Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

Kira-kira 60 % atau sekitar 42 liter pada tubuh manusia dewasa dengan


berat rata-rata 70 kilogram berupa cairan, terutama berupa suatu larutan ion dan
zat-zat lain di dalam medium air. Presentase ini dapat berubah, bergantung pada
umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas. Seiring dengan pertumbuhan seseorang,
persentase total cairan tubuh terhadap berat badan berangsunr-angsur turun. Hal
tersebut adalah sebagian akibat dari penuaan yang biasanya berhubungan dengan
peningkatan persentase lemak tubuh, sehingga mengurangi persentase cairan
dalam tubuh. Karena wanita pada normalnya memiliki lemak lebih banyak dari
pria, wanita memiliki lebih sedikit cairan daripada pria dengan berat badan
sebanding.
Semua cairan tubuh didistribusikan terutama di antara dua kompartemen :
cairan intrasel dan cairan ekstrasel. Cairan ekstrasel dibagi menjadi cairan
interstisial dan plasma darah. Ada juga kompartemen cairan lainnya yang kecil
yang disebut juga cairan transelular. Kompartemen ini meliputi cairan sinovia,
peritoneum, perikardium, dan intraokular, serta cairan serebrospinal; cairan-cairan
tersebut biasanya dianggap sebagai jenis cairan ekstrasel khusus, walaupun pada
beberapa kasus, komposisinya dapat sangat berbeda dengan komposisi plasma
atau cairan interstisial. Cairan transelular seluruhnya berjumlah sekitar 1 sampai 2
liter.

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang


umum terjadi. Dasar terapi cairan dan elektrolit berdasar kepada kebutuhan
normal cairan dan elektrolit harian. Terapi cairan ialah tindakan untuk
memelihara, mengganti cairan tubuh dengan cairan infus kristaloid (elektrolit)
atau koloid (plasma ekspander) secara intravena untuk mengatasi syok atau
mengantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi. Terapi
dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik
dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan.
Selain mengganti cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang
digunakan untuk menggantinya. Cairan tersbut dapat berupa kristaloid atau koloid
yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai
dengan kondisi pasien. Dalam tinjauan pustaka berikut ini akan disajikan
mengenai kompartemen cairan tubuh dan terapi cairan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompartemen Cairan Tubuh


2.1.1 Pembagian Kompartemen Cairan Tubuh
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada
bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi
usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan
seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun
yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa
50 % berat badan1.
Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun
perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan

tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,
maka resiko penderita menjadi lebih besar.1

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular


dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.1
1. Cairan Intrasel

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada


orang dewasa, sekitar dua per tiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan

sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.1
Sekitar 28 liter dari 42 liter cairan tubuh ada di dalam 75 triliun sel dan
secara keseluruhan disebut cairan intrasel. Jadi, cairan intrasel merupakan 40 %
dari berat badan total pada orang rata-rata. Cairan masing-masing sel
mengandung campurannya tersendiri dengan berbagai zat, namun konsentrasi zatzat ini mirip antara satu sel dengan sel yang lain. Sebenarnya komposisi cairan sel
sangat mirip, bahkan pada hewan yang berbeda, mulai dari mikroorganisme
paling primitif sampai manusia. Oleh sebab itu, cairan intrasel dari seluruh sel
yang berbeda-beda dianggap sebagai satu kompartemen cairan yang besar.1
Secara spesifik, cairan intrasel mengandung sejumlah besar ion kalium dan
fosfat ditambah ion magnesium dan sulfat dalam jumlah sedang, dan mengandung
sejumlah kecil ion natrium dan klorida dan hampir tidak ada kalsium. Sel juga
mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali jumlah protein dalam
plasma. Cairan intrasel dipisahkan dari cairan ekstrasel oleh membran sel yang
sangat permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar
elektrolit dalam tubuh.1
2. Cairan Ekstrasel
Semua cairan di luar sel secara keseluruhan disebut cairan ekstrasel. Pada
bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.
Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga
dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat rata-rata 70 kg.1

Cairan ekstraselular dibagi menjadi1 :


-

Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter
pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif
terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir
dibandingkan orang dewasa. 1
-

Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya

volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3
liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih
dan platelet.1
-

Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran


pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1
liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang
transeluler.1

Cairan ekstraselular ini merupakan 20 % dari berat badan, atau sekitar 14


liter pada orang dewasa normal dengan berat rata-rata 70 kilogram. Dua
kompartemen terbesar dalam cairan ekstrasel adalah :
a. Cairan Interstisial
Berjumlah lebih dari tiga perempat bagian cairan ekstrasel.
b. Plasma
Berjumlah hampir seperempat cairan ekstrasel, atau sekitar 3 liter. Plasma
adalah bagian darah yang tidak mengandung sel.
Plasma terus-menerus menukar zat dengan cairan interstisial melalui
membran kapiler. Pori-pori ini bersifat sangat permeabel untuk hampir semua zat
terlarut dalam cairan ekstrasel, kecuali protein. Oleh karena itu, cairan ekstrasel
secara konstan terus tercampur, sehingga plasma dan cairan interstisial
mempunyai komposisi yang hampir sama kecuali untuk protein, yang
konsentrasinya lebih tinggi di dalam plasma.
Komposisi ion plasma serupa dengan komposisi cairan interstisial, karena
keduanya hanya dipisahkan oleh membran kapiler yang sangat permeabel.
Perbedaan paling utama dari kedua kompartemen cairan ekstrasel ini adalah
konsentrasi protein dalam plasma yang lebih tinggi; karena kapiler mempunyai
permeabilitas yang rendah terhadap protein plasma, hanya sejumlah kecil protein
yang masuk ke dalam ruang interstisial di kebanyakan jaringan.
Karena efek Donan, konsentrasi ion bermuatan positif (kation) sedikit
lebih besar (sekitar 2 %) dalam plasma daripada cairan interstisial. Protein plasma
mempunyai muatan akhir negatif dan, karenanya, cenderung mengikat kation,

seperti ion natriium dan kalium, sehingga sejumlah besar kation ini tertahan di
dalam plasma bersama dengan protein plasma. Sebaliknya, konsentrasi ion
bermuatan negatif (anion) dalam cairan intersitisial cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan plasma, karena muatan negatif protein plasma akan menolak
anion yang bermuatan negatif.
Cairan ekstrasel mengandung sejumlah besar ion natrium dan klorida,
serta ion bikarbonat dalam jumlah yang cukup besar, namun cairan ekstrasel
memiliki kandungan ion kalium, magnesium, fosfat, dan asam organik dalam
jumlah yang sedikit. Cairan ekstrasel juga mengandung karbon dioksida yang
diangkut dari sel ke paru untuk diekskresi, ditambah berbagai produk sampah sel
lainnya yang diangkut ke ginjal untuk diekskresi.
Komposisi cairan ekstrasel diatur oleh berbagai mekanisme, khususnya
ginjal. Hal ini memungkinkan sel untuk tetap terus terendam dalam cairan yang
mengandung konsentrasi elektrolit dan zat nutrisi yang sesuai untuk fungsi sel
yang optimal. Darah mengandung cairan ekstrasel (cairan dalam plasma) dan
cairan intrasel (cairan dalam sel darah merah). Akan tetapi, darah dianggap
sebagao kompartemen cairan terpisah karena darah terkandung dalam ruangnya
sendiri, yaitu sistem sirkulasi. Volume darah khususnya penting untuk mengatur
dinamika sistem kardiovaskular.
Rata-rata volume darah orang dewasa adalah sekitar 7 % dari beat tubuh,
atau sekitar 5 liter. Sekitar 60 % darah berupa plasma dan 40 % berupa sel darah
merah, namun persentase ini dapat bervariasi pada masing-masing orang
bergantung pada jenis kelamin, berat badan, dan faktor lainnya.

Cairan ekstrasel diangkut ke seluruh bagian tubuh dalam dua tahap. Tahap
pertama adalah pergerakan darah ke seluruh tubuh di dalam pembuluh darah, dan
tahap kedua adalah pergerakan cairan antara kapiler darah dan ruang-ruang
antarsel di antara sel-sel jaringan. Semua darah di dalam sirkulasi melintasi
seluruh jalur sirkulasi dengan kecepatan rata-rata satu kali setiap menit pada saat
istirahat dan sebanyak enam kali setiap per menit bila seseorang sangat aktif.
Sewaktu darah melewati kapiler darah, terjadi pertukaran cairan ekstrasel
yang kontinu diantara plasma darah dan cairan interstisial yang mengisi ruangruang antarsel. Dinidng kapiler bersifat permeabel terhadap kebanyakan molekul
yang ada di dalam plasma darah, kecuali terhadap molekul protein plasma yang
besar. Oleh karena itu, banyak sekali cairan dan zat-zat yang terlarut di dalamnya
berdifusi bolak-balik di antara darah dan ruang-ruang di dalam jaringan. Proses
difusi ini terjadi akibat gerakan kinetik molekul yang terdapat di dalam plasma
maupun cairan interstisial. Yaitu, cairan dan molekul terlarut di dalamnya terus
menerus dan bolak-balik ke segala arah di dalam plasma dan cairan di ruang
antarsel, dan juga menembus pori-pori kapiler. Beberapa sel berjarak lebih dari 50
mikrometer dari sebuah kapiler, sehingga mempermudah difusi hampir semua zat
dari kapiler ke sel tersebut dalam beberapa detik. Jadi, cairan ekstrasel di bagian
tubuh manapunbaik di dalam plasma maupun di dalam cairan interstitial
secara terus-menerus dicampur, sehingga dapat mempertahankan homogenitas
cairan ekstrasel yang hampir sempurna di dalam tubuh.
Sumber nutrien cairan ekstrasel :
a. Sistem Respirasi

Setiap kali darah melintasi seluruh tubuh, darah juga mengalir melewati
paru. Darah tersebut mengambil oksigen di alveoli, sehingga memperoleh oksigen
yang dibutuhkan sel. Tebal membran antara alveoli dan lumen kapiler paru,
membran alveolus, hanya 0,4 sampai 2,0 mikrometer, dan oksigen berdifusi
dengan pergerakan molekular melintasi pori-pori membran ke dalam darah, sama
seperti difusi air dan ion melintasi kapiler jaringan.
b. Sistem Gastrointestinal
Sebagian besar darah yang dipompakan oleh jantung juga akan melewati
dinding traktus gastrointestinal. Berbagai nutrien terlarut termaksud karbohidrat,
asam lemak, dan asam amino, diabsorpsi ke dalam cairan ekstrasel darah dari
makanan yang dikonsumsi.
c.

Hati dan Organ lain yang Melaksanakan Fungsi Metabolik Primer


Tidak semua zat yang diabsorpsi dari traktus gastrointestinal dapt

digunakan oleh sel dalam bentuk asal sewaktu diabsoprsi. Hati mengubah susunan
kimiawi banyak zat ini menjadi bentuk yang lebih mudah digunakan, dan jaringan
tubuh yang lainnyasel lemak, mukosa gastrointestinal, ginjal, dan kelenjar
endokrinmembantu mengubah zat-zat yang telah diabsorpsi tadi atau
menyimpannya sampai zat tersebut dibutuhkan.
d. Sistem Muskuloskeletal
Seandainya otot tidak ikut berperan, tubuh tidak dapat bergerak menuju
temapt yang tepat pada saat yang tepat untuk memperoleh makanan yang
dibutuhkan nutrisi. Sistem muskuloskeletal juga memungkinkan pergerakan untuk

melindungi diri dari lingkungan sekitar yang berbahaya; tanpa gerakan ini,
seluruh tubuh beserta semua proses homoestatiknya akan segera hancur.
Mekanisme pengaturan konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam
cairan ekstrasel terutama bergantung pada sifat-sifat kimiawi hemoglobin, yang
terdapat di dalam semua sel darah merah. Sewaktu darah melewati paru,
hemoglobin mengikat oksigen. Selanjutnya, sewaktu darah melewati kapiler
jaringan, hemoglobin tidak akan melepaskan oksigen ke dalam cairan jaringan
bila oksigen sudah terlalu banyak di sana, karena afinitas kimiawinya sendiri
terhadap oksigen cukup kuat. Namun, bila konsentrasi oksigen di dalam cairan
jaringan sangat rendah, oksigen akan dilepaskan secukupnya agar konsentrasi
oksigen dapat kembali mencukupi. Jadi, pengaturan konsentrasi oksigen di dalam
jaringan sudah menyatu dengan sifat kimiawi hemoglobin itu sendiri. Pengaturan
ini disebut sebagai fungsi penyangga hemoglobin terhadap oksigen.
Karbon dioksida merupakan produk akhir utama reaksi oksidasi di dalam
sel. Bila seluruh karbon dioksida yang terbentuk di dalam sel terus-menerus
ditimbun di dalam cairan jaringan, efek massal penimbunan karbon dioksida itu
sendiri akan segera menghentikan semua reaksi penghasil-energi yang terjadi di
dalam sel. Untungnya, konsentrasi karbon dioksida dalam darah yang melebihi
normal akan merangsang pusat respirasi sehingga orang tersebut akan bernapas
cepat dan dalam. Respirasi seperti ini akan meningkatkan ekspirasi karbon
dioksida sehingga kelebihan karbon dioksida dibuang dari darah dan cairan
jaringan. Proses ini akan berlangsung terus menerus sampai konsentrasi karbon
dioksida kembali ke nilai normal.

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.1
- Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus
listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).1

Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan

bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion
fosfat (PO4 3-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial
pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari
cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.1

a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135145mEq/liter.7 Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari
= 100mEq (6-15 gram NaCl).2 Natrium dapat bergerak cepat antara ruang
intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh
banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air
dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan
interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.2

b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubahubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel.2 Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap
hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces
72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 2
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.2
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan +10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 2
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit

sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. 2
- Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.1

2.1.2

Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme

transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.123 Proses
pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane
semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan
kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh
kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. 1,2,3 Tekanan
osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik
kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades),
sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.2,3
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati poripori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.1,2,3
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion

kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 1,2,3

2.1.3

Keseimbangan Osmotik Dipertahankan antara Cairan Intrasel dan


Ekstrasel
Dengan perubahan konsentrasi yang relatif kecil pada zat terlarut dalam

cairan ekstrasel, tekanan osmotik yang besar dapat terbentuk di sepanjang


membran sel. Dibutuhkan daya yang besar untuk memindahkan air agar dapat
melintasi membran sel bila cairan intrasel dan ekstrasel tidak berada dalam
keseimbangan osmotik. Akibat daya tersebut, perubahan yang relatif kecil pada
konsentrasi zat terlarut impermeabel dalam cairan ekstrasel sudah dapat
menyebabkan perubahan besar pada volume sel.
Suatu sel diletakkan pada suatu larutan dengan zat trlarut impermeabel
yang mempunyai osmolaritas 282 mOsm/liter, sel tidak akan mengkerut atau
membengkak karena konsentrasi air dalam cairan intrasel dan ekstrasel adalah
sama dan zat terlarut tidak dapat masuk atau keluar dari sel, hal ini disebut dengan
isotonik.
Jika sebuah sel diletakkan dalam larutan hipotonik yang mempunyai
konsentrasi zat terlarut impermeabel lebih rendah dari 282 mOsm/liter, air akan
berdifusi ke dalam sel dan meyebabkan sel membengkak; air akan terus berdifusi
ke dalam sel, yang akan mengencerkan cairan intrasel dan juga memekatkan
cairan ekstrasel sampai kedua larutan mempunyai osmolaritas yang sama. Hal ini
menyebabkan pembengkakan sel.

Jika sebuah sel diletakkan dalam larutan hipertonik yang mempunyai


konsentrasi zat terlarut impermeabel yang lebih tinggi, air akan mengalir keluar
dari sel ke dalam cairan ekstrasel. Dalam hal ini, sel akan mengkerut sampai
kedua konsentrasi menjadi sama.
Kekentalan larutan bergantung pada konsentrasi zat terlarut impermeabel.
Namun, beberapa zat terlarut dapat menembus membran sel. Larutan dengan
osmolaritas yang sama dengan sel disebut isosmotik, tanpa memperhatikan
kemampuan zat terlarut tersebut untuk dapat menembus membran sel atau tidak.
Hiperosmotik merujuk pada larutan yang mempunyai osmolaritas lebih
tinggi dibandingkan dengan cairan ekstrasel normal tanpa memperhatikan
kemampuan zat terlarut tersebut untuk menembus membran sel. Hipo-osmotik
adalah larutan yang mempunyai osmolaritas lebih rendah dibandingkan dengan
cairan ekstrasel normal tanpa memperhatikan kemampuan zat terlarut tersebut
untuk menembus membran sel.

2.1.4

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal


Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah

oleh stress akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. 4 Pada keadaan normal,
seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam
bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan ratarata 250 ml
dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.4 Kepustakaan lain

menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat,


protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap
hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml
tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml
tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik),
kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang
dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu
100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37
derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan
jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible
loss), traktus gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai
3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space
loses.1

2.1.5

Perubahan cairan tubuh


Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh
yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah
kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare
dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada
cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan

luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang
lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang
berat terjadi.4
* Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L)
atauhipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus.5 Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan
cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular
maupun kompartemen ekstravaskular.5 Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi
ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah
(kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang
lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah,
air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.5 Dehidrasi hipertonis
(hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.5 Terapi

untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan


cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung.5
Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan,
cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung
disesuaikan. Cara rehidrasi dapat dilakun sebagai berikut 6.
1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D)
= derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam
atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
3. Pemberian cairan :
o 6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M
o 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan
air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan
kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada
GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.4 Kelebihan cairan intaseluler
dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia

Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,
diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl
3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum
yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus7
Na= Na1 Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
- Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140)
xBB x 0,6}: 140.
- Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar
totalkalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik
jantung,perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi
postural,kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia
dapatberupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan),
infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L)
atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG
(untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang
hebat).8 Rumus untuk menghitung defisit kalium8 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi
renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin,diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit,
atau diuretik, hemodialisis.8

3. Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan
akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,
pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan
penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila
perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif
adalah sangat penting. 4,8
- Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan
ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan
alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan
untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai,
analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit
potasium yangterjadi.4,8
- Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau
kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare,
fistula usus kecil, diabetic ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal
yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling
umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan

keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang


mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat
dan hanyasetelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.4,8
- Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan
bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada
pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume
ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan
penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode
24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.4,8

2.2 Terapi Cairan


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena untuk mengatasi syok atau mengantikan volume cairan yang hilang
akibat perdarahan atau dehidrasi.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum
dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan,
mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga
ketiga.

Berdasarkan fungsinya cairan dapat dikelompokkan menjadi 9


1

Cairan pemeliharaan :
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan

nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan


elektrolit

utama

Na+=1-2

mmol/kgBB/haridan

K+=

1mmol/kgBB/hari.

Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan


urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru
atau dikenal dengan insensible water losses.
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan
karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan
elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran +
saline, DGAA, Ringer's dextrose, D5 NaCl 0,45 atau D5W. Sedangkan larutan
rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan
tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.

Cairan pengganti :
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut

cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki
perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan
resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer
Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada
syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit. 9,10

Cairan khusus :
Ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang dipakai

seperti Natrium bikarbonat, NaCl 3%. 9,10


Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperative dan postoperatif.
Faktor-faktor preoperatif: 11
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh
stres akibat
operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat

menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal

karena efek diuresis osmotik.


3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6. Restriksi cairan preoperatif


Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Faktor Perioperatif: 11
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hypovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan
cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.

Faktor postoperatif: 11
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperative

2.7 Dasar-Dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif


Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam
pemberian
cairan perioperatif, yaitu :9,12,13
1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan
yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak
dibandingkan elektrolit).
2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita
bedah elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali
menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,
translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya
insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak.
Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
3. Kehilangan cairan saat pembedahan
a. perdarahan

Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :


- botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah
(suction pump)
-dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah
pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml
darah, sedangkan tampon besar (laparotomy pads) dapat menyerap darah
100-10 ml.
b. Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih
menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan
translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan
lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama.
Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang
ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan
intravaskuler. Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat
mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan
ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi
tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara
fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan
fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.

4. Gangguan fungsi ginjal

Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:


o Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
o Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh
meningkatnya kadar aldosteron.
o Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya
retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules)
meningkat.

2.2.1 Terapi Cairan Pra Bedah


Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa,
lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa
pra-bedah sebelum induksi. Setengah dari sisa defisit yang masih ada diberikan
pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua dan
ketiga berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti denga cairan
: kristaloid seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. 9,12
Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan
(elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama
puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi)
yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan
melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi. 9,12

Tabel 4. Kebutuhan cairan harian

Pada anak dan bayi


Pemeliharaan:
10 kg pertama

4 ml/kgBB/jam

10 kg kedua

2 ml/kgBB/jam

Kg selanjutnya

1 ml/kgBB/jam

Defisit puasa (DP): cairan pemeliharaan x jam puasa

2.2.2 Terapi Cairan Selama Pembedahan


Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang
diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang
hilang. 9,12
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah
mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan 2 ml/kg/jam
selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan
cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4

ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang


diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer
Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam
untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total
10 ml/kgBB/jam.

Penggantian darah yang hilang


Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan

dan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi


selama pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan adanya perdarahan
yang sulit diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain
operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk
memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam botol
suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Perkiraan
jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan
hemoglobin secara serial.14
Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan
kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada
keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk
mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit.12

Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai


hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85
ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 65
ml/kgBB.
penggantian cairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut :
Berdasar berat-ringannya perdarahan : 9,12
1

Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 15%, cukup diganti


dengan cairan elektrolit.

Perdarahan sedang, perdarahan 10 20% EBV, 15 30%, dapat diganti


dengan cairan kristaloid dan koloid.

Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan
transfusi darah.

jika perdarahan:
10% EBV

berikan kristaloid substitusi dengan


perbandingan 1 : 2-4ml cairan

10% kedua

berikan koloid 1 : 1 ml cairan

> 20 % EBV berikan darah 1 : 1 ml darah

Contoh :
Pria BB 50 kg

EBV 50 X 70 ml = 3500 ml
maka jika perdarahan 800 ml digantikan dengan
10% pertama (350 ml) = kristaloid 700-1400 ml
10% kedua (350 ml) = koloid 350 ml
100 ml = darah 100 ml
Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan

kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan


berdasarkan:
a. Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan
b. Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
c. Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
d. Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
e. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
f. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
g. Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:
- 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar
hemoglobin sebesar 1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr%
Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga
diuresis 1 ml/kgBB/jam.

Table 5. Tanda-tanda pada pasien disesuaikan dengan prosentase EBV yang


hilang:

Tensi systole

TANDANYA
120 mmhg 100 mmhg
< 90 mmhg

<

Nadi
Perfusi
Estimasi

80 x/mnt
Hangat
Minimal

100 x/mnt
Pucat
600 ml

mmhg
> 120 x/mnt > 140 x/mnt
Dingin
Basah
1200 ml
2100 ml

perdarahan
Estimasi infus

Minimal

1-2 liter

2-4 liter

4-8 liter

2.2.3 Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah


Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1

60-70

Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan


air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50
ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian
kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses
katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan
aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium.
Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium.
Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum,
pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi
kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar
albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca
bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis.
Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan. 9,12

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah: 9,12


- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan
yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya
diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen. 9,12
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan
nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit. 9,12

a. Kebutuhan cairan (air) post operasi.


- Anak
BB 0-10 kg

1000 cc / 24 jam

BB 10-20 kg

1000 cc + 50 cc tiap > 1 kg

BB > 20 kg

1500 cc + 20 cc tiap > 1 kg

- Dewasa
50 cc / kgbb/ 24 jam.
b.

Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa

Na+

2-4 mEq / kgbb

K+

1-2 mEq / kgbb

c. Kebutuhan kalori basal


- Dewasa
BB (kg) x 20-30
- Anak berdasarkan umur
Umur (tahun)
<1
1-3
4-6
7-10
11-18

Kcal / kgbb / hari


80-95
75-90
65-75
55-75
45-55

2.2.4 Macam cairan intravena


A. Cairan Hipotonik

Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum ( 285 mOsmol/L)


sehingga menarik cairan dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya

Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien


cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia
dengan ketoasidosis diabetik.

Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial

Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

B. Cairan isotonik

osmolaritas cairannya mendekati serum = 285 mOsmol/L, sehingga terus


berada di dalam pembuluh darah.

Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (NaCl 0,9%)

Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada


penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.

Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis

C. Cairan Hipertonik

Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum ( 285 mOsmol/L),


sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah.

Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan


mengurangi edema (bengkak).

Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+RingerLactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin

Cairan juga dibagi menjadi :

1 Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di
setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. 13,15
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextros,
tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar
akan keluar dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih
banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu
paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke
interstital berlangsung selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam
24-48 jam sebagai urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan
volume ekstrasel dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel. 13,15
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan
kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan
berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
13,15

2. Kolloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau
pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan
pada cross match. 13,15
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta
globulin. Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab
itu pemberian infus dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan
hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. 13,15
b. Koloid sintesis yaitu:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri

Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun


Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan
melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan
gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah
yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu. 13,15
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 mmHg. Pemberian
500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam
waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum
amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (PentaStarch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan
tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan. 13,15
3. Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul ratarata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
13,15

- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)


- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan. Walaupun dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked
gelatin

Table 6. Pembagian koloid

Tabel 7. Perbandingan koloid dan kristaloid

BAB III
KESIMPULAN

Semua cairan tubuh didistribusikan terutama di antara dua kompartemen :


cairan intrasel dan cairan ekstrasel. Cairan ekstrasel dibagi menjadi cairan
interstisial dan plasma darah. Ada juga kompartemen cairan lainnya yang kecil
yang disebut juga cairan transelular. Kompartemen ini meliputi cairan sinovia,
peritoneum, perikardium, dan intraokular, serta cairan serebrospinal. Selain air,
cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Proses pergerakan cairan tubuh antar
kompertemen dapat berlangsung secara osmosis, difusi, dan pompa natrium
kalium. Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu : perubahan
volume, perubahan konsentrasi dan perubahan komposisi.
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena untuk mengatasi syok atau mengantikan volume cairan yang hilang
akibat perdarahan atau dehidrasi. Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit
cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin
saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang
pindah ke rongga ketiga.
Terapi cairan peri operatif meliputi pemberian cairan pada masa prabedah,
selama pembedahan dan pasca bedah. Selama pembedahan harus selalu dijaga

keseimbangan cairan dan elektrolit dengan mengganti kehilangan cairan akibat


pembedahan, kebutuhan dasar dan trauma pembedahan. Selalu dipantau tandatanda fisik mengenai kelebihan atau kekurangan cairan. Terapi cairan pasca bedah
ditujukan untuk mengoreksi pemberian cairan sebelumnya dan memenuhi
kebutuhan cairan dan nutrisi untuk mempercepat penyembuhan.
Terapi

cairan

parenteral

digunakan

untuk

mempertahankan

atau

mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan
harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan
infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan
kristaloid dan cairan koloid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh. N
2003;47(5):380-387.
2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative
dehydrationdoes it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46:
1089-93
4. Keane PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect on
recover from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby; 2005.
6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:
W.B. saunders company; 1997.
7.

Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada


pembedahan. Ed. Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002

8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse; 2002.
9. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.
Fakultas KEdokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000
10. Mulyono, I. Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition
Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM, Jakarta.
11. Setiabudi, M., Fisiologi Cairan Tubuh, dalam Simposium Terapi cairan pada
Penderita Gawat. 1986.
12. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5th ed.
Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006.
13. Tonessen AS., Crystalloids and Colloid, in Miller, RD., Anesthesia, Ed 3rd,
Vol. 2. Churchill Livingstone, 1990.
14. Keath S, Bate ST, Bown A, Lanham S. Anasthesia on the move. London:
Hodder Arnold. 2012.

15. Hahn R, Prough DS, Svensen . Perioperative fluid therapy. USA: Informa

Healthcare Inc. 2007.

Anda mungkin juga menyukai