Hari/Tanggal
Teknologi Fermentasi
PJ Dosen
Asisten
Kelompok 2/B-P1
Ayu Melinda
J3E112045
Ega Nindya P
J3E212129
J3E112022
Yen Aprilia
J3E112004
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Khamir adalah mikroorganisme eukariot yang diklasifikasikan dalam
kingdom Fungi, dengan 1.500 species yang telah dapat dideskripsikan,
(diperkirakan 1% dari seluruh spesies fungi). Khamir merupakan mikroorganisme
uniseluler, meskipun beberapa spesies dapat menjadi multiseluler melalui
pembentukan benang dari sel-sel budding tersambung yang dikenal sebagai hifa
semu (pseudohyphae), seperti yang terlihat pada sebagian besar kapang. Ukuran
kapang bervariasi tergantung spesies, umumnya memiliki diameter 34 m,
namun beberapa jenis khamir dapat mencapai ukuran lebih 40 m. Sebagian besar
khamir bereproduksi secara aseksual dengan mitosis, dan dengan pembelahan sel
asimetris yang disebut budding.
Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya
hampir sama dengan kapang yaitu dengan suhu optimum 25-30C dan suhu
maksimum 35-47C. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0C atau kurang.
Pertumbuhannya yang lambat dan kesanggupannya untuk bersaing kurang,
khamir sering tumbuh pada lingkungan yang kurang baik untuk pertumbuhan
bakteri, lingkungan tersebut antara lain pH rendah, kelembaban rendah, kadar gula
dan garam yang tinggi, suhu penyimpanan rendah, radiasi pada makanan dan
adanya antibiotika. Secara umum gula merupakan sumber energi yang paling
baik, hanya untuk jenis khamir oksidatif dapat menggunakan asam-asam organik
dan alkohol. Khamir mampu menggunakan berbagai macam sumber nitrogen.
Sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein, kebanyakan khamir dapat
menggunakan ion nitrat dan nitrit (Buckle, 2007).
Kultur khamir yang digunakan dalam proses fermentasi memegang
peranan penting dalam keberhasilan proses fermentasi ataupun produksi metabolit
mikroba. Adanya penyimpangan kultur seringkali berakibat pada kegagalan proses
fermentasinya. Oleh karena itu harus dilakukan penanganan kultur secara tepat
agar diperoleh hasil fermentasi sesuai dengan standar yang diinginkan. Salah satu
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Manik-manik
Tabung reaksi 9 ml
Erlenmeyer 250 ml
Tabung Durham
Syringe
Rak tabung
Pipet
2.1.2 Bahan
CaCl2
Gliserol
NaCl
Air Steril
Na-Alginat
Larutan fisiologi
Suspensi kultur
Dikocok
Suspensi kultur
Uji viabilitas dengan Broth
2.2.2
Dikocok
Penyimpanan Secara Imobilisasi Manik-Manik
Lebihnya dibuang
Sisa kultur dipipet aseptis
Suspensi kultur
Diteteskan
pada larutan Cacl2 steril (terbentuk butiran-butiran alginat)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Alginat
Gliserol
Manik-manik
Manik-manik
PD
Alginat
Gliserol
Keterangan :
++
+++
SB
PDB
:tidak keruh
: agak keruh
++
: sedikit keruh
+++
:keruh
3.2 Pembahasan
kultur mikroba atau kultur murni dari suatu mikroba dalam waktu tertentu. Lama
mikroba bertahan tergantung oleh jenis media dan teknik pengawetan yang
digunakan. Pengawetan mikroba dibagi menjadi dua yaitu pengawetan jangka
panjang dan pengawetan jangka pendek. Pengawetan jangka pendek biasanya
menggunakan media agar yaitu agar miring, agar cawan, agar tusuk atau dalam
media semi padat (tabung reaksi), pengawetan ini dilakukan dengan pendinginan.
Penyimpanan jangka pendek mikroba dilakukan dengan memindahkan secara
berkala jangka pendek misalnya sebulan sekali dari media lama ke media baru.
Teknik ini memerlukan waktu dan tenaga yang banyak (Machmud, 2001).
Sedangkan pengawetan jangka apanjang salh satu cara yang dapat digunkan
adalah dengan penyimpanan pada manik-manik.
gliserol
dan
substansi
kultur
tersebut
mengalami
tersebut dipindahkan kedalam media PDB dan SB yang berisi tabung durham.
Masing-masing perlakuan penyimpanan dipindahkan sebanyak satu tabung reaksi
reaksi pada media PDB (potato dextrose broth) dan SB (sucrose broth).
media gliserol dengan suhu penyimpanan pada freezer dan refri yang dipindahkan
dalam media SB, hasil positif ditunjukkan pada tabung reaksi yang disimpan pada
freezer. Berdasarkan hasil pengamatan pada hari ketujuh substansi kultur yang
dimasukkan ke dalam media SB (perlakuan peyimpanan pada freezer)
menunjukkan hasil positif semua, hasil positif tersebut ditandai dengan adanya
gelembung. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan pada hari ketujuh substansi
kultur yang dimasukkan kedalam media SB (perlakuan penyimpanan pada refri)
menunjukkan hasil negatif pada setiap kelompok, hasil negatif tersebut dapat
dilihat karena pada tabung reaksi media SB tidak terjadi pembentukan gelembung
gas.
adalah tiap isolat biakan paling sedikit dibuat lima duplikat, tetapi semakin
banyak semakin baik, sehingga pengujian viabilitas dapat dilakukan lebih leluasa.
Pemberian label yang jelas, tidak mudah hilang, untuk memudahkan pelacakan
data. Pengecekan rutin tidak hanya untuk menguji viabilitas, tetapi juga stabilitas
genetik, terutama virulensinya. Faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas kultur
media manik-manik dengan suhu penyimpanan yaitu freezer dan refri, pada media
SB hari pertama tidak ada pertumbuhan. Sedangkan pengamatan pada media SB
(perlakuan penyimpanan pada freezer) menunjukkan hasil yang berbeda. Pada
kelompok 1, 2 , 4, 5, dan 6 mendapatkan hasil yang negatif sedangkan kelompok
3 mendapatkan hasil yang positif. Berdasarkan hasil pengamatan pada hari
pertama substansi kultur yang dimasukkan kedalam media PDB (perlakuan
peyimpanan pada freezer) ternyata substansi kultur menunjukkan hasil positif
semua, hasil positif tersebut ditandai dengan perubahan media PDB menjadi keruh
dan terdapat endapan. Sama seperti hasil pengamatan pada hari ketujuh substansi
kultur yang dimasukkan kedalam media PDB (perlakuan peyimpanan pada refri)
menunjukkan hasil yang positif semua dari setiap kelompok.
monovalen, serta amin dengan berat molekul rendah, dan ion magnesium. Oleh
karena itu alginat merupakan molekul linear dengan berat molekul tinggi, maka
mudah sekali menyerap air. Hal tersebut yang menyebabkan alginat baik sekali
fungsinya sebagai bahan penyalut. Alginat melindungi imobilisasi sel kultur lebih
baik dengan meningkatnya ketahanan bakteri (Indriati, 2009).
bahwa
terdapat
aktivitas
khamir.
Kemudian
Uji viabilitas khamir juga dilakukan pada hari ke 7, dari hasil tabel
ataupun adanya aktivitas yang lemah pada kultur khamir. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu suhu, pH, medium dan adanya kontaminasi yang terjadi
ketika melakukan pengawetan kultur sehingga aktivitasnya menjadi terhambat.
Selain itu penyimpanan dengan metode ini merupakan penyimpanan jangka
pendek kultur sehingga harus dilakukan dengan memindahkan secara berkala
jangka pendek misalnya sebulan sekali dari media lama ke media baru. Teknik ini
memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Beberapa teknik penyimpanan
sederhana yang efektif untuk penyimpanan isolat jangka pendek atau menengah
dan biasanya tidak sesuai untuk penyimpanan jangka panjang (Sugiawan, 2000).
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar kultur bermutu bagus yaitu kultur
harus seragam, tidak terkontaminasi, jumlah dan viabilitas sel relatif tinggi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyimpanan kultur dalam gliserol (media SB) yang disimpan di
refrigerator selama 7 hari menunjukkan aktivitas kultur tinggi. Tetapi tidak dengan
kultur di refrigerator. Penyimpanan dalam media PDB di freezer terbentuk
kekeruhan terbanyak dibanding refrigerator. Begitu pula dengan penyimpanan
dalam alginat (media SB) yang disimpan di refrigerator terdapat aktivitas yang
tinggi. Kultur yang disimpan di refrigerator tidak menunjukkan aktivitas. Kultur
dalam media PDB dengan perlakuan alginat yang disimpan di freezer
menunjukkan hasil positif paling banyak dibanding disimpan di refrigerator.
4.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan pengawetan kultur, analis harus
menguji secara aseptis sehingga tidak menghambat pertumbuhan kultur. Selain itu
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pabrik Gliserol dari CPO dengan Proses Continuous Fat
Splitting. Tugas Akhir. ITS.
LAMPIRAN
Gambar 3. Hasil
Pengamatan kultur
dalam media SB yang
disimpan di freezer dan
refrigerator
Gambar 4. Hasil
Pengamatan kultur
dalam media PDB yang
disimpan di freezer dan
refrigerator