterior iga
(panah atas). B. T2-weighted TSE (TR/TE = 4300/119 ms, ETL= 6) Foto menunjukkan
masa jaringan lunak bilateral terletak anterior iga yang mencerminkan Hematopoiesis
Ekstramedular. Juga terlihat masa paravertebral bilateral. C. T1-weighted SE (TR/TE =
770/15 ms) Foto menunjukkan Hematopoiesis Ekstramedular tahap lanjut dengan masa
mediastinal posterior yang besar.
(Sumber: Tunaci, 1999).

Hematopoiesis Ekstramedular
Hematopoiesis ekstra medular merupakan usaha tubuh untuk

mempertahankan eritrogenesis ketika tidak ada perubahan penting pada


populasi sel darah. Pada thalassemia, masa paravertebral mediastinum
posterior atau masa presacral yang terdapat pada

Hematopoiesis

Ekstramedular sebagai akibat dari perluasan ekstraosseus jaringan medular.


Hematopoiesis Ekstramedular juga dapat berasal dari sel induk pluripoten
yang didistribusikan pada seluruh tubuh dan keterlibatan abdomen visceral
seperti hati, limpa, ginjal, kelenjer adrenal dan payudara dapat terjadi
(gambar 2.25).

27

a.

b.
Gambar 2.25.a. T1-weighted gradient-echo (TR/TE = 140/6 ms) Foto aksial menunjukkan
lesi hiperintensi berbatas tegas dengan lingkaran hypointense pada lobus kiri hepar (panah).
Terlihat hypointense difus pada parenkim hepar akibat iron overload. B. foto CT scan
menunjukkan lesi hipodens, dengan tepi rata pada lobus kiri hepar (panah).
(Sumber: Tunaci, 1999).

Hemosiderosis
Hemosiderosis adalah akumulasi kelebihan zat besi dalam system

retikuloendhotelial sebagai konsekuensi transfusi yang berulang pada


thalassemia. Hati, lien, pancreas dan kelenjer pituitaries adalah salah satu
jaringan yang paling berdampak. (gambar 2.26). MRI sangat membantu
dalam menentukan distribusi peningkatan status besi pada tubuh. Seiring
dengan peningkatan keparahan, intensitas sinyal dari sumsum berkurang,
disertai dengan hipointensitas parenkim hepar dan lien yang mencerminkan
pengendapan besi yang difus dalam Sistem Retikulo Endhotelial (gambar
2.27).

Oleh karena itu, MRI merupakan modalitas yang akurat dalam

mengevaluasi iron overload dan diyakini

berperan dalam peningkatan

tatalaksana thalassemia mayor. Zat besi terutama terakumulasi pada


pancreas pasien dengan splenektomi. (gambar 2.28).

28

Gambar 2.26. T2-weighted TSE (TR/TE = 5000/119 ms, ETL= 6) . Foto kepala potongan
koronal menunjukkan hipointensi difus kelenjer pituitary yang dihubungkan dengan iron
overload (panah).
(Sumber: Tunaci, 1999).

Gambar 2.27. T1-weighted foto abdomen potongan koronal menunjukkan pembesaran


yang nyata, dengan hypointense pada hepar dan lien.
(Sumber: Cox, 2012).

29

Gambar 2.28. T2-weighted TSE (5000/119 ms) Foto abdomen aksial menunjukkan
kehilangan sinyal yang nyata pada parenkim hepar dan pancreas yang mencerminkan iron
everload. (Sumber: Tunaci, 1999).

c. Ultrasonografi (USG)
Peningkatan hemolisis mengakibatkan terjadinya akumulasi produk
pemecahan komponen heme pada hemoglobin, terutama bilirubin dan dan
besi. Penyakit pada kantong empedu dan duktus empedu, terutama batu
bilirubin sering terdapat pada thalassemia dengan peningkatan hemolisis.
Kolelitiasis biasanya terdapat pada thalassemia yang tidak diobati. USG
adalah pilihan utama ketika dicurigai adanya batu empedu.
3) EKG dan echocardiography
EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor
keadaan jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat
anemianya.
4) HLA typing
HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
5) Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin
untuk memonitor efek terapi deferoxamine (DFO) dan chelating agent.

30
2.7 Diagnosa
Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan
adalah tingkat keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala..
Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak
aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang
konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi
berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies cooley,
konjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau hepar.
2.8 Diagnosa Banding
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal
ini disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran
eritrosit mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena
pada anemia defisiensi Fe didapatkan :
- Pucat tanpa organomegali
- SI rendah
- IBC meningkat
- Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang
- Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi
Anemia sideroblastik dimana didapatkan pula gambaran apusan darah tepi
mikrositik hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan
thalassemia adalah kadar besi dalam darah tinggi, kadar TIBC (Total Iron Binding
Capacity) normal atau meningkat sedangkan pada thalassemia kadar besi dan TIBC
normal.
Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana enzim ini
bekerja untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi. Merupakan salah satu
anemia hemolitik juga. Dapat dibedakan dengan thalassemia dengan gambaran
apusan darah tepi dimana pada defisiensi G6PD nomositik-normokrom dan
pemeriksaan enzim G6PD.
Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia lainnya,
yang memberi gambaran klinis yang sama. Namun pada pemeriksaan elektroforesis
hemoglobin dapat diketahui jenis thalassemia atau thalassemia . Pada
thalassemia dengan HbH ditemukan jaundice dan splenomegali.
2.9 Penatalaksanaan

31
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan
lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan
kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan
apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan
konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang
memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen
transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi
darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah
periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai
Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
a. Transfusi Darah
-

Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-

9.5 gr/dL sepanjang waktu.


Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan
suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut
meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan

pemeriksaan hepatitis.
Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC
dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan

regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.


Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum
transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah


Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi
bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor
biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa
diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi
terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut
sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama
hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh
organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita
dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan

32
Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi
dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.
b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi)
-

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat


menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat

mencegah kelainan jantung tersebut.


Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat
penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan
besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO
tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus melalui parenteral

(intravena, intramuskular, atau subkutan).


Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12
jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.

c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)


TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang
saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum
transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik
ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah
90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses
dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk
menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai
pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca
transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi
standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker
setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.
d. Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada
pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi
nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel
darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan
sebelum

memutuskan

melakukan

splenektomi..

Limpa

berfungsi

sebagai

33
penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi
tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif,
menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian
meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi
besi. Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena
dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur
sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila
memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif
dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil
menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika
platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi.
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun
1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk
talasemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.
f. Diet thalassemia
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut:
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.
Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi
juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat
besi di usus.
2.10

Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia.

Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat


bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa,
tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia
mayor kebanyakn lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam beberapa jam.

34
Anak dengan thalassemia dengan transfuse darah biasanya hanya bertahan sampai
usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan.
Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India

35
sampai Asia Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai
globin yang hilang pada hemoglobin individu yaitu Thalassemia- dan thalassemia, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan derajat
mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala. Thalassemia diturunkan
berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa
gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari
thalassemia dan . Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat,
lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan teman
seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan
makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan facies Cooley, conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal,
pembesarah lien dan atau hepar. Terapi thalassemia antara lain adalah terapi
transfusi, terapi pengikat besi (khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum
tulang. Masing-masing terapi memiliki kriteria dan efek samping tertentu sehingga
perlu dipertimbangkan secara seksama. Konseling mengenai thalassemia sangat
diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini,
penderita thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai
usia dewasa normal meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.

DAFTAR PUSTAKA
34
Bleibel,
SA.
Thalassemia
Alpha.
Available
at
:
http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview. Acceessed at June
4th 2015.
Cox Susan. Skeletal and exstraskeletal manifestation of mixed alpha and beta
thalassemia. Radiology case report. 2012; 7.1-3.

36
Ganie RA. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya . Dalam Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada
Fakultas Kedokteran, Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas
Sumatera Utara .2005
Haut, A. Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar and
Arneils Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal
1621-1632.
Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and Treatment in
Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill
Publishing Division ; 2007. Hal 841-845.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Thalassemia. Dalam Buku Ajar KematologiOnkologi Anak. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2005. Hal 6484.
Lamson
P.Jack.
Thalassemia
Imaging.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/396792-overview. Acceessed at June
4th 2015.
Takeshita,
K.
Thalassemia
Beta.
Available
at
:
http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview. Acceessed at June
4th 2015.
Tunaci M, Tunaci A, Engin G, Ozkorkmaz B, Bincol O, Acunas G. Imaging
features of thalassemia. European Radiology. 1999; 9: 1804-9.
Yaish
Hassan
M.
Thalassemia.
Available
at
:
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview.
Acceessed at
th
June 4 2015.
Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/958850-diagnosis. Acceessed at June
4th 2015.

Anda mungkin juga menyukai