1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi transportasi yang meningkat pesat, telah
menyebabkan tingkat kecelakaan lalu lintas semakin tinggi. Akibat kemajuan
teknologi, disatu sisi menyebabkan daya jangkau dan daya jelajah transportasi
semakin luas, disisi lain menjadi penyebab kematian yang sangat serius dalam
beberapa dekade terakhir. Keadaan ini, semakin parah mengingat kurangnya
kesadaran masyarakat akan keselamatan lalu lintas dan lamban atau kurang
tepatnya penanganganan korban akibat kecelakaan lalu lintas. 1
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya cedera di
seluruh dunia. Cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama
kematian dan disabilitas (ketidakmampuan) secara umum terutama di negara
berkembang. 1
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di
bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011
menyebutkan, sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada
usia produktif , yakni 22 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah
usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian
1.000 anak-anak dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas
menjadi penyebab utama kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 1024 tahun. 2.
Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menempatkan transportasi
sebagai kebutuhan turunan, akibat aktivitas ekonomi, sosial dan sebagainya..
Oleh karena itu, kecelakaan dalam dunia transportasi memiliki dampak
signifikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. 2
Tahun
Jumlah
Kecelakaan
Korban
Mati
Luka Berat
Luka
Ringan
Kerugian
Materi
(Juta Rp)
1992
19920
9819
13363
14846
15077
1993
17323
10038
11453
13037
14714
1994
17469
11004
11055
12215
16544
1995
16510
10990
9952
11873
17745
1996
15291
10869
8968
10374
18411
1997
17101
12308
9913
12699
20848
1998
14858
11694
8878
10609
26941
1999*)
12675
9917
7329
9385
32755
2000
12649
9536
7100
9518
36281
2001
12791
9522
6656
9181
37617
2002
12267
8762
6012
8929
41030
2003
13399
9856
6142
8694
45778
2004
17732
11204
8983
12084
53044
2005
91623
16115
35891
51317
51556
2006
87020
15762
33282
52310
81848
2007
49553
16955
20181
46827
103289
2008
59164
20188
23440
55731
131207
2009
62960
19979
23469
62936
136285
2010
66488
19873
26196
63809
158259
2011
108696
31195
35285
108945
217435
2012
117949
29544
39704
128312
298627
3.
derajat 1
derajat 2
derajat 3
derajat 4
derajat 5
Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak
berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan
bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai
penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan
technologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan.
Data resmi yang dikeluarkan Dishub Kota Depok mencatat, saat ini jumlah
angkot yang beroperasi melayani penumpang di 40 trayek atau rute yang ada
berjumlah 7.504 unit kendaraan. Dari jumlah itu sebanyak 3.752 unit atau 50
persennya tidak layak beroperasi. Keberadaan angkot tak layak jalan itu pun
kerep menimbulkan persoalan. Seperti, terjadinya kebakaran akibat konsleting
listrik. Dan mogok ditengah jalan sehingga menggangu arus lalu lintas.
Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar
pengaman didaerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang
dan
kondisi
permukaan
jalan.
Jalan
yang
rusak/berlobang
sangat
(km/jam), D jarak stop dimulai dari waktu benturan (m), dan C adalah konstanta
0.034.4
Kecelakaan kendaraan bermotor dapat dibagi menjadi empat kategori
tergantung dari arah terjadinya benturan pada kendaraan, antara lain :
1. Arah depan
Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80% dari
semua kecelakaan lalu lintas. Tabrakan dari arah depan terjadi bila dua
kendaraan/orang bertabrakan yang mana keduanya arah kepala, atau bagian
depan dari kendaraan menabrak benda yang tidak bergerak, seperti tembok,
ataupun tiang listrik. Sebagai akibat dari energi gerak, penumpang dari
kendaraan bermotor akan terus melaju (bila tidak memakai sabuk pengaman
pada pengguna mobil). Pola dan lokasi luka akan tergantung dari posisi saat
kecelakaan. 5,6
2. Arah samping (lateral)
Biasanya terjadi di persimpangan ketika kendaraan lain menabrak dari arah
samping, ataupun mobil yang terpelintir dan sisinya menghantam benda
tidak bergerak. Dapat terlihat perlukaan yang sama dengan tabrakan dari
arah depan, bila benturan terjadi pada sisi kiri dari kendaraan, pengemudi
akan cenderung mengalami perlukaan pada sisi kiri, dan penumpang depan
akan mengalami perlukaan yang lebih sedikit karena pengemudi bersifat
sebagai bantalan. Bila benturan terjadi pada sisi kanan, maka yang terjadi
adalah sebaliknya, demikian juga bila tidak ada penumpang. 5,6
3. Terguling
Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari samping,
terutama bila tidak dipakainya pelindung kepala (helm), terguling di jalan,
sabuk pengaman dan penumpang terlempar keluar mobil. Beberapa
perlukaan dapat terbentuk pada saat korban mendarat pada permukaan yang
keras, pada beberapa kasus, korban yang terlempar bisa ditemukan hancur
bawah (bumper injuries; bumper fractures), bagian bokong atau punggung akan
terkena dengan radiator atau kap mobil, lampu atau kaca depan (impak sekunder)
sebagai kelanjutannya korban dapat jatuh dari kendaraan ke jalan, dan ini
menimbulkan luka (luka sekunder). 3,5
Korban yang tergeletak di jalan dapat terlindas oleh roda kendaraan, yang
dapat menimbulkan luka yang sesuai dengan bentuk kembang dari ban tersebut
(jejas ban; tyre marks). Luka memar jejas ban yang ditimbulkan oleh penekanan
permukaaan ban pada kulit yang menyebabkan terjadinya perdarahan bawah kulit
yang kemudian berpindah ke tempat yang kurang tertekan, yakni pada daerah
cekungan pada muka ban, berupa perdarahan di tepi. Jejas ban atau tyre marks
berguna dalam penyidikan kasus tabrak lari; yang akan diperkuat lagi bila
terdapat kecocokan golongan darah yang terdapat pada kendaraan dengan
golongan darah korban.3,6
Foto 2: tire marks pada lengan dan dada akibat terrlindas truk
Bila kendaraan yang menabrak tadi termasuk kendaraan berat, seperti truk
atau bis, kelainan pada korban dapat sangat hebat, tubuh seluruhnya dapat hancur
atau sukar dikendali; keadaan ini dikenal sebagai crush injuriesatau
compression injuries.3,5
Jika bagian bawah dari kendaraan sangat rendah, tubuh korban dapat terseret
dan terputar , sehingga terjadi pengelupasan kulit dan otot yang hebat keadaan ini
dikenal sebagai rolling injuries. Luka lecet serut dapat ditemukan, dimana pada
awal luka lecet, tampak batas yang lebih tegas sedangkan pada akhir luka lecet,
batas tidak tegas dan terdapat penumpukan kulit ari yang tergeser.3,7,8
Pada daerah dimana terdapat lipatan kulit seperti daerah lipat paha, jika daerah
tersebut terlindungi, kulit akan teregang sehingga menimbulkan kelainan yang
disebut striae like tears, dimana sebenarnya daerah yang terlindas bukan di
lipatan kulit tersebut, tetapi di daerah yang berdekatan.3,7
2. Pada daerah dada, jika tidak menggunakan sabuk pengaman akan dijumpai
jejas stir, yang bila benturannya hebat dapat menyebabkan kerusakan pada
bagian dalam yaitu fraktur dada dan iga serta pecahnya jantung.3,5
korban dengan jalan. Laying the bike down merupakan usaha yang dilakukan
untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan objek yang akan ditabraknya,
pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraanya ke samping, membiarkan
kendaraan bergeser dan ia sendiri bergeser dibelakangnya. Bila jatuh dengan cara
ini akan dapat terjadi trauma jaringan lunak yang parah. 3,7
Luka yang terjadi sekunder, seringkali merupakan penyebab kematian pada
korban karena yang mengalami kerusakan adalah kepalanya. Fraktur pada
tengkorak sebagai akibat luka sekunder tersebut dapat mudah diketahui, yaitu
dari sifat garis patahnya, dimana terdapat garis patas linier (fraktur linier),
sedangkan pada keadaan lain, misalnya kepala dipukul dengan palu yang berat,
frakturnya adalah fraktur kompresi. Dengan demikian terdapat perbedaan
kelainan fraktur tengkorak yaitu bila korban (kepala), bergerak mendekati benda
tumpul (jalan), dengan bila kepala diam akan tetapi benda tumpulnya yang dating
mendekati kepala. Pemakaian helm dimaksudkan untuk meredam benturan pada
kepala. Perlu diketahui bahwa bagi pembonceng kendaraan sepeda motor tidak
ditemukan kelainan yang khusus.3,7
4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mencari penyebab terjadinya
kecelakaan lalu lintas. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu
penyidikan antara lain: 3,7
1.
Nalorfin:
pemberian
nalorfinpada
pecandu
morfin
akan
2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyadina Woro. 2009. Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat
Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. Volum:
59.2009
2. http://www.bps.go.id/
3. Idries, dr. Abdul Mun'im. 1997. Kecelakaan Transportasi. Pedoman Ilmu
Kedokteran Forensik. s.l. : Binarupa Aksara, 1997
4. Dikshit, P.C. RoadTraffic Accidents. Textbook of Forensik Medicine and
Toxicology. New Delhi : PEEPEE, pp. 189-198.
5. DiMaio, V. Death Caused by Motor Vehicle Accidents. Forensic Pathology.
London. : CRC. 2001
6. Ramsay, David A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma.
Totowa : Human Press, 2007.
7. Budianto, Arif, Widiatmaka, Wibisana and Sudiono, Siswandi. 1997.
Traumatologi Forensik. Arif Budianto. Ilmu Kedokteran Forensik FKUI. s.l. :
Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997.
8. Wolf, Dwayne A. 2005. Motor Vehicle Collisions. [book auth.] David
Dolinak. Forensic Pathology Principles and Practice. USA : Elsevier, 2005.