PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan
tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar.1
sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.1
Sekitar 28 liter dari 42 liter cairan tubuh ada di dalam 75 triliun sel dan
secara keseluruhan disebut cairan intrasel. Jadi, cairan intrasel merupakan 40 %
dari berat badan total pada orang rata-rata. Cairan masing-masing sel
mengandung campurannya tersendiri dengan berbagai zat, namun konsentrasi zatzat ini mirip antara satu sel dengan sel yang lain. Sebenarnya komposisi cairan sel
sangat mirip, bahkan pada hewan yang berbeda, mulai dari mikroorganisme
paling primitif sampai manusia. Oleh sebab itu, cairan intrasel dari seluruh sel
yang berbeda-beda dianggap sebagai satu kompartemen cairan yang besar.1
Secara spesifik, cairan intrasel mengandung sejumlah besar ion kalium dan
fosfat ditambah ion magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang, dan mengandung
sejumlah kecil ion natrium dan klorida dan hampir tidak ada kalsium. Sel juga
mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali jumlah protein dalam
plasma. Cairan intrasel dipisahkan dari cairan ekstrasel oleh membran sel yang
sangat permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar
elektrolit dalam tubuh.1
2. Cairan Ekstrasel
Semua cairan di luar sel secara keseluruhan disebut cairan ekstrasel. Pada
bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.
Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga
dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat rata-rata 70 kg.1
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter
pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif
terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir
dibandingkan orang dewasa. 1
-
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3
liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih
dan platelet.1
-
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
seperti ion natriium dan kalium, sehingga sejumlah besar kation ini tertahan di
dalam plasma bersama dengan protein plasma. Sebaliknya, konsentrasi ion
bermuatan negatif (anion) dalam cairan intersitisial cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan plasma, karena muatan negatif protein plasma akan menolak
anion yang bermuatan negatif.
Cairan ekstrasel mengandung sejumlah besar ion natrium dan klorida,
serta ion bikarbonat dalam jumlah yang cukup besar, namun cairan ekstrasel
memiliki kandungan ion kalium, magnesium, fosfat, dan asam organik dalam
jumlah yang sedikit. Cairan ekstrasel juga mengandung karbon dioksida yang
diangkut dari sel ke paru untuk diekskresi, ditambah berbagai produk sampah sel
lainnya yang diangkut ke ginjal untuk diekskresi.
Komposisi cairan ekstrasel diatur oleh berbagai mekanisme, khususnya
ginjal. Hal ini memungkinkan sel untuk tetap terus terendam dalam cairan yang
mengandung konsentrasi elektrolit dan zat nutrisi yang sesuai untuk fungsi sel
yang optimal. Darah mengandung cairan ekstrasel (cairan dalam plasma) dan
cairan intrasel (cairan dalam sel darah merah). Akan tetapi, darah dianggap
sebagao kompartemen cairan terpisah karena darah terkandung dalam ruangnya
sendiri, yaitu sistem sirkulasi. Volume darah khususnya penting untuk mengatur
dinamika sistem kardiovaskular.
Rata-rata volume darah orang dewasa adalah sekitar 7 % dari beat tubuh,
atau sekitar 5 liter. Sekitar 60 % darah berupa plasma dan 40 % berupa sel darah
merah, namun persentase ini dapat bervariasi pada masing-masing orang
bergantung pada jenis kelamin, berat badan, dan faktor lainnya.
Cairan ekstrasel diangkut ke seluruh bagian tubuh dalam dua tahap. Tahap
pertama adalah pergerakan darah ke seluruh tubuh di dalam pembuluh darah, dan
tahap kedua adalah pergerakan cairan antara kapiler darah dan ruang-ruang
antarsel di antara sel-sel jaringan. Semua darah di dalam sirkulasi melintasi
seluruh jalur sirkulasi dengan kecepatan rata-rata satu kali setiap menit pada saat
istirahat dan sebanyak enam kali setiap per menit bila seseorang sangat aktif.
Sewaktu darah melewati kapiler darah, terjadi pertukaran cairan ekstrasel
yang kontinu diantara plasma darah dan cairan interstisial yang mengisi ruangruang antarsel. Dinidng kapiler bersifat permeabel terhadap kebanyakan molekul
yang ada di dalam plasma darah, kecuali terhadap molekul protein plasma yang
besar. Oleh karena itu, banyak sekali cairan dan zat-zat yang terlarut di dalamnya
berdifusi bolak-balik di antara darah dan ruang-ruang di dalam jaringan. Proses
difusi ini terjadi akibat gerakan kinetik molekul yang terdapat di dalam plasma
maupun cairan interstisial. Yaitu, cairan dan molekul terlarut di dalamnya terus
menerus dan bolak-balik ke segala arah di dalam plasma dan cairan di ruang
antarsel, dan juga menembus pori-pori kapiler. Beberapa sel berjarak lebih dari 50
mikrometer dari sebuah kapiler, sehingga mempermudah difusi hampir semua zat
dari kapiler ke sel tersebut dalam beberapa detik. Jadi, cairan ekstrasel di bagian
tubuh manapunbaik di dalam plasma maupun di dalam cairan interstitial
secara terus-menerus dicampur, sehingga dapat mempertahankan homogenitas
cairan ekstrasel yang hampir sempurna di dalam tubuh.
Sumber nutrien cairan ekstrasel :
a. Sistem Respirasi
Setiap kali darah melintasi seluruh tubuh, darah juga mengalir melewati
paru. Darah tersebut mengambil oksigen di alveoli, sehingga memperoleh oksigen
yang dibutuhkan sel. Tebal membran antara alveoli dan lumen kapiler paru,
membran alveolus, hanya 0,4 sampai 2,0 mikrometer, dan oksigen berdifusi
dengan pergerakan molekular melintasi pori-pori membran ke dalam darah, sama
seperti difusi air dan ion melintasi kapiler jaringan.
b. Sistem Gastrointestinal
Sebagian besar darah yang dipompakan oleh jantung juga akan melewati
dinding traktus gastrointestinal. Berbagai nutrien terlarut termaksud karbohidrat,
asam lemak, dan asam amino, diabsorpsi ke dalam cairan ekstrasel darah dari
makanan yang dikonsumsi.
c.
digunakan oleh sel dalam bentuk asal sewaktu diabsoprsi. Hati mengubah susunan
kimiawi banyak zat ini menjadi bentuk yang lebih mudah digunakan, dan jaringan
tubuh yang lainnyasel lemak, mukosa gastrointestinal, ginjal, dan kelenjar
endokrinmembantu mengubah zat-zat yang telah diabsorpsi tadi atau
menyimpannya sampai zat tersebut dibutuhkan.
d. Sistem Muskuloskeletal
Seandainya otot tidak ikut berperan, tubuh tidak dapat bergerak menuju
temapt yang tepat pada saat yang tepat untuk memperoleh makanan yang
dibutuhkan nutrisi. Sistem muskuloskeletal juga memungkinkan pergerakan untuk
melindungi diri dari lingkungan sekitar yang berbahaya; tanpa gerakan ini,
seluruh tubuh beserta semua proses homoestatiknya akan segera hancur.
Mekanisme pengaturan konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam
cairan ekstrasel terutama bergantung pada sifat-sifat kimiawi hemoglobin, yang
terdapat di dalam semua sel darah merah. Sewaktu darah melewati paru,
hemoglobin mengikat oksigen. Selanjutnya, sewaktu darah melewati kapiler
jaringan, hemoglobin tidak akan melepaskan oksigen ke dalam cairan jaringan
bila oksigen sudah terlalu banyak di sana, karena afinitas kimiawinya sendiri
terhadap oksigen cukup kuat. Namun, bila konsentrasi oksigen di dalam cairan
jaringan sangat rendah, oksigen akan dilepaskan secukupnya agar konsentrasi
oksigen dapat kembali mencukupi. Jadi, pengaturan konsentrasi oksigen di dalam
jaringan sudah menyatu dengan sifat kimiawi hemoglobin itu sendiri. Pengaturan
ini disebut sebagai fungsi penyangga hemoglobin terhadap oksigen.
Karbon dioksida merupakan produk akhir utama reaksi oksidasi di dalam
sel. Bila seluruh karbon dioksida yang terbentuk di dalam sel terus-menerus
ditimbun di dalam cairan jaringan, efek massal penimbunan karbon dioksida itu
sendiri akan segera menghentikan semua reaksi penghasil-energi yang terjadi di
dalam sel. Untungnya, konsentrasi karbon dioksida dalam darah yang melebihi
normal akan merangsang pusat respirasi sehingga orang tersebut akan bernapas
cepat dan dalam. Respirasi seperti ini akan meningkatkan ekspirasi karbon
dioksida sehingga kelebihan karbon dioksida dibuang dari darah dan cairan
jaringan. Proses ini akan berlangsung terus menerus sampai konsentrasi karbon
dioksida kembali ke nilai normal.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.1
- Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus
listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).1
Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion
fosfat (PO4 3-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari
cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.1
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135145mEq/liter.7 Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari
= 100mEq (6-15 gram NaCl).2 Natrium dapat bergerak cepat antara ruang
intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh
banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air
dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan
interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.2
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubahubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel.2 Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap
hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces
72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 2
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.2
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan +10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 2
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit
sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. 2
- Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.1
2.1.2
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.123 Proses
pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. 1,2,3 Tekanan
osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik
kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades),
sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.2,3
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati poripori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.1,2,3
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 1,2,3
2.1.3
2.1.4
oleh stress akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. 4 Pada keadaan normal,
seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam
bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan ratarata 250 ml
dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.4 Kepustakaan lain
2.1.5
1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh
yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah
kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare
dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada
cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan
luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang
lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang
berat terjadi.4
* Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L)
atauhipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus.5 Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan
cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular
maupun kompartemen ekstravaskular.5 Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi
ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah
(kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang
lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah,
air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.5 Dehidrasi hipertonis
(hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.5 Terapi
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,
diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl
3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum
yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus7
Na= Na1 Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
- Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140)
xBB x 0,6}: 140.
- Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar
totalkalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik
jantung,perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi
postural,kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia
dapatberupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan),
infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L)
atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG
(untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang
hebat).8 Rumus untuk menghitung defisit kalium8 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi
renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin,diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit,
atau diuretik, hemodialisis.8
3. Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan
akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,
pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan
penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila
perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif
adalah sangat penting. 4,8
- Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan
ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan
alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan
untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai,
analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit
potasium yangterjadi.4,8
- Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau
kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare,
fistula usus kecil, diabetic ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal
yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling
umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan
Cairan pemeliharaan :
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
utama
Na+=1-2
mmol/kgBB/haridan
K+=
1mmol/kgBB/hari.
Cairan pengganti :
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut
cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki
perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan
resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer
Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada
syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit. 9,10
Cairan khusus :
Ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang dipakai
Faktor Perioperatif: 11
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hypovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
Faktor postoperatif: 11
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperative
4 ml/kgBB/jam
10 kg kedua
2 ml/kgBB/jam
Kg selanjutnya
1 ml/kgBB/jam
Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan
transfusi darah.
jika perdarahan:
10% EBV
10% kedua
Contoh :
Pria BB 50 kg
EBV 50 X 70 ml = 3500 ml
maka jika perdarahan 800 ml digantikan dengan
10% pertama (350 ml) = kristaloid 700-1400 ml
10% kedua (350 ml) = koloid 350 ml
100 ml = darah 100 ml
Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan
Tensi systole
TANDANYA
120 mmhg 100 mmhg
< 90 mmhg
<
Nadi
Perfusi
Estimasi
80 x/mnt
Hangat
Minimal
100 x/mnt
Pucat
600 ml
mmhg
> 120 x/mnt > 140 x/mnt
Dingin
Basah
1200 ml
2100 ml
perdarahan
Estimasi infus
Minimal
1-2 liter
2-4 liter
4-8 liter
60-70
1000 cc / 24 jam
BB 10-20 kg
BB > 20 kg
- Dewasa
50 cc / kgbb/ 24 jam.
b.
Na+
K+
B. Cairan isotonik
C. Cairan Hipertonik
Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+RingerLactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin
1 Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. 13,15
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextros,
tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar
akan keluar dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih
banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu
paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke
interstital berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam
24-48 jam sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan
volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. 13,15
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan
kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan
berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
13,15
2. Kolloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan
pada cross match. 13,15
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin. Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab
itu pemberian infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. 13,15
b. Koloid sintesis yaitu:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul ratarata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
13,15
BAB III
KESIMPULAN
cairan
parenteral
digunakan
untuk
mempertahankan
atau
mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan
harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan
infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan
kristaloid dan cairan koloid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh. N
2003;47(5):380-387.
2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative
dehydrationdoes it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46:
1089-93
4. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on
recover from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby; 2005.
6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:
W.B. saunders company; 1997.
7.
8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002.
9. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000
10. Mulyono, I. Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition
Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.
11. Setiabudi, M., Fisiologi Cairan Tubuh, dalam Simposium Terapi cairan pada
Penderita Gawat. 1986.
12. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006.
13. Tonessen AS., Crystalloids and Colloid, in Miller, RD., Anesthesia, Ed 3rd,
Vol. 2. Churchill Livingstone, 1990.
14. Keath S, Bate ST, Bown A, Lanham S. Anasthesia on the move. London:
Hodder Arnold. 2012.
15. Hahn R, Prough DS, Svensen . Perioperative fluid therapy. USA: Informa